SECRETS

Wild Imagination by doubleAA10

Bagaimana istirahat anda kemarin malam?

Syukurlah kalau anda merasa nyaman. Aktivitas kita hari ini memang tidak banyak, tapi mungkin akan sedikit memakan waktu.

Anda tentu masih ingat tentang salah satu pertanyaan anda mengenai hubungan dengan para master dan personal slave mereka bukan?

Karena rasa penasaran anda terhadap Jaehwan dan Taekwoon , saya berhasil menemukan dokumen tentang mereka.

Tapi, jangan tanyakan darimana saya mendapatkannya.

Dan

Jangan memberitahu ini kepada siapapun.

Bagaimana?

Bagus kalau anda setuju. Saya akan memulai ceritanya.

Ini semua ternyata bermula dari 20 tahun yang lalu.

.

.

Langit malam itu begitu mencekam. Setidaknya itulah yang dirasakan oleh seorang namja kecil yang tengah meringkuk di bawah meja untuk menghindari amarah dari appa-nya. Kedua daun telinganya menangkap suara teriakan dari appa-nya terhadap umma-nya. Tubuhnya bergidik ngeri. Dia hanya berharap semoga saja appa-nya tidak akan menemukannya dan menyiksanya lagi.

Takut. Itulah yang selalu dirasakan olehnya setiap kali sang appa, yang sudah lama menghilang, pulang hanya untuk meminta uang dari umma-nya. Bukan hanya karena sang appa akan memukul dan bertengkar hebat dengan sang umma, tapi juga karena appa-nya akan mencarinya dan kemudian memegang pada bagian-bagian yang tidak seharusnya. Masih teringat di otaknya bagaimana umma-nya menangis ketika appa-nya mulai menjamah tubuh mungilnya.

”Manis, kau bahkan lebih manis dari pelacur itu!” bisiknya dengan suaranya yang serak. Tubuh kecilnya hanya bisa gemetar ketika bibir sang appa mulai menjelajahi setiap inci tubuhnya. Ada sebuah rasa ekstasi yang muncul ketika tangan sang appa menyentuh bagian intimnya.

Itu salah. Dia tahu hal itu, tapi tubuh dan otaknya tidak sejalan. Terlebih lagi tak ada yang bisa menghentikan sang appa. Terutama sekarang ketika umma-nya sudah terbaring tak berdaya di lantai ruang tamu dengan genangan merah mengelilingi umma-nya.

Dia masih kecil, hanya 7 tahun, tapi tubuhnya sudah tidak lagi layak untuk menikmati kenikmatan dunia. Hanya tamparan, hinaan, cambukan, dan kesakitan lainnya yang selalu menemani hari-harinya selama ini. Tak terkecuali hari ini.

”Di sini rupanya kau,” gumam suara serak yang selalu membuat dirinya ketakutan itu. ”Aku sudah ingin mencicipi tubuhmu.”

Meskipun dia memberontak, melakukan perlawanan kecil, itu semua tak berarti karena perbedaan tubuh mereka yang signifikan. Tubuhnya ditarik keluar dari bawah kolong meja dan dihempaskan di atas tubuh umma-nya yang sudah tak bernafas. Darah dari sang umma membasahi dan mengotori pakaian yang dikenakannya. Suaranya tertahan. Ingin berteriak, namun dia tahu itu tak ada gunanya, hanya menambah ekstasi yang dirasakan oleh namja yang sedang membuka celana dan berdiri di hadapannya. Namja itu menatapnya dengan penuh nafsu. Namja yang menyatakan diri sebagai appa-nya, sebagai orang yang seharusnya melindungi dari dunia yang kejam. Tapi, justru namja itu yang memperkenalkannya pada kekejaman duniawi.

Satu tatapan singkat kepada tubuh umma-nya dan itu cukup untuk mengeluarkan emosi yang ada di dalam tubuhnya. Hanya umma-nya yang selama ini menemani dirinya bahkan ketika semua teman-temannya menjauhi dirinya karena mereka tahu apa yang telah diperbuat oleh sang appa terhadap dirinya. Tatapan menjijikkan dan hinaan tak lupa juga dengan perlakuan semena-mena menjadi makanan sehari-harinya. Dia dapat bertahan terhadap semua itu karena umma-nya selalu berada di sampingnya dan tersenyum kepadanya. Umma-nyalah yang mengajarkan bahwa suatu saat nanti kebahagiaan akan menghampirinya. Tapi sayangnya, umma-nya tak pernah memberitahukannya kapan kebahagian itu akan datang.

Dia sudah tidak bisa menunggu lagi.

Tangannya terkepal dengan kuat. Dia tak menghiraukan sosok namja yang lebih tua darinya itu perlahan mendekati dirinya. Gigitannya terhadap bibir bawahnya cukup kuat membuat bibir itu mengeluarkan cairan merah.

Barulah ketika sebuah tangan menjambak suraian hitam miliknya, kepalanya berputar dan sepasang mata elangnya menatap jijik terhadap namja yang ada di hadapannya. Namja yang sudah tua itu tidak menghiraukan tatapan tajam yang diberikan oleh putranya itu. Sudah terlampau lama dia tidak menikmati mulut mungil namja mungil itu sehingga dia lebih mementingkan untuk memuaskan hasratnya terlebih dahulu.

Matanya terpejam nikmat kala mulut mungil itu melumat kejantanannya, namun tak lama karena detik berikutnya dia mengerang kesakitan. Mata yang tadinya terpejam sekarang terbuka lebar memperlihatkan rasa sakit yang dialaminya. ”ARGHH! ! Arghh, le – lepas!”

Kedua tangannya mencoba menarik kepala namja yang berada di tengah selangkangannya, tapi usahanya nihil. Sebaliknya namja itu malah memasukkan miliknya lebih dalam membuat rasa sakitnya semakin bertambah.

Sebenarnya apa yang menyebabkan namja tua itu berteriak kesakitan?

Hal itu semua karena kejantanannya digigit dengan kasar oleh namja mungil itu. Darah menetes perlahan di antara bibir namja itu membasahi dagunya. Telinganya sudah tuli mendengar rintihan dari sang appa. Dia hanya melakukan apa yang dilakukan oleh appa-nya terhadap dirinya. Buta terhadap semua keluhan dan teriakan minta tolong.

Sayang giginya masih belum bisa membuat milik appa-nya berdarah dan terluka lebih dari ini, tapi setidaknya itu sudah cukup membuat tubuh sang appa terbaring di atas lantai yang dipenuhi genangan darah. Namja itu mengerang kesakitan dan memegang miliknya yang begitu perih. ”Kau!” Dia berteriak, tapi bagi namja mungil itu, suara teriakan sang appa tidak lebih bagaikan suara jangkrik yang terdengar di waktu malam.

Tanpa membuang-buang waktu, dia berjalan ke arah meja tamu. Seringaian terukir di wajahnya ketika menemukan vas yang berisi bunga mawar, bunga mawar yang sudah layu. Ini akan menjadi pembalasan dendamnya.

Tak bisa membangkitkan yang sudah mati, bukan berarti dia tak boleh melampiaskan semua kekesalannya bukan. Kalau dia tak berontak, mau sampai kapan dia harus bersembunyi? Dengan sedikit kesusahan, dia meraih vas tersebut dan berjalan ke arah appa-nya yang masih merintih kesakitan.

Di saat seperti ini, dia baru menyadari bahwa appa-nya itu sangat kecil dan tidak berpengaruh apa-apa. Sempat terasa aneh mengingat namja ini yang selama ini menyakitinya dan membuatnya merasa ketakutan. ”Kau ingin merasakan kenikmatan? Akan kuberikan apa itu kenikmatan yang selalu kau berikan padaku,” bisiknya di telinga sang appa setelah meletakkan vas di samping tubuhnya.

”Ka…kau,” desis appa-nya. Peluh keringat mulai membasahi wajah sang appa. Dia juga dapat melihat ada sebersit rasa ketakutan terukir di mata bening appa-nya. Melihat hal itu membuatnya semakin menyeringai.

Satu gerakan yang dilakukan namja itu dan rasa sakit menjalar ke seluruh tubuhnya hingga akhirnya dia memutuskan untuk terdiam dan melihat apa yang akan dilakukan oleh anak-nya. Appa-nya mencoba untuk menatap tajam namun bagi anak kecil itu, tatapan appa-nya sudah tak berarti apa-apa.

Kedua tangan mungilnya kembali mengambil vas bunga dan memosisikannya tepat di atas tubuh sang appa. ”Ap – apa? Hei…hen..hentikan…apa yang kau lakukan?!”

”Memberikanmu kenikmatan, appa,” ujarnya dengan senyuman yang mengerikan.

Prang.

Bunyi itu yang menggema di ruangan ketika vas bunga itu dilepaskan dari genggamannya menjatuhi tubuh sang appa. Beberapa pecahan menusuk di perut appa-nya. Beberapa lagi berceceran di samping tubuh sang appa. Cairan merah mengalir perlahan dari namja yang sudah tak bernyawa itu bercampur dengan genangan merah milik umma-nya yang sudah ada tadi.

Dia berjongkok. Tangannya menepuk-nepuk pipi appa-nya dan kemudian tertawa. Tawa yang menyayat hati. Melirik umma-nya sekilas, dia kemudian berdiri dan meninggalkan kedua orang tuanya. Tentunya tak lupa untuk mengambil beberapa hal untuk membuatnya bertahan hidup.

Malam itu yang menentukan segalanya. Karena malam itu juga namja kecil tadi berjalan tanpa arah dan hampir tertabrak oleh sebuah mobil. Dia mendesis kesal. Padahal dia sudah berharap untuk keluar dari dunia yang menjijikkan ini. Tapi sepertinya Tuhan mempunyai rencana lain.

”Omo, gwenchana nak?” Suara lembut itu rasanya menghangatkan sekujur tubuhnya. Sudah lama tak ada yang menanyakan hal itu pada dirinya. Tak bisa menahan emosi di dalam dirinya, dia meledak dan menangis sekeras-kerasnya dalam pelukan namja manis yang bernama Kim Ryeowook. Suami dari namja tadi menyusul tak lama lagi dan memutuskan untuk membawa namja mungil itu ke dalam mobil mereka untuk menghindari tatapan dari pejalan kaki yang melewati mereka. Keadaan mereka saat ini tentu saja menarik perhatian terutama dengan sekujur tubuh namja itu yang penuh dengan darah. Mungkin mereka berpikir bahwa namja itu menangis karena pasangan suami-suami itu menabraknya.

Ketika dia sudah berada di dalam mobil, wangi vanila tertangkap oleh indera penciumannya. Dia melihat sosok seorang namja mungil yang begitu cantik sedang tertidur begitu damai di dalam mobil. ”Omo, Joongie sedang tertidur, kalau begitu kamu di pangkuanku saja, ne?” ujar namja manis itu lembut ke arah namja kecil itu.

Namja yang berlumuran dengan cairan merah itu mengangguk dengan lembut. Tak ada yang sadar, tapi sedari tadi tatapannya tertuju pada namja cantik yang sedang tertidur di belakang mobil. Ada sebuah perasaan lain menggerogogoti dirinya. Sebuah perasaan yang akan memulai semuanya.

”Siapa namamu?” tanya Ryeowook membuyarkan namja kecil itu dari lamunannya. Berpelukan seperti ini tentu saja membuat cairan merah dari namja itu berpindah pada baju Ryeowook tapi tampaknya namja itu tak mempedulikannya.

Namja mungil itu menggigit bibirnya perlahan. Dia terlihat ragu untuk menyebutkan namanya. Suami Ryeowook yang sedang menyetir bisa melihat hal itu dan memutuskan untuk angkat suara. ”Tenanglah, kami tidak akan menyakitimu. Di mana orang tuamu?”

Mendengar kata orang tua, namja itu teringat kembali akan tubuh kedua orang tuanya yang tergeletak begitu saja di ruang tamu. Dia menggelengkan kepalanya dengan cepat dan semakin memeluk Ryeowook dengan erat. Ryeowook menatap suaminya dan keduanya saling bertukar pandangan. Rasa khawatir dan penasaran meluap dari keduanya.

”Ssh, gwenchana, kami ada di sini,” bisik Ryeowook dengan lembut.

Dia bisa merasakan tubuh namja mungil itu masih bergetar dan Ryeowook semakin merasa sedih. ”..ho.”

”Eh?” Merasa mendengar sesuatu, Ryeowook kembali bertanya dengan lembut untuk memastikan.

”Jaehwan , namaku Jaehwan dan kedua orangtuaku sudah tiada. Baru saja mereka meninggalkanku.”

Satu pernyataan itu sukses membuat pelukan Ryeowook pada Jaehwan semakin erat. Dia mengelus punggung Jaehwan agar namja itu lebih tenang. Gerakan itu sukses membuat mata Jaehwan terpejam karena merasakan kehangatan yang selama ini tak pernah didapatkannya. Namja mungil itu kemudian terbang ke alam mimpi, tapi samar-samar dia masih bisa menangkap apa yang dibicarakan oleh keduanya. ”Yesungie, bagaimana kalau kita merawatnya? Lagipula, Joongie butuh saudara, ne?”

”Apapun yang kau inginkan yeobo, lagipula mungkin ini sudah takdir Tuhan agar kita merawatnya.”

Ya, takdir yang akan membuat semua kehidupan kalian juga berubah. Takdir kejam yang akan meruntuhkan kebahagiaan yang selama ini kalian rasakan.

.

.

Dan Jaehwan kemudian tinggal bersama dengan keluarga Kim selama kurang lebih 5 tahun.

Pada usianya yang ke-12, dia kabur dari rumah.

Bukan, bukan karena diusir, tapi karena ada sebuah tawaran dari tempat ini.

Tawaran untuk menjadikan dirinya sebagai master dari tempat ini.

Ryeowook dan Yesung tentu saja menolak untuk membiarkan Jaehwan datang ke tempat ini karena mereka tahu apa tempat ini.

Anda mau tahu kenapa mereka bisa tahu?

Karena mereka dulunya adalah salah satu penghuni tempat ini

Hanya takdir yang tahu kenapa mereka bisa terlepas dari tempat ini.

Hanya mereka yang tahu.

.

.

Selama 5 tahun, Jaehwan mendapat pembelajaran mengenai tempat itu, tentang apa yang harus dia lakukan dan apa yang tidak boleh dia lakukan. Tiga hal yang selama ini dipelajari olehnya.

Satu. Semua yang dikatakan oleh head master adalah mutlak. Tak ada yang dapat membantahnya, dan itulah yang sangat diincar oleh Jaehwan . Itulah salah satu alasan kenapa dia bahkan rela membunuh head master sebelumnya untuk mendapatkan kedudukannya sekarang. Semua ini demi mendapatkan akses tidak terbatas yang bisa dia raih jika mendapatkan posisi tersebut.

Dua. Tak boleh ada yang keluar dari tempat itu, tak terkecuali dirinya. Hanya pada hari-hari tertentu dan pada alasan-alasan tertentu barulah penghuni dari tempat itu boleh keluar. Seperti misalnya untuk mencari slave baru atau melanjutkan kehidupan para master yang ada di luar. Selain dirinya, semua master memiliki pekerjaan lain untuk menutupi jati diri mereka. Jaehwan tak butuh hal itu, menjadi head master, dia sudah mendapatkan semuanya. Kursi ini adalah bukti dari semua perjuangannya.

Tiga. Emosi adalah bagi mereka yang lemah, terutama dengan apa yang mereka sebut sebagai ’Cinta’. Tak ada Cinta, tak ada emosi semu seperti itu di dalam sini. Emosi itu hanya akan membuatnya terlihat rapuh dan menjadi celah untuk dijatuhkan.

Suara ketukan mengalihkan perhatian dia dari kertas yang ada di hadapannya ke arah pintu mahagoni yang perlahan terbuka. Tampaklah sosok seorang namja tampan yang bertubuh kekar yang hanya memiliki ekspresi kosong. ”Jaehwan -shi, anda memanggil saya?”

Jaehwan mengangguk. Kacamata yang digunakannya tadi dibuka menggunakan tangan kanannya. ”Aku ingin kau pergi bersamaku nanti malam, Taecyeon.”

Namja yang bernama Taecyeon itu mengangguk. Dia tak menanyakan apapun lagi karena dia tahu apa yang harus dia kerjakan karena malam ini adalah salah satu malam untuk mencari slave baru untuk mengisi tempat yang kosong. Setelah Taecyeon pergi, namja pemilik mata elang itu kembali merenung. Kedua tangannya terlipat dan matanya tertutup.

Ada satu nama yang melintas di otaknya. Satu nama yang begitu familiar.

Kim Taekwoon .

.

.

Sama seperti malam-malam lainnya, Jaehwan mengelilingi tempat-tempat rekan kerjanya dan menanyakan apakah ada yang bisa diambil olehnya. Sejauh ini dia sudah mendapatkan 3 namja cantik, 2 namja tampan, dan 4 yeojya. Sejujurnya, Jaehwan sedikit malas mencari yeojya karena daya tahan tubuh kaum hawa yang lemah. Tak lupa juga dengan emosi yang selalu dikeluarkan oleh kaum hawa itu. Hanya dengan sedikit perbuatan baik dan mereka menganggap perbuatan itu sebagai tanda cinta.

Cih.

Cinta. Kata semu yang hanya mendatangkan memori buruk bagi dirinya. Jika memang cinta itu ada, appa-nya yang seharusnya mencintai umma-nya tak akan pernah menyiksa umma-nya dan melakukan hal yang tidak seharusnya dilakukan terhadap dirinya. Hal tabu yang membuatnya mengerti dengan apa yang tersembunyi di dunia.

”…-shi, Jaehwan -shi,” panggil seorang yeojya yang sudah berumur terhadap Jaehwan yang sepertinya sedang tenggelam dalam pikirannya.

”Ah, sampai di mana tadi kita, Hyori-shi?” tanya Jaehwan dengan segera. Tatapannya kembali serius dan ekspresi wajahnya kembali datar.

Taecyeon? Namja itu tetap setia berdiri di samping Jaehwan .

Yeojya bernama Hyori itu terkekeh perlahan. Dia menggelengkan kepalanya tanda bahwa dia tak percaya bahwa seorang Lee Jaehwan dapat kehilangan konsentrasi juga. ”Ani, saya sudah tidak bisa menawarkan siapapun. Lagipula, kalau semua yang terbaik anda ambil, bagaimana dengan usaha saya bukan? Semua beginner juga sedang berada di tempat anda sekarang.”

Anggukan dari namja bermarga Lee itu menandakan bahwa dia mengerti. Baru saja dia hendak berdiri, tiba-tiba yeojya itu berseru seolah teringat sesuatu. ”Ah! Kenapa aku bisa lupa dengannya?”

Merasa tertarik dengan seseorang yang dimaksud, Jaehwan kembali duduk dan menatap Hyori yang sepertinya terlihat berpikir keras. ”Sebenarnya kemarin saya baru menemukannya, tapi saya tidak yakin,” ujarnya perlahan. Ada sedikit rasa keraguan di dalam pikirannya. Tak percaya bahwa dia baru saja menawarkan seseorang dengan kelainan seperti itu.

”Lalu?” tanya Jaehwan kembali. Dia yakin bahwa ada hal lain yang disembunyikan oleh yeojya yang ada di hadapannya.

Sepasang mata itu saling berhadapan sesaat sebelum akhirnya yeojya itu berdiri membuat Jaehwan sedikit kaget. ”Lebih baik anda ikuti saya.”

Tanpa bertanya lebih lanjut, kedua namja itu mengikuti langkah kaki Hyori. Mereka melewati kamar-kamar tempat para pegawai Hyori melayani tamu mereka. Yah, tidak heran jika selama mereka melewati tempat itu, terdengar banyak jeritan ataupun rintihan. Tempat ini adalah tempat seperti apa yang ada di dalam pikiran kalian.

Mereka berjalan cukup jauh hingga akhirnya mereka tiba di basement. Sempat terlintas rasa aneh di dalam benak Jaehwan . Apa atau siapa yang dimaksud oleh Hyori sampai-sampai yeojya itu harus menyimpan apapun yang dimaksud di dalam basement? Dia tahu dari semua lantai, basement adalah tempat yang memiliki pengamanan terbaik. Lihat saja, bahkan sekarang Jaehwan harus melewati dua kali pemeriksaan sebelum akhirnya dia benar-benar diijinkan masuk.

”Maaf untuk ketidaknyamanan-nya. Kalau ada sesuatu yang tajam, itu akan menjadi pemicu bagi dirinya,” jelas Hyori. Tentu saja hal ini mendatangkan sebuah tanda tanya, tapi seperti biasa, Jaehwan menyembunyikannya dengan baik. Hanya anggukan kecil yang menjadi responsnya.

Sampailah mereka tempat yang menurut Jaehwan seperti salah satu kamar yang dimiliki oleh Rumah Sakit Jiwa untuk menjaga pasien mereka yang sudah pada tahap akhir. Entusiasme memenuhi dirinya. Belum pernah dalam hidupnya, dia merasa begitu antusias seperti ini. Seperti ada sesuatu yang menyebabnya tertarik dengan apa yang ada di balik pintu tersebut.

Begitu pintu terbuka, dia hanya bisa melihat ruangan yang dicat putih polos. Polos dalam artian tidak ada sesuatu di dalamnya selain seorang namja –atau yeojya– yang terbaring tak berdaya. Kedua tangannya terikat seperti yang digunakan oleh mereka yang gila. Tatapan matanya kosong, tapi Jaehwan bersumpah bahwa dia pernah melihat doe eyes yang tak beremosi itu.

”Kami menemukannya kemarin malam di dekat sini. Mulanya kami berpikir bahwa dia adalah yeojya, mengingat parasnya begitu cantik juga tak lupa lekuk tubuhnya. Namun, setelah kami membersihkannya, kami mengetahui bahwa dia adalah namja.” Yeojya itu mengambil langkah untuk berdiri di depan namja itu, namun menjaga jarak dan Jaehwan memutuskan untuk mengikuti jejaknya. ”Saat dia terbangun, dia menjadi histeris. Anda pernah dengar Self–injury?” tanyanya sembari menatap Jaehwan yang matanya tak pernah lepas dari namja yang tampak seperti boneka itu.

”Jaehwan -shi,” tegur Taecyeon.

Jaehwan yang sadar akan pertanyaan Hyori hanya mengangguk dan mengijinkan yeojya itu untuk menjelaskannya kembali. ”Saya rasa namja itu sedang mengalaminya. Kami menemukan berbagai jenis goresan luka di sekujur tubuhnya. Beberapa hampir mengenai pembuluh darah arterinya. Sedikit saja dan mungkin dia sudah tak ada lagi sekarang. Dia bahkan menggunakan jepit rambut Ji Hyo untuk menusuk dirinya sendiri. Akhirnya kami memutuskan untuk meletakannya di sini.”

”Kalau boleh jujur, Jaehwan -shi, sebenarnya saya tidak yakin dengan keputusan saya untuk menyerahkan dia pada anda,” jawab Hyori dengan lantang. Bekerja cukup lama dengan Jaehwan membuat dia mengenal perilaku namja itu dan dia tahu bahwa hanya dia yang bisa berbicara sefrontal itu terhadap namja yang tampak berpikir keras itu.

Tawa Jaehwan memenuhi ruangan yang tanpa dia sadari membuat kepala namja yang tadi bersandar pada dinding, terangkat perlahan mencari sumber suara yang tertangkap indera pendengarannya. ”Apa maksud anda, Hyori-shi? Anda tak percaya bahwa saya bisa melatih-nya?”

Hyori terdiam. Ada sesuatu yang dia pikirkan dan dia tidak tahu apakah itu layak untuk disebutkan sehingga dia memutuskan untuk bungkam. ”Jaehwan -shi, saya tidak pernah meragukan kemampuan anda untuk melatih mereka. Hanya saja.” Hyori tak melanjutkan kata-katanya dan mencoba mengalihkan topik pembicaraan. ”Mungkin anda harus memberikan perhatian ekstra agar dia tidak mati di tempat itu.”

Sekali lagi Jaehwan tertawa, sebuah tawa yang menyayat hati. ”Pada akhirnya semua akan mati, Hyori-shi. Saya tertarik untuk mengambilnya, bolehkah?”

Hanya sekilas sehingga tak ada yang menyadari bahwa ada sebuah rasa kaget di dalam ekspresi Taecyeon. Selama dia bekerja dengan Jaehwan , belum pernah dia melihat dia bertanya kepada sang pemilik. Setiap mata elang Jaehwan mendarat pada sesuatu, dia akan melakukan segala hal untuk mendapatkannya. Jadi jangan salahkan dia kalau sekarang dia cukup bingung ketika Jaehwan bertanya hal tersebut kepada Hyori.

Lain Taecyeon, lain Hyori. Seulas senyum tipis terukir di wajah cantik yeojya itu. Meski sudah berumur, dia tak bisa menyembunyikan kecantikannya yang alami. ”Tidak masalah, asal anda berjanji bahwa saya bisa menemuinya setahun sekali dan masih bisa menemuinya.”

Jaehwan mengangguk dengan mantap. Keduanya bersalaman tanda bahwa janji tak tertulis itu disetujui. Tidak perlu bukti karena Hyori tahu bahwa Jaehwan adalah orang yang memegang janjinya meskipun janji itu adalah sesuatu hal yang aneh. ”Namanya?” Satu pertanyaan yang akhirnya terlontarkan oleh Jaehwan dan sesuatu yang tak pernah dia ajukan selain diperlukan. Sebuah fenomena lain yang ditemukan Taecyeon hari itu.

”Taekwoon ,” gumam Hyori. Ekspresi Jaehwan yang berubah tak luput dari matanya yang tajam dan hal itu malah menambah senyumannya. ”Namanya Kim Taekwoon , Jaehwan -shi.”

.

.

Dan tentunya anda tidak perlu menebak bahwa hal berikutnya yang dilakukan Jaehwan adalah membawa Taekwoon ke tempat ini.

Bahkan, jika boleh saya tambahkan, Jaehwan sendiri yang membopong Taekwoon dalam bridal-style.

Taecyeon tak banyak bertanya, tapi saya yakin ada sejuta rasa penasaran timbul di dalam hatinya.

Selama dalam pelukan Jaehwan , Taekwoon tak meronta-ronta. Dia hanya tertidur dengan wajah damai, sesuatu yang menurut Hyori, adalah hal yang langka.

Jaehwan langsung menyerahkan Taekwoon kepada Taecyeon dan membawanya ke dalam pintu hitam.

2 bulan Taekwoon tinggal di sana dan tak pernah sekalipun namja itu lepas dari masalah. Akhirnya, Jaehwan memutuskan untuk memanggil Taekwoon ke kantornya.

Masalah apa anda tanya?

Anda tentu ingat Taekwoon memiliki masalah self-injury bukan?

Ya, dia sudah mencoba melukai dirinya hampir mendekati ambang kematian lebih dari 10 kali dan hal ini cukup merepotkan bagi Jaehwan .

.

.

Namja cantik itu berdiri dengan tegap, tatapan matanya hampa. Sementara namja tampan pemilik sepasang mata elang itu sedang terduduk di atas kursinya. Hening menerpa mereka cukup lama dan tak ada satupun yang berbicara, hanya kontak mata yang sesakli dilemparkan satu sama lain.

”Apa kau tahu alasan kenapa aku memanggilmu kemari, Taekwoon ?” Suara khas Jaehwan akhirnya memecahkan keheningan di antara mereka.

Tak ada respon dari namja cantik itu. Sekali lagi, dia hanya memasang wajah tanpa ekspresi. Jika ditelusuri lagi, kita bisa melihat bekas perban yang melingkar di lehernya juga di kedua pergelangan tangannya. Itu semua adalah hasil usahanya untuk melukai dirinya sendiri yang sayangnya selalu gagal. ”Kenapa tak kau biarkan aku mati saja?” Akhirnya suara lembut dari namja cantik itu terdengar.

Helaan nafas keluar dari Jaehwan . Dia beranjak kursinya dan berjalan mendekati ke arah Taekwoon . Tak lupa sebelumnya dia mengambil sesuatu di dalam laci mejanya. Sembari dia melangkah, sepasang mata elangnya tak lepas dari tubuh indah seorang Kim Taekwoon . Ada sebuah rasa yang meronta keluar di dalam dirinya, namun sebagai Jaehwan , dia berhasil menekan perasaan itu agar tidak keluar. Dia berjalan hingga akhirnya berada tepat di depan Taekwoon dengan jarak yang dekat membuat keduanya bisa merasakan hembusan nafas masing-masing.

Taekwoon mencoba menantang Jaehwan , tapi detik berikut yang dirasakannya adalah ketika sesuatu menempel pada bibirnya. ”Urghh,” erangnya.

Bibir Jaehwan telah menempel pada bibirnya, merasakan lembaran merah yang lembut yang terasa bagai candu. Mulanya saling menempel dan kemudian bibir Jaehwan mulai menekan. Rontaan yang dilakukan Taekwoon malah memberikan satu ekstasi tersendiri bagi sang head master. Kedua tangan Jaehwan berada di kedua samping kepala Taekwoon dengan tangan namja cantik itu berada di dada bidang sang head master mencoba untuk mendorong tubuh kekar Jaehwan . Tentu saja hal itu tak ada gunanya, mengingat Taekwoon tidak begitu merawat makanannya akhir-akhir ini.

Sepasang doe eyes itu membesar kala dia merasakan sesuatu didesak masuk ke dalam tenggorokannya menyebabkan dia harus menelan sesuatu –entah apapun itu – ke dalam dirinya. Bibir yang saling bertemu menghasilkan suara kecipak kulit saling bersentuhan. Satu-satunya suara yang tertangkap oleh indera pendengaran kedua namja tersebut.

Jaehwan melepaskan lumatanya dan dia bisa melihat saliva yang menetes perlahan dari sudut bibir Taekwoon , hal yang membuat namja itu terlihat begitu seksi dan menggoda. Bagaimana bibir itu semakin merah dan meminta untuk kembali dilumat. Kedua pipi tembennya yang mulai merona. Mata yang setengah terpejam dan Jaehwan menyeringai karena dia tahu bahwa obat-nya sudah bekerja.

”Ap – apah?” Taekwoon tak bisa melanjutkan kalimatnya. Badannya terasa begitu panas akibat sesuatu yang dimasukkan Jaehwan tadi. Satu sentuhan dan tubuhnya seolah menjadi lemah. Apa yang sebenarnya terjadi? Mencoba untuk tetap tegar, dia menatap tajam ke arah Jaehwan . ”Apa, urgh, apa yang kau berikan padaku?!” Dia menggigit bibr bawahnya hingga berdarah untuk menjaga kesadarannya yang tersisa. Tidak, dia tidak boleh kalah. Tidak untuk kedua kali.

”Obat perangsang yang baru kubuat. Kalau kau tidak disentuh dalam sekejap, kepalamu akan pusing dan kau akan menjadi gila. Terus seperti itu dan kau akan mati, bukankah itu yang kau harapkan? Mati dan menemui kedua orang tuamu?”

Taekwoon meludahi Jaehwan , menunjukkan rasa jijiknya terhadap namja yang ada di hadapannya. ”Kau – kau memang tak tahu diuntung! Appa dan umma,” Taekwoon menggigit bibirnya sekali lagi agar dia bisa menahan desahannya. ”Appa dan umma menyayangimu, bahkan mereka melarangmu untuk masuk ke tempat ini, dan lihat apa yang kau lakukan? Cih, kau menjijikkan. Sangat menjijikkan.”

Brug.

Tak terima dengan ucapan Taekwoon , Jaehwan mendorong tubuh ringan namja cantik itu ke dinding membuat desahan terselip keluar dari bibir Taekwoon . Hal ini menyebabkan Jaehwan menyeringai. ”Oh ya? Kalau dilihat sekarang, bukankah kau yang terlihat menjijikkan, eh? Satu sentuhan dari namja pembunuh orang tua-mu dan kau bisa setegang ini?”

Tangan kiri Jaehwan memegang sesuatu di selangkangan Taekwoon membuat namja cantik itu mendesah sementara tangan kirinya mengelus pipi Taekwoon dengan perlahan. Sentuhan dari Jaehwan membuat pikiran Taekwoon menjadi kalut. Dia tak bisa berpikir jernih dan tubuhnya meronta minta untuk disentuh. Kalau begini terus dia bisa gila, tapi dia tidak akan mau membiarkan dirinya disetubuhi oleh namja ini. Bahkan dia lebih memilih untuk mati jika itu adalah pilihan lain yang tersedia. ”Setidaknya aku tahu bahwa aku masih seorang manusia yang memiliki emosi dan aku lebih memilih untuk mati daripada harus disentuh olehmu.”

Pernyataan Taekwoon menyebabkan kedua alis Jaehwan terangkat. ”Oh, benarkah?” tanyanya dengan nada seduktif. ”Jika kau memang ingin mati, aku akan dengan senang hati melakukannya untukmu. Tapi, daripada mati karena obat seperti itu, akan lebih menarik jika sebelum kau mati, kau meneriakkan namaku dalam ekstasi.”

Taekwoon menatap Jaehwan dengan horor. Dia tahu makna tersembunyi dari pernyataan Jaehwan . Ingin meronta, tapi tubuh sudah terlalu lemah. Akhirnya dia hanya bisa pasrah ketika tubuhnya dibaringkan di atas ranjang Jaehwan yang ada di ruangan itu.

Dia tak bisa melawan ketika tangan Jaehwan menjelajahi setiap inci tubuhnya.

Hanya desahan tertahan yang bisa dia lakukan agar tidak membuat namja yang sedang menindihnya tersenyum penuh kemenangan.

Hanya dengan tidak menyebut nama namja itu, Taekwoon bisa merasa bahwa setidaknya dia masih memegang kontrol atas dirinya.

Tak ada air mata yang keluar, hanya tatapan kosong ketika namja yang berada di atasnya memasuki dirinya, tanpa persiapan dan tanpa kata-kata manis.

Dia sudah tidak peduli kalau dia akan mati saat itu karena harus melayani libido namja itu berkali-kali. Tapi, jika dia masih boleh hidup, mungkin dia akan berjanji untuk membalas dendam. Itupun jika Tuhan mengkehendaki dia untuk melakukannya. Jika tidak, dia juga bersyukur karena akhirnya bisa lepas dari dunia penuh kegelapan ini. Hanya rintihan kesakitan terakhir yang keluar dari mulutnya sebelum semuanya menjadi gelap dan kesadarannya menghilang.

.

.

Namja tampan itu merapikan poni sang namja cantik yang sudah tertidur di ranjangnya. Jika diperhatikan dengan seksama, mereka bisa melihat tatapan namja itu melembut. Sayangnya, namja cantik itu tak bisa melihatnya. Dia sudah terbang ke alam mimpi, berharap bisa meraih kebebasannya. Tak dia sadari namja tampan itu perlahan mendekatkan diri ke arah daun telinganya, berharap apa yang akan dikatakan oleh namja tampan itu akan didengar olehnya.

”Jae, mian, mian. Andai saja aku tak meninggalkanmu saat itu, andai saja aku tidak membiarkan kalian,” bisiknya perlahan di daun telinga Taekwoon . Taekwoon hanya menggeliat, sedikit merasa geli ketika sesuatu menerpa daun telinganya. ”Aku harap kau mengerti, Jae. Aku harap kau mengerti. Hanya ini yang bisa kulakukan untuk membalas budi kalian terhadapku. Hanya ini,” gumamnya.

Jaehwan terus bergumam, ”Aku akan melindungimu, aku akan melindungimu,” berkali-kali hingga itu sudah menjadi sebuah mantera bagi dirinya.

Ruangan itu menjadi saksi bisu atas tetesan cairan bening yang bergulir dari sepasang mata elang milik Jaehwan . Tak ada isak tangis, tak ada emosi lain, hanya tetesan yang membasahi pipinya. Bibirnya perlahan mengecup pipi Taekwoon dengan lembut, merasakan asin dari air matanya dan juga milik sang namja cantik yang sudah mulai mengering.

Malam itu, untuk pertama kalinya, seorang Lee Jaehwan kembali memperlihatkan emosinya sebagai seorang manusia. Satu-satunya yang mengingatkan dirinya bahwa dulu dia pernah menjadi seorang Kim dan menjalani hidup bahagia dengan keluarga itu. Biarlah cahaya rembulan yang bersinar malam itu menjadi sahabatnya dan menyimpan rahasia ini karena setelah mentari datang menjemput, dia harus kembali menjadi Lee Jaehwan .

Lee Jaehwan yang dingin.

Lee Jaehwan yang tak punya perasaan.

Lee Jaehwan yang menguasai dua dunia –gelap dan terang.

Lee Jaehwan yang tak mengenal kata cinta.

.

.

Sampai di sini pertemuan kita.

Saya harap apa yang saya ceritakan bisa menjadi rahasia di antara kita saja.

Anda tidak akan mau tahu apa yang akan bisa dilakukan Jaehwan apabila dia tahu bahwa rahasia ini tersebar.

Hanya malam itu saja Jaehwan bisa kembali menjadi dirinya yang dulu.

Tapi, Lee Jaehwan yang saya kenal adalah Lee Jaehwan yang tak akan ragu-ragu untuk melenyapkan siapapun yang menhalangi jalannya.

Satu saran saya.

Berhati-hatilah.

Dan saya minta tolong agar anda tidak membuka rahasia ini pada siapapun

Atau

Apa yang dikerjakan Jaehwan selama ini akan berakhir pada kesia-siaan belaka.

Sudah cukup Taecyeon yang mengalami semuanya.

Sudah cukup Yesung dan Ryeowook yang menjadi korbannya.

Jangan sampai Jaehwan dan Taekwoon juga mengalaminya.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
annah_13 #1
Chapter 12: