Chapter 14

Irresistible

"Cam..."

Aku mendengar suara Liam dan merasakan tangannya menepuk pelan pipiku. Aku terbangun. Aku tidak sadar aku tertidur di pundak Liam. Aku mengangkat kepalaku. "Sudah berapa lama aku tertidur?" tanyaku sedikit gugup dan malu.

Liam tersenyum kepadaku dan merapikan rambutku yang sedikit teracak karena menempel di pundak nya. "Mungkin sekitar 15 menit. Kau mau kembali ke kampus sekarang? Atau masih ada yang mau kau bicarakan?"

"Bukankah seharusnya aku yang bertanya itu padamu? Apa masih ada yang mau kau bicarakan padaku?"

Liam menggelengkan kepalanya. "Ayo kita pergi dari sini."

Kami berjalan kembali ke mobil dan Liam mengendarainya mobilnya sampai kembali ke kampus. Liam memarkir mobilnya persis di sebelah mobilku yang kebetulan tidak ada yang menempati. Kami turun dari mobil dan aku langsung ke samping pintu kemudi mobilku. Liam mengikutiku.

"Cam..."

"Iya?" aku memutar tubuhku menghadap Liam. "Ada apa?"

"Maafkan aku. Aku harap kau bisa melupakan semua yang terjadi di Primrose."

"Maaf untuk apa, Liam?"

"Apapun yang aku lakukan di Primrose tadi, apapun itu yang membuat kau kecewa. Dan satu hal lagi. Setelah aku pikir, aku akan tetap bersamamu menjadi wakil RH untuk acara Fashion Week. Aku bisa jelaskan pada Louis nanti." Liam tersenyum kepadaku.

"Aku rasa tidak akan menjadi masalah bagi Louis. Thank you, Liam." Aku membalas senyum Liam. Aku memegang handle pintu mobil, aku sekali lagi menoleh ke arah Liam yang masih berdiri di sebelahku sebelum masuk ke dalam mobil. "Dan aku rasa tidak ada yang perlu aku lupakan apapun yang terjadi di Primrose. Bye, Liam." Aku masuk ke dalam mobil dan menyalakan mesin mobilku.

-

Aku memarkir mobilku. Beberapa detik kemudian mobil Dad datang dan parkir di sebelah mobilku. Aku turun dari mobil bersamaan dengan Dad.

"Hai, Dad." Dad merangkulku dan kami berjalan bersama ke pintu.

"Louis Tomlinson. Teman mu yang waktu itu kemari. Tadi datang ke studio." Kata Dad saat kami memasuki rumah.

"Louis? Oh, mereka sudah kesana?"

"Mereka? Hanya dia saja sendirian." kata Dad sambil melepaskan jaket kulitnya dan memberikannya pada Mom. Ava dan Jo tak lama kemudian berlari menghampiri Dad. Dad memeluk dan mencium mereka.

"Louis hanya sendirian? Tadi mereka bilang memang akan ke studio melihat jadwal untuk recording." Jawabku sambil berjalan menuju dapur. Aku membuka kulkas dan mengambil sebuah apel. Aku kembali ke ruang keluarga dan duduk disana bersama Mom, Dad, Ava dan Jo.

"Mereka mengambil jadwal Sabtu ini." Dad menjelaskan.

"Louis temanmu itu pintar menyanyi?" tanya Mom.

"Iya, mereka sekolah di jurusan Musik. Louis dan teman-temannya, termasuk Liam. Kadang-kadang aku di kelas yang sama dengannya." Jawabku sambil menguyah apelku.

"Liam? Liam yang pernah kemari?"

Aku mengangguk. "Liam ada di satu kelompok yang sama dengan Louis yang akan recording di studio Dad besok Sabtu."

"Kau baru saja mengenal mereka? Mom baru tahu kau berteman dengan mereka."

