Episode 5 -- Ditolak?!

All About Us
Please Subscribe to read the full chapter

Woohyun mengatupkan bibirnya menjadi garis lurus. Rasa gugup bercampur takut seakan mengaduk-aduk perutnya. Waktu dua minggu yang menjadi kesepakatan sudah berakhir, dan hari ini merupakan saat yang paling ditunggunya.

Yap, hari ini ia akan menerima jawaban Sunggyu terkait lamarannya.

Woohyun memang sempat berpikir bahwa lamarannya akan sukses, mengingat sikap positif yang ditunjukkan Sunggyu. Namun, sudah beberapa hari ini calonnya itu menghindari Woohyun. Jangankan bersapaan, sekedar menatap wajahnya saja Sunggyu seakan enggan. Makanya, rasa percaya diri yang sudah dipupuknya sejak kemarin langsung habis kala melihat ekspresi suram yang ditampilkan Sunggyu ketika ia dan keluarga baru memasuki pekarangan keluarga Kim.

"Wah, pas sekali! Ayo, kita pergi memancing,"

Sebelum sempat protes, Woohyun diseret ayah menuju tempat pemancingan yang tidak begitu jauh dari kompleks. Ia hanya bisa melihat Sunggyu sekilas, yang memberikan senyum tipis padanya.

Jangan bilang kalau lamarannya akan ditolak?

Dalam diam, Woohyun mengikuti ayah. Perasaan tak enaknya semakin menguat melihat ayah yang juga berwajah suram.

'Sepertinya aku memang tidak berjodoh dengan Sunggyu,'

"Kamu pernah memancing?"

Woohyun tersentak kaget. Ia menatap sendu kolam keruh dibawahnya. "Belum, ayah. Ini pengalaman pertamaku,"

"Hmm," ayah menggumam. "Kamu ini masih muda, tapi banyak sekali hal yang belum pernah kamu lakukan,"

Woohyun tertawa pelan. "Aku rasa itu karena aku terlalu fokus bekerja dan mengumpulkan uang,"

"Menurutmu, jika kamu bersanding dengan Sunggyu, apa kamu akan menelantarkan anakku demi bekerja dan mengumpulkan uang?"

Woohyun menatap ayah kaget. "Aku memang gila kerja, tapi aku tidak akan meninggalkan kewajibanku begitu saja," jawab Woohyun cepat, sedikit tersinggung. "Aku malah berharap, setelah bersama dengan Sunggyu nanti, aku akan bisa menjalani hidup dengan lebih tenang, karena ada yang harus kupenuhi keinginannya. Selama ini bapak dan ibu tidak meminta apa-apa padaku, makanya aku bekerja keras agar bisa memberikan sesuatu yang keduanya butuhkan. Sekarang, jika aku bersama Sunggyu, bukan hanya materi yang harus kuberikan padanya, tapi juga kesenangan batin. Berhubung Sunggyu masih muda, tentu kebutuhan rohaninya berbeda dengan bapak dan ibu,"

Woohyun terdiam. Ia kembali teringat dengan kedua orangtuanya. Ia merasa masih belum membalas jasa keduanya. Pikiran Woohyun mengembara, memikirkan apa tindakan berikutnya yang harus ia lakukan demi menyenangkan mereka.

"Begitu," ayah mengayunkan pancingannya sedikit.

"Kamu pernah pacaran?"

Woohyun tersenyum masam. "Aku terlalu sibuk untuk mengurusi kegiatan tidak serius seperti itu. Masih banyak jasa bapak dan ibu yang belum kubalas. Alangkah lebih baik jika aku memanfaatkan waktu demi menyenangkan keduanya,"

Ayah melirik Woohyun. "Jadi, karena kamu belum pernah pacaran, kamu juga belum pernah ciuman, bukan?"

PLUNG...

Pancingan ditangan Woohyun jatuh ke kolam. Kalang kabut, Woohyun berusaha menggapai benda itu tanpa membasahi pakaiannya.

"Maaf... ayah. Tadi ayah bilang apa?"

Woohyun, dengan wajah merah dan tubuh berjongkok memegang pancingan, menatap ayah dengan mata terbuka lebar.

Ayah menarik pancingannya, berdesis kesal kala umpan yang awalnya terpasang sudah hilang tanpa ikan yang terkait.

"Aku hanya bertanya. Tidak perlu bereaksi seperti itu," ayah mengganti umpan sementara Woohyun kembali duduk di bangku.

"Tapi, jika kamu belum pernah ciuman, menurutmu kamu bisa memuaskan Sunggyu?"

BRUKK...

Woohyun mengaduh sakit kala bokongnya mendarat cukup keras di lantai, bukannya kursi pancing seperti yang direncanakan. Dengan gerakan cepat, ayah kembali menarik pancingnya. Kali ini dengan seekor ikan lumayan besar menggelepar di kait.

"Cinta itu seperti memancing," ayah melepaskan ikan dari kail kembali ke kolam. "Kamu harus menunggu dengan sabar, tapi tahu kapan harus menyerah dan kapan harus melepaskan,"

Woohyun bangkit dari lantai sambil mengusap bagian belakang yang masih sakit.

"Kamu sudah mengalami masa menunggu. Sekarang, kamu harusnya sudah tahu, apakah harus menyerah atau melepaskan,"

Woohyun tertunduk, merenungkan ungkapan ayah. Apa ini berarti Woohyun harus berhenti menunggu dan menyerah? Atau melepaskan yang sudah ia perjuangkan?

"Jika memang seperti itu, aku akan menerimanya. Perjuangan keras memang diperlukan untuk mencapai sesuatu. Tapi, jika memang perjuangan itu tidak akan membuahkan hasil, memang lebih baik untuk melepaskan,"

Ayah membereskan peralatan memancingnya. Beliau berdiri dan menepuk bahu Woohyun. "Kamu anak yang baik. Aku yakin semuanya akan berjalan baik seiring dengan waktu,"

Woohyun tersenyum. Padahal sebenarnya, dalam hati ia ingin menangis. Firasatnya bahwa lamaran itu akan ditolak terbukti. Mungkin perjuangannya selama ini memang belum cukup untuk bersanding dengan Sunggyu.

Selagi keduanya berjalan kembali menuju rumah keluarga Kim, langit seolah mengerti keadaan Woohyun. Hujan yang lumayan deras mengguyur keduanya. Sambil berlari, Woohyun menggigit bibirnya sendiri.

'Masih ada waktu untuk menangisi diri sendiri setelah ini. Nam Woohyun, kamu harus sabar,'

 

"Astaga, kenapa kalian bisa basah kuyup begini? Sunggyu, bawakan handuk untuk ayah dan Woohyun!" seru bunda saat dua lelaki itu memasuki rumah. Sunggyu keluar dengan dua handuk besar ditangan. Bunda meraih satu untuk mengeringkan tubuh suaminya.

Malu-malu, Sunggyu menghampiri Woohyun dan mengeringkan rambut pemuda itu.

Woohyun tercekat. Wajah Sunggyu begitu dekat dengannya. Jantung yang sudah mau meledak menahan sakit menjadi semakin cepat bekerja. Sayang sekali si imut ini tidak akan menjadi miliknya.

"Ayah ini bagaimana! Tadi katanya hanya pergi memancing, kenapa jadinya malah basah begini?!" omel bunda.

"Loh, bunda kok marah sama ayah? Mana aku tahu kalau hujan akan turun sore hari begini!"

"Itu tahu kalau sekarang sudah sore, masih saja ngajak mancing. Ayah ini benar-benar..."

"Sudahlah, bunda. Ini bukan salah ayah. Bunda tidak perlu marah. Hujan itu diluar kuasa manusia, kita tidak bisa menyalahkan satu pihak," lerai Woohyun. Ayah mengangguk setuju, sementara bunda menggeleng lelah.

"Kamu beruntung Woohyun membelamu," sungut bunda. "Sunggyu, antarkan Woohyun ke kamar mandi dilantai atas, biar dia bisa ganti baju dan ikut makan malam,"

"Ah, tidak usah bunda. Aku akan mengeringkan baju saja. Setelah hujannya reda, aku akan pulang," Bunda dan Sunggyu mengerjap bingung.

"Aku permisi dulu bunda, ayah, dek," Woohyun menunduk dan beranjak menuju lantai atas tempatnya biasa memakai kamar mandi.

 

"Ayah, tadi ayah bilang apa sih, ke kak Woohyun? Kok dia jadi patah semangat begitu?" heran Sunggyu. Matanya menatap ayah curiga.

"Tidak bilang apa-apa, kok," ayah mengerucutkan bibir dan memalingkan pandangan dari Sunggyu.

"Uuuuhhh... dasar ayah!" Sunggyu menggerutu sebal dan bergegas menyusul Woohyun.

 


"Kak!"

"Huh?"

Wajah Sunggyu memerah saat Woohyun yang tidak mengenakan baju berdiri membelakanginya.

'Astaga, punggungnya keren sekali,'

"Dek? Ada apa--"

Kalimat Woohyun tersendat karena tiba-tiba saja, Sunggyu memeluknya dari belakang.

"Kakak jangan dengerin ayah," gumam Sunggyu dikulit punggung seniornya itu. Tubuh Woohyun meremang dengan sensasi yang baru kali ini ia rasakan. Napas hangat Sunggyu membuat kulit punggungnya yang dingin seakan bernyawa.

"A-a-a-apa maksudmu, dek?"

Sunggyu mendongakkan kepala. Pipi berlemak itu langsung berwarna merah kala wajahnya dan Woohyun hanya berjarak beberapa senti saja. Belum lagi kondisi Woohyun yang setengah telanjang dan lokasi di kamar mandi diiringi berisik hujan diluar, benar-benar mendukung untuk keduanya melakukan sesuatu.

Sunggyu merekam seluruh detail wajah Woohyun. Mulai dari surai nigrum yang mengalahkan malam, alis tegas yang dihiasi tahi lalat disalah satu sisinya, bola mata tenebris yang berkilau, acutis nasus yang seolah buatan, disertai bibir chewy berwarna ruby yang seolah minta diapa-apakan. Belum lagi garis rahangnya yang tegas dan jakunnya yang sejak tadi bergerak naik turun.

Sungguh, Sunggyu merasa begitu pintar bisa mengandaikan Woohyun dengan bahasa Latin seperti itu.

Uh-oh? Sejak kapan wajah keduanya dekat begini? Sejak kapan Woohyun menggenggam tangan Sunggyu yang setia melingkari perut berbentuknya? Sejak kapan bibir Woohyun jadi basah? Sejak kapan tatapan mata senior itu mengarah pada bibirnya sendiri?


Mereka tidak akan ciuman untuk pertama kalinya di kamar mandi, 'kan? Habisnya...

 

Tempat ini kan benar-benar...

 

 

Benar-benar....

 

 


Benar-benar....

 

 


Benar-benar....

 


Ah, siapa peduli?

Sunggyu melenguh sedikit saat napas keduanya bersatu. Mata Woohyun yang sejak tadi fokus pada bibir Sunggyu, beralih menatap karamel leleh si sipit. Sunggyu menelan saliva saat lidah merah Woohyun terjulur dan menjilat bibir bawahnya, membuat warna merah benda itu semakin kentara. Jantung keduanya berdebar sangat keras hingga nyaris memekakkan.

 

 

"Sunggyu, apa kamu sudah selesai?? Ayo turun, waktunya makan!!!"

Tentu saja, ayah tahu waktu paling pas untuk menyela kegiatan putranya. Sunggyu dan Woohyun tersentak.

"Aku-aku ke bawah duluan. Itu baju buat kakak," Sunggyu menunjuk baju yang tadi dibawanya, lalu buru-buru keluar dari kamar mandi.

Woohyun mengusap wajah. Barusan itu apa? Aku sama Sunggyu mau ciuman? Bukankah aku sudah ditolak?

"Anu... kak,"

Woohyun menoleh kaget. Sunggyu melongokkan kepalanya malu-malu. "Apapun yang tadi dibilang ayah sama kakak, jangan dengerin. Ayah pasti ngerjain kakak lagi," Sunggyu melirik Woohyun sedikit, kemudian berdehem. "Omong-omong, badan kakak bagus banget. Apalagi 'itu'nya,"

Setelah itu, Sunggyu benar-benar meninggalkan Woohyun yang merosot ke lantai. Woohyun merasa kakinya sangat lemas.

'Dia bilang badanku bagus. Dia bilang badanku bagus. Dia bilang badanku bagus. Dia bilang badanku bagus,' ulangnya berkali-kali.

"Eh? Tapi, 'itu' maksudnya apa? Bukan..."

Woohyun menatap perutnya yang menjadi dambaan kaum hawa dan lelaki gendut diluar sana. Otot sixpacknya memang tidak begitu jelas karena Woohyun dapat otot ini hasil angkat kotak barang di dapur, bukan gym seperti kebanyakan orang. Tapi, apa benar Sunggyu memuji perutnya ini? Atau punggungnya yang sering membuat Myungsoo dan Monsoo merengek iri? Atau lengannya yang sering jadi incaran pelanggan restoran lajang seumur hidup? Atau malah...

Wajah Woohyun memerah sampai telinga saat menyadari celana yang basah mencetak bagian privat begitu jelas. Apalagi celana ini berbahan kain, bukan jins yang cenderung kaku jika bas

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
YasuharaNiwa #1
Jarang bngt nemu fanfic infinite yg b. Indonesia. Thank you thank you
akitou
#2
Chapter 21: Perasaan susah bangat mereka mau kisseu aja..... Bang uyon kita melihat bintangny sambil bakar jagung yokkk....
akitou
#3
Chapter 20: Pendek ato panjang yg penting author senang..... Saya pembaca yg sabar kok... (pdhl suka nuntut cpt update) >_<
Yuerim #4
Chapter 20: Sampai lupa gimana alur ceritanya. Thankyou sudah ingetin kalau cerita ini masih eksis. Dan thankyou juga sudah update cerita. Makin bikin penasaran aja ceritanya.
kaisoo_meanie #5
Chapter 20: Pengennya update cepet tapi panjanggggg
irenewijaya06 #6
Chapter 19: Thankyou kak udah update ?? selalu nungguin inii dan setia nunggu perkembangan hubungan woogyu aaaaaa.. ayoo cepet honeymoon ?
kaisoo_meanie #7
Chapter 19: Makasih udah di lanjut, aku nungguin lanjutannya lagiii, kepoo
akitou
#8
Chapter 19: Title hhuawa..... Bikin salah paham kirain bakal ada sesuatu.... Ayah membuyarkan suasana
gari_chan #9
Chapter 18: Woohyun sungguh selow tetap selow, walau di gosipin bodo amat, gyu ikutin woohyun tuh suami mu patut di contoh