Love Story

Wild Imagination by doubleAA10
Wonshik merasa tidak nyaman.
 
Amat sangat tidak nyaman, dan ia hanya bisa menatap pada satu obyek yang membuatnya merasa tidak nyaman dengan penuh kebingungan.
 
Di depan seluruh karyawan hotel tempatnya bekerja, tengah di perkenalkan putra dari direktur utama tempat ini, dan orang itu, entah kenapa, sedari tadi terus memandangi dirinya. Bahkan saat ia sedang memberi kata sambutan pada semua staff karyawan hotel ini, orang itu sedari tadi terus memandangi dirinya. Membuat Wonshik jadi merasa tidak nyaman.
 
Sebuah senggolan pada lengannya membuat ia menoleh pada Hongbin, rekan sesama supervisi-nya.
 
"Min, kau kenal dengan putra direktur itu?" tanya Hongbin dengan suara berbisik.
 
"Tidak. Aku sama sekali tak kenal dengannya. Kenapa?" sahut Wonshik dengan suara yang bahkan lebih pelan.
 
"Kalau kau tidak kenal dengannya, kenapa dia terus memandangimu dari tadi?" tanya Hongbin yang penasaran dengan sikap putra direktur tempatnya bekerja.
 
Wonshik menatap temannya itu, dan menggelengkan kepalanya. "Aku sendiri juga tak tahu, Bin-a. Dan tatapannya itu dari tadi membuatku sangat tidak nyaman." ujar Wonshik yang kembali menatap ke depan, dan sepasang mata Bambi-nya kembali bertatapan langsung dengan sepasang mata tajam milik putra pak direktur...dan senyum tipis yang tiba-tiba menampakkan dirinya di wajah tampan putra direkturnya itu langsung membuat bulu kuduk Wonshik meremang.
 
Tak tahu kenapa, tiba-tiba saja ia merasa seperti seekor rusa yang tengah terpojok oleh seekor harimau.
 
"Min?" panggil Hongbin yang merasa temannya tiba-tiba bersikap aneh.
 
"E-entah kenapaaku merasa ada hal tak mengenakkan yang akan terjadi, Bin-a." bisik Wonshik dengan suara yang agak bergetar.
 
"Huh? Apa maksud—"
 
"Shim Wonshik."
 
Perkataan Hongbin langsung terhenti karena tiba-tiba saja nama temannya itu terdengar di hall tempat semua karyawan bekerja berkumpul. Hongbin langsung menoleh ke temannya, dan sekilas ia bisa melihat ada rasa panik terpancar di sepasang mata sahabatnya, sebelum topeng profesional terpasang pada wajah temannya itu. Sepertinya sambutan yang dilakukan putra pak direktur itu sudah selesai, dan kini ia sudah siap untuk memulai tugasnya sebagai direktur sementara di hotel ini.
 
"Ya. Saya Shim Wonshik. Ada yang bisa saya bantu,pak?" sahut Wonshik dengan suara yang tenang, meskipun ketenangan itu saat ini hanya ada di luar saja.
 
Dan rasa panik yang sedari tadi sudah memenuhi hatinya menjadi berkali lipat ketika sebuah senyum—yang di mata Wonshik lebih terlihat seperti sebuah seringai—kembali muncul di wajah tampan direktur semetara-nya itu.
 
"Shim Wonshik, mulai hari ini tugasmu sebagai manajer sementara di non aktifkan dulu, karena mulai sekarang kau akan meng-asisteniku." ucap direktur sementara itu dengan nada tegas. "Oh, dan mulai saat ini kau juga berstatus sebagai tunanganku. Setelah ini, aku mengharap kehadiranmu di ruanganku sesegera mungkin."
 
Bagai petir yang menyambar di siang bolong, rasanya tiba-tiba saja otak jenius seorang Shim Wonshik jadi membeku dan tak bisa bekerja. Yang bisa ia lakukan hanya terdiam dengan wajah bodoh, dan sepasang mata yang terus berkedip dengan bingung.
 
'Apa yang sedang terjadi?!'
 
.
 
.
 
.
 
.oOHoMinOo.
 
.
 
.
 
.
 
"Kau bilang kau tak kenal dengannya? Lalu kenapa kau bisa jadi tunangannya?!" tuntut Hongbin yang tiba-tiba saja merasa dikhianati oleh rekan kerjanya itu. Bukannya alay atau bagaimana, tapi semenjak ia bekerja disini dan mengenal seorang Shim Wonshik,ia merasa sudah menemukan partner in crime dan bestfriend-nya. Dan sebagai seorang sahabat,ia tak pernah menyembunyikan hal apapun dari Wonshik,dan ia pikir Wonshik pun bersikap sama sepertinya. Tapi sepertinya perasaannya itu hanya sepihak,karena sahabatnya itu berkata kalau ia tak kenal dengan Jung Jaehwan, tapi ternyata mereka sudah bertunangan! Bagaimana ia bisa menahan diri untuk tidak sakit hati dan menuntut jawaban dari sahabatnya itu.
 
Wonshik menatap sahabatnya, dan langsung mengumpat keras.
 
",Bin-a! Jangan berani-beraninya kau berpikir kalau aku punya tunangan dan tidak bercerita padamu. Aku bersumpah kalau aku tidak kenal dengan Jung Jaehwan itu, dan yang pasti, aku juga tidak bertunangan dengannya!" ucap Wonshik dengan berapi-api,sebelum ia menghembuskan nafas keras, dan menjambak rambutnya sendiri dengan frustasi.
 
Hongbin menatap sahabatnya yang kini terlihat benar-benar stress, dan kini ia bisa melihat kalau rasa panik yang sempat ia lihat di mata sahabatnya itu kembali muncul.
 
"Jadi, kau benar-benar tak mengenal Jung Jaehwan itu?"
 
"Bukankah sudah aku bilang dari awal kalau aku tak kenal si Jung Jaehwan itu? Kalau aku bilang tak kenal, ya aku memang benar-benar tak kenal dengannya. Melihat langsung seorang Jung Jaehwan yang dari kemarin sudah menjadi bahan pembicaraan di hotel saja baru tadi itu. Mana mungkin aku bisa kenal dengannya?!" cerocos Wonshik yang semakin lift yang mereka naiki semakin mendekali lantai teratas, semakin merasa kalau rasa panik, bingung, frustasi dan stress yang memenuhi hati dan pikirannya semakin menjadi-jadi.
 
Ia benar-benar tak ingin menemui direktur baru-nya itu dan berhadapan langsung secara dekat dengan Jung Jaehwan. Tapi apa daya, ia hanya seoarang pekerja disana—walaupun jabatannya adalah seorang manajer—dan perintah direktur adalah hal yang harus ia laksanakan.
 
"Kalau kau tak kenal dengan Jung Jaehwan, bagaimana bisa kau bertunangan dengannya?" tanya Hongbin lagi, yang membuat Wonshik jadi semakin naik darah.
 
"Aku tak tahu Bin-a! Dan berhenti berkata kalau aku adalah tunangannya!" tukas Wonshik dengan nada keras.
 
DING!
 
Suara lift yang menandakan kalau mereka sudah sampai pada tujuan dan terbukanya pintu lift membuat keduanya terdiam.
 
Wonshik menarik nafas dalam dan semua pertahannnya tiba-tiba saja runtuh. Membayangkan kalau harus berhadapan langsung dengan Jung Jaehwan yang membuat bulu kuduknya meremang benar-benar membuatnya amat-sangat panik.
 
"Aku tak mau menemuinya. Aku tak mau menemui Jung Jaehwan. Aku akan kembali ke ruangan saja, dan menulis surat pengunduran diri." Ucap Wonshik yang langsung menekan tombol tutup pada lift. Namun Hongbin juga tak kalah cepat, dan langsung memencet tomol buka pada lift, dan mendorong sahabatnya itu keluar dari lift.
 
Kalau Hongbin bisa disebut keras kepala, maka Wonshik juga sama seperti sahabatnya itu. Meskipun di dorong keluar oleh Hongbin, satu tangan Wonshik masih berpegangan pada besi kecil yang terpasang pada sisi kanan-kiri lift.
 
