Chapter 28

Irresistible

Aku berjalan keluar rumah setelah selesai makan malam dan membersihkan semuanya. Aku menyebrangi jalan dan berdiri di bebatuan. Aku memandang ke arah laut, melihat ombak yang pecah di ujung bebatuan. Bintang-bintang bertaburan di langit. Sungguh suasana yang indah. Aku merasakan angin laut yang meniup kencang rambutku.

“Hey.” Aku menoleh ke belakang dan melihat Liam jalan mendekatiku. “Suasana malam hari tidak kalah dengan siang hari ya?” tanya Liam saat dia berdiri tepat di sampingku.

“Ya, mereka sungguh indah. Semuanya.” Jawabku sambil tetap memandang laut luas di depanku.

“Mau turun?” Liam menawarkan tangannya padaku. Aku tersenyum dan menggandengnya.

Liam membawaku menuruni bebatuan sampai kami berada di pasir pantai. Aku melepaskan tanganku dari tangannya. Ingin rasanya aku kembali membahas apa yang sebenarnya terjadi di antara kira tapi aku tidak yakin aku mampu melakukannya. Lago-lagi Liam bersikap sangat baik padaku. Tapi aku tidak dapat memastikan apa yang akan dia lakukan mungkin 10 menit ke depan atau 15 menit kedepan. BIsa saja dia berubah dalam sekejap seperti waktu lalu.

“Thanks ya, Cam.” Katanya tiba-tiba.

“Untuk apa?” Aku memandangnya heran.

“Membantuku memasak.” Liam tertawa kecil. “Baru pertama kali tadi aku mendengar menyanyi dengan sangat jelas. Aku suka suaramu. Sepertinya kita sangat cocok untuk duet.”

Aku hanya menanggapi perkataannya dengan tertawa. Aku sengaja tidak terlalu menganggap serius semua yang dia katakan. AKu hanya tidak mau terlalu sedih seperti waktu-waktu yang lalu.

“Cam...” Liam tiba-tiba merangkul pundakku.

Oh tidak, apa lagi yang akan dia katakan atau lakukan. Aku membelokkan badanku ke kanan sehingga aku berhadapan dengan Liam lalu aku dengan lembut melepaskan tangan Liam dari pundakku. Aku ingin kembali ke dalam rumah sebelum sesuatu yang tidak aku inginkan terjadi.

“Liam, aku... “ Aku baru saja mau mengajaknya untuk kembali ke dalam rumah tapi dia memotong kata-kataku dengan menyentuhkan bibirnya di bibirku. Ya Tuhan, apa yang terjadi? Aku bahkan tidak mengira kalau dia akan menciumku. Kalau saja aku tahu pasti aku sudah siap untuk menghindar. Tapi apa yang dia lakukan? Aku merasakan tangannya melingkar di pinggangku. Aku tidak menginginkan ini setelah apa yang sudah dia lakukan padaku. Aku mendorong nya dengan pelan. Aku menatapnya dengan pandangan yang mengatakan ‘apa yang kau lakukan?’.

Aku merasakan panas di mataku dan tiba-tiba air mataku mengalir, entah mengapa. Aku seperti tidak bisa lagi menatap wajahnya lalu aku meninggalkan Liam dan berlari ke dalam rumah. Aku berlari melewati teman-teman lain lagi bersantai dan bernyanyi di ruangan dengan sofa besar, tidak memperhatikan mereka, aku naik masuk ke kamar dan merebahkan tubuhku di atas tempat tidurku. Pintu kamar terbuka, aku melihat Jess dan Kim masuk dengan wajah yang khawatir. Mereka duduk bersama denganku di atas tempat tidur.

“Apa yang terjadi, Cam?” tanya Kim. Ekspresinya sangat serius.

“Liam menciumku.” Kataku masih dengan emosi. Campur aduk yang aku rasakan, entah aku sedih, marah, atau apa lah aku tidak mengerti. “Entah apa maksudnya. Tapi aku tidak suka. Aku ingin marah.”

“Hey, tenanglah.” Jess mengelus pundakku. “Sebelumnya apa yang terjadi?”

Aku menggelengkan kepalaku. “Tidak ada. Tiba-tiba saja dia merangkulku. Saat aku melepaskannya dia malah menciumku. Apa maksudnya?”

“Aku kira semua baik-baik saja. Kalian terlihat sangat baik-baik saja sampai makan malam tadi.” Kata Kim.

“Iya. Aku tahu. Aku hanya tidak ingin dia memperlakukanku semau dia. Tiba-tiba dia sangat baik. Padahal kalian lihat sendiri dari beberapa hari lalu sampai selama perjalanan kesini, dia tidak mau berbicara denganku. Tapi tiba-tiba saja dia malah menciumku. Apa maunya?”

“Mungkin dia tidak tahu bagaimana caranya untuk minta maaf atas semuanya dan menyatakaan apa yang dia rasakan.” Jess mencoba membuat aku tenang.

“Tapi aku hanya tidak suka cara dia memperlakukan aku seperti ini. Seenaknya sendiri.” Air mataku mulai menetes kembali. “Kalian tau aku sangat menyukainya. Aku selalu menyukainya. Dari pertama aku melihatnya. Tapi aku tidak mengerti apa yang aku rasakan sekarang. Aku tidak tahu apakah aku masih menyukainya seperti dulu.”

“Cammy...” Aku tahu Kim tidak bisa berkata apa-apa lagi. Kim menghapus air mata yang menetes di pipiku.

“Tenangkan dulu pikiranmu. Mandi saja lalu istirhat. Besok pagi semua akan baik-baik saja. Kami akan berpamitan dengan mereka kalau kita kan tidur.” Jess mengelus rambutku.

Aku mengucapkan ‘thank you’ pada Kim dan Jess tanpa mengeluarkan suara.

-

Aku membuka mataku. Sinar matahri menembus jendela kamar dan memasuki ruangan. Aku melihat Kim dan Jess di sebelahku masih tertidur. Aku keluar kamar masih dengan celana tidur dan oversize tshirtku. Aku menggulung rambutku. Aku menuruni tangga. Aku mendengar suara-suara dari bawah. Apa yang lain sudah bangun? Saat aku sampai di lantai bawah aku berjalan ke dapur dan melihat Niall dan Louis membuat French Toast.

“Morning...”

“Hey, Cam. Breakfast?” Niall menawarkan french toast yang sudah jadi.

“Thanks. Tapi aku belum lapar.”

“Cam, kau baik-baik saja kan?” tanya Louis sambil menyantap makanannya.

“Tentu.” Jawabku lalu tersenyum lebar.

Aku mendengar suara kaki menuruni tangga. Kim dan Jess pasti sudah bangun. Tidak lama kemudian Kim dan Jess bergabung bersama kami.

“Morning...” kata Jess saat bergabung bersama kami. Jess merangkul pundak Louis dan menaruh kepalanya di pundak Louis. Lalu Louis menyuap Jess sepotong Frech Toast.

“Jangan lakukan itu di depan kami.” Kata Niall.

“Hanya karena kau saja yang tidak memiliki pasangan disini?” tanya Louis yang membuat kami tertawa. Oh, tidak, aku tidak ikut tertawa. Karena aku tidak merasa memiliki pasangan di tempat ini.

“Hey, jangan berkata seperti itu.” Aku jadi menganggap serius dan membela Niall. Apa yang terjadi denganku? Padahal aku tahu Louis hanya bercanda. Tapi aku merasa menjadi lebih sensitif.

“Louis, jalan-jalan yuk.” Jess menggandeng Louis. Louis tersenyum pada Jess dan mengikutinya. Hanya tinggal aku, Kim, dan Niall.

“Harry dan Liam belum bangun?” tanya Kim.

“Sudah. Tetapi tadi mereka seperti lagi membicarakan sesuatu yang serius.” Niall tertawa.

Kim menoleh ke arahku dan aku hanya mengangkat bahuku.

“Harry bilang kita akan memancing hari ini.” Kata Kim.

“Oh iya. Liam sudah menghubungi para nelayan setempat kemarin.” Niall berlalu meninggalkan kami.

“Bagaimana perasaanmu?” tanya Kim saat ia sudah yakin Niall sudah benar-benar meninggalkan kami.

“Aku tidak tahu. Aku tidak ingin bertemu dengannya.”

-

Kami bersiap-siap dan berjalan ke pantai. Seorang nelayan sudah menunggu kami dengan kapal besarnya. Ada dua orang nelayan lainnya yang sudah naik di atas kapal. Kami satu persatu naik ke kapal. Salah seorang nelayan mulai mengemudikan kapal ini ke tengah laut. Para nelayan mulai mengajari kami memancing saat kapal sudah berhenti di tengah lautan lepas. Satu persatu kami diberi alat pancing. Kami menghabiskan waktu hampir setengah hari sendiri untuk memancing. Setelah selesai kami kembali ke rumah untuk membersihkan tubuh kami lalu kami akan makan malam di Boathouse Restaurant di sebelah rumah kami.

“Kau sama sekali tidak berbicara dengan Liam?” tanya Jess sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk.

“Tidak.” Jawabku sambil menyisir rambutku yang sudah kering dan mengikatnya. “Dia juga diam saja. Sama sekali tidak mencoba mendekatiku untuk mengajakku bicara. Entah dia sadar atau tidak kalau aku tidak suka dengan apa yang dia lakukan. Tetapi aku meninggalkannya di pantai malam itu. Seharusnya dia tau.”

“Mungkin dia takut.” Sambung Kim tiba-tiba saat dia keluar dari kamar mandi. “Dia takut kau meninggalkan dia lagi saat dia mau mengajakmu bicara.”

“Sudahlah. Aku tak mau memikirkannya. Ingat tujuan kita pertama kali ke tempat ini. Kita mau berlibur. Jadi kita hanya bersenang-senang disini.”

Saat kami bertiga sudah siap kami keluar kamar dan turun ke bawah. Liam dan teman-temannya sudah menunggu kami sambil duduk-duduk di sofa besar. Nial memainkan gitarnya dan mereka bernyanyi bersama-sama. Kami bergabung dengan mereka. Jess seperti biasa duduk di sebelah Louis. Aku dan Kim duduk di tempat yang kosong. Kebetulan sekali di samping Harry.

“Hey...” sapa Harry pada Kim saat Kim duduk di sebelahnya. Harry tidak menyapaku hanya menyapa Kim saja. Aku tidak peduli.

Mereka masih terus bernyanyi kira-kira tiga lagu baru Niall meletakkan gitarnya dan kami semua beranjak dari sofa. Kami berjalan kaki Boathouse restaurant. Kami menyantap makanan yang sudah kami pesan sambil berbincang satu sama lain. Setelah selesai kami kembali ke rumah dan beristirahat. Memancing membuat kami semua sangat lelah.

-

Hari ini hari terakhir kami disini. Besok kami akan kembali ke London. Kami bermain-main di pantai dan berjemur. Lalu kami bermain voli pantai. Setelah merasa lelah kami ke kedai kopi untuk beristirahat sambil makan dan minum. Aku lebih dulu kembali ke rumah karena tidak tahan dengan pasir-pasir yang menempel di kakiku. Saat aku sampai dirumah aku langsung mandi. Aku keluar dari kamar mandi dan melihat Kim dan Jess sudah ada di dalam kamar.

“Hai.” Sapaku dan langsung merebahkan tubuhku di tempat tidur. “Tidak terasa besok liburan kita sudah selesai.”

“Kembali ke kelas. Aku sangat malas.” Kata Jess lalu masuk ke dalam kamar mandi.

“Aku akan turun membuat teh.” Kataku pada Kim.

“Okay.” Kim tersenyum.

Aku menyeduh teh di cangkir dengan air panas dan membawanya bersamaku duduk di sofa besar.

“Cam...” Aku menoleh. Liam menghampiriku dengan rambutnya yang masih terlihat basah dan wajahnya yang segar, sepertinya dia baru saja selesai mandi. Liam duduk di sampingku. “Sorry...” katanya. Kepalanya tertunduk seperti tidak berani untuk menatapku. “Aku tidak bermaksud apa-apa.”

“Ya, tentu saja. Aku tahu.” Tiba-tiba emosiku muncul lagi. Aku meminum teh ku. Tidak menatap Liam sama sekali. Pandanganku lurus memandang pantai yang terlihat dari dinding kaca ruangan ini.

“Cam, aku sungguh-sungguh minta maaf. Aku tidak mengerti mengapa aku melakukannya.”

Aku tertawa mengejeknya. “Sejak kapan kau mengerti apa yang kau lakukan?” kataku sangat sinis.

“Apa maksud kata-katamu?”

“Aku tidak mau yang lain mendengar. Kita bicara di luar saja.” Aku beranjak dari sofa dan berjalan ke dapur untuk mengembalikan cangkir tehku lalu berjalan keluar. Liam mengikutiku.

Kami menyebrang jalan dan duduk di bebatuan yang agak rendah, dekat dengan pasir pantai.

“Jadi, apa maksudmu tadi?” Liam kembali bertanya padaku.

“Kau tidak menyadari apapun, Liam? Apa yang sudah terjadi beberapa waktu lalu?”

“Kau masih mau membahas yang waktu lalu?”

“Sebenarnya tidak. Tetapi setelah apa yang kau lakukan kemarin....”

“Aku tau seharusnya aku tidak melakukannya. Kau tidak memiliki perasaan yang sama dengan yang aku rasakan. Aku tidak seharusnya menciummu.” Untuk kali ini aku terdiam mendengarnya.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet