Episode 8 -- Cemburu

All About Us
Please Subscribe to read the full chapter

Keesokan paginya, Woohyun dan Sunggyu harus berpisah. Sunggyu masih harus mengambil tugasnya dulu di rumah, sedangkan Woohyun harus hadir di fakultasnya lebih awal untuk menyiapkan kelas. Meskipun tidak rela, keduanya sepakat untuk tidak berangkat bersama menuju kampus. Selain menentang keinginan Sunggyu untuk menutupi hubungan, juga tidak baik untuk kesehatan keduanya--mereka terbangun dengan Sunggyu yang entah kenapa sudah berada diatas Woohyun. Tolong jangan salahkan koki polos itu jika hasrat paginya langsung pada titik puncak. Sudah cukup canggung saat Sunggyu merasakannya. Percayalah.

"Akhirnya pulang juga," tegur Sung Ah sambil meminum susu. Sunggyu tersentak dari lamunannya tentang 'kebanggaan' Woohyun. Dengan wajah merah, Sunggyu menaiki tangga menuju lantai dua.

"Hei, Gyu!" Sunggyu menoleh.

"Kamu tidak melecehkan Woohyun, 'kan?"

"Kakak!"

 

 

 

"Woohyun, kumohon konsentrasilah,"

Woohyun mengacuhkan Kibum dan terus menggumam tidak jelas. Ia sudah selesai mengajar dan sekarang sedang di kelasnya sendiri. Tanpa mengacuhkan dosen yang membahas tugas akhir, ia terus saja teringat kejadian tadi pagi. Rasa hangat di bagian pribadi karena Sunggyu masih bisa dirasakannya. Woohyun tidaklah sepolos yang terlihat, tapi bukan berarti dia juga nyaman dengan fantasi berbahaya yang muncul berkaitan dengan Sunggyu.

Sabar, Woohyun. Sabarlah!

"Yak! Berhubung sepertinya Woohyun sudah bosan dengan kelasku, bisakah kamu menjelaskan tahap akhir dari tugas seorang mahasiswa kuliner untuk wisuda?"

Woohyun mengangkat kepala dan menatap dosennya kosong. Selama 15 detik--yang rasanya seperti semenit--terjadi keheningan. Dosen berdehem untuk mengusir rasa canggung. Woohyun menghela napas kemudian berdiri.

"Baik, prof,"

**^^**^^**

"Ada apa denganmu?" profesor Lee menyerahkan hasil rancangan tugas akhir Woohyun. "Tidak biasanya seorang Nam Woohyun melamun dikelas,"

Woohyun membungkuk. "Maaf, prof. Saya hanya sedang kurang fokus saja,"

"Makanya kutanya, kenapa?"

Woohyun menggembungkan pipinya kemudian duduk di sofa. Prof. Lee ini berteman baik dengan ayahnya sejak dulu, terlepas dari strata sosial mereka yang berbeda. Belum lagi anak prof. Lee juga sering menemuinya. Prof. Lee sudah seperti ayah kedua bagi Woohyun.

"Apa menurut paman normal jika aku berfantasi hal aneh?"

Melihat Woohyun melepas sikap formalnya, prof. Lee berubah rileks. Disingkirkannya tugas mahasiswa yang hendak ia periksa. "Fantasi seperti apa?"

Wajah Woohyun memerah. Ia menolak bersitatap. "Pa-paman tahulah... hal itu..." Woohyun menggigit bibirnya sendiri. Ah, wajahku panas sekali!

Sedetik...

Dua detik...

Tiga detik...

"Ha! Kamu berpikir ingin melakukan sek--"

"HUAAA!!!" Woohyun berteriak kencang agar prof. Lee tidak melanjutkan kalimatnya. Dengan wajah jahil dan ditujukan untuk menggoda Woohyun, prof. Lee tertawa dibalik telapak tangannya.

"Ho ho ho!! Woohyun, diam-diam kamu ini~"

Woohyun menutup wajahnya yang terasa panas. Habis sudah.

"Tenang saja. Itu wajar, kok. Kamu masih muda. Justru aneh kalau kamu tidak membayangkan apa-apa,"

Woohyun melirik prof. Lee. "Benarkah?"

"Tentu saja,"

"Baiklah,"

 

 

 

 

"Ayahmu harus mendengar ini,"

"Paman!"

"Ah, halo? Hei, tahu tidak, Woohyun ternyata--"

"PAMAN!!!"

**^^**^^**

Sunggyu menatap deretan jam tangan dihadapannya. Ia sedang memilih hadiah pernikahan untuk Woohyun. Ia dengar Woohyun memberikan cincin sebagai hadiah mereka--'karena kunci rumah adalah pengantar pernikahan, maka jadikan saja cincin hadiahnya', begitu kata Woohyun pada kakaknya--jadi Sunggyu harus memberikan sesuatu yang berarti juga.

Hanya saja, Sunggyu bingung harus memberikan apa. Woohyun bukan orang yang akan mengenakan aksesoris, apalagi jika mencolok. Karena profesinya sebagai koki restoran, iapun tidak mungkin menghadiahkan dasi. Jika memberikan baju atau sepatu, Sunggyu khawatir benda itu akan cepat rusak. Ia ingin sesuatu yang bertahan lama.

Karena itulah, ia berakhir di toko jam. Memilih dari sekian banyak jam dengan beragam model bukanlah hal mudah. Untung saja ia sudah menyeret Minseok dan Howon kesini.

"Serius, deh. Aku heran kenapa kamu repot-repot memberikan hadiah wisuda kepada senior tata boga itu. Dianya saja tidak kenal kamu," gerutu Minseok. Andai dia tahu jika sebenarnya Woohyun dan Sunggyu lebih dari sekedar mengenal.

"Sudahlah. Kamu bantu dia saja. Siapa tahu kesempatanmu untuk bersama kak Sung Ah jadi meluas," Howon sibuk memilih diantara dua jam berwarna silver.

"Hei, apa maksudnya itu?!"

"Sunggyu, menurutmu ini bagaimana?" Howon mengacuhkan Minseok dan membawa jam pilihannya ke hadapan Sunggyu. Yang dipanggil menatap jam itu lama.

"Bagus, sih," wajah Howon mencerah. Apa ini berarti mereka akan segera pulang? "Jamnya,"

"Maksudmu, ini tidak sesuai dengan seniormu?" Howon mengumpat dalam hati. Bayangan acara TV kesukaan yang sebentar lagi tayang membuatnya meratap pilu.

"Maaf, tuan, jika saya boleh membantu, ini hadiah untuk siapa?" penjaga toko akhirnya angkat suara juga.

"Tuh, ceritakan saja pada penjaga itu. Dia pasti membantu," Minseok menyenggol bahu Sunggyu.

"Dia mencari jam untuk hadiah istimewa, mbak," Howon menyela sebelum Sunggyu bisa bicara.

Penjaga toko tersenyum. "Apa profesinya?"

"Koki," kali ini Minseok yang bicara.

"Jika dia bekerja sebagai koki, kami punya pilihan ini. Para koki biasa mengenakannya--" Sunggyu mengikuti penjaga itu menuju bagian lain dari etalase. Minseok dan Howon menghela napas dari sudut toko.

"Kuharap dia segera memutuskan. Aku ingin pulang," bisik Howon.

"Aku juga,"

 

 

Dengan kotak jam ditangan, Sunggyu melangkah bahagia disepanjang mall. Minseok dan Howon hanya bisa tersenyum miris. Tidak tega mematahkan semangat Sunggyu. Woohyun sering menerima hadiah dari mahasiswa kampus. Apa kemungkinan ia akan menerima dan memakai hadiah dari Sunggyu dari sekian banyak pilihan?

Tentu mereka tidak tahu bahwa itu bukanlah hadiah dari penggemar biasa.

"Ng? Kenapa?" Howon mengikuti arah pandang Minseok. Ia membeku. Secara bersamaan, mereka menghampiri Sunggyu.

"Gyu, pulang yuk. Aku capek, nih," ajak Howon. Sunggyu menoleh. "Loh, bukannya kita mau makan dulu?"

"Makan di rumahku saja! Kita 'kan sudah lama tidak kumpul!"

Sunggyu menyipitkan matanya curiga. Aneh sekali tingkah mereka ini. Seolah ingin menyembunyikan--

 

Sunggyu mematung.

Tidak begitu jauh darinya, ada Woohyun yang sibuk menenteng kantung belanjaan. Bukan itu yang membuatnya mematung.

Melainkan siswa SMA yang memeluk lengan Woohyun erat, berhadapan dengan segerombolan siswi dengan seragam serupa.

Apa-apaan? Dia saja belum pernah memeluk lengan Woohyun! Dan dia ini tunangannya!

"Hei, Sunggyu! Kamu mau apa?"

"Lepaskan!" Sunggyu memberontak. Howon memegangi bahunya.

"Memang kalau sudah disana kamu mau apa? Ingat, kamu itu hanya juniornya. Terserah dia ingin melakukan apa. Kamu tidak punya hak, Sunggyu," peringat Minseok. Dia tidak ingin Sunggyu membuat keributan.

"Tentu saja aku punya hak! Aku ini--"

"Bukan pacar kak Woohyun. Jangan melakukan tindakan yang akan membuatnya membencimu,"

Sunggyu menggigit lidahnya. Apa dia harus membuang ego dan melabrak anak SMA itu untuk menjauhi Woohyun kemudian membiarkan hubungan mereka diketahui Minseok dan Howon?

"Aku ke toilet,"

Sunggyu berlari menuju toilet. Tangannya sibuk memencet tombol ponsel. "Angkat panggilanku, kak,"

 

 

 

Woohyun meringis saat Sungjong dan siswi SMA didepannya berdebat tak jelas. Niatnya yang hendak membeli bahan di lantai dasar terhalangi Sungjong yang tiba-tiba saja memeluk lengannya dan memulai pertengkaran. Ia sudah tidak bisa mengenali arah pembicaraan mereka.

Merasakan ponselnya bergetar, susah payah Woohyun melepaskan rangkulan Sungjong. Sebelum anak itu bisa mengaitkan lengannya, Woohyun mengeluarkan ponsel dan mengangkat telepon.

"Halo, dek? Tumben menelepon," Woohyun sedikit menjauhkan tubuh.

"Kakak sama siapa? Kok rangkul-rangkulan?"

"Hah?" Woohyun mengedarkan pandangan. Jangan bilang Sunggyu sedang disini?

"Nggak usah nyangkal. Aku liat kok, kakak sama anak SMA. Dia rangkul lengan kakak erat banget. Padahal aku aja belum pernah. Dia siapa?"

Woohyun akhirnya menangkap Minseok dan Howon ditengah keramaian. Jika kedua teman dekat itu disini, berarti Sunggyu memang melihatnya tadi.

Namun, daripada merasa khawatir, Woohyun justru tertawa.

"Kakak kenapa malah ketawa, sih?" gerutu Sunggyu.

"Kamu cemburu, dek?" Tanya Woohyun dengan senyum lebar diwajah.

"..."

"Dek?"

"Tentu saja cemburu! Ah, kakak jangan tanya yang aneh-aneh, ah!"

Woohyun kembali tertawa. "Kak, kenapa, sih?"

Sambil tersenyum lebar, Woohyun menghadap Sungjong dan teman-temannya. "Maaf, Sungjong. Aku tidak bisa menemani lebih lama lagi. Kekasihku menelepon," setelah mengusap kepala Sungjong lembut, Woohyun berjalan kembali ke restoran. Meninggalkan Sungjong dan temannya yang heboh.

"Dek, kamu masih disana?"

"..."

"Halo? Adek?"

"..."

"Putus, ya?"

"Kak, makasih,"

"Eung? Kok--"

"Udah dulu, kak. Si duo nungguin,"

PIIP.

Woohyun tertawa kecil. Dari cara bicara Sunggyu yang terdengar buru-buru, Woohyun tahu sebenarnya dia sedang malu. Melalui sudut mata, Woohyun bisa melihat Sunggyu menghampiri Minseok dan Howon dengan wajah memerah. Senyumnya semakin lebar kala Sunggyu bersitatap dengannya. Ia mengedipkan sebelah mata.

Sunggyu tersandung. Dengan wajah yang seperti dicat merah, terburu-buru mahasiswa seni itu menarik kedua temannya pergi.

Uuuhhh... dia imut sekali.

**^^**^^**

Seperti kata orang kebanyakan, semakin dekat dengan tanggal pernikahan, maka akan semakin berat pula cobaan yang datang. Sunggyu bukan tipe orang yang percaya ketidakjelasan seperti itu. Namun, mau tak mau ia harus percaya juga. Setelah kemarin ada anak SMA yang ternyata adik kelas Myungsoo menempeli Woohyun­nya, kali ini beda lagi.

Sejak pagi Sunggyu memang sudah mendengar kabar heboh bahwa idola dari jurusan kuliner fakultas tata boga alias Nam Woohyun, jalan bersama perempuan cantik yang seperti turun dari surga. Sunggyu tentu saja tidak percaya. Baru minggu kemarin Woohyun datang ke rumah untuk menjelaskan status Sungjong, lengkap dengan bukti pesan video online, langsung dari Myungsoo sendiri. Jadi, mana mungkin sekarang sudah ada orang lain yang menempeli CALON SUAMI seorang Kim Sunggyu, bukan?

 

Setidaknya, itulah yang Sunggyu pikirkan hingga dengan matanya sendiri, ia melihat Woohyun berbincang dengan perempuan itu di taman fakultasnya. Howon dan Minseok yang terpaksa ikut mengintip saja terpana dengan kecantikan perempuan itu. Pakaian musim seminya terlihat manis, rambut coklat yang halus bagai sutera serta panjang tergerai di rerumputan--serius, berapa panjang rambutnya?--seperti kelopak bunga. Senyumnya manis, tubuhnya langsing seperti model dengan lekukan menggoda yang didambakan wanita. Tak

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
YasuharaNiwa #1
Jarang bngt nemu fanfic infinite yg b. Indonesia. Thank you thank you
akitou
#2
Chapter 21: Perasaan susah bangat mereka mau kisseu aja..... Bang uyon kita melihat bintangny sambil bakar jagung yokkk....
akitou
#3
Chapter 20: Pendek ato panjang yg penting author senang..... Saya pembaca yg sabar kok... (pdhl suka nuntut cpt update) >_<
Yuerim #4
Chapter 20: Sampai lupa gimana alur ceritanya. Thankyou sudah ingetin kalau cerita ini masih eksis. Dan thankyou juga sudah update cerita. Makin bikin penasaran aja ceritanya.
kaisoo_meanie #5
Chapter 20: Pengennya update cepet tapi panjanggggg
irenewijaya06 #6
Chapter 19: Thankyou kak udah update ?? selalu nungguin inii dan setia nunggu perkembangan hubungan woogyu aaaaaa.. ayoo cepet honeymoon ?
kaisoo_meanie #7
Chapter 19: Makasih udah di lanjut, aku nungguin lanjutannya lagiii, kepoo
akitou
#8
Chapter 19: Title hhuawa..... Bikin salah paham kirain bakal ada sesuatu.... Ayah membuyarkan suasana
gari_chan #9
Chapter 18: Woohyun sungguh selow tetap selow, walau di gosipin bodo amat, gyu ikutin woohyun tuh suami mu patut di contoh