"Aku tahu mereka sejak pertama kali masuk kampus, Mom. Mereka seperti kelompok cowok populer yang digemari banyak gadis di kampus." Aku sedikit tertawa dan menggigit apelku. "Tahun ini tahun mereka menjadi lebih populer karena mereka menjadi kepala-kepala organisasi di kampus. Dan aku pun tidak sengaja jadi sering mengobrol dengan mereka sekarang." Jelasku pada Mom yang membuat Mom sedikit tertawa.

"Kau juga menjadi salah satu gadis di kampus yang menggemari mereka?" sambung Dad.

Aku tertawa. "Aku tidak tahu. Mungkin. Aku kekamar dulu." Aku pun meninggalkan ruang keluarga dan menuju kamarku. Aku meletakkan tasku di kursi belajarku. Aku mandi dan mengenakan oversize t-shirt dan celana yoga. Aku duduk di atas tempat tidurku sambil memeluk boneka pinguinku. Masih menyesali kejadian di Primrose bersama Liam tadi. Andai saja aku tida menyebut namanya pasti dia sudah menciumku. Tetapi aku masih bingung kenapa dia bilang kalau dia akan benar-benar menjadi pengkhianat sahabatnya? Apa karena dia mau menciumku? Ya, mungkin karena itu. Tetapi kenapa dia mau menciumku? Karena dia menyukai ku? Aku harap begitu. Getar handphoneku mengagetkanku. Aku meraih handohoneku dan aku melihat nama Louis di layar. Aku menekan tombol answer.

C : Hai, Lou.

L : Cam, aku tadi sudah ke studio ayahmu.

C : Oh, iya, ayahku baru saja cerita padaku. Jadi hari Sabtu?

L : Iya. Kau mau datang lihat kami?

C : Aku akan datang kalau tidak ada kegiatan. Kau sendirian tadi?

L : Harry dan Niall ada urusan masing-masing dan aku tidak tahu dimana Liam.

C : ...

L : Cam?

C : Iya, Lou?

L : Okay, aku hanya ingin memberi tahu itu saja. Datanglah hari Sabtu. See you, Cam.

Aku meletakkan handphoneku di sampingku. Pasti Louis ke studio saat Liam bersamaku tadi.

-

Tidak terasa sudah hari Sabtu. Aku bangun dari tempat tidurku dan berjalan keluar kamar. Aku dapat menemukan Mom di dapur menyiapkan sarapan.

"Dad sudah pergi?"

"Yes, dear. Ada apa?" jawab Mom sambil meletakkan teapot di atas meja dan menyiapkan beberapa cangkir teh.

"Aku lupa bertanya jadwal recording Louis jam berapa." Jawabku sambil membuka kursi makan dan duduk disitu.

"Kau mau ikut kesana?" tanya mom. Mom menaruh cangkir teh dihadapanku dan menuangkan teh kedalamnya.

"Thanks, Mom. Ya, aku rasa. Aku tidak ada kegiatan Sabtu ini dan aku berjanji pada Louis akan datang melihat mereka kalau aku tidak ada kegiatan."

"Aku akan menelepon Dad untuk menanyakannya."

"Tidak perlu Mom, setelah sarapan aku akan bersiap-siap dan menyusul Dad ke studio."

"Okay." Mom meletakkan piring berisikan toast dan scrambled egg di hadapanku.

Aku menyantap sarapanku sampai habis dan meminum teh ku. Aku kembali ke kamar dan bersiap-siap. Aku berpamitan dengan Mom dan keluar rumah menuju garasi. Aku mengendarai mobilku ke studio Dad. Sampai disana aku lihat mobil Liam sudah terparkir. Aku memarkir mobilku di belakangnya. Beberapa saat kemudian ada mobil datang dan parkir di depan mobil Liam. Aku turun dari mobil dan aku dapat melihat Louis keluar dari mobil yang baru datang tadi, ya, itu memang mobil Louis. Aku melambaikan tanganku dan tersenyum pada Louis saat dia melihat kearahku. Louis menghentikan langkahnya dan menungguku.

"Hai, kau datang juga." kata Louis saat aku berjalan mendekatinya.

"Ya, aku pikir dari pada aku tidak melakukan apa-apa dirumah lebih baik aku datang kesini. Kau datang sendirian? Tidak bersama yang lainnya?" Kami pun berjalan bersama menuju pintu Studio.

"Aku rasa Liam sudah bersama yang lainnya." Louis menunjuk mobil Liam dengan jempolnya. "Aku memang bilang kalau datang sendirian, karena setelah ini aku harus langsung ke lapangan."

"Oh, ya, aku mengerti." Kami memasuki Studio. Dan aku dapat melihat Casey, salah satu pegawai Dad disini.

"Hai, Miss Cameron. Sudah lama kau tidak kemari." Casey menyapaku.

"Hai, Cas. Apa yang lainnya sudah di ruang rekaman?"

"Mereka sudah disana, silahkan." Casey mempersilahkan kami memasuki ruang rekaman. Aku membuka pintu dan aku langsung dapat melihat Liam yang melihat kearah pintu. Liam melihatku datang bersama Louis. Liam tersenyum padaku dan menyapa Louis. Louis menghampiri Liam yang sudah bersama Niall dan Harry. Aku menghampiri Dad.

"Aku sangat kagum dengan mereka." Kata Dad saat aku menghampirinya. "Kau tak pernah coba bernyanyi bersama mereka?"

"Kau sudah mendengar mereka bernyanyi?"

"Tadi mereka sedikit berlatih tanpa temanmu, Louis. Niall sudah terlebih dahulu melakukan rekaman untuk permainan gitarnya. Mereka hanya mau rekaman akustik."

Aku hanya memperhatikan mereka yang sedang berlatih sebelum rekaman. Aku memperhatikan Liam. Lagi-lagi Liam menangkapku. Aku pun tertawa dan tersenyum padanya, dia juga tersenyum padaku. Aku rasa Louis menyadarinya dan dia melihatku. Louis melihatku dan Liam saling tersenyum dan tertawa. Aku pun melihat ke arah Louis dan tersenyum juga padanya. Kenapa jadi seperti ini? Aku jadi merasa terjepit diantara dua hal.

Beberapa menit kemudian mereka masuk ke dalam ruang kaca yang merupakan tempat mereka rekaman. Aku, Dad, dan Kevin yang adalah salah satu teknisi pekerja disini berada di luar ruang kaca. Rekaman pun di mulai. Aku tidak tahu lagu apa yang mereka nyanyikan ini. Tetapi aku sangat menikmatinya.

-

Rekaman pun selesai. Mereka keluar dari ruang kaca dan bergabung bersama kami. Dad mulai memperdengarkan hasil rekaman dan mengatur mixer. Aku sangat senang mendengarnya, apalagi saat mendengar suara Liam.

"Apa judul lagu ini?" tanya ku pada mereka.

"Little Things." Louis langsung menjawabku.

Aku pun tersenyum dan kembali mendengarkannya. Mereka juga tampak senang sekali mendengarnya.

"Aku harus pergi duluan, teman-teman sudah menungguku di lapangan." Louis berpamitan dengan kami. "Thanks a lot, Mr. DeLonge." Louis dan Dad berjabat tangan. Louis meninggalkan ruangan. Dad dan Kevin sangat serius memproduksi hasil rekaman agak benar-benar bagus. Niall memainkan gitarnya dan Harry mengikutinya. Sepertinya Harry belajar bermain gitar dengan Niall. Aku masih duduk di samping Dad yang lagi serius. Liam menghampiriku.

"Cam."

Aku menoleh ke arahnya dan dia memberikan kode dengan tangannya agar aku keluar bersamanya dari ruangan ini. Aku pun beranjak dari kursi dan mengikuti Liam. Sebelum aku keluar aku sempat melihat Harry yang tersenyum licik ke arahku. Lagi-lagi sangat menyebalkan. Aku dan Liam duduk di Cafe kecil yang ada di sebelah Lobby. Dad sengaja mendirikan cafe juga disini agar orang-orang yang menunggu tidak bosan.

"Kenapa mengajakku kesini, Liam?"

"Tidak apa-apa. Aku hanya ingin mengobrol denganmu." Aku pun sedikit tertawa mendengar jawaban Liam. "Ada yang lucu?" Liam juga seperti menahan tawa ketika bertanya itu padaku.

"Lagu tadi sangat menyentuh." Kali ini Liam yang tertawa mendengarku. "Aku serius, Liam."

"Thanks." Liam tersenyum. "Louis?"

Aku terkejut. Louis kan sudah pulang? Aku melihat ke arah Liam memandang. Cafe ini berdinding kaca yang dapat membuat kita dapat melihat arah jalan depan Studio. Aku dapat melihat Louis turun dari mobilnya dan berjalan ke arah Studio. Liam segera berdiri dan seperti mau berjalan menghampiri Louis. Tapi aku menahannya. Aku memegang tangannya.

"Duduk saja. Tidak apa-apa." Liam terlihat bingung dan kembali duduk di hadapanku. Aku tersenyum padanya. Aku melihat Louis yang sepertinya menyadari keberadaan kami disini dan berjalan ke arah cafe. Louis menghampiri kami.

"Liam? Hey." Louis menyapa Liam sesampainya dia di meja kami. "Kau tidak bersama yang lain? Hai, Cam." Louis menoleh ke arahku dan menyapaku.

"Harry lagi belajar bermain gitar dengan Niall." Jawab Liam.

Louis tertawa dan duduk bersama kami. "Sepertinya Harry sudah sering melakukannya tapi tidak bisa-bisa." Liam dan aku pun ikut tertawa,

"Kau tidak jadi ke lapangan?" tanyaku penasaran.

"Baru saja aku jalan, aku dapat telepon kalau coach tidak bisa hadir karena urusan darurat dan latihan di batalkan. Jadi aku kemari. Apa yang kalian lakukan disini? Membahas Fashion Week?"

"Kami baru saja duduk disini dan kau datang." Aku menjawab Louis karena Liam hanya diam.

"Okay, aku mau masuk ke dalam dulu ya." Louis beranjak dari kursi dan pergi meninggalkan kami. Aku menaikkan satu alisku pada Liam.

"Ada apa?" Tanya Liam polos.

"Look, dia tidak apa-apa. Apa kau terlalu berlebihan, Liam?"

"Iya, mungkin dia mengira kita akan membahas Fashion Week." Jawab Liam sambil mengangkat bahunya. Tidak lama kemudian Louis, Niall, dan Harry datang menghampiri kami dan duduk bersama kami.

"Tunggu, apa kalian yakin akan duduk disini?" Tanya Harry pada Louis dan Niall.

Harry? Apa yang kau bicarakan? Aku bertanya dalam hati. Apa Harry tidak tahu tentang Louis? Apa hanya Liam yang tau?

"Ada apa?" ekspresi wajah Louis berubah seketika. Aku melihat ke arah Liam yang hanya dia dan pasrah melihat sikap Harry.

"Tidak apa-apa sih, siapa tau mereka berdua sedang membahas sesuatu yang penting. Kalau kita bergabung nanti mereka terganggu." Jawab Harry sambil tertawa.

"Kalian memang sedang membahas sesuatu?" Tanya Niall dengan tampak bodoh pada Liam.

"Tidak... Tidak... Duduklah." Jawab Liam.

Aku memandang Harry dengan tatapan 'apa maksudmu?' dan Harry hanya membalasku dengan satu kedipan mata dan senyumannya yang menjengkelkan.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet