Crazy Love

Wild Imagination by doubleAA10

"Ravi.. apakah aku salah?" gumamku ketika kami—aku dan Ravi—tengah bertanding PSP di kamarku.

"Maksudmu?" tanya Ravi tanpa mengalihkan pandangannya dari PSP di tangan. Salahkan pada kecintaan kami pada yang namanya game sehingga ketika kami bercakap-cakap seperti ini, pandangan kami masih tetap tertuju pada PSP meskipun kami tengah melakukan pembicaran serius.

"Kau tahu.. aku.. Leo-hyung dan juga Ken-hyung..." lirihku bingung. Jujur saja, kedua orang itu membuat hidupku yang selama ini damai dan tenang menjadi terusik.

"Kau masih belum bisa menentukan siapa yang kau cintai di antara mereka berdua?" tanya Ravi to the point.

Aku hanya bisa menghela nafas mendengar pertanyaan Ravi. Sudah beberapa minggu ini suasana hatiku mendung karena dua namja tadi. Choi Ken dan juga Jung Leo.

"Aku tak tahu Ravi.." ujarku lirih sambil mematikan PSPku dengan sembarangan, yang mengakibatan seruan tak terima dari Ravi yang menjadi lawanku. Aku beranjang dari lantai kamarku—tempatku bertanding PSP dengan Ravi tadi—dan menjatuhkan tubuhku ke atas ranjang sambil menyilangkan kedua lenganku di atas wajahku yang kini pasti terlihat keruh.

"Apakah aku salah kalau aku mencintai keduanya, Ravi?" tanyaku lirih dengan suara bergetar menahan tangis.

"Don't you dare to cry in front of me, Chwang," ancam Ravi ketika mendengar suaraku yang bergetar.

Eh? Kalian berpikir kalau Ravi itu kejam?

Ani. Ani. Kalian salah. Dia berkata begitu karena aku—yang sebelumnya hampir tidak pernah menangis—kini jadi sering menitikkan air mataku beberapa minggu belakangan ini—setelah kedua namja bernama Ken dan Leo mengatakan kalau mereka mencintaiku.

Eh? Kalian bilang aku harus merasa senang karena dua namja paling tampan dan paling terkenal di YGSM University itu mencintaiku?

Apa otak kalian itu hanya berupa kumpulan neuron kosong yang tak ada isinya sama sekali, hah?

—ah, aku sedang emosi sekarang ini. Jadi, jika kalian memang orang baik, tanpa aku minta maaf pun, kalian pasti akan memaafkanku, Iya kan?

Nah, kembali ke persoalan tadi, yang membuatku merasa sangat tertekan karena pernyataan cinta keduanya adalah karena keduanya itu orang yang mengisi hatiku. Membagi hatiku dengan perasaan yang bernama cinta itu menjadi dua bagian yang sama besar dan saling mendominasi.

Leo-hyung, yang merupakan ketua dari klub musik yang kuikuti di kampus ini, adalah namja dengan wajah tampan di atas rata-rata, dengan sikap yang tegas, sedikit kaku dan sedikit dingin, namun di balik itu, aku sangat tahu kalau Leo-hyung adalah tipe namja yang sangat perhatian dan memiliki hati yang lembut, dan juga sangat bisa di andalkan dalam hal apapun. Sungguh aku mengakui kalau aku selalu merasakan debaran kencang ketika sesekali ia menyunggingkan senyum di bibirnya yang berbetuk hati itu, atau memamerkan tawanya yang mempesona. Ditambah lagi.. dengan suaranya yang sangat y setiap kali ia mengiringi lagu dengan rappnya yang apik.

Jika kalian berpikir Leo-hyung adalah namja tipe kutu buku, kalian sangat salah, karena Leo-hyung itu memegang sabuk hitam dalam karate. Sewaktu masa Senior High School, ia adalah juara nasional di seluruh Korea—membuat badannya memiliki struktur tubuh yang sangat manly. Dan lagi, Leo-hyung adalah anak tunggal dari pemilik Jung Corp yang memiliki banyak cabang di Korea dan juga di luar negeri.

Tampan, kaya, maskulin, berbakat. Tak heran meskipun sikapnya kaku, namun banyak yeoja yang mengejarnya dan menganggap sikap kakunya itu sangat cool dan manly. Mungkin memang itu adalah kelebihan Leo-hyung secara fisik, namun yang paling membuatku tak tahan adalah, ketika aku memikirkannya, jantungku berdetak dengan begitu kencang, dan dadaku terasa hangat, membuatku tersenyum bahagia karenanya.

Bukankah itu yang disebut dengan rasa cinta ketika hatimu merasa hangat dan bahagia ketika memikirkannya?

.

Ken-hyung, berbeda dengan Leo-hyung. Bahkan bisa di bilang jika keduanya adalah tipe yang sangat bertolak belakang. Ken-hyung adalah tipe namja playboy yang sudah sangat terkenal seantero YGSM ini. Hobinya bergonta-ganti pacar bahkan bisa diibaratkan kalau namja itu lebih sering bergonta-ganti pacar di bandingkan berganti motor—yang selalu ia ganti setiap harinya.

Namun tak ada yang bisa menandingi keseriusan dan kecermatannya mengambil langkah di setiap pertandingan basket antar kampus itu. Ya, Ken-hyung adalah kapten tim basket YGSM University ini—yang sudah mempersembahkan banyak piala, trofi dan piagam penghargaan untuk kampus ini.

Wajahnya yang tampan, kekayaan yang melimpah, keahlian basket yang tak diragukan lagi membuat namja itu menjadi rebutan para yeoja di manapun ia berada. Akan tetapi, tak hanya itu yang membuatku merasa jatuh di hadapannya. Sikapnya yang terbilang riang, easy going, simple, dan sangat baik pada hoobaenya—aku, karena aku adalah salah satu anggota tim basket—selalu membuatku merasa tak karuan. Dan berbeda dengan Leo-hyung, setiap kali memikirkan Ken-hyung, jantungku terasa menggila, membuat hatiku terasa sesak dan air mataku seakan ingin mengalir.

Bukankah itu juga cinta, ketika kau merasa sesak berlebihan karena memikirkannya dan kau meneteskan air mata tanpa kau tahu sebabnya?

.

Dan beberapa minggu lalu, keduanya menyatakan kalau mereka mencintaiku, dalam satu waktu yang sama. Mereka mengatakan kalau mereka menyukaiku semenjak pandangan pertama. Dan mereka memintaku untuk memilih salah satu dari mereka. Siapapun pilihanku, yang tak terpilih akan mengalah dan merelakanku dengan tulus.

Hah..

Dengan perasaan yang terlalu kuat ini, aku tak akan mungkin bisa memilih di antara keduanya. Jika aku memilih Leo-hyung, hatiku akan terasa remuk karena terus-terusan memikirkan Ken-hyung yang sudah memang sudah memiliki separuh bagian hatiku.

Akan tetapi, jika aku memilih Ken-hyung, hatiku secara perlahan akan mendingin dan akhirnya aan mengeras seperti es, karena tak akan lagi bisa merasakan hangatnya hatiku yang sudah terbawa pergi oleh Leo-hyung.

Kalau begini... apa yang harus kulakukan? Hatiku mendambakan keduanya agar aku bisa merasa utuh.

Jika memilih salah satunya... meski di satu sisi aku bisa merasa bahagia, namun tak bisa di pungkiri kalau aku merasa sangat tersiksa. Hatiku tak akan bisa utuh karena separuh belahannya akan remuk ataupun membeku.

Jika aku menginginkan keduanya, memiliki keduanya bersamaan, mungkin aku akan merasa bahagia dan utuh. Namun... bagaimana dengan keduanya? Tegakah aku menduakan keduanya yang sudah tulus mencintaiku? Bisakah hatiku dengan serakahnya melukai keduanya?

Ani... aku sungguh tak bisa melakukannya.. Aku mencintai keduanya—terlalu mencintai keduanya hingga tak mungkin bagiku untuk memilih salah satunya, ataupun menduakan keduanya...

Dan jika aku tak bisa memiliki salah satu maupun keduanya.. hanya tinggal satu pilihanku kan?

"A-aku akan menolak keduanya, Ravi," ucapku lirih, namun berusaha terdengar tegar. Ya, kurasa itu lebih baik bagi keduanya. Aku tak akan mungkin bisa memilih salah satu jika separuh hatiku menginginkan yang lain.

Ini lebih baik. Karena keduanya adalah orang yang sangat baik dan sempurna, sudah sepantasnya jika keduanya menemukan seserang yang bisa mencintai keduanya dengan sempurna, dengan sepenuh hatinya... tidak malah sepertiku...

"Apa kau bilang Chwang?" kudengar seruan dari Ravi ketika ia mendengar ucapanku. "Jangan bercanda kau, Lee Hongbin!"

Kurasakan tempat tidurku bergoyang, dan sedetik kemudian kedua tanganku ditarik paksa oleh tangan Ravi—yang kini mentapku dengan ekspresi yang campur aduk—antara marah, tak terima, dan juga sedih.

"Jangan berkata kalau kau akan menolak keduanya, dengan wajahmu yang penuh air mata itu, Lee Hongbin," geramnya ketika melihat wajahku yang sudah tak tertutup lenganku. Tanpa perlu melihat cermin pun, aku sudah tahu kini wajahku seperti apa. Wajah yang sangat buruk dengan mata bengkak karena menangis, hidung yang merah, dan juga pipi basah, dengan raut yang terlihat begitu mengibakan.

Heh.. seorang evil sepertiku bisa di buat seperti ini... kedua namja itu memang mengerikan.

"Kurasa.. ini yang terbaik untuk kami bertiga, Ravi," lirihku lagi—dan aku tahu, bersamaan dengan kalimatku tadi, setetes air mata kembali mengalir dari sudut mataku.

Kudengar Ravi menghela nafas perlahan. "Bersaudara denganmu belasan tahun membuatku paham benar kalau kau sudah membuat keputusan, sekuat apapun aku mempengaruhimu, kau tak akan mengubahnya kan?" . Pertanyaan Ravi membuatku sedikit menyunggingkan senyum , meski air mata belum berhenti mengalir dari mataku.

"Jangan menangis lagi padaku jika suatu saat kau sakit hati melihat si Jung Leo atau si Choi Ken itu meggandeng yeojachingunya!" seru Ravi sambil turun dari tempat tidur—aku tahu karena springbedku bergoyang. "Menangis saja sepuasmu sekarang. Aku tak akan mengganggumu," ucapnya lagi sambil keluar kamar dengan membanting pintu kamarku.

"Kau memang paling mengerti aku, Ravi," gumamku lirih sambil meraih bantal, melesakkan kepalaku kuat-kuat, dan mulai menangis di sana.

Tangisan yang semula pelan itu kini berubah mengeras seiring dengan hatiku yang semakin sakit memikirkan keduanya. Dan saat terbersit dalam benakku bayangan keduanya menggandeng yeojachingu mereka dan tersenyum lembut... tangisku berubah menjadi raungan yang menyayat hati.

.

.

.

To : Leo-hyung

Subject : Pilihanku

Re : -

Leo-hyung, besok ku tunggu di atap gedung fakultas Matematika jam 4 sore.

.

.

To : Ken-hyung

Subject : Pilihanku

Re : -

Ken-hyung, besok ku tunggu di atap gedung fakultas Maematika jam 4 sore.

.

.

.

"Kau yakin akan berangkat dengan wajah sembab seperti itu, Chwang?" tanya Ravi ketika kami akan berangkat bersama ke kampus.

"Nde. Ini harus kuselesaikan sekarang juga, sebelum aku berubah pikiran," sahutku sambil mengambil kaleng dingin dan mengompreskanya ke kedua mataku. "Kau yang menyetir hari ini. Dan usahakan agar kita sampai dengan selamat, Ok?" peringatku pada Ravi yang memang tak terlalu handal menyetir.

"YA! Biarpun aku tak selihai kau yang biasa main kebut-kebutan di jalan, tapi aku ini bisa mengemudi dengan normal tahu!" seru Ravi tak terima mendengar kata-kataku tadi.

"Ne. Ne. Kau memang mahir, sampai-sampai merusakkan bemper mobil kita untuk kesekian kalinya giliranmu mengemudi. Ya, aku mengerti," ucapku lagi sambil memasuki mobil kami dengan santai.. Yaah, setidaknya mengganggu Ravi seperti ini cukup bisa membuatku tenang.

"YA! Sialan kau Lee Hongbin!" seru Ravi kesal sambil membanting pintu ketika ia masuk. "Itu kan hanya kecelakaan waktu memarkir mobil! Kau tahu sendiri kalau aku memang tak bisa memarkirkan mobil dengan benar!" serunya tak terima.

"Nde. Dengan lahan parkir yang lebarnya dua kali lebar mobil kita saja kau bisa menabrak mobil di sebelah. Kau memang sangat mahir, saudaraku."

"Isshh! Kau ini benar-benar menyebalkan, Lee Hongbin! Sopanlah padaku yang lebih tua ini!"

"Umurmu memang tua, tapi kelakuanmu lebih kekanakan dariku, Ravi. Mana mungkin aku mau bersopan-sopan denganmu."

Dan pertengkaran demi pertengkaran terus saja mengiringi kepergian kami menuju kampus.

.

.

.

"Huuuuufthh.." . Aku menghela nafas dengan berat ketika aku berada tepat di depan pintu yang memsisahkan anak tangga dengan atap gedung fakultasku yang luas itu.

'Bertahanlah Lee Hongbin!' seruku dalam hati, meskipun kini sebuah senyum pun bahkan tak bisa kuulas di bibirku.

CKLEK

Aku menyipitkan mataku sekilas merasakan sinar matahari sore yang menyorot langsung padaku. Dan ketika aku bisa melihat dengan jelas, Leo-hyung dan Ken-hyung sudah berada tepat di depanku dan menatapku—mengharapkan jawaban dariku.

Aku meneguk ludahku dengan sulit ketika kesadaran bahwa aku akan menyiakan kedua namja itu—menamparku dengan keras. Aku meringis perih ketika benar-benar menyadari bahwa setelah ini... setelah apa yang akan kukatakan nanti... aku tak lagi berhak untuk sekedar mengatakan saranghae pada dua orang yang kucintai..

—NYUTTT

Ya Tuhan.. kuatkanlah aku...

"Leo-hyung.. Ken-hyung... Mianhae..." Ucapku sambil langsung menundukkan badanku agar tak langsung menatap keduanya. Aku tak ingin jika aku menatap keduanya.. keputusanku akan goyah.

"A-aku.. tak bisa menerima perasaan kalian... A-aku rasa.. ka-kalian akan bisa—" aku menghentikan ucapanku sekejap karena tenggorokanku tercekat dan suaraku sulit keluar. "—Ka-kalian akan bisa menemukan.. menemukan orang yang lebih baik.. lebih baik dariku.."

.

..

...

...tes...

Aku segera mengusap air mata yang lolos dari sudut mataku—berharap keduanya tak melihatnya. "Ha-hanya itu... yang ingin kusampaikan... se-selamat tinggal.. hyung.." lanjutku sambil menegakkan tubuh dan segera berlalu meninggalkan keduanya tanpa ingin mendengarkan jawaban keduanya.

GREPP

"Eh?" kagetku ketika kurasakan ada yang menahan kedua lenganku dari belakang. Kutolehkan kepalaku dan kedua mataku membulat melihat bahwa kini tangan Leo-hyung menahan lengan kananku dan Ken-hyung menahan lengan kiriku.

"Hongbin/Hongbin," panggil keduanya padaku. Aku mengangkat wajahku dan langsung menundukkannya lagi saat kedua iris mataku menatap langsung pada dua pasang mata yang menatapku sama tajamnya. "W-wae.. hyung..?"

"Katakan, kenapa kau menolak kami?" tanya Leo-hyung yang kini meraih daguku dan mengangkatnya—membuatku mau tak mau menatap langsung sepasang mata elang milik Leo-hyung.

"A-aku.. kurasa kalian.. bisa menemukan yang lebih baik dariku," sahutku sambil mengalihkan pandang dengan menatap ke hamparan kosong di belakang Leo-hyung. Tidak bisa. Aku tak akan bisa mengatakan ini jika aku harus menatap langsung mata Leo-hyung.

"Jawab dengan menatap langsung padaku, Hongbin," tegur Leo-hyung yang malah makin membuatku tak berani menatap mata tajamnya.

"Dan lagi, apa maksudmu yang lebih baik darimu? Bagi kami, kaulah yang terbaik, Hongbin," . Ucapan Ken-hyung langsung membuatku menoleh ke arahnya.

"Hyung... hyung tak tahu apa-apa!" bentakku dengan air mata yang kembali lolos dari iris beningku. Aku menghapus kasar air mata yang sudah mulai akan mengalir itu.

"Katakan.. Katakan apa yang tak kami ketahui, Hongbin," ucap Leo-hyung yang membuatku kembali menoleh padanya.

"A-aniya. Lu-lupakan saja kata-kataku tadi, hyung," sahutku gugup. Sungguh, saat ini, aku sangat tak ingin kalau sampai menangis di depan keduanya.

"Kalau kau tak mengatakannya, kami tak akan pernah menyerah mengenaimu, dan takkan pernah menyerah untuk mendapatkanmu." . Sahutan dari Ken-hyung membuatku terpaku.

"Kami mencintaimu, Hongbin. Dan hanya kaulah satu-satunya yang menempati hati kami. Biarpun kami mencoba mengusirmu dari sana, tahta di hati kami hanya milikmu seorang, Lee Hongbin. Dan itu takkan berubah sampai kapanpun."

"Aishh.. Kau jangan menangis begitu, Hongbin. Air matamu membuat kami merasa sakit."

Kurasakan sebuah usapan lembut di pipi kanan dan juga kiriku yang kini sudah basah.

Bagaimana mungkin air mataku tak mengalir mendengar ucapan keduanya. Ucapan yang membuatku merasa senang dan sakit sekaligus. Tak tahukah kalian.. bahwa semakin kalian mengatakan bahwa kalian mencintaiku, hatiku di lambungkan tinggi dalam satu detik, dan langsung di hempaskan dengan keras hingga hancur pada detik berikutnya?

Tak tahukah kalian, kalau ini semua terasa begitu sulit bagiku? Tak tahukah kalian kalau aku harus merelakan hatiku hancur dan mendingin saat ku ambil keputusan menyulitkan ini? Tak tahukah kalian berapa banyak air mata yang kukeluarkan untuk menangisi kalian berdua?

Dan kini... ketika aku merasa yakin dan mempersiaokan diri untuk melepaskan kalian.. kenapa kalian malah berkata seperti itu? Tak mengertikah kalian kalau aku bahkan lebih mencintai kalian daripada kalian mencintaiku? Tak mengertikah kalian betapa senangnya hatiku saat kudengar bahwa kalian berdua juga mencintaiku?

Tapi... tak mengertikah kalian bahwa itu semua menyakitiku... menyakiti hatiku.. yang kini terbagi dua dengan kadar cinta yang sama untuk masing-masing dari kalian?

"...saranghae..." ucapku tanpa sadar ketika aku melihat tatapan yang lembut dari keduanya saat mengusap air mataku. "...mianhae... saranghae..." racauku tak karuan. "...ini tidak benar.. hiks.. hyung.. Perasaanku pada kalian berdua.. hiks.. ini semua... tidak benar.. hiks.." Aku menjauhkkan tubuhku dari keduanya sambil menggelengkan kepalaku.

"Aku.. hiks.. aku tak bisa memilih.. kalau.. kalau kalian.. hiks.. kalian berdualah.. yang kini membagi hatiku.." Aku mengusap kasar kedua pipiku yang terasa semakin basah. "Ak-aku.. mencintai.. kalian berdua.. hiks.. mianhae.." Kutundukkan kepalaku sambil mengusap kedua mataku yang tak henti-hentinya mengeluarkan air mata. Sungguh aku tak berani menatap keduanya. Kini keduanya pasti.. menganggapku menjijikkan.. ukh..

Aku mundur satu langkah ketika kurasakan ada yang mendekat padaku. Tak tahu kenapa.. tapi aku sungguh merasa takut dengan reaksi keduanya. Kembali mundur satu langkah saat kulihat ada sepasang sepatu yang kini berada di depanku.

"Jangan takut, Hongbin."

Aku hanya menggeleng dan terus memundurkan tubuhku ke belakang setiap kali orang didepanku melangkah maju mendekatiku, hingga—

BRUKK

—aku tak bisa mundur lagi karena tembok yang menghentikan langkahku.

GREPP

"Katakan sekali lagi, siapa yang kau cintai, Hongbin," perintahnya padaku dengan nada tegasnya yang biasa ia ucapkan ketika memimpin timnya dalam pertandingan.

"A-aku.. aku mencintai.. kalian berdua.." sahutku dengan patuh, entah bagaimana, setiap mendengar suara Ken-hyung yang terdengar tegas, aku langsung mematuhinya tanpa kutahu sebabnya.

"Hongbin, siapa yang lebuh kau cintai di antara kami?"

Aku menggeleng mendengar pertanyaannya. "Po-posisi kalian sama besarnya hyung.. mianhae.." . Aku menundukkan kepala makin dalam karena takut.

"Jadi, apakah kau menolak kami karena kau mencintai kami berdua, begitukah Hongbin?" . Suara lembut yang sayup-sayup kudengar membuatku menganggukkan kepala. Menjawab keduanya dengan jawaban yang jujur.

Jika suara tegas Ken-hyung membatku patuh, suara lembut Leo-hyung membuatku tak pernah bisa berbohong padanya.

"Good boy."

"Eh—hmmmpp!" Aku sudah akan bertanya ketika mendengar ucapan Leo-hyung, namun aku langsung memberontak ketika kurasakan sebuah sapu tangan menutupi mulut dan hidungku. Tanpa sadar aku menghirup sesuatu yang basah di sapu tangan itu.. dan perlahan.. tubuhku melemas..

.

..

...

...gelap...

.

.

.

"Ukh.." gumamku ketika kurasakan percikan air mengenai wajahku. Aku menggelengkan kepalaku dan berusaha menggerakkan tanganku, namun—

"Eh?"

—tanganku tak bisa di gerakkan sedikitpun?

"U-ukhh.." aku menggeram sambil berusaha menggerakkan kedua tanganku yang kini terasa di rentangkan, namun sama sekali tak bisa kugerakkan. Aku berusaha membuka kedua mataku, namun hanya kegelapan saja yang kini terhampar di depanku.

Bukan. Ini bukan kegelapan yang normal.. ini seperti... ada yang menutupi kedua mataku dengan sesuatu yang gelap..

"S-siapa?" tanyaku dengan suara yang agak bergetar. Hei, siapa yang tidak merasa sedikit takut jika kau tak tahu sedang berada di mana, dengan siapa, dan dengan keadaan dimana matamu di tutupi dan kedua tanganmu tak bisa di gerakkan karena terikat dengan sesuatu yang dingin?

"Ah, kau sudah bangun, Hongbin." . Sebuah suara menyentakku dari kebingungan.

"D-Ken-hyung? A-apa yang terjadi? Bi-bisa kau bantu aku melepaskan ini?" tanyaku sambil berusaha menggerakkan kedua tanganku, namun tiada hasil.

"Bagaimana ya Hongbin, sepertinya Ken tak bisa melakukannya tuh." Suara yang familiar kembali terdengar di telingaku. Namun nada aneh yang tertngkap indra pendengaranku membuatku merinding.

"Yu-Leo-hyung?" panggilku dengan sedikit takut.

"H-hyung?" panggilku lagi ketika kudengar dua langkah kaki yang semakin mendekatiku. "Hyung..?"

"Karena kau sudah berbaik hati membagi hatimu untuk kami berdua, biarkan kami memberikanmu hadiah, Hongbin/Hongbin."

.

.

.

~TBC~

Annyyeeongg~!

Author balik lagi bawa FF baru nih #digampar gara-gara FF lama nggak di publis, malah nambah utang baru

Ini cuma twoshot koq.. dengan full NC di next part.

Adakah yang masih mau lanjutannya FF ini?

Kalau banyak yang minta, sebelom hari sabtu, bakal aku apdet nih~

 

 

Chapter 2


.

.

"Karena kau sudah berbaik hati membagi hatimu untuk kami berdua, biarkan kami memberikanmu hadiah, Hongbin/Hongbin."

.

.

.

Ela_Ravinie aka Laila-ela Lee MinRavi YeWook proudly presents

An Alternate Universe Fanfiction

"Crazy Love" part 2

Length : 2 of 3

Pair : HoMin7en (JungLeo X Lee Hongbin X Choi Ken aka Ken)

Rated : M for this Mesum dan Mature content

Warn : NC! LEMON! ! HARDCORE! ! ! Typo's, OOC


*Author PoV*

"H-hyung? A-apa maksudnya ini? Lepaskan aku!" seru Hongbin yang kini merasa gentar dalam hati mendengar suara dua namja yang lebih tua darinya itu. Bagaimana mungkin seseorang tak merasa takut ketika dalam keadaan terikat dan dengan kedua mata yang di tutup hingga tak bisa melihat apapun. Bukankah kegelapan selalu di takuti manusia?

Kedua namja yang kini menjauhkan wajah mereka dari Hongbin, tersenyum puas melihat reaksi Hongbin. Ah, dan melihat betapa helplessnya situasi Hongbin, kedua namja itu kini menyeringai senang.

"Saranghae, Hongbin," ucap Leo sebelum ia meraih kerah baju Hongbin, dan—

SREETTT!

—ia menggunakan kedua tangannya untuk merobek kemeja yang menutupi tubuh atas Hongbin hingga semua kancingnya terlepas. Kini kemeja itu seolah tak berguna, karena tubuh atas Hongbin, bisa terlihat dengan jelas untuk kedua mata Leo dan Ken yang kini menjilat bibir mereka melihat pemandangan di depannya itu.

"H-Hyung? A-apa yang kau lakukan?" ucap Hongbin yang merasa ngeri membayangkan apa yang menyebabkan bunyi menggema di depannya tadi. Dengan suara kancing yang jatuh dan bergema di ruangan itu.. ia bisa menebak apa yang dilakukan entah siapa itu pada kemejanya, tapi sungguh, ia sangat-sangat berharap kalau itu hanya perkiraannya saja.

"Aniya, kami tak melakkukan apa-apa, Hongbin~" ucap Ken dengan suaranya yang santai, dan kini namja itu mengulurkan tangannya untuk menyentuh langsung tubuh Hongbin.

"A-aaahhh.. hyungghh.. ap-apa yang kau.. lakukanhh.." ucap Hongbin di antara desahan yang meronta untuk keluar dari bibirnya ketika ia merasakan tangan yang meraba tubuh bagian depannya, dan tangan itu langsung meremas dadanya dan memainkan kedua nya.

Namun tindakan Hongbin yang tak bisa menahan desahannya keluar itu malah makin membuat kedua namja di depannya itu semakin menyeringai senang. Keduanya saling bertatapan, dan saling tersenyum penuh arti. Berpuas diri akan rencana dan kesepakan yang telah mereka buat tanpa sepengetahuan Hongbin.

.

Eh?

Kalian ingin tahu mengenai kesepakan itu?

Baiklah, akan kubawa kalian pada kejadian yang terekam oleh waktu, beberapa hari yang lalu.

.

.

.

*Flashback*

"Hyung," pangil Leo pada Ken yang tengah bersantai di kamarnya.

"Wae?"

"Kemana ummamu? Aku kangen padanya dan akhirnya menyempatkan waktu mampir kemari, tapi yang kutemukan hanya kau yang teengah bersantai di kamar," tanya Leo panjang lebar.

"Umma? Apa kau tak tahu kalau umma baru saja pergi bersama appa untuk berkunjung ke rumahmu?" sahut Ken heran. Jelas saja dia heran karena entah kenapa, dia sering sekali melihat Leo dan Ummanya yang berselisih jalan, seperti yang terjadi sekarang ini.

"Aisshh.. Kenapa lagi-lagi begini sih?" seru Leo frustasi dan akhirnya ia menjatuhkan diri di ranjang milik Ken.

Ken hanya geleng-geleng kepala melihat sikap Leo, sepupu jauhnya yang entah kenapa sangat dekat dengan ia dan keluarganya.

Ya, Jung Leo dan Choi Ken memiliki hubungan darah, meski pertalian darah mereka sangat jauh. Kakek Ken adalah oppa dari Nenek Leo. Dan meskipun sudah saling punya anak-cucu masing-masing, keduanya kakak-beradik itu masih sangat dekat, yang akhirnya ikut membuat kedua keluarga besar Choi dan Jung—karena nenek Leo menikah dan berganti marga menjadi Jung—menjadi dekat juga, meskipun sangat sedikit yang tahu kalau keduanya adalah sepupu jauh. Oh, dan satu lagi, Hongbin juga tak mengetahui kenyataan kalau keduanya adalah saudara.

"Kurasa Hongbintak akan memilih salah satu dari kita," gumam Leo tiba-tiba, yang membuat Ken kini menegakkan tubuh dari posisi santainya yang bersandar di sofa. Yah, sesuatu mengenai Hongbin selalu bisa membuat keduanya berubah menjadi serius.

"Apa maksudmu?" tanya Ken hati-hati. Pasalnya, sedari tadi, selama ia bersantai, pikirannya melayang jauh memikirkan namja manis yang beberapa minggu lalu baru ia tembak itu. Dan pemikiran terakhir yang melintas di benaknya juga sama. Bahwa Hongbin tak akan memilih salah satu dari mereka.

"Kurasa, melihat dari cara berpikirnya selama ini, itulah satu-satunya hal yang mungkin akan di lakukan Hongbin," sahut Leo yang kini membenahi posisinya dan sekarang ia tengah duduk bersila di atas ranjang Ken. Kini keduanya tengah bertatapan serius.

"Arrasseo. Tapi meskipun begitu, aku yakin kalau ia menyukaiku, meskipun aku tak mengabaikan kenyataan kalau Hongbin juga terlihat menyukaimu." Leo mengangguk mendengar perkataan Ken.

"Bagaimana kalau kita andaikan, Hongbinmenyukai kita berdua. Kalau itu yang terjadi, menurutmu, apa keputusan yang akan ia ambil?" tanya Leo memberikan pertanyaan spekulasi.

"Kalau memang begitu, kurasa keputusan bahwa ia tak akan memilih salah satu dari kita akan semakin kuat," sahut Ken yakin, sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Aku tak tahu denganmu, tapi kalau memang Hongbinmempunyai perasaan terhadapku meski hanya secuil, aku tak akan pernah menyerah untuk medapatkannya," ucap Leo dengan penuh kesungguhan hati, yang membuat Ken menatapnya dengan tajam.

"Aku juga tak ada niat sedikitpun untuk berhenti mendapatkan Hongbin," balas Ken tajam.

Andaikata diibaratkan, kini keduanya tengah bertarung dengan deathglarenya masing-masing. Berusaha untuk saling menjatuhkan tekad dan niat yang tercermin jelas pada masing-masing onyx itu. Saling melempar tatapan tajam demi memenangkan satu hadiah yang paling berharga dalam hati—salah, yang paling berharga dalam hidup mereka.

Bagi Leo, Hongbin adalah satu-satunya namja yang langsung menarik perhatiannya dalam waktu sekejap. Love at the first sight mungkin adalah frasa paling konyol yang pernah di dengar seorang Jung Leo yang dingin, cuek dan realistis.

Namun dalam satu detik itu, saat ia pertama kali melihat seorang Lee Hongbin memasuki ruang musik tempatnya berada, rasanya seperti ia di panah secara telak oleh panah cupid, yang arah panahnya langsung tertuju pada Hongbin yang celingukan bingung di depan pintu.

Astaga.. jika saat itu kalian bisa melihat wajah Hongbin melalui sudut pandang Leo, bisa di pastikan kalau kalian akan langsung jatuh hati dan tak akan sanggup untuk berpaling ke lain hati.

Waktu itu... sekitar pukul 2 siang. Leo yang memang ketua klub musik, selalu berada di ruang musik setiap pelajaran berakhir. Dengan yeojadeul yang selalu mengikuti dan mengganggunya setiap hari dan setiap waktu, menghabiskan waktu di ruang musik yang tenang dan damai selalu menjadi pilihannya.

Leo mengalihkan pandangan dan menatap pintu ruangan ketika ia mendengar suara langkah kaki yang mendekat ke arah ruangannya. Langkah kaki yang tak nyaring, membuatnya tahu kalau bukan yeoja dengan heels tinggi yang kini berdiri di balik pintu ruangannya.

Leo menunggu pintu terbuka, namun apa yang ia pikirkan tak terjadi juga. Ia tajamkan pendengarannya dan ia mengulas senyum tipis ketika ia mendengar langkah kaki itu menjauh, berhenti sebentar, dan kembali melangkah mendekat ke arahnya, untuk kemudian berdiam saja di sana. Dan hal itu terjadi berulang kali hingga akhirnya Leo tak tahan dan berseru agar orang itu masuk.

CKLEK

Pintu terbuka, dan Leo yang ingin mengeluarkan pertanyaan, kini hanya bisa diam terpaku melihat wajah yang tersembul dari balik pintu. Satu kata yang pertama terlintas dalam benaknya adalah anak-anak.

Bukan, bukan anak-anak dalam arti harafiah, namun lebih merujuk pada betapa polos ekpresi yang terpasang di sana, dan ketika ia melihat Leo dan mengembangkan senyum polosnya, ia benar-benar terlihat seperti orang yang murni, tanpa memiliki secuil dosapun

Dan percayalah, detik itu juga, hati Leo sudah terpanah dengan anak panah cinta dari sang cupid, karena jantungnya langsung mengila—bahkan serasa ingin keluar dari tempatnya agar bisa berdekatan dengan namja manis itu— karena melihat senyum polos itu.

Ya, ya. Mungkin itu terdengar sangat biasa ketika kau jatuh cinta pada pandangan pertama. Namun, hal biasa itu menjadi sangat luar biasa, ketika kadar cinta itu semakin hari bukannya makin menghilang, namun malah semakin mengakar kuat dalam hatinya. Melesakkan setiap inchi perasaan itu semakin dalam, tanpa bisa ia cegah dan tanpa bisa ia musnahkan.

Waktu yang berlalu membuat Leo semakin mengerti sifat seorang Lee Hongbin yang ceria dan kekanakan, namun bisa menjadi sangat evil terhadap teman satu klubnya. Dan bagi Leo, sifat evil macam itu membawa angin segar bagi dirinya yang terlalu kaku dalam menjalani hidup. Bersamaan dengan semakin masuknya Hongbin dalam hidupnya, semakin banyak pula bibirnya itu membentuk senyum tulus yang berasal dari hatinya.

.

Lain dengan Leo, tentu lain juga dengan Ken. Namja yang terkenal playboy dengan jiwa player sejati di dalam dirinya itu harus dibuat kelimpungan ketika mendapati hoobae yang baru pertama kali itu ia lihat. Bukan apa-apa, hanya saja melihat tingginya yang melebihi rata-rata, di bandingkan dengan wajah imutnya dan usianya yang lebih muda empat tahun darinya itu—info yang dia dapat ketika bertanya pada salah satu rekan timnya—cukup membuatnya kaget. Tapi tak hanya itu, kemampuan namja berwajah manis itu dalam menguasai bola dan lapangan sungguh mengagumkan. Membuatnya tersenyum dengan sumringah merasakan antusiasme untuk menantang dirinya mengetahui kemampuan maksimal namja itu.

Tak perlu di tanya lagi, Ken dengan segera masuk ke dalam lapangan , mengusir salah satu rekannya dan ikut masuk ke dalam permainan yang tengah berlangsung dengan sengit. Permainan langsung terhenti dengan masuknya Ken—kapten mereka—namun seperti mengerti maksud Ken, permainan kembali berjalan. Dan hari itu berakhir dengan Ken yang tertawa puas sambil merangkul namja manis yang ia ketahui bernama Hongbin.

Pertemuan pertama yang cukup mengesankan bagi Ken, dan dengan berlalunya hari, Ken sadar sepenuhnya kalau ia tak lagi bisa melepaskan pandangannya sedetik pun ketika ada Hongbin di situ. Bukan hanya wajahnya yang manis itu yang menarik perhatiannya, namun setiap pergerakan kecil dari Hongbin selalu bisa membuatnya tanpa sadar terus melirik dengan ekor matanya.

Sikapnya yang terkadang sangat tak sopan dan sering membuat kesal teman-teman satu timnya yang kebanyakan lebih tua darinya itu membuat Ken selalu tertarik. Bahkan terhadapnya pun, terkadang namja itu melakukannya.

Sangat menarik, dan sangat menyenangkan bertemu namja yang bisa bersikap begitu padanya. Dan rasanya, semenjak ada Hongbin, Ken tak lagi sering terlihat bersama yeojadeul kecentilan yang sering melemparkan diri untuk menjadi pacar bergilirnya. Yang sering terlihat hanya Ken yang sering berkumpul bersama teman satu timnya, duduk di samping Hongbin, dan mengikuti setiap gerak-gerika namja manis itu melalui sudut matanya.

.

.

Saat ini, sudah cukup lama mereka berdua bertatapan dengan sengit. Namun keduanya masih belum ada yang mau menyerah dalam adu deathglare tersebut, hingga akhirnya—

"HAHAHAHAHAHA!"

—akhirnya keheningan akibat acara saling lempar deathglare itu terpecahkan dengan tawa menggelegar yang keluar dari keduanya.

"Haaah... besar sekali efek Hongbin itu pada kita ya?" tanya Ken setelah ia bisa menguasai dirinya lagi. Kini namja tampan itu kembali menyandarkan tubuhnya ke sofa empuk miliknya.

"Ne. Baru kali ini kita begini karena seseorang," setuju Leo sambil menjatuhkan punggungnya ke kasur empuk Ken. "Tapi kau harus tahu, aku sungguh tak bisa hidup tanpanya," gumamnya lirih, namun masih bisa didengar Ken.

"Kau.. benar-benar mencintainya?" tanya Ken penasaran. Pasalnya baru kali ini ia melihat Leo seperti ini lagi. Ya, lagi, karena sebelumnya ia hanya melihat Leo seperti ini ketika ia jatuh cinta pada namja cantik bernama Kim Hakyeon, yang kini sudah berada di alam lain karena leukimia yang menyerangnya.

"Sangat. Hanya dia yang bisa membuat hatiku menghangat lagi setelah kepergian BooJae," sahut Leo sambil memejamkan mata. "Lalu kau sendiri? Apakah menganggap Hongbinsebagai salah satu mainan hatimu yang bisa kau buang sesudah kau bosan sepeerti selama ini?" tanya Leo dengan nada rendahnya yang terdengar cukup mengancam bagi Ken.

"Ani. Kau tahu kalau aku ini biarpun suka berganti-ganti pacar, hanya Han Byul yang tak pernah aku putuskan, dan dia juga mengerti diriku yang suka berganti-ganti yeojachingu. Tapi kau tahu, sejak tujuh bulan lalu, aku sudah memutuskan Han Byul," terang Ken.

"Eh? Mwo? Jinjjayo?" tanya Leo tak percaya. Pasalnya, baru kali ini Ken sampai memutuskan Han Byul, yang sudah hampir tujuh tahun menjadi kekasihnya sejak jaman senior high school.

"Ne. Tentu saja. Aku sendiri tak mengerti, tapi saat bersama Han Byul, aku merasa kosong dan hampa. Dan lagi, setiap bersamanya, yang selalu terpikir dalam benakku hanyalah segala hal mengenai Hongbin. Kalau aku melihat Han Byul tengah makan, aku akan tersenyum-senyum sendiri dan teringat bagaimana ekspresi dan kemampuan makan dari Hongbin itu, hahahaha," ucap Ken yang diikuti tawa dari Leo ketika mengingat selera makan Hongbin yang istimewa itu.

"Dan akhirnya aku memantapkan hati untuk memutuskan Han Byul."

"Tapi meski begitu, aku masih tak mau melepaskan Hongbin, meski itu untukmu, hyung," ucap Leo tiba-tiba.

"Aku juga tak akan melepaskannya meski itu untukmu, Yun."

Keduanya terdiam. Sibuk berpikir mengenai apa yang akan mereka lakukan demi mendapatkan Hongbin yang sudah merebut hati keduanya. Dua-duanya sama-sama tak ingin menyerah untuk mendapatkan satu orang. Dan menurut penglihatan dari masing-masing, keduanya merasa kalau Hongbin juga memiliki perasaan terhadap keduanya. Dan kalau mereka berdua mencintai orang yang sama.. dan orang yang mereka cintai itu mencintai mereka...

"Yun..."

"Hyung..."

Keduanya saling menegakkan tubuh, saling menatap dan saling memanggil nama yang lain dalam waktu yang sama.

"Kalau kita berdua mencintai Hongbin.."

"Dan kalau Hongbin mencintai kita berdua.."

Keduanya kini saling menyeringai dan tatapan keduanya mengandung pengertian yang sama. Sebuah pemikiran yang tak perlu di perjelas karena keduanya sudah saling memahami. Yah, menjadi sesama anak tunggal dalam keluarga akhirnya membuat keduanya sangat dekat meskipun sifat mreka bertolak belakang.

"Hmm.. tapi aku sudah tak tahan untuk menyentuhnya Yun,"

"Aku juga, hyung. Dan kau tahu, di sudut kota Seoul ini, ada tempat bagus di mana kita bisa bermain dengan Hongbin,"

"Eh? Apa yang kau maksud itu.. di sana?"

Leo mengangguk mantap, dan keduanya kembali mengeluarkan seringainya yang berbahaya itu.

*Flashback end*

.

.

.

Dan kini keduanya sedang menikmati pemandangan tubuh Hongbin yang pasrah di depan keduanya. Dengan tangan yang terentang lebar dan terikat pada palang hitam yang bertaut dengan rantai, yang jika di telusuri, rantai itu terhubung pada tuas pengungkit, sehingga jika memang ingin, mereka bisa menaik turunkan tubuh Hongbin sesuka hati mereka.

Selain itu, kini mereka menggunakan penutup mata hitam untuk mencegah Hongbin mengetahui tempat keberadaan mereka—meskipun alasan sebenarnya adalah agar Hongbin bisa lebih merasakan sensasi sentuhan keduanya. Jika indra penglihatan kita tak lagi berfungsi, maka indra yang lain akan jadi lebih peka kan?

Ah, kalian masih belum bisa menebak tempat apa ini?

Baiklah, akan kuberitahu, kalau kalian berjalan keluar dan melihat ini dari luar, tempat ini hanya akan terlihat seperti sebuah pub murahan. Namun jika kalian sudah tahu mengenai tempat ini dan sudah mengenal pemiliknya, kalian akan tahu kalau tempat ini memiliki fasilitas ruang bawah tanah yang terbagi menjadi beberapa kamar yang di lengkapi dengan berbagai fasilitas, dan juga tempat ini sudah di rancang sebagai ruangan yang kedap suara.

Nah, dengan clue seperti itu, kalian tahu ini tempat apa kan?

Ya, ini adalah club, yang menyediakan fasilitas-fasiliatas dan alat-alat serta ruangan yang di butuhkan.

Dan kini, di kamar nomor tujuh, adalah kamar yang sudah di sewa oleh Leo dan Ken. Jadi jangan heran kalau disini tersedia berbagai macam benda yang aneh-aneh.

"Jangan curang, hyung," ucap Leo ketika melihat Ken yang makin gencar memainkan tangannya pada Hongbin. Membuat Leo yang melihatnya jadi ikut terangsang. Apalagi suara desahan Hongbin semakin membuatnya turn on saja.

"Cari kesenanganmu sendiri Yun, jangan ganggu aku," sahut Ken yang terus memilin-milin Hongbin dengan penuh kesenangan. Sangat menyengangkan ketika kau menggerakkan tanganmu, dan sebagai reaksinya, kau bisa membuat namja yang kau cintai mendesah dan mengerang keenakan.

"A-Ahhh... hyuunghh.. s-stoopphh.." desah Hongbin ketika ia merasakan ada sepasang tangan lain yang kini menyentuh bagian bawah tubuhnya yang sudah agak menegang, dan kini tangan itu berkutat dengan kancing celananya.

"Tenang saja Hongbin, kami akan memuaskanmu," ucap Leo sambil melepaskan celana Hongbin, tak lupa sekalian dengan celana dalamnya, dan kini keduanya bisa melihat tubuh bawah Hongbin, yang membuat mereka berdua meneguk ludah.

"Sebentar," ucap Ken tiba-tiba, dan kini ia melepaskan Hongbin dan berjalan menjauh dari sana. Ia berjalan menuju lemari, dan kini ia mencari sebuah benda yang ia butuhkan sekarang.

"Ah! Ini dia," ucap Ken yang kini mengambil sebuah gunting, dan kembali ke hadapan Hongbin.

"Kau tahu Hongbin, aku suka melihatmu yang nampak manis dengan kemeja ini. Namun sayang, aku lebih suka lagi kalau baju ini lepas dari tubuhmu." Dan bersamaan dengan itu, Ken melarikan gunting itu ke kemeja Hongbin, dan memotong-motongnya, hingga akhirnya potongan baju itu tak lagi menutupi tubuh Hongbin.

"H-hyung! Stop it!" seru Hongbin dengan putus asa.

"Nice view," gumam Leo dan Ken yang kini menatap tubuh polos Hongbin.

"Stop it.. hyung.." cap Hongbin dengan nada memelasnya.

Keduanya menghiraukan Hongbin, dan kini Leo mengambil sebuah botol yang berisikan cairan coklat manis yang sering d gunakan sebagai toping dalam makanan dan kue.

"Let's eat," ucap Leo sambil membuka tutup botol plastik itu, dan menyemprotkan isinya dengan semangat ke tubuh atas dan bawah Hongbin. Dan setelahnya, Leo melempar botol itu dan mulai berjongkok di depan tubuh Hongbin.

"Kurasa ini akan nikmat," ucap Leo sebelum ia menjulurkan lidahnya dan menjilati toping coklat yang bertebaran di tubuh polos Hongbin. Untuk pertama, ia tak langsung menuju menu utamanya, ia hanya menjilati toping itu di di sekitar paha Hongbin, yang membuat namja manis itu mendesah-desah tanpa bisa ia tahan.

Ken sendiri kini mulai beraksi. Jika Leo memulai dari bawah, ia memulainya dari bahu Hongbin. Dengan ahli ia menggunakan lidahnya untuk menjilati bahu Hongbin, dan semakin turun ke bawah.

"A-aaaahhhh..."

Hongbin mendesah keras ketika lidah lincah Ken berhenti di pada kirinya, dan kini lidah Ken memainkan Hongbin dengan penuh kesenangan. Tak lupa, tangan kirinya kini bergerak ke arah kanan Hongbin, dan kembali memilin-milinnya seirama dengan hisapann-hisapan kuat yang terus ia lakukan untuk memaja kedua titik sensitif Hongbin.

"A-aaahhh.. oooohhh... yaaahhh.. oohhh..."

Desahan Hongbin makin tak beraturan ketika ia juga merasakan kalau lidah yang bermain di pahanya itu kini bergerak naik, dan sekarang lidah itu dengan sangat pelan bergerilya pada juniornya yang kini udah menegang itu. Dan desahan Hongbin semmakin mejadi-jadi ketika Leo akhirnya membuka mulutnya lebar-lebar dan memasukkan juniornya ke dalam mulut hangat Leo.

Tubuh Hongbin kini menggeliat resah. Tangannya yang terikat kuat membuatnya tak bisa berbuat apa-apa terhadap kenikmatan yang kini melandanya. Sedangkan kakinya sendiri kini sudah terasa lemas karena sensasi yang membuatnya seluruh sel tubuhnya seakan tak berfungsi lagi—untuk sedetik ini, ia bersyukur ada sesuatu yang menopang tubuhnya.

"A-aaahhh... hyuuunghh..."

Hanya desahan demi desahan yang mengiringi setiap gerakan menjilat dan mengulum serta menghisap yang dilakukan Leo dan Ken pada Hongbin. Tak hanya itu, kedua tangan Leo dan Ken ini juga turut memanjakan Hongbin. Ken kini sibuk menghisap-hisap kanan Hongbin—kini ia berpindah karena ingin menggoda satunya—dan tangan kanannya kini beraksi memilin-milin kiri Hongbin. Tangan kirinya yang kehilangan pekerjaan, kini merayap turun dan meraba perut datar Hongbin. Tangannya bergerak berpuar-putar di perut itu, sebelum satu jarinya bermain pada pusar Hongbin. Ia menggoda pusar Hongbin dengan mulut yang sibuk menghisap dan mejilat-jilat menggemaskan itu.

Di lain pihak, Leo yang masih sibuk mengulum dan menggerakkan kepalanya mengeluar masukkan milik Hongbin dalam mulutnya, kini tangan kanannya tengah asyik meremas-remas lembut bola kembar yang terada menggoda itu. Tak hanya itu, tangan kirinya juga kini terulur ke belakang dan meremas-remas pantat Hongbin yang ternyata memiliki bentuk montok yang memaksa tangannya untuk terus meremas-remasnya tanpa henti.

Kedua tindakan namja itu membua Chagmin serasa gila. Gila dalam kenikmatan da perasaan yang tak pernah ia rasakan. Tubuhnya tanpa sadar bergerak maju agar lebih bisa merasakan kenikmatan itu dengan lebih dan lebih lagi.. karena rasanya ada sesuatu yang kini bergolak dalam dirinya.

Hisapan dan pilinan Ken pada nya, dan kuluman serta remasan Leo pada juniornya membuatnya semakin mendekati batas. Tubuhnya kini mulai bergetar dengan perut yang semakin menegang.

"Aaahh... yesshh... oohhh... wanna cumm... gg... aahhhh.." Hongbin berkata di sela desahannya ketika merasakan tubuhnya semakin mendekati puncak kenikmatannya. Sedangkan Leo dan Ken sendiri, yang mendengar ucapan Hongbin, semakin bersemangat mengerjai tubuh atas dan bawah Hongbin.

"A-aaahhh... -g—AAARRGGHH!" Hongbin berseru frustasi ketika ia sudah hampir menacapai klimaksnya, namun ternyata ia tak bisa melampiaskan hasratnya.

"H-hyuung.." ucapnya dengan suara yang seperti orang menahan sakit yang teramat sangat. Yah, lagipula siapa tang tak akan merasa sakit, ketika kau sudah hampir mencapai klimaksmu, namun kau tak bisa mengeluarkannya, karena ada sesuatu yang menghalangimu.

Bukan. Bukan karena kedua namja itu menghentikan aksinya, namun karena ada sesuatu yang menahannya dan membuatnya jadi tak bisa mengeluarkan hasratnya dengan bebas.

"Aaahhh.. hyuunghh... uukhhh.." Hongbin kembali harus di buat mendesah meski kini ia merasakan sakit yang amat sangat. Ia sangat yakin kalau kini juniornya sudah sangat menegang dan memerah. Lalu... apa yang membuatnya tak bisa mengeluarkan hasratnya?

"Apa kau begitu terlarut dalam kenikmatan sampai tak tahu kalau aku memasang ring pada juniormu, littleMin," ucap Leo sambil meremas-remas junior Hongbin, yang membuat sang empunya tubuh kini harus mengerang antara sakit dan nikmat.

"A-aah.. Yun..Leo-hyuuungg.."

"Waeyo, Hongbin?" tanya Leo yang masih saja terus menggerak-gerakkan tangannya, dan kini ia melakukan gerakan mengocok junior Hongbin yang sudah tegang dan memerah.

"Lep-lepassshh.." ucap Hongbin yang kini masih harus berusaha menahan dirinya karena Ken yang masih saja bermain di dadanya.

"Kau ingin tahu apa yang bisa membuat kami melepaskan ringmu itu, Hongbin?" bisik Ken langsung di telinga Hongbin, dan ia langsung menjulurkan lidah untuk menggoda telinga yang sensitif itu.

"A-aahhh.. hyuunghh... ap-apa yang harus... kulakukan..?"

Leo mendongak menatap Ken yang kini menunduk, dan kini keduanya menyeringai.

"Kau harus—"

.

.

.

~TBC~

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
annah_13 #1
Chapter 12: