Chapter 27

Irresistible

Aku merebahkan tubuhku di tempat tidur Kim. Jess duduk di ujung tempat tidur. Kim langsung duduk di kursi dan membuka laptopnya entah apa yang mau dia kerjakan. Ya, kami kemari setelah selesai membicarakan tentang liburan kami tadi di rumah Liam.

“Aku tidak sabar menunggu hari Jumat. Baju apa saja yang akan kalian bawa?” Jess terdengar sangat antusias.

“Apapun yang bisa aku pakai di pantai.” Jawab Kim cuek sambil tetap serius menatap layar laptopnya dan mengetik sesuatu.

“Aku ragu aku ingin ikut.” Kataku lalu menutup wajahku dengan bantal berbentuk kepala Mickey dari macaroon di atas tempat tidur Kim.

“Cam?” Jess terkejut mendengar apa yang aku katakan. Jess menarik tanganku untuk bangun dan membuatku duduk di atas tempat tidur Kim. “Apa maksudmu? Kau tidak mau ikut?” Jess mengerutkan keningnya padaku.

Kim menggeser kursi nya yang beroda itu ke dekat tempat tidur. “Ada apa ini?” Akhirnya aku berhasil membuat Kim lepas dari laptopnya.

“Aku tidak tahu.” Aku mencoba menjelaskan apa yang aku rasakan saat ini. “Sejak apa yang terjadi dengan Liam. Aku rasa akan ganjil jika aku ikut berlibur dengannya. Kalau ini bukan voucher miliknya aku rasa akan berbeda.”

“Tak usah pedulikan dia kalau begitu. Kau sama aku dan Jess saja.” Jess menganggukkan kepalanya untuk perkataan Kim.

“Kalian lihat sendiri tadi. Bagaimana sikapnya padaku. Bahkan dia berusahan untuk tidak menatapku apalagi berbicara denganku. Aku seperti tidak diundang.”

“Tapi kau bisa memanfaatkan liburan nanti untuk berbicara dengannya.” Jess menggenggam tanganku. “Kau dan Liam akan baik-baik saja. Aku yakin.” Jess kembali melepaskan genggamannya.

“Hey, tunggu.” Kata-kataku membuat kami terdiam sesaat dan membuat Kim dan Jess saling memandang heran kemudian memandang ke arahku.

“Ada apa?” tanya Kim.

“Aku rasa aku dan Kim tidak pernah tahu apa yang sudah terjadi antara kau dan Louis.” Kataku dengan senyum jahil pada Jess.

Wajah Jess memerah. “Kau jangan mengalihkan pembicaraan, Cam.” Kami pun tertawa. “Aku rasa kami hanya bersenang-senang satu sama lain.” Jess tersenyum.

“Hanya bersenang-senang?” tanya Kim. “Tidak ada sesuatu yang serius? Kalian terlihat seperti....”

“Mungkin belum sampai kesana.” Jess memotong kata-kata Kim. “Kami hanya sahabat lama yang bertemu kembali. Banyak hal yang bisa kami ceritakan tentang satu sama lain. Hal-hal yang terjadi selama kami tidak bersama. Sungguh menyenangkan. Menemukan kembali sahabat kecilmu.”

“Aww...  Aku sangat suka melihat kalian.” Aku tersenyum pada Jess. “Tapi kau menyukainya kan?” Aku sedikit ingin tahu.

Jess menganggukkan kepalnya. “Aku kira kami saling menyukai sejak kecil. Tapi aku tidak tahu apa yang terjadi saat ini. Bagaimana dengan Harry?”

Kata- kata Jess membuat aku dan Jess serentak memandang Kim dengan senyum yang lebar. Kim mengangkat satu alisnya pada kami.

“Tidak, aku tidak akan pernah mau membicarakan ini.” Kim menggelengkan kepalanya.

“Kau yakin? Kau membiarkannya menjemput Landon dan bersama Landon dirumahmu? Aku rasa kau bukan orang yang mau memberikan Landon pada sembarang orang.” Aku mulai menggoda Kim.

“Dan cara dia menatapmu dan tersenyum padamu. Oh, Kimmy, dia sangat menyukaimu.” Sambung Jess.

“Stop it...” Kim menghela nafasnya. “Aku hanya percaya padanya untuk menjaga Landon sesaat. Itu saja.”

“Okay, kita akan buktikan semuanya nanti di Steephill Cove.” Kata Jess dan membuat kami tertawa.

-

Aku menyiapkan apa saja yang akan aku bawa besok. Besok sudah hari Jumat dan aku akan tidak hadir di kelas hanya karena liburan ini. Aku harap bukan hal yang akan aku sesali nantinya. Kami sepakat untuk tidak masuk kelas di hari Jumat dan Senin bagi yang ada kelas. Kami akan kembali ke London di hari Senin. Aku memutuskan untuk tetap ikut karena Kim dan Jess memaksaku. Entah apa yang ada di pikiran Liam saat aku ikut seperti tidak ada rasa malu karena sesuatu terjadi di antara kita. Kata Kim dan Jess aku tidak usah peduli. Tapi bagaimana bisa?

Aku memasukkan beberapa potong tshirt dan tanktop, hot pants, bikini, piyama, dan peralatan mandi serta make up yang aku butuhkan ke dalam tas ranselku. Tiba-tiba pintu kamarku terbuka. Aku menoleh dan melihat Dad bersandar di ambang pintu menatapku.

“Hai, Dad.” Sapaku sambil terus memasukkan barang-barangku.

“Jangan sia-siakan waktu mu disana. Tempat yang sangat indah.” Dad berjalan masuk ke dalam kamarku dan duduk di atas tempat tidurku memperhatikan aku yang masih menata tas ranselku.

“Kau pernah kesana?”

Dad menganggukkan kepalanya. “Bersenang-senanglah. Ada yang kau butuhkan?”

Aku menggelengkan kepalaku. “Semua sudah siap, Dad.” Aku terssenyum padanya.

“Okay. Istirahat lah yang cukup malam ini.” Dad beranjak dari tempat tidurku dan mencium keningku. “Good night, honey.” Dad berjalan kearah pintu kamarku.

“Night, Dad.”

Dad menutup pintu kamarku.

Mobil Harry datang menjemputlku. Aku berpamitan dengan Dad dan Mom lalu berjalan keluar rumah. Harry turun keluar dari kursi kemudi untuk membukakan pintu bagasi belakang mobilnya. Aku menaruh tas ranselku bersama tas ransel milik yang lainnya. Ada gitar yang pasti dibawa oleh Niall. Mereka semua sudah ada di dalam mobil dan menoleh ke belakang menyapaku. Aku melihat Liam yang hanya tersenyum padaku. Aku duduk di kursi tengah bersama Kim dan Jess. Liam duduk di belakang bersama Louis. Niall duduk di samping Harry di depan.

Harry mulai mengemudikan mobilnya. Banyak hal yang kami lakukan sepanjang perjalanan. Bernyanyi, makan dan minum, bercerita banyak hal, termasuk tidur beberapa menit. Sudah sekitar 2 jam berlalu. Selama 2 jam pun aku sama sekali tidak saling berbicara dengan Liam. Aku menoleh beberapa kali ke belakang hanya untuk menanggapi Louis ketika dia bercerita atau bercanda. Sekitar 45 menit kemudian kami tiba pelabuhan kapal ferry Portsmouth. Kami menaiki kapal ferry menuju Fishbourne yang akan menghabiskan waktu sekitar 1 jam. Tidak terasa 1 jam berlalu begitu saja dan Harry melanjutkan mengemudikan mobilnya ke arah Ventnor. Kali ini aku benar-benar mengantuk dan menaruh kepalaku di pundak Jess lalu aku tertidur.

“Hey, sudah hampir sampai...”

Aku samar-samar mendengar suara Kim yang aku rasa mencoba untuk membangunkanku sambil menggoyang-goyangkan pundakku. Aku membuka mataku dan mengangkat kepalaku dari pundak Jess.

“Wow...” kata-kata yang dapat aku ungkapkan ketika membuka mataku dan melihat kami melewati jalan kecil yang sangat teduh. Sepanjang jalan di sebelah kanan dan kiri hanya pohon-pohon besar yang membuat suasana sangat teduh. Kim membuka jendela pintu nya dan udara sangat segar terasa memasuki mobil.

Harry memarkir mobilnya di suatu area parkir. Kami turun dan membawa barang-barang kami masing-masing. Kami berjalan menuju jalan setapak dengan papan petunjuk yang menunjukkan arah ke Steephill Cove. Kami berjalan di sepanjang jalan setapak yang menurun. Semakin menurun semakin tersium aroma air laut dan suasana pantai. Akhirnya jalan setapak yang kami lewati berakhir. Di depan kami ada sebuah jalan yang lumayan besar yang terbuat seperti dari beton. Dan kami sudah dapat melihat dengan jelas laut biru terbentang sangat luas dan indah.

“Welcome to Steephill Cove...” kata Liam pada kami semua. “Come on.” Liam memimpin kami jalan menuju The Lighthouse.

Kami dapat melihat The Lighthouse dari jauh. Bangunan cantik berwana putih dengan desain melingkar. Tidak lama kemudian kami sampai disana. Sudah ada seorang lelaki separuh baya yang menunggu kedatangan kami. Liam menghampiri lelaki tersebut dan berbincang-bincang dengannya. Kemudian lelaki tersebut meninggalkan kami dan mengucapkan “Have a nice stay” saat melewati kami. Liam membuka pintu rumah itu. Kami mulai memasukinya.

Aku menginjakkan kakiku di lantai kayu. Memasuki rumah dengan nuansa putih dan biru pucat yang sangat indah. Masing-masing kami mulai  melihat-lihat isi rumah ini. Aku, Kim, dan Jess memasuki kamar tidur utama yang berbentuk segi delapan. Ternyata ruangan ini yang terlihat seperti lingkarang dari luar. Kamar utama ada di lantai atas. Tempat tidur yang sangat besar yang sangat muat untuk kami bertiga. Aku merebahkan tubuhku di atas tempat tidur.

“Aku kira sudah cukup tidurmu di perjalanan, Cam. Ayo turun dan keluar melihat pantai.” Kata Jess lalu menarik kaki kananku dan Kim kaki kiriku.

“Okay.” Dengan malas aku kembali mengangkat tubuhku dari tempat tidur. Aku mengikuti Kim dan Jess turun ke bawah sambil mengikat satu rambutku.

Liam, Harry, Louis, dan Niall sudah di luar duduk-duduk di kursi teras di depan rumah. Kami bertiga menyebrangi jalan dan turun ke pantai melalui bebatuan dan jalan setapak dari pasir pantai. Aku berjalan sampai ke ujung pantai sehingga aku merasakan air laut di kakiku. Aku mendengar suara Liam dan teman-temannya yang sepertinya mengikuti kami turun ke pantai.

“Aku dan Louis akan membeli ice cream. Bye!”

Aku mendengar Jess yang berpamitan pada kami semua. Aku menoleh dan melihat mereka berdua sudah naik kembali ke jalan. Louis merangkul pundak Jess. Aku tersenyum sendiri melihat mereka. Aku hanya berharap setelah ini Harry tidak akan mengajak Kim pergi. Aku menoleh dan masih melihat Kim duduk di atas pasir hanya beberapa langkah di sebelahku. Aku menghampirinya dan duduk di sebelahnya.

“Kau tidak ingin menghampiri Liam?” tanya Kim saat aku duduk di sebelahnya.

“Kau bercanda? Aku tidak mau.”

Tiba aku mendengar ada yang mendekat. Ya, Harry tentu saja. Dan Niall. Mereka duduk di sebelah Kim. Niall membawa gitarnya dan mulai memainkannya.

“Kau seharusnya bermain gitar nanti malam saat kita menyalakan api unggun. Bukan begitu yang seharusnya?” kata Kim pada Niall.

“Aku bisa bermain kapanpun aku mau.” Kata Niall lalu tertawa dan terus memainkan gitarnya. Harry mulai bernyanyi mengikuti alunan gitar yang dimainkan Niall.

Aku tidak melihat Liam ikut mendekat pada kami. Aku sangat ingin menoleh ke belakang untuk memastikan dia ada dimana tetapi aku ragu.

“Apa kau melihat Liam?” aku berbisik pada Kim.

Kim tertawa mendengarku. “Aku kira kau tidak mau berbicara dengannya.”

Aku menyikut lengan Kim. “Aku hanya penasaran.” Kim hanya menggelengkan kepalanya.

Aku beranjak dari tempat aku duduk. “Aku ingin berjalan-jalan di sekitar sini.”

“Berhati-hatilah.” Kata Harry. “Kau bisa mengajak Liam menemanimu.” Harry tersenyum padaku.

Aku hanya menggelengkan kepalaku dan berjalan menjauhi mereka. Aku tidak melihat Liam di sekitar pantai. Aku berjalan menyusuri sepanjang jalanan Steephill. Aku melewati sebuah kedai dan aku dapat melihat Jess dan Louis disana. Jess melihatku dan melambaikan tangannya padaku yang membuat Louis menoleh juga ke arahku. Aku tersenyum pada mereka lalu berlalu.

Semakin lama aku berjalan sendirian semakin aku merasa sepi dan tidak nyaman. Aku memutuskan untuk berbalik arah berjalan kembali ke Lighthouse. Aku duduk di salah satu kursi di teras rumah. Tiba-tiba aku mencium aroma masakan. Ya, seperti ada yang memasak dan aku yakin ini bukan dari restaurant yang tidak jauh dari rumah ini. Aku yakin aroma ini berasal dari dalam rumah. Akhirnya aku beranjak dari tempat dudukku dan masuk ke dalam rumah. Aroma semakin kuat. Aku berjalan ke arah dapur dan aku melihat Liam disana. Liam memasak? Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Menghampirinya atau keluar dari rumah ini dan pura-pura tidak melihatnya. Saat aku belum sempat memutuskan, Liam menoleh ke arahku. Sepertinya dia menyadari ada yang mengawasinya. Oops...

“Hai, Cam. Apa yang kau lakukan disana? Kemarilah.” Kata Liam hanya melihatku sejenak kemudian kembali melanjutkan mencincang daun parsley aku rasa.

Liam mengajakku untuk memasak bersamanya? Masih merasa ragu tetapi aku tetap berjalan mendekatinya. “Kau memasak?”

“Ya, seperti yang kau lihat.” Jawab Liam tanpa melihatku.

“Kau memanggang sesuatu? Aromanya tersium sampai di luar, itu yang membuatku kemari.”

“Oh ya? Aku memanggang salmon.” Jawab Liam lalu berhenti mencincang parsley dan memandangku. “Kau mau membantuku?” Liam tersenyum kepadaku. Sungguh aku tidak mengerti apa maksudnya. Kali ini dia bersikap seperti sangat baik. Aku berusaha tidka mempermasalahkan itu. Kami sedang berlibur dan aku tidak ingin ada sesuatu lagi terjadi di antara aku dan Liam. Aku tersenyum lalu menganggukkan kepalaku. “Good. Kau bisa memotong lemon-lemon itu menjadi dua.” Kata Liam sambil menunjuk ke arah keranjang berisi beberapa lemon.

“Got it.” Aku mulai memotong lemon-lemon tersebut. “Apa lagi yang akan kau masak dengan ini?”

“Udang Panggang.” Jawab Liam sambil menaruh hasil cincangan parsley ke suatu wadah kecil.

“Salmon, Udang, apa lagi?” tanyaku sambil masih membelah lemon-lemon itu. “Kau suka memasak?”

Liam tertawa kecil. “Tidak juga. Aku hanya bisa memanggang yang mudah-mudah saja. Semua bahan ini sudah termasuk di dalam voucher. Para nelayan setempat baru saja menjalanya.”

“Wow. Pasti terasa sangat segar. Teman-teman lain tahu kalau kau akan memasak untuk mereka?” Aku menaruh potongan lemon yang sudah selesai aku potong di sebuah mangkuk kaca dan memberikannya pada Liam.

“Thanks.” Liam mengambil mangkuk itu dari tanganku dan meletakkannya di sebelah wadah berisi parsley. “Aku tidak memberi tahu mereka. Surprise?” Liam kembali tersenyum padaku. Oh tidak.

Liam mengambil sebuah wadah besar berisi udang dan mencampurkannya dengan saus italia, merica, dan potongan bawang putih. Liam memintaku untuk memeras lemon di atasnya dan aku melakukannya. Liam kembali mencampurnya.

“Aku rasa salmonnya sudah siap. Kau bisa mengeluarkannya dari oven?” Lagi-lagi Liam meminta bantuanku. Dengan senyumannya.

“Sure.” Aku membuka oven dan aroma salmon panggang memenuhi dapur ini. “Sepertinya sangat enak.” Kataku sambil mengeluarkannya dari oven.

“Semoga saja aku tidak membuat kalian semua sakit.” Kamu tertawa. Liam memasukkan udang yang sudah di campur dengan bumbu itu ke dalam oven. Lalu ia menaruh salmon yang sudah matang di sebuah piring besar.

“Aku akan menyiapkan piring di meja makan.” kataku sambil membuka sebuah lemari yang berisi berbagai macam piring, mangkuk untuk makan dan juga berbagai macam gelas. Aku mulai menata piring makan di meja makan. Setelah selesai aku kembali ke dapur dan melihat Liam sedang membersihkan wadah-wadah kotor yang sudah selesai di pakai. Aku mengambil sebuah kain bersih di lemari dan berdiri di samping Liam lalu mengeringkan wadah-wadah yang sudah selesai dicuci oleh Liam.

“Bagaimana menurutmu? Tempat ini? Steephill Cove?” tanya Liam sambil mengeringkan tangannya dengan sebuah kain.

“Amazing. Bagaimana bisa ayahmu tidak ingin kemari?”

“Aku juga tidak tahu. Tapi kita sangat beruntung bukan?”

Aku tersenyum padanya lalu membereskan wadah-wadah yang sudah kering kembali ke tempatnya. Liam berjalan meninggalkan dapur. Aku tidak ingin mengikutinya jadi aku hanya duduk di kursi makan sambil menunggu udang panggang. Tidak lama kemudian aku mendengar sebuah alunan piano. Apa Liam yang bermain piano? Aku tidak pernah tahu dia bisa memainkannya. Aku berjalan ke ruang dengan sofa besar untuk bersantai yang disana juga ada sebuah piano. Aku melihat Liam duduk di kursi piano. Ya, ini benar-benar Liam yang memainkannya. Liam menoleh ke arahku, tersenyum dan menganggukkan kepalanya ke padaku seperti memberi kode agar aku mendekat. Liam menggeser posisi duduknya sehingga menyisakan tempat di sebelah kanannya yang aku rasa disediakan untukku. Liam tetap memainkan pianonya. Aku masih diam berdiri bersandar di dinding di dekat piano. Liam yang menyadarinya akhirnya menepuk tempat kosong di sebelahnya.

“Kau mau terus berdiri disitu? Duduklah.”

Aku berjalan mendekat dan duduk di sebelah Liam. “Kau sungguh bisa memainkannya.” Kataku kagum.

Liam hanya tersenyum dan tetap memainkan piano. Liam mulai memainkan sebuah lagu. “Say Something. Kau pasti tau lagu ini kan?” Aku menganggukkan kepalaku. “Kalau begitu kau tahu kapan kau harus bernyanyi.” Liam tersenyum dan mulai menyanyi. Aku tahu maksudnya agar aku menyanyikan bagian yang dinyanyikan oleh Christina Aguilera di lagu ini. Aku mulai masuk pada bagianku untuk menyanyi. Aku dan Liam membagi suara dan aku sangat yakin kami tersengar sangat bagus.

“Wow.”

Sebuah suara yang mengagetkan kami dan membuat Liam menghentikan permainan pianonya di pertengahan lagu. Harry berdiri tidak jauh dari kami. Bersama yang lainnya.

“Hey, sejak kapan kalian disana?” tanya Liam. Aku dapat merasakan wajahku memerah. Entah kenapa.

“Hanya beberapa detik saja.” Jawab Louis.

“Langit sudah mulai gelap jadi kami memutuskan untuk kembali kerumah. Dan aroma apa ini? Sepertinya sesuatu yang lezat?” tanya Jess.

Aku dan Liam langsung menatap satu sama lain dan sama-sama berkata. “Udangnya!” Aku dan Liam segara beranjak dan berlari ke dapur.

Liam membuka ovennya. “Hampir saja. Untuk mereka datang. Kalau tidak, udang ini sudah gosong.” Kamu berdua tertawa. Liam mengeluarkan udang yang sudah matang itu dari oven. Aku mulai menyiapkan semuanya di meja makan dan memanggil yang lain untuk makan malam.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet