Episode 9 -- Lima Hari Lagi...

All About Us
Please Subscribe to read the full chapter

Saat Minseok dan Howon bertamu ke rumah Sunggyu esok paginya, mereka benar-benar terkejut. Taman belakang sudah selesai ditata. Bahkan ada karpet merah yang membentang sepanjang lantai dasar. Perabotan sudah disingkirkan dari posisi semula. Pokoknya lokasi sudah mapan sebagai tempat pernikahan. Hanya perlu menata makanan, maka semuanya akan beres.

Setelah menyapa bunda dan kak Sung Ah, keduanya menyerang kamar Sunggyu. Ternyata si sipit sudah menunggu. Ia menyiapkan bantal sebagai tameng kalau-kalau Minseok dan Howon memutuskan untuk menyiksanya.

 

"Jadi alasan kamu nggak ngasih tahu kita itu karena kamu takut..."

"...dan itu disebabkan temen-temenmu dahulu kala yang membocorkan kalau kamu itu sebenarnya suka cowok?"

"Iya,"

Sunggyu beringsut semakin jauh. Wajah Minseok dan Howon terlihat lebih kusut dari biasa. Sunggyu jadi merasa semakin bersalah. Harusnya ia mengikuti kata Woohyun untuk lebih mempercayai duo absurd ini.

"Dasar sipit!"

"Huaaa,"

Sunggyu berkelit saat Howon menerjangnya. Minseok menahan dari belakang, kemudian siksaan dimulai.

"Henti--ahaha--stop--hahahahaha--jang--huaaa~"

Ketiganya berhenti dalam posisi mencurigakan. Woohyun mengangkat sebelah alisnya melihat Sunggyu mengangkang dengan kedua teman memegangi masing-masing kakinya. Hukuman gelitik kaki.

"Apapun yang kalian lakukan, sepertinya harus berhenti sejenak," Minseok dan Howon mengangguk. Mereka melepas Sunggyu agar ia bisa berbicara dengan Woohyun.

"Tumben kakak kesini. Tidak ada kuliah?" Sunggyu duduk dan merapikan pakaiannya.

"Aku izin sebentar,"

"Oh,"

"..."

"..."

"..."

"..."

"Dek, kamu sudah tahu kapan tanggalnya, 'kan?"

Sunggyu berdehem. Ia tahu yang dimaksud Woohyun adalah tanggal pernikahan. Semalam ia mencuri dengar bunda dan ayah bahwa persiapan sudah selesai. Tinggal mencetak undangan dan menata makanan. Pakaian bahkan sudah disediakan, walau Sunggyu tidak tahu akan seperti apa bentuknya nanti. Kejutan, kata Sung Ah.

"Belum, kak. Tapi kudengar persiapannya sudah beres,"

"..."

"..."

"Dua minggu lagi, dek,"

Sunggyu menatap Woohyun. Dua minggu lagi? Setelah itu mereka akan...?

"Hari ini aku mau berpamitan,"

"Pamitan? Memang kakak mau kemana?"

Woohyun menghadap Sunggyu. "Adek tahulah. Ritual lama bahwa orang yang akan menikah harus berpisah sebelum pernikahan terjadi. Aku juga harus mengejar semua kuliah dan kerja di restoran agar bisa tenang saat libur nanti,"

"Jadi kita tidak akan bertemu selama dua minggu?"

"Bukan hanya bertemu. Tidak boleh menelepon, sms atau memperbarui status media sosial,"

"Kok begitu?"

"Permintaan nenekku. Beliau sudah datang dari desa, kemudian berkeras melarang ini. Bahkan beliau agak sedikit marah karena kamu tidak melewati seleksi 'cucu-mantu'nya. Tapi karena dari dulu aku sudah sering cerita tentang kamu, jadi tidak terlalu memaksa. Aku hanya ingin menyenangkan hatinya sedikit. Apa adek bersedia?"

Sunggyu cemberut. Neneknya juga meminta begitu. Bahkan kakek dan ayah juga. Semula Sunggyu tidak setuju. Tapi karena Woohyun ini orang yang patuh sekali terhadap orang tua, walau tak mau Sunggyu terpaksa menurut.

"Kalau kakak memang inginnya begitu, tidak apa-apa, kok," Sunggyu tersenyum manis. "Aku juga mungkin tidak sanggup untuk terus bertemu kakak menjelang pernikahan," terlalu gugup.

Woohyun balas tersenyum. "Kalau begitu, sampai jumpa dua minggu lagi, dek," Woohyun mengusap kepala Sunggyu lalu bangkit. Sunggyu mengantarnya sampai pintu depan, kemudian kembali ke kamar dengan Minseok dan Howon yang siap mendengar cerita baru.

 

 

 

"Aku tidak percaya ini benar-benar terjadi," ujar Minseok. Malam itu mereka menginap untuk menemani Sunggyu.

"Aku juga tak bisa percaya. Kak Woohyun yang itu, melamar Sunggyu kita yang begini?"

"Hei, apa maksudnya itu?!" seru Sunggyu tidak terima.

"Hei, Gyu, kamu sama sekali tidak ikut mempersiapkan? Kenapa pengantinnya malah duduk santai seperti ini?" Howon mencubit pinggang Sunggyu yang terbaring di atas kasur.

"Aku sudah mencoba, tapi tidak ada yang mengizinkan," Sunggyu tersenyum miris. "Yang kulakukan hanya memilih kue dan hidangan acara, memutuskan desain undangan dan menentukan siapa saja yang akan kuundang. Aku bahkan tidak tahu baju seperti apa yang akan kukenakan atau bunga apa yang nanti ada disana. Ayah menyuruhku kembali ke Jeonju seminggu sebelum acara. Aku benar-benar buta terhadap pernikahanku sendiri,"

Minseok dan Howon saling pandang. Walau mereka belum ada niatan untuk menikah--calon saja belum punya--mereka bisa memahami keinginan Sunggyu. Tidak ada yang ingin duduk santai saja menjelang acara sebesar itu, bukan?

"Bukankah itu berarti mereka memanjakanmu? Karena mereka menyayangimu makanya kamu diperlakukan seperti ini," Howon menghibur. Sunggyu menghela napas dan menatap kedua temannya.

"Aku sudah 21 tahun. Uang kuliah sudah bisa bayar sendiri karena dulu sering dapat hadiah lomba. Walau masakanku tak seenak bunda atau kak Sung Ah, aku bisa bertahan cukup baik. Aku ingin ayah dan bunda mempercayaiku sedikit lebih banyak. Aku bisa, kok, memilih setelan. Aku bisa menentukan tempat duduk tamu atau hantaran pernikahan. Aku sudah besar, tidak harus dimanja sampai seperti ini,"

"Gyu, hanya karena kamu merasa sudah besar, bukan berarti paman dan bibi menganggapmu seperti itu. Selamanya kamu akan menjadi anak bungsu mereka, makanya mereka memanjakanmu," Minseok memperbaiki posisi tidurnya. "Ditambah, pernikahan ini bukan hal normal dimata masyarakat. Aku yakin paman dan bibi hanya ingin yang terbaik untukmu, tanpa harus mendengar cacian dan ejekan orang seperti yang selama ini kamu terima. Tadi aku melihat keduanya berbicara dengan bangganya kepada pak RT. Kurasa, ini bukti bahwa mereka bahagia dan siap melepasmu,"

"Hooo, Kim Minseok, bisa juga kamu bicara bijak," ujar Howon mencairkan suasana. "Tenang saja, Sunggyu. Semua orang punya cara berbeda menunjukkan perasaannya. Kamu tahu, saat kakak laki-lakiku menikah, ayah dan ibuku sangat sedih karena tidak bisa melakukan apa-apa. Mempersiapkan pernikahan anak adalah misi orang tua, tahu,"

Sunggyu cemberut. Ia mengerti itu. Sunggyu hanya ingin dimomen penting ini, ia memiliki andil. Woohyun saja ikut sibuk. Selain mengejar kuliah dan kerja di restoran, Woohyun ikut menentukan hidangan. Ia yang memilih cincin dan sudah mempersiapkan rumah untuk mereka huni. Walau Woohyun tidak bisa ikut campur hal lain, Sunggyu rasa itu sudah cukup banyak. Dibandingkan dia yang hanya duduk santai.

"Jika kamu segitu inginnya melakukan sesuatu, kenapa tidak pilihkan saja pakaian untuk keluargamu?"

"Hm? Maksudnya?"

"Bibi pasti mengenakan ha

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
YasuharaNiwa #1
Jarang bngt nemu fanfic infinite yg b. Indonesia. Thank you thank you
akitou
#2
Chapter 21: Perasaan susah bangat mereka mau kisseu aja..... Bang uyon kita melihat bintangny sambil bakar jagung yokkk....
akitou
#3
Chapter 20: Pendek ato panjang yg penting author senang..... Saya pembaca yg sabar kok... (pdhl suka nuntut cpt update) >_<
Yuerim #4
Chapter 20: Sampai lupa gimana alur ceritanya. Thankyou sudah ingetin kalau cerita ini masih eksis. Dan thankyou juga sudah update cerita. Makin bikin penasaran aja ceritanya.
kaisoo_meanie #5
Chapter 20: Pengennya update cepet tapi panjanggggg
irenewijaya06 #6
Chapter 19: Thankyou kak udah update ?? selalu nungguin inii dan setia nunggu perkembangan hubungan woogyu aaaaaa.. ayoo cepet honeymoon ?
kaisoo_meanie #7
Chapter 19: Makasih udah di lanjut, aku nungguin lanjutannya lagiii, kepoo
akitou
#8
Chapter 19: Title hhuawa..... Bikin salah paham kirain bakal ada sesuatu.... Ayah membuyarkan suasana
gari_chan #9
Chapter 18: Woohyun sungguh selow tetap selow, walau di gosipin bodo amat, gyu ikutin woohyun tuh suami mu patut di contoh