"Jangan bodoh Shim Wonshik. Kau sudah bekerja keras dihotel ini dan mencapai jabatan seorang manajer, masa hanya karena akan bertemu dengan direktur baru itu saja kau akan mengundurkan diri? Lagipula kalau kau mengundurkan diri, kau mau membayar cicilan apartement mahalmu dengan uang darimana?" cecar Hongbin yang masih saja harus mendorong kuat temannya dari lift.
 
Kalimat tentang membayar cicilan apartement yang kini ia tempati itu membuat pegangannya sedikit melemah, dan akhirnya Hongbin berhasil membuat Wonshik sepenuhnya keluar dari lift.
 
"Kau tinggal masuk menemui Jung Jaehwan dan meminta penjelasan mengenai tugas barumu, dan tentang statusmu yang bertunangan dengan dia, dan setelah itu semuanya beres. Direktur lama kita lebih tegas dan lebih garang dari Jung Jaehwan ini kan? Jadi apalagi yang kau takutkan?" ucap Hongbin yang kini menarik Wonshik hingga sampai di depan ruang direktur utama, dan kini mengetuk pintunya.
 
Sebuah sahutan yang mengijinkan mereka masuk membuat Hongbin langsung mendorong Wonshik, dan memberikan sebuah bisikan "Semangat, kau pasti bisa!" dan kini Hongbin bisa kembali ke ruangannya karena tugasnya mengantar Wonshik ke ruang direktur utama sudah selesai.
 
Disisi lain, Wonshik harus menarik nafas panjang saat ia akhirnya memasuki ruang direktur utama itu.
 
"...iya Appa. Aku setuju dengan usulan Appa, karena aku sendiripun juga bisa merasakannya begitu pertama kali aku melihatnya secara langsung."
 
Suara bariton rendah itu memasuki gendang telinga Wonshik, dan ia mengangkat kepalanya—hanya untuk langsung bertatapan kembali dengan sepasang mata tajam itu.
 
'Jika Hongbin pikir Jung Kangho lebih tegas dan lebih garang daripada putranya, itu memang benar. Hanya saja baginya, tatapan penuh makna dari sepasang mata Jung Jaehwan jelas membuatnya merasa lebih baik berurusan dengan Jung Kangho daripada dengan putranya' pikir Wonshik saat ia kembali merasakan rasa terimidasi itu hanya dari tatapan Jung Jaehwan kepadanya.
 
"...iya, aku juga sudah mengumumkan kalau Shim Wonshik adalah tunanganku, dan kurasa kita harus segera mengadakan acara bersama keluarga Shim untuk menentukan kapan pernikahanku dengan Wonshik akan dilaksanakan."
 
Nafas Wonshik langsung tercekat saat ia mendengar percakapan anatar Jung Jaehwan dengan appa-nya, yang tak lain dan tak bukan adalah Jung Kangho, direktur sekaligus pemilik hotel tempatnya bekerja ini.
 
"Aku berharap pernikahannya bisa dilaksanakan akhir bulan ini, atau minimal awal bulan depan, karena Appa, sekarang Shim Wonshik sudah berada tepat didepanku, dan aku hampir-hampir tak bisa menahan diri untuk tidak langsung 'menerkamnya' saat ini juga." Ucap Jung Jaehwan sambil menyeringai dan menjilat bibirnya sambil menatap Shim Wonshik dari atas sampai bawah dengan penuh apresiasi.
 
"Oke Appa, aku tahu. Aku akan menahan diri sampai malam pertama nanti karena kurasa Wonshik tak mengingatku sama sekali. Jadi sekarang aku akan berusaha untuk mengingatkannya lagi padaku dan pada janjinya. Bye Appa.
 
Setelah menutup teleponnya, Jung Jaehwan memfokuskan dirinya sepenuhya pada Wonshik, dan seringainya kembali muncul saat ia melihat kalau tubuh Wonshik menjadi tegang dan kaku, dan terutama, sepasang mata bambinya terlihat begitu takut padanya.
 
"Shim Wonshik." Panggilnya dengan suara rendah, dan ia merasakan kepuasan saat melihat Wonshik terlonjak kecil, dan mengambil satu langkah mundur.
 
"Uh..sa-saya akan kembali ke ruangan saja." Ucap Wonshik dengan terbata, dan lelaki itu langsung berbalik untuk keluar dari ruangan.
 
Tapi tentu saja Jaehwan tak mungkin membiarkan hal itu terjadi. Dengan langkah cepat ia langsung mendahului Wonshik, mengunci pintu ruangannya, dan menyandarkan badan tegapnya di pintu.
 
"Kenapa terburu-buru begitu Shim Wonshik? Bukankah sudah kubilang tadi kalau mulai sekarang kau menjadi asistenku? Dan sebagai asistenku, sudah jelas kalau sekarang ruang kerjamu pindah disini juga." Ucap Jaehwan dengan suara yang rendah dan terdengar lembut. Namun bagi Wonshik, ucapan Jaehwan seolah membuatnya terperangkap dan ia tak tahu dimana jalan keluarnya.
 
Melihat Wonshik yang hanya bisa terdiam, Jaehwan tertawa kecil.
 
"Oke, kurasa lebih baik kita langsung ke intinya saja. Jadi, Shim Wonshik, apa kau percaya dengan soulmate? Belahan jiwa? Karena jika kau tak percaya, lebih baik kau mulai percaya sejak sekarang, karena kau adalah soulmate-ku. Dan karena kau adalah soulmate-ku, sebelum usiaku menginjak 30 tahun, kau harus berhubungan intim denganku. Dan tanggal 6 Februari besok, adalah ulang tahunku yang ke 30."
 
.
 
.
 
..
 
..
 
...
 
Dan tiba-tiba saja dunia menjadi gelap bagi seorang Wonshik.
 
 
Wonshik memegang kepalanya yang berdenyut nyeri. Kedua alisnya bertaut kesal, dan eskpresi wajahnya masam.
 
"Ah, jangan begitu Jung Kangho-ssi, kami malah yang senang jika memang putra kami akan menikah dengan nak Jaehwan. Wonshik itu membuat kami khawatir selama ini karena dia tak bernah berkencan sama sekali. Ternyata itu karena memegang janji akan menikah dengan nak Jaehwan. Kami jadi senang mendengarnya."
 
Urat saraf di pelipis Wonshik semakin berkedut tak senang. Apalagi melihat senyum puas terpasang di wajah –coret—tampan—coret Jaehwan.
 
"Wonshik-ah, apa kau sudah merasa baikan? Atau masih pusing? Mau aku pijat pelipismu?"
 
Dan namja yang membuatnya shock sampai pingsan itu kini duduk di sampingnya yang masih berbaring di tempat tidur, dan bersikap sok perhatian padanya. Lupakan fakta bahwa namja itu juga yang membawanya pulang dalam keadaan masih pingsan, dan—menurut cerita ibunya—Jaehwan menggendongnya dengan gaya bridal style yang romantis hingga membaringkannya dengan lembut di tempat tidurnya.
 
Parahnya, saat ini ia bisa mendengar pekikan senang Ibunya melihat Jaehwan yang perhatian padanya. Hingga, meskipun ia ingin menepis tangan yang kini memijat kepalanya, ia jadi merasa tak tega. Hey, memang dia itu jarang pulang ke rumah dan memberi kabar pada orang tuanya, tapi tetap saja, ia tak akan tega memecah balon kebahagiaan yang kini sedang di rasakan kedua orang tuanya. Meskipun itu berarti ia harus menahan diri.
 
"Ahh, kurasa Wonshiknie memang benar-benar suka padamu nak Jaehwan. Buktinya ia diam saja menikmati perlakuanmu. Padahal biasanya dia pasti sudah marah-marah dan—"
 
"Umma!" sergah Wonshik kesal.
 
"Aigoooo~ Apa kau malu Wonshiknie?" goda Ibunya. "Aaah~ Umma bahagia kalau tahu kau sudah menemukan pendamping hidup yang kau cintai dan juga mencintaimu. Kalau begitu, kami akan biarkan kau berdua saja dengan Jaehwan. Biar para orang tua saja yang membahas soal pertunangan dan pernikahan kalian berdua di ruang keluarga."
 
Dengan kalimat itu, kedua orang tua Wonshik beserta kedua orang tua Jaehwan beranjak keluar dari kamar Wonshik menuju ruang utama di rumah mereka. Dan Wonshik masih bisa mendengar betapa bersemangatnya kedua orang tuanya mengenai rencana pernikahan dirinya dengan Jaehwan.
 
"Jadi... apa kau memang benar suka padaku, Wonshiknie?"
 
Wonshik mengerucutkan bibirnya sebal dan langsung menepis tangan Jaehwan yang masih bertengger memijat lembut kepalanya.
 
"Jangan bermimpi! Pergi sana, kepalaku semakin pusing dengan keberadaanmu disini." kesal Wonshik yang kini memejamkan matanya erat dengan bibir yang masih mengerucut lucu.
 
Wonshik memekik kaget saat ranjangnya berguncang dan tiba-tiba saja Jaehwan sudah berada di atas tubuhnya,mengungkungnya dengan kedua lengan kekar di samping kepalanya.
 
Tanpa sebab, suhu di kamar Wonshik menjadi panas...
 
.
 
..
 
...dan begitu pula dengan suhu tubuh Wonshik.
 
"Wonshiknie, kuperingatkan. Jangan bertingkah imut didepanku, apalagi saat kita sendirian. Aku tak bertanggung jawab jika kau kuserang tiba-tiba." ancam Jaehwan dengan nada rendahnya yang terkesan berbahaya... dan y.
 
Wonshik merasakan jantungnya seolah akan melompat keluar, dan ia hanya bisa diam terpaku menatap Jaehwan yang nampak begitu mengintimidasi... juga menggairahkan.
 
.
 
.
 
..
 
..
 
...
 
—Apa?!
 
Ia ingin memukul dirinya sendiri karena pikiran gila itu sempat melintas dalam benaknya.
 
Jaehwan jelas-jelas namja gila tukang paksa yang seenaknya sendiri. Ia bukan namja yang y dan menggairahkan. Bukan. Sama sekali bukan!
 
Wonshik tanpa sadar menggigit bibir bawahnya—gestur kebiasaannya ketika gugup dan bingung. Dan ia terkejut saat tatapan panas Jaehwan melepas kontak mata mereka, dan bergerak turun meyambangi bibirnya.
 
"Kau benar-benar menggoda imanku, Wonshik." Jaehwan menggeram dalam, dan itu mengalirkan senasi pans namun menyenangkan di sekujur tubuh Wonshik. Sampai ia tak bisa menolak saat jemari Jaehwan mengangkat dagunya, dan dalam sekejap mata, bibir mereka bersentuhan.
 
Aliran listrik itu menyetrum seluruh sel tubuh Wonshik dengan rasa panas yang membuat tubuhnya bergetar hanya dengan sentuhan bibir Jaehwan. Tanpa sadar ia sendiri mendongakkan kepala agar bibirnya bisa kembali menyentuh bibirJaehwan dengan lebih. Sepasang mata bambinya memejam menikmati sensasi yang dirasakan tubuhnya.
 
Tatapan mata Jaehwan menggelap, pupilnya mengecil dan retina matanya berubah warna menjadi emas kecoklatan. Tubuhnya berguncang penuh hasrat melihat reaksi positif namja di bawahnya, dan ia tak bisa menahan dirinya lagi.
 
"Oh my sweet, sweet Wonshiknie.."
 
Kedua tangan Jaehwan menangkup pipi Wonshik dan bibirnya tanpa ragu langsung menyerang bibir manis di bawahnya. Jika tadi ia hanya sekedar menyentuh bibir Wonshik dengan bibirnya, kali ini Jaehwan tak segan untuk langsung mencumbu namja di bawahnya itu.
 
Wonshik merasakan tubuhnya memanas dan perutnya bergolak. Bibir yang tadinya hanya menyentuhnya itu kini menekan. Mengambil dan meraih segala yang dimiliki Wonshik, dan membuatnya gila. Bibir itu mencumbu, membelai, menekan dan menghisap setiap bagian bibirnya, dan nafas Wonshik tercekat.
 
Matanya yang terpejam sama sekali tak membantunya—dan malah semakin membuatnya merasakan ciuman Jaehwan dengan lebih intens.
 
Ia terkesiap saat Jaehwan menggigit bibir bawahnya, dan ia melenguh saat lidah Jaehwan memasuki mulutnya.
 
Wonshik tak menyadari kalau kini Jaehwan menggenggam rambutnya, dan menjambaknya pelan hingga bibirnya kini tersuguh untuk Jaehwan nikmati secara penuh. Dan ia sendiripun tak sadarkalau kini kedua tangannya menggenggam baju Jaehwan dengan kuat.
 
Jantung Wonshik seolah ingin meledak. Kecupan yang berubah menjadi cumbuan dan lumatan ganas dengan bibir, lidah dan gigi saling memagut dengan sensual menjadi alasannya. Seluruh indra tubuhnya terfokus pada sensasi membakar yang membuat ia mendamba. Pergolakan perutnya yang seolah berisi ribuan kupu-kupu itu membuatnya gemetar dan jemari kakinya menggelinjang penuh nikmat—dan itu semua disebabkan oleh cumbuan demi cumbuan yang diberikan Jaehwan padanya.
 
"A-aaahhhh..."
 
Wonshik mendesah saat bagian vital tubuhnya yang kini terbangun itu bergesekan dengan sesuatu yang keras dan panas.
 
"Wonshik... oh Wonshik..." ucap Jaehwan ter-engah, sambil menggesekkan kejantanan mereka berdua meskipun terhalang kain.
 
"Wonshiknie! Dengar, kami sudah membahas pernikahan..."
 
Bagai disiram dengan air es, Wonshik langsung membuka kedua matanya, dan wajahnya memerah bagai kepiting rebus—hingga ke telinga dan leher. Ia mendorong tubuh Jaehwan hingga tubuh mereka-yang entah sejak kapan berhimpitan tanpa jarak—merenggang.
 
"Ups! Maaf, Umma tak bermaksud mengganggu..."
 
Dan pada detik itu, Wonshik ingin sekali dunia ini menelannya hingga ia bebas dari rasa malu yang berlebihan ini.
 
"Jung Jaehwan, bukankah Appa bilang padamu untuk menahan diri? Tunggulah hingga kalian menikah." tegur Jung Kangho yang melihat anaknya seolah sudah tak sanggup lagi menahan diri untuk tidak segera 'memakan' Wonshik.
 
"Benar. Wonshik, Appa harap kalian bisa menahan diri. Pernikahan kalian akan dilaksanakan minggu depan, dan tahanlah diri kalian sampai pernikahan kalian terlaksana."
 
Wonshik langsung meraih bantal, dan menutupi wajahnya yang sudah merah pekat saking malunya.
 
Jaehwan menarik nafas panjang untuk menenangkan dirinya.
 
Sulit sekali.
 
Wonshik sudah berada dalam pelukannya, dan ciuman mereka tadi sudah membangkitkan hasrat buas Jaehwan. Menahan diri? Bagaimana ia sanggup?
 
"Jaehwan." Jung Kangho memperingati putranya.
 
Jaehwan kembali menarik nafas panjang, dan ia mengepalkan tangannya kuat-kuat.
 
'Tahan dirimu, Jung Jaehwan. Satu minggu. Hanya satu minggu lagi dan kau bisa memiliki Wonshik seutuhnya. Tahan dirimu dan bersabarlah.'
 
Jaehwan membuka matanya dan seketika tubuhnya menjadi tenang melihat Wonshik yang menutupi wajahnya dengan bantal. Ia tersenyum dan mencondongkan tubuhnya.
 
"Shim Wonshik, satu minggu lagi, dan tak akan ada yang bisa menghentikanku lagi." bisik Jaehwan sebelum ia menarik diri dan turun dari atas tempat tidur. Ia pamit untuk pulang bersama Jung Kangho.
 
.
 
.
 
.
 
.oOHoMinOo.
 
.
 
.
 
.
 
Satu minggu Wonshik lalui seperti sebuah film yang durasinya di percepat. Setiap pagi ia bekerja mengasisteni Jung Jaehwan sebagai direktur baru, dan sepulang kerja ia bersama dengan Jaehwan, dan kedua umma mereka pergi ke berbagi tempat berbeda setiap hari.
 
Hari pertama mereka ke toko kue, dan Wonshik disuruh memilih kue pernikahan yang ia suka, dan ia langsung merasa sirkuit otaknya putus ditempat.
 
Hari kedua ia di bawa ke berbagai butik terkenal dan disuruh mencoba berbagai tuksedo berwarna putih.
 
Hari ketiga ia dibawa ke perusahaan percetakan besar yang bekerja membuat kartu undangan serta foto prewedding.
 
Hari ke empat ia dibawa ke stasiun televisi nasional, dan mereka memberikan press conference mengenai berita pernikahan itu.
 
Yang Wonshik ingat dalam presscon itu adalah ia dan Jaehwan dicecar berbagai pertanyaan mengenai acara pernikahan besar pasangan gay pertama di Korea Selatan yang lakukan oleh putra konglomerat negara itu. Pasangan gay di KorSel memang sudah banyak, pemerintahpun sudah lama melegalkan pernikahan sesama jenis. Hanya saja, baru kali ini acara pernikahan gay itu diprakarsai oleh konglomerat berpengaruh di negara mereka, dan acara itu dilaksanakan secara besar-besaran.
 
Tapi, hal yang membuat Wonshik terheran-heran adalah... saat ia dihadapkan dengan orang-orang yang mencecarnya dengan pertanyaan bernada tidak mengenakkan, ia merasa tenang. Merasa bahwa tak akan ada hal buruk yang terjadi. Ia merasa... aman.
 
Dan ia berusaha meyakinkan diri bahwa perasaan aman itu timbul bukan karena Jaehwan berada di sampingnya dan menggenggam erat tangannya sementara lelaki itu menjawab segala pertanyaan yang diajukan.
 
Hari kelima ia dan Jaehwan dilarang untuk saling berjumpa, dan ia sendiri juga diliburkan dari pekerjaannya. Dan yang lebih parah, seharian itu ia dibawa ke tempat perawatan tubuh dan wajah oleh ibunya.
 
Sekilas namun tak yakin, seharian itu, beberapa kali ia tanpa sengaja memperhatikan jalan, dan beberapa kali itu pula ia mendapati seekor anjing(?) yang berukuran besar tengah menatapnya.
 
Ah, sudahlah.
 
.
 
.
 
.
 
.oOHoMinOo.
 
.
 
.
 
.
 
'Anjing itu lagi,' batin Wonshik yang melihat melalui jendela kamarnya. Anjing besar itu duduk diam diseberang jalan rumahnya, dan menatap lurus ke kamarnya.
 
"Shim Wonshik! Apa kau benar-benar yakin?"
 
Wonshik mengalihkan perhatiannya dari jendela dan menatap sahabatnya satu-satunya. Menatap Hongbin jadi membuatnya teringat kalau besok adalah hari pernikahannya. Ia menghela nafas.
 
"Aku tak yakin, Bin-a. Bahkan kadang kupikir aku ini sedang bermimpi. Bayangkan saja, seminggu lalu aku masih asyik bekerja bersamamu, dan tiba-tiba saja besok aku sudah akan menikah dengan orang asing, dan bahkan pernikahan itu sudah di beritakan di televisi nasional. Kalau bukan mimpi, lalu apa namanya?"
 
Gyut!
 
"Yah! Apa kau gila?!" teriak Wonshik kesal sambil mengelus lengannya.
 
"Aku hanya berusaha membantumu. Kucubit rasanya sakit?" tanya Hongbin. Wonshik mengangguk. "Kalau begitu ini bukan mimpi, pabbo! Besok ini kau benar-benar akan menikah dengan Jung Jaehwan. Apa kau tidak bisa menanggapinya dengan lebih serius?"
 
Wonshik melemparkan dirinya ke tempat tidur, dan menutup wajahnya dengan lengannya.
 
"Lalu aku bisa apa, Bin-a? Aku tak mungkin membatalkan ini atau kabur begitu saja. Bisa-bisa aku malah menghancurkan keluargaku sendiri. Selain itu..."
 
Hongbin menoleh memperhatikan sahabatanya yang diam tak melanjutkan kalimatnya, dan wajahnya terperangah. Ia berpikir kalau ia akan mendapati wajah keruh sahabatnya, tapi apa...sahabatnya itu malah memasang senyum tipis di wajahnya.
 
Dan tiba-tiba Hongbin sadar.
 
"Min, apa kau...suka dengan Jung Jaehwan itu?"
 
.
 
.
 
.
 
.oOHoMinOo.
 
.
 
.
 
.
 
"Jung Jaehwan, Apakah kau bersedia menerima Shim Wonshik sebagai suamimu, untuk memiliki dan menerima, mulai hari ini dan seterusnya, dalam suka maupun duka, dalam kaya maupun miskin, dalam sakit maupun sehat, untuk terus saling mencintai, menyayangi dan menghargai, hingga maut memisahkan kalian?"
 
"Ya. Saya bersedia."
 
Sebuah cincin disematkan Jaehwan di jari manis Wonshik.
 
"Dan Shim Wonshik, Apakah kau bersedia menerima Jung Jaehwan sebagai suamimu, untuk memiliki dan menerima, mulai hari ini dan seterusnya, dalam suka maupun duka, dalam kaya maupun miskin, dalam sakit maupun sehat, untuk terus saling mencintai, menyayangi dan menghargai, hingga maut memisahkan kalian?"
 
Wonshik menatap Jaehwan... dan tiba-tiba Wonshik teringat dengan ucapannya pada Hongbin semalam.
 
'Aku... bukannya suka atau bagaimana... hanya saja... aku tak tahu bagaimana bisa merasakan perasaan ini. Tapi saat bersama Jaehwan, aku merasa aman. Merasa utuh. Seolah-olah aku tengah berada di rumah. Aneh... sangat aneh karena aku bisa merasakan hal-hal seperti itu pada orang yang bahkan baru ku kenal satu minggu saja, tapi kupikir selama ini tak ada orang yang bisa membuatku merasa aman hanya dengan keberadaannya. Dan kalau memang aku harus menikah, mungkin menikah dengan orang yang bisa membuatku merasa tenang dan aman seperti aku sudah berada dalam rumah adalah hal yang terbaik.'
 
"Ya. Saya bersedia."
 
Wonshik menerima cincin yang di sodorkan Hongbin—bestmannya—dan menyematkannya di jadi Jaehwan. Dan saat ia menarik tangannya, dengan cepat Jaehwan langsung menggenggam erat jemarinya—membuat perut Wonshik jadi bergolak hangat.
 
.
 
.
 
.
 
.oOHoMinOo.
 
.
 
.
 
.
 
Jaehwan melemparkan tubuh Wonshik ke ranjang. Ia melepas dan melemparkan jas serta dasi yang ia kenakan, dan mulai merangkak ke atas tubuh Wonshik.
 
"Wonshik... my Wonshik..." bisik Jaehwan dengan suara berselimut nafsu. Wonshik sudah resmi menjadi miliknya, dan kini namja itu sudah berada tepat di tempat yang ia inginkan. Berbaring di atas ranjangnya—tersaji siap untuk ia nikmati
 
Wonshik yang melihat mata Jaehwan menggelap, memundurkan tubuhnya dengan panik.
 
"T-t-tu-tunggu dulu..."
 
Jaehwan menggeram tak senang, dan berniat mengabaikan Wonshik.
 
"K-ku-kubilang tunggu dulu sebentar! A-a-aku ingin menanyakan satu hal!" pekik Wonshik panik saat melihat Jaehwan semakin dekat padanya.
 
"Satu pertanyaan." desis Jaehwan yang akhirnya berhenti bergerak—meskipun bisa dibilang separuh tubuhnya sudah mengungkung tubuh Wonshik.
 
Wonshik menelan ludahnya dengan gugup.
 
"K-ke-kenapa harus aku? D-dan apa maksudmu dulu dengan a-aku adalah soulmate-mu dan kau harus... ummm... harus berhubu... ummm... kau harus..."
 
Oh Tuhan, melihat Wonshik yang kebingungan dan malu-malu serta panik itu membuat Jaehwan benar-benar tak bisa menahan diri lebih lama lagi!
 
Tanpa menunggu lagi, Jaehwan langsung meraup bibir sensual Wonshik, dan menciumnya dengan ganas. Bibirnya menekan bibir Wonshik, sebelum ia mulai bermain dengan kedua belah bibir Wonshik.
 
"mmmhhhh..."
 
Wonshik tak tahu apa yang terjadi dengan tubuhnya. Namun tiba-tiba saja ia merasa sekujur tubuhnya memanas dengan tak terkendali.
 
Jaehwan mengemut bibir atas Wonshik—dan tubuh Wonshik langsung tersentak dan sekujur tubuhnya gemetar menahan hasrat. Hasrat yang tidak ia tahu dari mana datangnya, tapi menyebar begitu cepat di tubuhya, dan membuat bagian privatnya mulai terbangun.
 
Jaehwan menyeringai melihat reaksi Wonshik, dan instingnya sendiri menyuruhnya untuk segera mengklaim namja yang terlihat sangat menggairahkan terbaring di bawah tubuhnya.
 
Dan siapakah Jaehwan hingga ia sanggup melawan instingnya?
 
Ia kembali meraup bibir Wonshik, dan mengemut dan menggigitinya dengan gemas. Setiap sudut bibir Wonshik membuatnya tak tahan, dan ia menghabiskan waktunya untuk benar-benar membuat sepasang bibir penuh dosa itu bengkak dan memerah dengan y.
 
"a-aahhh... mmhhhh.."
 
Dan jangan lupakan desahan-desahan kecil yang keluar setiap kali ia menggigigit kuat sebelum menyesap bibir Chanmin—dan semua desahan yang menyambangi telinganya itu membuatnya semakin gila.
 
Jaehwan menyelipkan kakinya di antara kaki Wonshik, dan ia tersenyum puas saat Wonshik terkesiap hebat ketika ia menggesekkan lututnya ke pangkal paha Wonshik.
 
Jaehwan tak menyiakan kesempatan saat bibir Wonshik terbuka. Ia cepat menyelipkan lidahnya ke mulut Wonshik, dan menggeram senang saat menemukan lidah Wonshik dengan cepat membalas invasinya. Keduanya bergelut dan saling membelit lidah di dalam mulut Wonshik. Intensitas gesekan kaki Jaehwan di bagian privat Wonshik—yang sudah sepenuhnya keras—membuat tubuh Wonshik menggelinjang tak karuan. Lidah Jaehwan yang terus menuntutnya untuk membalas french kiss-nya itu sama sekali tak membantu. Pikirannya sudah benar-benar hanya terpusat pada kenikmatan di pangkal pahanya, dan ia tanpa sadar menggerakkan pinggulnya untuk semakin mendapatkan gesekan yang lebih keras, dan lebih nikmat, dan lebih membuat otot perutnya mengencang, dan lebih kuat, dan membuat ia melenguh semakin kencang, dan... dan...
 
"Ah, ah, ah! Aaahhhh!"
 
Jaehwan meyeringai puas melihat bagaimana punggung Wonshik melengkung ke atas dan matanya terpejam kuat saat gelombang e melandanya. Leher putih Wonshik tersaji di hadapannya dan ia dengan cepat menyesap dan menggigiti leher itu dan menandai setiap teritorinya.
 
Melihat betapa menggairahkanya wajah Wonshik saat mencapai e membuat Jaehwan kembali menggesekkan lututnya ke pangkal paha Wonshik yang kini basah.
 
Dan seringai Jaehwan semakin melebar saat tubuh Wonshik merespon tindakannya. Dengan sangat tak sabar, Jaehwan merobek kemeja yang dikenakan Wonshik dan bibirnya yang sedari tadi menikmati leher Wonshik langsung menempel pada puting Wonshik yang kecil menggemaskan.
 
"a-ah, nghhh, mmhh... ah, ah, ah!"
 
Wonshik sudah tak mengerti apa yang terjadi pada dirinya. Seharusnya begitu mencapai enya, tubuhnya akan langsung lunglai tak berdaya. Namun begitu Jaehwan kembali mengesek bagian privatnya, aliran panas kembali mengaliri setiap sel tubuhnya, dan Wonshik kembali menemukan dirinya merintih penuh hasrat di bawah perlakuan Jaehwan.
 
Dan ia tak peduli hal apapun selain menerima bahwa setiap hal yang dilakukan Jaehwan membuat tubuhnya panas membara dan ia mendambakan untuk terus disentuh dan dipuaskan.
 
Seolah mengerti benar keinginan Wonshik, Jaehwan sama sekali tak berhenti untuk terus mencicipi setiap jengkal tubuh atas Wonshik. Ia mengemut dan menggigit pelan Wonshik, sementara satu tangannya meremas dan mencubiti satunya. Ia menservis Wonshik bergantian dengan mulut dan tangannya, sedangkan lututnya terus bergerak untuk memuaskan benda di pangkal paha Wonshik.
 
Jaehwan menjauhkan tubuhnya dari Wonshik, dan Wonshik mengeluarkan rengekan protes. Jaehwan tersenyum geli sebelum ia berkutat dengan celana Wonshik, hingga akhirnya ia bisa melihat bagian privat Wonshik. Melihat langsung bagaimana bentuk Wonshik yang kini berdiri tegak menantang. Melihat bagaimana ujung —yang ukurannya tak sebesar milik Jaehwan—itu berwarna merah dengan cairan bening precum menghiasinya.
 
Melihat hal itu, Jaehwan langsung meraup itu ke dalam mulutnya dan mengisapnya seperti permen—dan menghasilkan reaksi berupa sentakan kuat tubuh Wonshik yang disusul dengan lenguhan penuh birahi dari bibir sensual yang sudah membengkak akibat ulah Jaehwan.
 
Kedua tangan Wonshik langsung meremas surai Jaehwan, dan Jaehwan bergumam kecil—gumaman yang membuat mulut Jaehwan bergetar dan Wonshik mengerang penuh nikmat.
 
Jaehwan terus bergumam dan mulai menggerakkan kepalanya naik-turun untuk memanja Wonshik. Tak lupa sesekali ia menggunakan lidahnya untuk membuat Wonshik mengeluarkan desahan yang lebih keras.
 
"o-oohhh, ah, ah, ah, ngmhhhh..."
 
Desahan Wonshik terus membuat Jaehwan semangat memanja di dalam mulutnya. Ia membawa Wonshik ke dalam mulutnya dan menghisapnya kuat, dan cengkeraman tangan Wonshik di kepalanya semakin menguat. Tiga hisapan kuat berikutnya, dan desahan melengking Wonshik memenuhi kamar mereka dan Jaehwan menelan setiap sperma yang keluar dari di mulutnya.
 
Lemas.
 
Wonshik benar-benar merasa lemas. Karena itu, ketika Jaehwan membalikkan tubuhnya hingga ia dalam posisi tengkurap, ia hanya bisa diam pasrah.
 
"Kyah!"
 
Namun Wonshik tak bisa menahan diri untuk tak memekik kaget saat Jaehwan mengangkat pinggulnya, dan membuat lututnya menyangga tubuh bawahnya. Wajah Wonshik memerah pekat karena kini ia berada dalam posisi tengkurap, dengan pantat telanjangnya terpampang tinggi di udara.
 
Wonshik sudah akan bergerak untuk melarikan diri sebelum tangan kekar Jaehwan menahan tubuhnya untuk diam di tempat.
 
Plak!
 
Ia terpekik kaget dan tubuhnya tersentak oleh hasrat saat rasa sakit itu menghampiri pantat kanannya. Jaehwan memukul pantatnya, dan Wonshik langsung panik. Bagaimana ia tidak merasa panik jika pantatnya di pukul, tapi dia merasakan hasratnya timbul kembali dan darah kembali mengisi nya yang tadinya lemas.
 
"Kau suka itu, bukan? Kau suka saat aku memukul pantatmu, dan tubuhmu berdesir menginginkan lebih. Apa aku benar?"
 
Ia sudah akan menggelengkan kepalanya sebelum reaksinya tertutupoleh erangannya saat merasakan Jaehwan kembali memukul pantat kirinya dan membuatnya merah. Wonshik menggigit bibirnya, dan ia menenggelamkan wajahnya pada bantal.
 
"Jangan malu, Wonshik. Karena setelah ini aku akan melakukan hal-hal tak senonoh padamu." bisik Jaehwan sebelum ia menangkup kedua pantat Wonshik dan meremasnya kuat.
 
Wonshik memejamkan erat kedua matanya, dan menahan diri untuk tak kembali mengeluarkan desahan memalukan. Ia harus menggigit bibirnya kuat-kuat karena setiap gerakan tangan Jaehwan menggesek bola kembarnya, dan membuatnya merasakan sensasi nikmat yang memaksanya untuk mendesah.
 
Namun Wonshik merasakan jantungnya terhenti saat ia merasakan kedua tangan Jaehwan yang merenggangkan pantatnya, dan nafasnya tercekat saat ia merasakan deru nafas di tempat itu.
 
"A-aaaaaahhhhhhh..."
 
Wonshik melenguh tak berdaya saat Jaehwan membenamkan wajahnya di bagian belakang Wonshik, dan merasakan lidah Jaehwan menjilatnya disana. Di tempat dimana ia sendiri pun tak pernah menyentuhnya. Di tempat dimana tubuhnya berdesir dan gemetar penuh hasrat saat lidah Jaehwan kembali menyentuhnya disana.
 
Lubangnya mengerut penuh antisipasi dan saat lidah Jaehwan menekannya, Wonshik tersedak dan berusaha merangkak menjauh untuk melarikan diri. Melarikan diri dari sensasi asing di tempat yang tak pernah terpikirkan olehnya sama sekali. Sensasi yang membuat hasratnya langsung berkumpul di bagian privatnya dan membuat tubuhnya kembali terbakar hawa nafsu.
 
Namun Jaehwan dengan cepat menahan menahan tubuh Wonshik dan Wonshik hanya bisa mendesah dan tubuhnya menggelinjang pasrat saat Jaehwan kembali bermain di lubangnya.
 
"..a—ah, ah, ah...! ngghhhh...he-henti—ah! ah! ah! ah!"
 
Jaehwan menggigit pantat Wonshik sebelum ia menjauhkan wajahnya dari Wonshik, dan ia memandang puas pada hasil kerjanya. Lubang Wonshik kini terlihat memerah dan mengkilat basah dengan salivanya.
 
Jaehwan meraih kantong celananya dan mengeluarkan sebotol lube, sebelum ia sadar kalau ia masih berpakaian lengkap. Dengan cepat ia melepaskan bajunya, dan ia menjilat bibirnya penuh nafsu saat melihat Wonshik.
 
Wonshiknya masih berada di posisinya semula. Wajahnya tergeletak lemas di bantal dengan tubuh tengkurap dan punggung putih halusnya melengkung ke atas dan menampakkan pantat mulusnya yang memerah, dengan yang menggantung di antara kedua kakinya. Jaehwan menahan geraman nafsunya dan ia membasahi tanganya dengan lube berisi cairan pelumas berwarna bening yang ia miliki.
 
Tubuh Wonshik tersentak saat tangan Jaehwan kembali meremas pantatnya, dan ia memekik kecil ketika ada benda tumpul yang basah menggesek lubangnya yang terasa sangat sensitif itu. Benda tumpul berukuran tak terlalu basah itu perlahan menekan di lubangnya, dan Wonshik mengernyit tak suka.
 
"Ap-apa yang k-kau lakukan?" ucap Wonshik terbata sambil menoleh ke belakang, dan Wonshik langsung terkesiap saat ia melihat bahwa itu adalah jari Jaehwan yang berusaha menekan masuk—
 
Kesadaran langsung memenuhi benak Wonshik, dan ia sudah akan memprotes Jaehwan sebelum ia kembali terkesiap saat akhirnya jari Jaehwan masuk ke dalam tubuhnya!
 
Sakit? Tidak. Ia tidak merasakan sakit saat jari Jaehwan memasuki lubangnya. Hanya saja, itu terasa sangat aneh dan tak biasa. Ia tak pernah membayangkan lubangnya untuk dimasuki sesuatu.
 
Wonshik kembali terkesiap saat jari Jaehwan yang masih terbenam dalam tubuhnya mulai bergerak untuk masuk semakin dalam, dan Wonshik menggeliat tak nyaman.
 
"..h-he-hentikan...unghh.."
 
"..sshhh... jangan khawatir Wonshik. Aku tak akan menyakitimu." bisik Jaehwan yang kini mencondongkan tubuhnya dan memeluk Wonshik dari belakang. Ia terus berbisik menenangkan Wonshik sementara kini jarinya mulai bergerak keluar-masuk ke lubang Wonshik hingga otot rektal Wonshik terbiasa dan lubangnya agak mulai melonggar. Cairan lube yang sudah menyebar di lubang Wonshik membuat Jaehwan menggerakkan jarinya dengan lebih mudah dan leluasa.
 
Jaehwan memiringkan wajah Wonshik dan mencium bibir Wonshik saat ia mengeluarkan satu jarinya, dan memasukkan dua jari-nya sekaligus.
 
Nafas Wonshik tercekat merasakan lubangnya memprotes invasi dua jari Jaehwan, namun ciuman Jaehwan menelan segala protes yang sudah akan ia keluarkan. Tak tinggal diam, Wonshik menggeliatkan tubuhnya dan otot rektalnya mengencang untuk berusaha mengeluarkan jari Jaehwan—yang menggeliat dan membuat gerakan untuk melebarkan otot rektalnya—dari dalam tubuhnya.
 
Jaehwan menggeram dalam ciuman mereka, dan tubuh Wonshik membeku. Bagaimana ia tak membeku jika saat ini Jaehwan menggesekkan bagian depan tubuhnya di punggung Wonshik, dan dengan jelas ia bisa merasakan benda keras berukuran besar mengesek punggungnya—membuat tubuhnya bergetar tanpa sanggup ia cegah.
 
Jaehwan melepaskan ciuman mereka, dan ia memasukkan tiga jari kirinya ke mulut Wonshik, bersamaan dengan tiga jari kanannya kini memaksa masuk ke lubang Wonshik. Jaehwan bisa merasakan tubuh Wonshik tegang dan kaku, namun ia tak sanggup lagi menahan dirinya. Dengan cepat ia menggerakkan ketiga jari kanannya keluar-masuk lubang Wonshik, dan ia menjilat bibirnya penuh nafsu saat ia merasakan tangan kirinya dibasahi oleh saliva Wonshik.
 
Wonshik-nya benar-benar sangat y dan menggairahkan.
 
Tubuh Wonshik tersentak kuat dan ia mengerang penuh nikmat saat tangan Jaehwan yang berada di dalam tubuhnya menekan satu titik yang membuatnya seolah nyaris mencapai klimaks saat itu juga.
 
Jaehwan menyeringai puas, dan ia mengeluarkan jari kirinya dari mulut Wonshik, dan berganti menggigiti bahu mulus Wonshik, sementara jari kanannya yang masih di dalam lubang Wonshik bergerak dan kembali menekan titik yang membuat Wonshik mendesah keras.
 
"..a—ah! ah! ah! ngghh! ah... ah... sshhh... ah...ah! ah! ah!"
 
Desahan demi desahan terus meluncur dari bibir Wonshik. Jaehwan yang semakin lama semakin menipis pertahanannya, akhirnya mengeluarkan jarinya saat ia sudah tak bisa lagi.
 
Wonshik mengeluarkan rengekan protes sebelum tubuhnya di balik dengan cepat, dan ia menemukan dirinya terbaring terlentang dengan sepasang kaki terbuka lebar yang bertumpu di pundak Jaehwan.
 
Ia menatap bingung pada Jaehwan sebelum ia melihat Jaehwan menggerakka tangannya untuk membuka celananya.
 
Sepasang mata Wonshik terbelalak lebar saat melihat benda yang sama seperti miliknya... namun dengan ukuran yang besarnya tiga kali lipat dan panjangnya mungkin mencapai dua puluh senti.
 
"Aku sudah tak tahan lagi, dan akan mengklaim dirimu saat ini juga." gumam Jaehwan sambil melumuri nya yang panjang, tebal dan sangat besar itu dengan lube. Tangan satunya ia gunakan untuk memasukkan sisa cairan lube itu ke lubang Wonshik dan membuatnya basah dan licin.
 
Jaehwan mengarahkan ujung nya ke lubang Wonshik, dan sepasang mata bambi Wonshik melebar selebar-lebarnya.
 
"Kau adalah soulmate-ku, dan aku mengklaimmu sebagai milikku, dan proses kawin kita akan mengesahkan segalanya."
 
'Tidak mungkin. Jaehwan tidak mungkin bermaksud memasukkan monster itu ke dalam lubang—'
 
"Aaaarrggghhhh! He-hentikan! Hentikan!"
 
Jaehwan menahan tubuh Wonshik yang menggeliat kuat, dan ia menggeretakkan giginya untuk melewati penahan kuat berupa otot Wonshik agar ia bisa membenamkan diri sepenuhnya di dalam tubuh Wonshik.
 
"Rileks, Wonshik. Berusahalah untuk rileks dan biarkan aku masuk." ucap Jaehwan dengan suara terbata. Satu tangan Jaehwan menggapai Wonshik dan berusaha mengocoknya agar tubuh Wonshik bisa lebih rileks.
 
Wonshik merasakan wajahnya basah karena air mata, dan bagian bawah tubuhnya benar-benar terasa sangat sakit seolah ada yang hendak merobek lubang anusnya.
 
"Ti-tidak... hiks... ke-keluarkan... milikmu ti-tidak akan bisa..."
 
"Sshhhh... rileks Wonshik. Milikku sudah masuk separuh, dan jika kau tidak berusaha rileks, ini semua akan terasa lebih sakit lagi."
 
Wonshik sudah akan mengata-ngatai Jaehwan, namun Jaehwan kembali mendorong masuk dan ia hanya bisa merintih kesakitan. Lubangnya dipaksa untuk membuka sangat lebar, dan otot rektalnya dipaksa untuk mengakomodasi monster Jaehwan—dan tubuhnya sudah sangat lemas hingga ia hanya bisa merintih kesakitan dan membiarkan Jaehwan berbuat sesukanya.
 
"Aaaaangghhh!"
 
Tubuh Wonshik melengkung dan ia berteriak kuat saat Jaehwan mendorong masuk dengan kuat, dan menghujam tepat di titik nikmatnya, dan ia tak bisa berpikir lagi karena rasa sakit itu bercampur dengan rasa nikmat, dan ia tak bisa menentukan apakah ia berteriak kesakitan atau karena...nikmat.
 
Yang ia tahu adalah tubuhnya gemetar, hasrat dan libido kembali muncul dalam tubuhnya... dan nya kembali berdiri tegak menantang.
 
"Wonshik..oh Wonshik.." bisik Jaehwan dengan suara rendah. "..my soulmate... MINE..."
 
Tubuh Wonshik menggigil gembira mendengar nada possessive dari Jaehwan, dan perasaan seolah-olah ia sudah kembali ke rumah kembali membanjiri dirinya.
 
Ia memejamkan mata, dan dalam sekejap ia merasakan Jaehwan mencium bibirnya dengan segenap perasaan. Dan tak ada hal lain yang bisa ia lakukan selain membalas ciuman itu dengan sepenuh hatinya.
 
Ciuman mereka terlepas, dan Jaehwan menggeram sebelum ia menggerakkan pinggulnya. Membuat Wonshik terkesiap saat besar Jaehwan bergerak keluar dari lubangnya... dan ia memekik keras saat Jaehwan mendorong kuat nya untuk kembali menghujam titik nikmat Wonshik dengan akurat. Rasa sakit yang tadi begitu ia rasakan menghilang begitu saja dan tergantikan dengan rasa nikmat luar biasa saat titik nikmatnya ditekan dengan begitu kuat oleh kepala Jaehwan.
 
Otot rektalnya mengencang dan mencengkeram Jaehwan dan membuat namja itu kembali menggeram. Jaehwan memegangi belakang kaki Wonshik dan mendorongnya ke depan hingga lutut Wonshik menyentuh pundak namja yang lebih muda itu—dan Jaehwan mulai menggenjot tubuh Wonshik dengan kuat dan cepat.
 
"Aahhh! Aaahhh! Ngghh! Ngghh! Jaehwan! Jaehwan! Aahhhh! Aaahhhh! Aahhh! Aaahhh!"
 
"Wonshik, oh Wonshik... ketat sekali..."
 
Wonshik merasakan pandangannya kabur. Tubuhnya terlonjak-lonjak mengikuti ritme genjotan Jaehwan pada tubuhnya, dan bibirnya hanya bisa terus terbuka mengeluarkan desahan demi desahan karena perlakuan Jaehwan pada tubuhnya.
 
Tanpa Wonshik sadari, tubuhnya ikut bergerak seirama gerakan tubuh Jaehwan. Setiap kali Jaehwan memasuki tubuhnya, Wonshik menggerakkan pinggulnya untuk menemui hujaman keras Jaehwan, dan ia akan mendesah, melenguh dan mengerang penuh nikmat karena titik nikmatnya di hujam oleh Jaehwan dengan keras dan sangat kuat.
 
Tak perlu waktu lama bagi Wonshik untuk merasakan ia sudah dekat pada klimaks. Tangannya meraih leher Jaehwan dan menariknya hingga ia bisa mencium bibir Jaehwan. Dan bibir keduanya bertemu dalam ciuman panas namun berantakan. Lidah saling membelit dan gigi saling berbenturan, dan gerakan Jaehwan semakin kuat dan semakin cepat, dan Wonshik tak sanggup lagi—
 
"..a—ah! ah! ah! Jaehwan! Jaehwano! AAAAAHHHHHH~!"
 
Tubuh Wonshik mengejang dan seluruh otot tubuhnya mengencang sementara nya mengeluarkan cairan putih susu dan seluruh pikirannya terlempar ke kubangan nikmat bernama puncak e.
 
Jaehwan menggigit bibirnya kuat-kuat untuk menahan dirinya klimaks mengikuti Wonshik. Namun otot rektal Wonshik menggenggam nya dengan kuat dan nikmat, dan Jaehwan tak bisa menahan diri untuk tak menggenjot tubuh Wonshik dan membenamkan dirinya yang mencapai klimaks di dalam tubuh Wonshik.
 
.
 
.
 
.
 
.oOHoMinOo.
 
.
 
.
 
.
 
Tubuh keduanya berkeringat, dan perlahan namun pasti, nafas keduanya mulai tenang dan jantung mereka mulai berdetak dengan normal. Wonshik menggeliat tak nyaman dengan posisi tubuhnya, namun ia terkesiap dan langsung menggigit bibirnya. Dengan takut-takut, ia menatap Jaehwan, dan nafasnya tercekat melihat Jaehwan yang menyeringai mesum padanya.
 
"Siap untuk ronde kedua?"
 
Wonshik langsung menggelengkan kepalanya kuat-kuat. "Tu-tunggu dulu—hmphh!"
 
Protes Wonshik terhenti karena Jaehwan sudah membalikkan tubuhnya dengan mudah, dan ia mengangkat tubuh Wonshik hingga Wonshik bertumpu pada tangan dan kakinya.
 
Tangan Jaehwan menangkup pantat Wonshik, dan bersamaan dengan ia melebarkannya, Jaehwan membenamkan kembali nya ke dalam lubang Wonshik dalam satu hentakan kuat.
 
Wonshik menjerit kesakitan, namun jeritan itu berubah menjadi erangan nikmat saat Jaehwan langsung menggenjot tubuh Wonshik dengan ritme yang cepat dan kuat. Panasnya nafsu dan libido yang langsung menyerang tubuh Wonshik mengalahkan rasa lelah dan perih pada lubangnya.
 
'slap! slap! slap! slap!'
 
Kamar yang besar dan mewah itu kembali dipenuhi dengan bunyi yang dihasilkan oleh gerakan Jaehwan yang menggenjot tubuh Wonshik. Lube dan sperma Jaehwan membuat gerakan Jaehwan lebih mudah dari sebelumnya—dan menghasilkan suara yang lebih cabul dan tak senonoh.
 
Desahan erotis Wonshik yang tak pernah berhenti mengiringi pergerakan Jaehwan di dalam tubuhnya membuat kamar itu lebih terasa panas dari sebelumnya. Pendingin ruangan yang bekerja maksimal tak sanggup menahan panasnya nafsu dan hasrat yang membara dari kedua insan yang bergerak seirama menggapai puncak klimaks kenikmatan dunia.
 
Jaehwan kembali menampar pantat Wonshik, dan Wonshik membalasnya dengan menggoyangkan pinggulnya danmembuat Jaehwan menggeram. Nafas Jaehwan semakin memberat setiap kali ia menampar pantat Wonshik, dan Wonshik meyahutinya dengan desahan demi desahan yang membuat keduanya semakin tak terkendali.
 
Tak perlu waktu lama bagi Jaehwan dan Wonshik untuk kembali mencapai e bersama. Wonshik kembali menumpahkan spermanya di tubuh keduanya, dan Jaehwan kembali memuntahkan spermanya di dalam tubuh Wonshik.
 
Jaehwan mengeluarkan nya dari lubang Wonshik, dan namja yang lubangnya sudah di siksa oleh Jaehwan itu menghela nafas lega. Ia sudah sangat lelah, dan lubangnya sudah amat sangat sakit—
 
"Kyah!"
 
Wonshik memekik kaget saat tubuh lemasnya kembali di manuver oleh Jaehwan, dan kini ia mendapati dirinya berada dalam pangkuan Jaehwan. Matanya menatap horor pada Jaehwan saat ia menduduki Jaehwan yang—lagi-lagi—terasa keras karena ereksi.
 
"Y-Jaehwan... k-kau tidak bermaksud—kyah!"
 
Wonshik lagi-lagi memekik kaget saat pantatnya di angkat Jaehwan. Dan ia menatap memelas pada Jaehwan saat namja itu kembali melebarkan pantatnya, dan ujung Jaehwan menyentuh lubangnya.
 
"Y-Jaehwan... k-kumohon... su-sudah cukup..."
 
Jaehwan menyeringai puas dan ia menjatuhkan pantat Wonshik tepat di atas nya, dan Wonshik melenguh keras. Jaehwan tak menunggu waktu dan langsung mencengkeram pantat Wonshik dan menggerakkan tubuh Wonshik naik turun memanja nya.
 
"Ah! ah! ah! ah! Jaehwan—aahh! Nghh! Ah! ah! ah!"
 
Jaehwan menatap Wonshik yang berada tepat di hadapannya, dan meraupnya dengan bibir. Ia menyesap dan mengemut itu dan membuat Wonshik tanpa sadar bergerak sendiri di atas pangkuannya.
 
"Hhmm... yes, baby... bergeraklah naik turun di atas ku... kau terlihat sangat menggairahkan Wonshik..."
 
"..Jaehwan..." rengek Wonshik saat ia berusaha membuat ujung Jaehwan menyentuh titik nikmatnya, dan tak bisa. Ia terus bergerak dan bahkan sambil menggoyangkan pinggulnya, namun tiap kali monster Jaehwan memasuki tubuhnya, titik nikmatnya tetap saja tak tersentuh—dan ia mengerang frustasi.
 
"Ada apa, baby?" goda Jaehwan sambil kembali menggigit Wonshik dengan gemas.
 
"..Jaehwan... tolong aku..." rengek Wonshik lagi. Dan Jaehwan hanya memandang Wonshik dengan alis di naikan. "..please..." tambahnya lagi dengan mengencangkan otot rektalnya hingga Jaehwan menggeram penuh apresiasi.
 
"Kau memohon dengan sangat manis, Wonshik." ucap Jaehwan yang tangannya menahan tubuh Wonshik. "Hanya jangan salahkan aku kalau kau tak bisa menghandle apa yang akan terjadi setelah ini." tambah Jaehwan sebelum ia menggunakan tumitnya sebagai tumpuan untuk menghujam kuat ke dalam tubuh Wonshik—dan langsung menyentuh titik nikmat Wonshik dengan sangat akurat dan dengan tekanan yang kuat.
 
Dan seperti tadi, Wonshik hanya sanggup kembali mendesah tanpa henti saat Jaehwan bergerak menggenjot tubuhnya dengan kuat dan cepat. Hentakan demi hentakan Jaehwan membuat Wonshik kembali menikmati seks yang mereka lakukan. Tak perlu waktu lama bagi tubuh sensitif Wonshik untuk kembali mencapai puncaknya—yang entah ke berapa kalinya dalam malam ini. Ia menyemburkan spermanya dan kembali mendesahkan nama Jaehwan, sebelum terbaring lunglai di atas angkuan Jaehwan.
 
Namun Wonshik terkesiap saat ia merasakan ada hal lain yang terjadi. Ia menatap penuh tanya pada Jaehwan, dan Jaehwan menanggapinya dengan meraup bibir Wonshik. Wonshik menggeliat berusaha melepaskan diri dari ciuman Jaehwan saat ia merasakan ada sesuatu yang besar berusaha memasuki tubuhnya.
 
Ia tahu Jaehwan sangat besar, dan tubuhnya sudah bisa menerima invasi monster Jaehwan. Namun ia tak bisa mempersiapkan dirinya saat Jaehwan tiba-tiba lebih membesar... dan ia menjerit saat sesuatu yang besar di Jaehwan memasuki tubuhnya dan membuat lubangnya terbuka paksa lebih dan lebih lebar lagi.
 
Plop!
 
Dan sesuatu yang besar itu akhirnya memasuki tubuh Wonshik, dan keduanya terdiam, sebelum Jaehwan akhirnya menyemburkan benihnya di dalam tubuh Wonshik.
 
.
 
..
 
...
 
Wonshik menggeliat tak nyaman di atas pangkuan Jaehwan saat sepuluh menit berlalu, dan Jaehwan masih terus mengeluarkan cairan di dalam tubuhnya. Jaehwan mememeluk pinggang Wonshik untuk menahan namja itu di tempat, dan ia menggigiti leher Wonshik. Wonshik kembali mnggeliat tak nyaman.
 
"Jangan bergerak-gerak, Wonshik. Tunggu dan biarkan knotku selesai mengeluarkan benih ke tubuhmu, baru aku bisa keluar." bisik Jaehwan yang membuat Wonshik langsung terdiam.
 
"K-knot?"
 
Jaehwan memeluk tubuh Wonshik dan mengangguk. "Ya. Knot. Jika jenisku melakukan seks dan sudah mencapai klimaks dua kali, maka pada klimaks ketiga, akan ada knot berisi sperma paling subur dan berjumlah banyak hingga ku akan menggembung dan membesar. Dan kalau knotku sudah masuk ke dalam tubuhmu, butuh waktu setengah jam agar seluruh benihku bisa masuk ke dalam tubuhmu, dan ku kembali ke ukuran semula."
 
Wonshik mengernyitkan alisnya bingung karena ia belum pernah mendengar hal seperti itu.
 
"T-tunggu dulu! A-apa yang kau maksud dengan je-jenismu?" tanya Wonshik sambil mendongak menatap Jaehwan.
 
Jaehwan menyeringai dan sepasang gigi taring Jaehwan terlihat terlalu tajam untukukuran gigi taring manusia.
 
"Aku adalah werewolf Wonshik. Alpha werewolf dari klan paling besar di Korea Selatan. Dan kau adalah soulmate-ku." ucap Jaehwan yang langsung membuat sirkuit otak Wonshik putus. "Sejak kau menolongku waktu aku masih serigala kecil, aku sudah memutuskan bahwa kau adalah soulmate-ku, dan aku akan kembali padamu untuk mengklaim dirimu."
 
Wonshik merasakan kepalanya pusing... dan dunia menjadi gelap.
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
annah_13 #1
Chapter 12: