Chapter 22

Irresistible

You’re late, DeLonge. Hanya RH yang belum lengkap karena kau.” Kata-kata yang langsung Stella ucapkan saat aku memasuki Main Hall yang sudah dipenuhi oleh perwakilan masing-masing kampus di UL.

“Kau tidak perlu menungguku untuk memulai latihan. Aku sudah terbiasa dengan hal ini.” Jawabku tanpa menoleh sedikitpun ke arahnya dan bergabung dengan perwakilan lain dari RH yang aku rasa semuanya anggota Fashion Club, kecuali aku tentu saja. Dan aku rasa aku sudah membuat Stella kesal. Sedikit kepuasan untukku.

Kami menuju ke backstage dan mencoba kostum yang akan kami pakai. Kostum-kostum yang kami pakai adalah hasil murni dari departemen Fashion & Design masing-masing kampus. Pemilihan dan pembagian kostum dilakukan secara acak, tidak harus perwakilan RH memakai kostum buatan RH, demikian juga berlaku pada kampus lainnya.

“Cameron.” Seseorang menyentuh pundakku dari belakang.

“Jess? Hai!” aku senang melihat Jess disini. Aku membereskan kostumku. “Kau salah satu perwakilan runway model dari Birkbeck?” Aku berjalan mengembalikan kostumku kepada panitia. Jess berjalan seiringan denganku. Kami keluar dari backstage.

“Tidak, Cam. Aku terpilih menjadi make up artist kalian. Dengan beberapa orang yang lain tentunya. Lucky me.”

“Wow, kau keren.”

“Kim tidak ikut?”

Aku menggelengkan kepalaku. “Kau tahu, modelling hanya sampingan saja bagi nya. Dia menyukainya. Tapi aku rasa dia lebih menyukai robat-robotnya.”

Jess tertawa. “Aku sangat mengerti. Aku rasa kau harus berbaris disana dan mencoba berjalan di runway.” Kata Jess sambil menunjuk ke arah dimana orang-orang berkumpul dan mulai berlatih di runway.

“Ya, kau benar.” Aku meninggalkan Jess dan bergabung dengan yang lainnya.

Giliranku berjalan di atas runway. Aku berjalan sesuai arah yang sudah ditentukan. Aku mulai melakukan sedikit pose di ujung runway dan aku melihat Liam dan tiga sahabatnya masuk ke dalam gedung. Liam langsung melihatku dari jauh dan tersenyum sambil mengacungkan jempol tangan kanannya. Aku tersenyum padanya dan berbalik arah berjalan kembali ke backstage.

Good job, DeLonge.”

“Aku tidak membutuhkan pendapatmu, Maxwell.”

“Kau pikir dengan kau berjalan di atas runway dan mencoba menarik perhatian Liam di ujung runway kau akan mendapatkannya?”

“Wow. Apa yang kau bicarakan?”

“Aku rasa aku tidak perlu memperjelas.”

“Oh, jadi ini semua tentang Liam?” Aku tertawa.

“Aku tahu, Cam. Aku tahu maksudmu, aku tahu apa yang kau inginkan.”

Aku maju selangkah ke hadapan Stella. “Apa masalahmu dan apa maumu? Aku sama sekali tidak mengerti apa maksudmu.”

“Kau hanya ingin dekat dengan Liam kan? Kau memaksa Liam untuk tidak mengganti posisimu denganku. Bukan karena hal lain, hanya karena kau ingin mendekati Liam.”

Aku mengerutkan keningku. “Apa?” Aku rasa aku menyimpannya untukku sendiri. Bahkan aku tidak pernah memberi tahu Liam alasanku kenapa dulu aku tidak mau diganti dengan Stella.

“Kau tidak bisa berkata apa-apa? Karena yang aku bilang benar kan, Cam?” Stella tersenyum sinis padaku.

“Kau tidak tahu apa-apa tentang aku, Stella. Berhentilah bicara yang tida-tidak tentangku.” Aku mencoba untuk meredam emosiku.

“Kalau kau tadi bertanya padaku apakah semua ini tentang Liam, sekarang aku akan membalikkan pertanyaan itu padamu. Semua ini tentang Liam kan? Terlibat dalam Fashion Week meskipun hanya beberapa minggu pertama? Kau pikir dengan caramu itu kau bisa mendekati Liam?” Stella menaikkan satu alisnya. “Aku rasa tidak.”

“Hey, apa masalahmu disini? Asal kau tahu, Maxwell.” Aku menunjuk wajahnya dengan jari telunjuk tangan kananku. “Aku sama sekali tidak tertarik dengan Liam.”

Kali ini aku benar-benar tidak dapat menahan emosiku. Aku membalikkan tubuhku hendak pergi meninggalkan Stella. Tetapi aku terhenti saat berbalik dan melihat Liam berdiri di dekat kami. Apa dia mendengar apa yang kami bicarakan?

“Liam?” Hanya itu yang bisa terucap dari mulutku.

“Oh, hai, Cam. Stella, ada sedikit yang harus aku bicarakan denganmu.”

Liam menatap Stella sambil mengangkat beberapa kertas di tangan kanannya yang sepertinya dokumen terkait Fashion Week. Liam berjalan melewatiku dan menghampiri Stella. Aku berbalik ke arah mereka hanya untuk melihat senyum sinis kemenangan dari Stella. Stella dan Liam berlalu keluar dari backstage. Aku hanya bisa terdiam berdiri di tempat aku berdiri sekarang. Memutar ulang setiap perkataan yang aku ucapkan pada Stella di dalam pikiranku.

“Cam! Apa yang kau lakukan disini? Kau sudah selesai berlatih di atas sana kan?” Jess mengagetkanku. Aku hanya terdiam menatap Jess. “Hey, ada masalah?”

Aku menggelengkan kepalaku. “Tidak, Jess, semua baik-baik saja.”

“Louis, Liam dan teman-temannya akan mencoba menyanyi juga. Yuk!”

Jess menarikku keluar dari backstage. Aku mengikuti Jess berjalan dan berdiri di depan panggung. Louis, Harry dan Niall sudah ada di atas panggung. Aku melihat ke sekeliling dan mendapatkan Liam di samping panggung sedang berbicara dengan Stella. Aku berusaha tidak terus memperhatikan mereka dan mengarahkan pandanganku kembali ke panggung. Tidak lama kemudian Liam naik ke atas panggung bergabung dengan yang lainnya. Mereka mulai bernyanyi. Aku memperhatikan Liam, dia tidak melihatku sama sekali. Louis yang melihat ke arahku, tidak, aku rasa dia melihat Jess lalu tersenyum padanya.

“Cam?” Jess melambai-lambaikan tangannya di hadapanku.

“Hey, ada apa?” Aku menyadari Liam dan teman-temannya sudah selesai menyanyi di atas panggung.

“Ada apa? Aku tahu pikiranmu sama sekali tidak disini. Ada masalah?”

“Aku rasa aku akan pergi ke rumah Kim. Kau mau ikut? Yuk!”

Okay. Kau menyetir?” aku menganggukkan kepalaku. “Aku bersamamu ya. Aku tadi kemari dengan taksi.”

Kami sampai di rumah Kim dan mobil Kim tidak ada di garasinya.

“Kau yakin dia ada?” tanya Jess ragu.

“Tidak. Aku akan meneleponnya.”

Aku mengeluarkan handphoneku dari dalam tas dan melakukan panggilan ke nomor Kim. Kim tidak menjawab panggilanku dan aku dapat melihat mobilnya datang dari kaca spionku. Aku mengakhiri panggilan itu dan memasukkan handphoneku kembali ke dalam tas.

“Kim datang. Ayo turun.”

Kim memarkir mobilnya dan turun dari mobil.

“Hey, kalian sudah lama menunggu? Aku baru saja dari kampus. Yuk.”

“Kami baru saja tiba kok.” Jess menjawab.

Kami masuk ke dalam kamar Kim dan duduk di atas tempat tidurnya.

“Jadi apa yang membuat kalian datang kemari?”

“Kim... it’s Liam.” aku tidak dapat melanjutkan kata-kataku. Aku melihat ke arah Kim lalu Jess. “Aku rasa Jess tidak mengerti kalau aku bercerita.”

“Okay, Cam, aku sahabat Jess di LA. Disini pun aku tetap sahabat Kim. Karena kau sahabat Kim maka aku juga sahabatmu. Kita bertiga sekarang. Bagaimana?” Jess tersenyum ke arahku.

“Tentu. Tapi bukan itu masalahnya. Kau tidak mengerti dari awal dan aku bingung untuk menjelaskannya.”

“Jess, Cam dan Liam...” Kim mencoba mulai menjalaskan.

“Oh! Aku tahu! Pantas saja kalian selalu berdua di pesta Lou dan kau duduk di kursi sebelah kemudi saat Liam menyetir. Jadi kau dan Liam?” Jess memotong kata-kata Kim dan terlihat sangat antusias.

Aku menggeleng-gelengkan kepalaku. “Tidak seperti yang kau pikirkan, Jess.”

Ekspresi sedih terlihat di wajah Jess. “Okay, Kim, ceritakan padaku.”

Kim mulai bercerita bagaimana aku melihat Liam pertama kali, bagaimana aku terus menyimpan perasaanku, dan bagaimana kami mulai saling bicara sampai saat ini. Kim tidak bercerita bagian Louis. Ya, aku rasa tidak perlu untuk diceritakan.

“Wow. Jadi, apa masalahnya sekarang?”

“Ya, apa masalahnya?” Kim ikut bertanya.

Aku bercerita tentang yang baru saja terjadi di Main Hall UL. “Aku bahkan tidak tahu kenapa kata-kata itu bisa keluar dari mulutku.”

“Cam? Kau yakin Liam mendengarmu?” tanya Jess.

“Aku sangat yakin. Saat aku berbalik dia sudah berdiri disitu. Dan.. dan dia memandangku aneh...”

“Aku rasa kau coba bersikap biasa dulu padanya. Karena kalau kau mau mencoba membicarakan itu sama saja kau mengaku padanya kalau kau suka padanya. Kecuali kau memang ingin mengatakannya.”

“Aku setuju dengan Kim.”

“Kalian yakin? Aku tidak yakin dapat melakukannya. Kata-kataku... Aku seperti terus memutar ulangnya di dalam pikiranku. Setelah semua yang sudah aku lalui dengan Liam. Aku merasa kami sudah dekat. Dan kenapa aku harus berkata seperti itu?”

“Kalau dia juga suka padamu dan dia serius, dia akan coba untuk membicarakannya padamu.” Kim mencoba membuat aku tida menyesali apapun.

“Kecuali dia mundur karena mendengar kata-katamu.” Sambung Jess. Sangat masuk akal. “Seperti yang Kim bilang di awal. Cobalah untuk bersikap biasa dan kita lihat bagaimana tanggapannya.”

Aku tersenyum melihat Kim lalu Jess. “Thank you.”

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet