Episode 14 -- If Only...

All About Us
Please Subscribe to read the full chapter

Sunggyu bergerak ke kiri dan kanan, menggeliatkan otot agar rileks dan siap dibawa kerja. Matanya fokus pada kolam renang rumah mereka, mengagumi punggung Woohyun yang sibuk menyusuri ujung ke ujung. Andaikan Sunggyu bisa berenang, mereka 'kan bisa bareng-bareng disana. Sayang ketakutannya pada air tak bisa dikalahkan, bahkan setelah Woohyun menjanjikan kencan kedua.

Mengangkat keranjang berisi pakaian, Sunggyu bersenandung. Menjemur pakaian bukanlah kegiatan rumah kesukaannya, tapi jika disuguhkan pemandangan indah dari kolam renang, apa kuasa Sunggyu untuk menolak?

"Adek, temanmu kapan datang?" seru Woohyun. Kepalanya menyembul dari air, ditopangkan pada tangan yang terlipat pada pinggir kolam. Sunggyu bergumam, menelengkan kepalanya sejenak.

"Nggak pasti sih kak. Si Minseok mau pdkt dulu ke kak Sung Ah, sedang Howon harus kerja sambilan dulu. Siangan mungkin?"

Woohyun manggut-manggut paham. "Apa aku perlu memasak dulu untuk kalian? Mumpung shifku mulainya agak siang."

"Boleh. Kakak mau buat apa?" memikirkan bisa makan hidangan lezat suaminya, liur Sunggyu sudah menetes. Ah, enaknya punya suami koki. Makanmu selalu sedap.

"Apa saja. Kita punya banyak bahan makanan."

Sunggyu tersenyum cerah, kemudian mengambil pakaian berikutnya. "Kakak hari ini pulang jam berapa? Biar bisa kumasakkan makan malam."

"Jam sembilan dek. Memang adek tidak apa terlambat makan malam?"

"Tidak apa kok kak. Lebih baik telat makan daripada makan sendiri. Hari ini aku buatkan hidangan spesial untuk kakak. Bunda yang ajarkan resepnya." bangga Sunggyu. Walau tak seenak Woohyun, masakan Sunggyu sudah mengalami peningkatan. Jika harus memilih, Woohyun lebih condong pada Sunggyu memasakkannya apa saja daripada mencicipi masakan koki restoran ternama sekalipun. Kekuatan cinta nih.

"Oh iya, kak. Bulan depan kakak ujian kelulusan ya? Aku dengar ujian kali ini diadakan terbuka."

Mendengar kata ujian, wajah Woohyun langsung cemberut. "Iya. Kata pembimbingku 'kalian itu kebanggaan fakultas Tata Boga. Semua orang harus tahu kualitas mahasiswa kita', gitu. Jadilah penilaian rasa dari pengunjung termasuk pertimbangan lulus ujian. Benar-benar tidak adil." gerutunya.

"Loh, kok gitu? Aku malah senang ujiannya terbuka. Jadi bisa lihat kakak ujian, 'kan? Di jurusanku ujian kami malah konser, loh. Bukan hanya pembimbing saja yang menilai. Orang-orang dari perusahaan musik juga ikut. Aku juga mau mendukung kakak sepenuhnya."

Woohyun memperhatikan gerak-gerik Sunggyu. "Adek, sini deh."

Sunggyu mendongak. Ditegakkannya tubuh dari posisi menungging. Mendekati Woohyun, Sunggyu berjongkok didepan mahasiswa kuliner itu.

"Waktu ujian besok adek datang, 'kan?" tanya Woohyun sambil memainkan jari Sunggyu. Senyum manis mengangkat dua bongkah lemak berlebih dipipi suaminya.

"Pasti dong. Mana mungkin aku tidak datang jika suamiku sendiri peserta ujiannya?" wajah Woohyun langsung merah mendengar kata 'suamiku' lolos dari bibir mengerucut Sunggyu. Sunggyu sendiri terkekeh, senang melihat reaksi Woohyun.

"Adek jangan gitu, ah. Jantungku belum siap." Woohyun menggembungkan pipinya. Warna merahnya mulai merambat ke telinga. Sunggyu menahan diri untuk tidak berteriak gemas. Ah, suaminya benar-benar paket lengkap.

"Kakak juga jangan cemberut. Aku jadi gemas." balas Sunggyu. Wajahnya saja yang terlihat netral, padahal jantungnya sudah meledak karena malu.

Woohyun menaikkan sedikit tubuhnya agar sejajar dengan Sunggyu. "Itu karena adek bicara begitu. Kita baru pegangan tangan kemarin ini. Kalau adek sudah menggombal sekarang, aku bisa pingsan."

Pipi Sunggyu merah juga jadinya. "Tidak masalah bukan. Toh yang kurayu suami sendiri."

Woohyun mengerucutkan bibirnya. "Adek, stop dulu ah. Aku masih belum siap."

Sunggyu tersenyum. Bertatapan mata dengan Woohyun, didekatkannya wajah agar memberikan efek dramatis. "Kalau bukan sekarang, kakak siapnya kapan?"

"Jika aku sudah tidak meleleh hanya karena adek mencium pipiku."

Kali ini keduanya sama-sama merah sampai leher. Pikiran Sunggyu hanyut kemana-mana. Senang ternyata ciumannya bisa membuat seorang Nam Woohyun malu-malu pensi.

Cup.

"Sekarang bagaimana?"

Woohyun melebarkan matanya. Sensasi dingin untuk sesaat menghilangkan panas pada pipinya. Memegang area yang baru saja dikecup Sunggyu, Woohyun mulai kehilangan akal.

Cup.

"Apa kakak masih meleleh?"

Kedua tangan dipipi, Woohyun mulai merosot kedalam air. Napasnya membentuk gelembung saat hampir seluruh wajahnya masuk kolam.

Sunggyu tersenyum semakin lebar. Berlutut agar posisinya lebih nyaman, ia menangkupkan tangan di rahang sang koki. Menariknya sedikit agar keluar dari air.

"Kakak merah banget. Jangan bilang jika selama ini kakak tidak pernah dicium dipipi?"

Woohyun langsung protes. "Pernah, kok!"

Senyum Sunggyu luntur sedikit, tapi niatnya untuk menggoda Woohyun lebih besar. "Ah, masa'. Kakak aja malu-malu begini. Mana ada yang pernah cium kakak."

Woohyun kembali cemberut. "Ibu dan bapak sering kok, menciumku. Kak Boohyun juga jika sedang melankolis."

Sunggyu mengeluarkan suara gemas. "Astaga, kakak imut bang--"

Cup.

"--et."

Napas Sunggyu tercekat. Pipinya serasa terbakar. Woohyun menjauhkan bibirnya dari dahi Sunggyu yang baru saja dikecupnya. Terbata, Woohyun mengalihkan pandangan ke samping. "A-adek sendiri juga sama."

Keduanya saling lirik, malu dengan kejadian barusan. Seolah waktu terhenti, keduanya membeku kala bertatapan, tak mampu mengalihkan netra pada sesuatu selain kristal masing-masing.

"Kalian manis sekali. Aku yakin sebentar lagi akan kencing manis."

"HUAAA-"

BYURRR.

Woohyun memegangi bahu Sunggyu agar tetap mengambang. Napas mereka beradu, saling kejar karena adrenalin yang tiba-tiba memburu. Mereka menatap sekeliling, mencari sumber suara yang menyebabkan Sunggyu terjun bebas tadi.

"Ah, andai saja kakakku seperti kalian."

"Hana!"

"Hehe, maaf kak. Aku tidak bermaksud menguping atau mengganggu, hanya saja kakakku sibuk mengintip kalian sejak tadi. Aku jadi penasaran."

"Kim Hana!"

Sunggyu dan Woohyun mengernyit saat Minseok, tetangga misterius yang kelakuannya mencurigakan, menyembul dari balik pohon yang melindungi rumah keduanya. Sebenarnya pohon itu berada pada lahan rumah Nam, tapi dahannya yang besar dan daun lebat menyebar ke segala arah, melindungi satu sisi kolam dan ujung halaman belakang rumah keluarga Kim.

Anyway, terlepas dari sejarah si pohon, Minseok melirik mereka ragu, kemudian terbatuk canggung. "Aku... aku sama sekali tidak mengintip. Kalian saja yang terlalu keras jadi aku hanya ingin memastikan tidak ada hal buruk yang terjadi." jelasnya tanpa diminta. Menarik Hana yang cekikikan seperti burung pelatuk, Minseok berlalu tanpa pamit.

Sunggyu mengernyitkan dahi. Aneh. Bukankah kemarin Minseok terlihat ingin menjauhi mereka? Kenapa sekarang malah mengintip? Minseok ini kenapa, sih?

"Dek, jangan melamun. Ntar tenggelam loh." sadar dirinya masih mengambang di kolam, Sunggyu langsung saja melingkarkan lengan di leher Woohyun. Kakinya ikut meliuk hingga mengapit erat pinggang si koki.

"Kakak jangan diam saja. Bantu aku ke pinggir." gerutunya. Walau jantungnya hampir berhenti,  kekehan geli masih sempat lolos dari kerongkongan Woohyun. Menurunkan tangan agar bertengger di pinggang Sunggyu, Woohyun malah berenang ke tengah. Tertawa senang saat pekik jerit Sunggyu semakin membesar.

**^^**^^**

"Aku sudah belikan jus. Jangan lupa kuenya dicicipi ya." pamit Woohyun. Sunggyu melambaikan tangannya, dibalas usapan lembut dikepala oleh Woohyun. Setelah pintu depan tutup, Minseok--teman Sunggyu, bukan kakak Hana--langsung membuka mulutnya.

"Inikah namanya cinta, oh inikah cinta~"

"Terasa bahagia saat jumpaaaaaa~" sambung Howon.

"Dengan dirinya~"

Sunggyu mencubit lengan keduanya. Howon tertawa lalu menjumput hidangan yang telah Sunggyu persiapkan. "Kamu beruntung bisa bertemu orang seperti kak Woohyun. Aku iri." ucapnya.

Sunggyu tersenyum lebar. "Tahu, kok. Makanya aku terima lamaran kak Woohyun."

"Bukan karena kamu cinta mati sama kak Woohyun dari semester satu?" sanggah Minseok.

"Itu salah satu alasannya." Sunggyu tertawa. Howon kemudian mengapit lengan Sunggyu, senyum terhampar di wajah.

"Kamu tidak mau memberikan tur? Aku ingin tahu rumah rancangan kak Woohyun seperti apa. Mungkin bisa kucontek untuk referensi di masa depan."

Tanpa menunggu, Minseok langsung membuka semua pintu yang dilihatnya, melontarkan pertanyaan aneh seperti 'pintu ini dicat warna cokelat tingkat kecerahan berapa persen' yang tidak Sunggyu tanggapi. Ia mengantar dua sahabat itu berkeliling, menceritakan seisi rumahnya penuh kebanggaan.

"Kamu menyimpannya?" Howon mengusap permukaan dingin kaca. Senyum tipis mengembang.

"Mana mungkin aku tidak menyimpannya. Itu hadiah pernikahan dari kalian," Sunggyu berdiri di sebelah sahabatnya itu. "Aku penasaran, kalian bisa mendapatkan foto ini dari mana? Aku saja tidak ingat."

Minseok tersenyum lebar. Membusungkan dada, ia mengibaskan poni tak tampaknya anggun. "Just thanks your great Kim Minseok."

Sunggyu terkekeh. "Hei, Sunggyu, ini kamar apa?"

Howon melongokkan kepala dari sebuah kamar. Senyum Sunggyu meredup sedikit. "Kamu bisa menebak dari dekorasinya, 'kan?"

Mulut Howon membentuk huruf 'O'. "Aku harus belajar banyak pada kak Woohyun." Gumamnya.

Sunggyu tersenyum. "Memang kamu mau belajar apa? Kamu tidak beda jauh dengannya."

"Aku mengagumi kerja keras dan tekadnya. Siapa tahu jika aku bertekad baja sepertinya, angan-anganku selama ini terwujud."

"Huh, jangan mimpi!" sorak Minseok. Ia langsung berlari saat Howon mengejarnya, tertawa lebar.

Sunggyu menyusul keduanya setelah menutup pintu kamar penuh boneka dan mainan anak-anak. Diliriknya sebentar pigura foto hadiah sahabatnya, kemudian menyusul pembuat masalah yang masih berlarian di lantai dasar.

**^^**^^**

"Pagi, kak!" Hana bersorak ceria. Sunggyu menyambutnya masuk, sudah terbiasa dengan Hana yang menumpang sarapan di rumahnya setiap senin. Kakaknya lembur di akhir pekan, jadi tidak sempat memasakkan sarapan untuknya. Lagipula, menurut pengakuan Hana, masakan Minseok tidak begitu sedap. Resep yang dikuasainya terbatas. Seorang gadis yang masih masa pertumbuhan tidak bisa makan nasi goreng kimchi setiap hari, bukan?

"Kakakmu tidak ikut, Hana?" tanya Sunggyu. Ia menyendok telur dari wajan ke piring. Karena semalam bergadang membuat tugas, Sunggyu jadi telat bangun dan hanya bisa menyiapkan sandwhich sebagai menu sarapan. Untunglah Woohyun tidak masalah dengan pilihan menunya.

"Dia masih belum sadar. Baru pulang beberapa saat yang lalu." Cerita Hana. Sunggyu mengangguk paham.

"Dek, lihat dasiku? Hari ini aku presentasi resep." Woohyun memasuki ruang makan sambil mengancingkan kemeja hitamnya. Sedikit kaget melihat Hana sudah duduk manis menyantap sarapan buatan Sunggyu.

"Loh, bukannya sudah kutaruh disebelah baju kakak?" Sunggyu mengelap tangan pada celemek kemudian beranjak mencari dasi. Woohyun menyampirkan tas berisi laptop--punya Sunggyu--ke kursi lalu duduk menyantap sarapan.

"Kakakmu tidak kesini, Hana?"

Hana menggeleng. Menelan gumpalan makanan dimulut, ia bersuara. "Kakak lembur kemarin. Baru pulang barusan. Aku tidak mau rumah kami kebakaran karena dia memasak sambil tidur."

Woohyun meneguk jus kemudian meraih ponselnya. "Lain kali sarapanlah disini dengannya. Tidak baik jika dia seperti itu terus."

Minseok si tetangga memang bekerja full time di klub. Dari cerita Hana, Minseok merupakan salah satu bintang disana, jadi upahnya termasuk tinggi. Tentunya, semua itu dibarengi dengan jam kerja luar biasa. Padahal ia hanya tampil tak lebih dari satu jam tiap malamnya, namun ia tetap harus di klub sampai pagi. Akhir pekan biasanya jauh lebih sibuk. Minseok akan berangkat senja hari Sabtu kemudian pulang pagi Seninnya. Tak peduli dengan tubuh yang belum ternutrisi, dia akan tidur sejenak lalu keluar setelah tengah hari untuk bekerja sebagai pelayan di sebuah kafe kecil dekat klub. Begitu terus selama bertahun-tahun.

Hana meneguk susu yang disiapkan Sunggyu. Matanya mengerjap cepat, tersentuh dengan perhatian tetangga baru ini pada kakaknya.

"Kak, dasinya diapakan, sih? Kok bisa nyelip di bawah selimut?" gerutu Sunggyu. Tak peduli dengan Woohyun yang masih sibuk mengunyah, dipasangkannya dasi putih itu.

"Jangan sampai kotor, paham?" Woohyun mengangguk cepat. Sunggyu menepuk sedikit kemeja Woohyun yang terkena remahan roti.

"Kakak presentasi jam berapa? Siapa tahu aku bisa lihat." tanya Sunggyu. Ia melepas celemek dan mulai makan.

"Tidak tahu juga, sih. Hari ini ada 5 orang yang akan presentasi. Urutannya a

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
YasuharaNiwa #1
Jarang bngt nemu fanfic infinite yg b. Indonesia. Thank you thank you
akitou
#2
Chapter 21: Perasaan susah bangat mereka mau kisseu aja..... Bang uyon kita melihat bintangny sambil bakar jagung yokkk....
akitou
#3
Chapter 20: Pendek ato panjang yg penting author senang..... Saya pembaca yg sabar kok... (pdhl suka nuntut cpt update) >_<
Yuerim #4
Chapter 20: Sampai lupa gimana alur ceritanya. Thankyou sudah ingetin kalau cerita ini masih eksis. Dan thankyou juga sudah update cerita. Makin bikin penasaran aja ceritanya.
kaisoo_meanie #5
Chapter 20: Pengennya update cepet tapi panjanggggg
irenewijaya06 #6
Chapter 19: Thankyou kak udah update ?? selalu nungguin inii dan setia nunggu perkembangan hubungan woogyu aaaaaa.. ayoo cepet honeymoon ?
kaisoo_meanie #7
Chapter 19: Makasih udah di lanjut, aku nungguin lanjutannya lagiii, kepoo
akitou
#8
Chapter 19: Title hhuawa..... Bikin salah paham kirain bakal ada sesuatu.... Ayah membuyarkan suasana
gari_chan #9
Chapter 18: Woohyun sungguh selow tetap selow, walau di gosipin bodo amat, gyu ikutin woohyun tuh suami mu patut di contoh