Chapter 10

Irresistible

Aku memarkir mobilku dan berjalan ke gedung Musik. Entah kenapa aku tidak ingin bertemu dengan siapa-siapa, khususnya Liam dan kawan-kawannya. Aku berjalan dengan cepat. Tetapi aku malah bertemu dengan mereka. Oh, tidak. Hanya Liam saja. Dia berjalan berlawanan denganku. Aku akan berpapasan dengannya. Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan. Apakah aku harus menyapa nya terlebih dahulu atau menunggu dia menyapaku? Jarak kami semakin dekat. Aku rasa dia sudah melihatku. Tidak lama kemudian kami pun berpapasan. Liam tersenyum ke arahku.

"Hai, Cam."

"Hai.." aku tersenyum padanya tetapi dia tidak menghentikan langkahnya. Liam tetap berjalan dan berlalu. Begitupun aku. Aku terus berjalan ke kelasku. Aku memainkan handphoneku sambil menunggu kelas dimulai. Beberapa menit kemudiam Blanca datang dan duduk di sebelahku.

"Hey, aku kemarin malam belanja di Topshop. Aku jadi ingin beli semua yang kau pakai. Semuanya jadi terlihat keren! Aku bangga sekali denganmu."

"Kau bisa saja. Thanks, btw."

"Louis masuk kelas kita lagi." Kata Blanca yang pandangannya sudah berubah arah ke pintu masuk kelas. "Dan mengapa dia seperti berjalan ke arah tempat duduk kita, Cam?"

"Oh ya?" Tanyaku tetap memandang Blanca tanpa menoleh sedikitpun untuk mengecek Louis.

"Iya...and... Hai, Louis."

Aku menoleh kearah Blanca memandang. Lebih tepatnya menoleh ke tempat duduk di sebelahku. Louis duduk di sebelahku? Yang benar saja?

"Hai." Louis tersenyum menyapa kami. Blanca kembali menoleh ke depan, aku juga melakakukan hal yang sama. "Kenapa kau tidak bilang kalau kau pulang lebih cepat Sabtu lalu? Aku menunggumu."

"Aku rasa Kim sudah menjelaskan padamu." Jawabku dengan pandangan tetap kedepan. "Aku minta maaf, Lou."

"Iya, Kim bilang kau ada acara keluarga yang penting. Tidak apa-apa Cam, aku hanya khawatir."

Aku hanya diam dan tidak menjawab apapun. Profesor pun masuk ke dalam kelas. Aku lega karena aku jadi tidak perlu merespon perkataan Louis dan mulai mendengarkan professor. Sekitar 90 menit berlalu kelaspun selesai. Aku berjalan keluar kelas bersama Blanca. Aku merasa Louis mengikutiku. Dan aku benar. Sekarang dia sudah mensejajarkan langkahnya denganku dan Blanca.

"Cam, apa kau buru-buru? Boleh aku bicara sebentar?" kata-kata Lou membuatku menghentikan langkahku diikuti Lou dan Blanca.

"Cam, aku duluan ya. Bye,Cam, Lou." Blanca pun pergi. Aku rasa Blanca sengaja pergi karena Lou ingin berbicara denganku.

"Ada apa Lou?" kami pun mulai berjalan lagi.

"Lou!" Aku dan Lou menoleh ke arah suara yang sedikit teriak memanggil Lou itu. Liam, ya aku tau itu suara Liam. Liam sedikit berlari mendekati kami. "Kau harus ke lapangan sekarang. Coach menunggumu. Sepertinya ada briefing mendadak." Nafas Liam sedikit tidak beraturan, mungkin karena dia berlari. Wajahnya sedikit berkeringat dan dia terlihat semakin seksi.

"Okay, Li. Aku akan kesana. Cam, aku akan menelepon mu. Bye!" Lou pergi dari hadapan kami sambil. Meneleponku? Aku tidak pernah merasa pernah memberikan nomer teleponku padanya. Dan aku tidak ambil pusing karena sekarang aku tinggal berdua dengan Liam.

"Busy day, Mr. President?" tanyaku asal. Kami pun berjalan bersama. Aku bingung harus berjalan ke parkiran atau tidak. Kalau aku berjalan ke parkiran berarti aku pulang dan berpisah dengan Liam.

"Sedikit. UL Trophy membuatku sedikit lebih sibuk aku rasa."

"Tentu saja. Salah satu acara besar tahunan milik UL." Jawabku dan setelah itu kami pun diam. Aku berharap Liam berkata sesuatu tentang hari Sabtu. Sesuai dengan yang Harry bilang. Tapi Liam tetap saja tidak menyinggung sedikitpun tentang hal itu.

"Louis masuk kelasmu lagi?" Liam akhirnya mulai berbicara. Dan kenapa dia harus membahas Louis?

"Eh... Iya."

"Sebenarnya masih ada kelas di waktu yang lain, tapi dia selalu memilih kelas yang sama denganmu." Liam tertawa kecil. Apa? Haruskah Liam memberitahuku ini? Apa dia tahu tingkah laku Louis yang berbeda terhadapku? Aku pun tidak bisa menjawab apa-apa. Aku sangat ingin bilang padanya aku menyukai nya sejak awal masuk kampus. Aku tidak menyukai Louis.

"Liam, apa benar kau memastikan kedatanganku di pesta Sabtu kemarin pada Harry?" Aku memberanikan diri bertanya. Aku tidak peduli apapun aku hanya ingin benar-benar tau.

"Apa?" Liam menghentikan langkahnya. Begitu juga aku. "Harry bertanya padamu?"

"Uhh, iya.." jawabku sedikit dengan nada ragu-ragu. Liam pun tertawa, menyisir rambutnya ke belakang dengan jari tangan kanannya, dan kembali berjalan. Aku mengikutinya. "Apa yang lucu?" tanyaku polos.

"Serius Harry benar-benar bertanya padamu?" Liam kembali tertawa.

"Iya, Liam. Dan aku tidak tahu apa yang lucu dan membuatmu terus tertawa."

"Aku tidak benar-benar menyuruh Harry. Harry bercerita dia akan datang bersama Kim. Dan aku teringat kau saat dia menyebutkan nama Kim. Jadi aku bertanya padanya, apa kau datang juga? Tetapi dasar Harry, dia benar-benar bilang padamu."

"Iya, dia bilang padaku kalau kau ingin memastikan apakah aku datang atau tidak." Aku sedikiit tertawa. Aku sedikit kecewa. Jadi maksud Liam dia tidak serius hanya sekedar bertanya? Tetapi kenapa Harry terlihat sangat serius waktu bertanya padaku?

"Harry selalu seperti itu. Dasar bocah." Liam tertawa kecil. Aku pun ikut tertawa bersamanya. "Kau pulang, Cam?" tidak terasa kami sudah ada di gerbang depan.

"Oh iya, Liam. Aku pulang."

"Okay, aku akan mengantarmu ke mobil." Liam tersenyum padaku. Kenapa dia selalu ingin mengantarku ke mobil? Kami pun berjalan sampai ke mobilku di depan pintu kemudi.

Liam memberikan handphonenya padaku. Ada apa ini? Aku hanya memberikan Liam ekspresi 'untuk apa ini?'

"Boleh aku minta nomormu?" Liam Payne asking me for my number? Is this even real? Aku terdiam tidak percaya. "Cam?"

"Oh! Tentu, Liam." Aku mengetik nomorku di handphonenya dan mengembalikan pada Liam.

"Wait." Kata Liam yang tak lama kemudian handphoneku berbunyi dan aku mengambilnya dari tasku. "That's mine." Liam tersenyum. Rasanya aku ingin meleleh di tempat.

"Okay, akan aku simpan."

"Hati-hati, Cam. Sampai ketemu lagi. Masih banyak yang harus aku urus, kau tahu itu."

"Sure, Li. Thank you."

"Bye, Cam." Liam berlalu. Aku memasuki mobilku dan berkendara pulang.

Tepat sekali. Mobil Kim sudah ada di depan rumahku. Baru saja aku ingin meneleponnya. Aku memarkir mobilku di garasi dan masuk ke dalam rumah. Aku melihat Landon ada di ruang keluarga bersama Ava dan Jo bermain Lego.

"Hai, Landon." Sapaku.

"Hai, Cam. Kim sudah menunggumu dikamarmu." Jawab Landon tanpa menoleh kearahku dan tetap asik membangun Lego yang sudah berbentuk seperti arena perang. Aku membuka pintu kamarku dan melihat Kim sangat serius dengan laptopnya.

"Cam, akhirnya kau datang." Sama seperti Landon, Kim menyapaku dengan pandangan tetap pada layar laptopnya.

Aku merebahkan tubuhku ke tempat tidur. "Yakinkan aku kalau aku tidak sedang bermimpi, Kim."

"Maksudmu apa?" Kim sepertinya asik sekali dengan laptopnya karena dia masih saja tidak menoleh ke arahku.

"Liam meminta nomorku." Ya, aku rasa kata-kataku ini sukses membuat Kim memutar kursinya ke arahku.

"How come?" ekspresi Kim bercampur antara kaget dan senang. Aku menceritakan semuanya mulai dari aku sedikit kecewa sampai dengan aku merasa bermimpi karena bertukar nomor dengan Liam. "Tidak usah dipikir masalah pesta hari Sabtu yang penting sekarang dia meminta nomormu dan kau punya nomornya. Bagus sekali, Cam! Aku tak sabar menunggu apa yang akan Liam perbuat dengan itu."

"Me too. Btw, apa yang kau lakukan dirumahku?"

"Landon ingin bermain. Jadi ku antar dan aku sekalian mengerjakan proyek Harry disini agar cepat selesai. Dan selsai juga urusanku dengannya. Sedikit lagi." Kim kembali memutar kursinya menghadap Laptop. Aku memejamkan mataku dan tersenyum sendiri memainkan ulang kejadian dengan Liam tadi di pikiranku.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet