CHAIN

Wild Imagination by doubleAA10
Ruangan itu tampak gelap dan namja itu berusaha untuk meraih sesuatu agar kegelapan itu lenyap daripada dirinya. Tangannya yang terjulur ke depan tiba-tiba saja tertangkap oleh sebuah tangan lain membuat dia mendadak kaku. Perlahan ruangan itu mulai sedikit terang, memang masih gelap, tapi setidaknya cukup untuk dapat melihat siapa yang berada di hadapannya. Seorang namja yang memiliki paras yang mirip dengannya.
 
Seulas senyuman (atau seringaian) terpasang di wajah namja yang menahan tangannya membentuk kedua lesung pipi di wajah namja itu. Dia meneguk ludah, tahu bahwa ini bukanlah hal yang baik terutama ketika lehernya perlahan disentuh oleh tangan namja itu yang kosong.
 
”He – hentikan,” bisiknya dengan parau, namun itu malah membuat seringaian pada wajah namja itu semakin berkembang.
 
Sesak dirasakan oleh dirinya saat tangan namja itu menekan lehernya dengan kuat membuat dia tak bisa bernafas. Tangannya mencoba untuk meronta agar bisa dilepaskan, namun usahanya nihil karena pasokan oksigen yang berkurang membuat tubuhnya menjadi lemah.
 
Kelopak mata itu terpejam dan saat iris mata itu perlahan terbuka, pemilik mata itu mendapati dirinya berada di kamarnya yang sempit, yang sederhana. Helaan nafas tak teratur terdengar menggema di ruangan itu. Dia meletakkan dahinya ke atas telapak tangan kanannya, mencoba untuk menenangkan dirinya. Demi apapun, mimpi itu semakin terasa nyata.
 
”Tenang, Taekwoon, itu hanya mimpi, hanya mimpi,” gumamnya bagaikan sebuah mantera. Hanya saja, entah kenapa, dia seperti takut bahwa itu bukanlah mimpi. Biar bagaimanapun dia sudah tidak ingin kembali, kembali ke rumah yang selalu mengurungnya.
 
”…si…permisi?”
 
Taekwoon tersentak kaget saat seseorang menepuk pundaknya. Dia menoleh ke belakang melihat sebarisan orang yang mengantri di belakangnya. Dia kemudian teringat bahwa dia sedang membeli keperluan bulanannya. Segera dia meminta maaf dan membayar semua belanjaannya. Kedua tangannya menenteng plastik putih yang berisi semua keperluannya untuk bulan itu.
 
Semenjak keluar dari rumah yang mengekangnya, Taekwoon berusaha untuk stay low. Bukan karena dia ingin menjadi anak yang berhemat (itu salah satunya, tapi bukan yang terpenting), melainkan karena dia ingin kabur dari orang itu. Sebisa mungkin dia pergi ke tempat yang tak akan mungkin bisa diraih oleh orang itu. Bahkan dia sampai rela untuk tinggal di dalam rumah yang lebih bisa dinyatakan sebagai gubuk tua dan tak layak untuk ditempati hanya untuk bersembunyi dari keadaan luar.
 
Hanya sesekali seperti saat ini, dia keluar dari tempat persembunyiannya untuk membeli bahan makanan selama sebulan atau lebih. Hidupnya selalu seperti itu, tapi menurutnya jauh lebih baik daripada harus berada dalam kurungan penjara yang selalu mengikatnya.
 
”Gege!” Kepalanya terangkat ke atas saat ada yang memanggilnya.
 
Taekwoon tersenyum lembut saat melihat seorang namja yang memiliki pipi tembem seperti mochi berdiri di depan apartemennya. Namja itu terlihat begitu antusias saat melihat Taekwoon sampai melompat-lompat seperti anak kecil. Dia adalah salah satu alasan juga kenapa Taekwoon ingin hidup sendiri.  ”Hongbin ,” ujarnya lembut.
 
Namja bernama Hongbin itu memajukan bibirnya sehingga wajahnya tampak terlihat semakin menggemaskan di mata Taekwoon. Hongbin segera membantu Taekwoon dengan mengambil satu kantong plastik putih dan memutar kenop pintu kamar mereka. Ya, Taekwoon dan Hongbin memang tinggal satu tempat, namun berbeda kamar. Hal ini, menurut Taekwoon, untuk menahan dirinya dari hasrat yang tak bisa dia kendalikan.
 
”Yah, gege lupa membeli kecap!” seru Hongbin saat mengeluarkan barang belanjaan Taekwoon. Namja yang lebih tinggi itu mencoba untuk memeriksa lagi dan benar, tidak ada botol yang bertuliskan kecap di antara barang belanjaan Taekwoon tadi. Dengan nafas yang berat, Taekwoon hanya bisa berkata, ”Sudahlah, kita beli besok saja, ne? Sudah terlampau malam untuk keluar lagi.”
 
Sebenarnya Taekwoon hanya merasa enggan untuk meninggalkan Hongbin di dalam apartemennya saat di malam hari seperti ini. Dia selalu mengatur agar keluar di saat sore hari, saat orang-orang sudah terlalu sibuk untuk pulang ke rumah dan tak memperhatikan sekitarnya. Taekwoon sudah memperkirakan semuanya agar tak ada yang mengetahui keberadaannya. Lagipula, hampir setiap sore, supermarket selalu ramai, jadi tidak mungkin kalau dirinya bisa dikenali begitu saja bukan?
 
Akhirnya dengan berat hati, Taekwoon menarik nafas panjang dan setuju untuk keluar dan membeli kecap. Dia sebenarnya masih tidak mengerti kenapa dia harus melakukan hal ini, tetapi cintanya terhadap Hongbin sudah terlampau besar. Ah, Hongbin .
 
Mendengar nama itu selalu berhasil membuat hati Taekwoon berdesir tenang. Di keluarganya yang menuntut prestasi, Taekwoon akhirnya bisa menemukan tempatnya pada Hongbin . Sebelumnya dia hanya menjadi bayang-bayang saja, tetapi dengan Hongbin , dia bisa menjadi dirinya sendiri. Tak tahan dengan perlakuan di dalam keluarganya, Taekwoon memutuskan untuk lari dan kabur. Dia tak berharap Hongbin akan ikut serta, namun saat dia berdiri di depan pintu apartemen namja itu, dia sungguh tidak menduga bahwa Hongbin bersedia membuang segalanya demi dirinya.
 
.
 
.
 
Setelah membeli kecap dari tempat yang berbeda, Taekwoon segera berlari menuju apartemennya. Dia selalu pergi ke tempat yang berbeda agar tak ada yang mengenalinya. Berjalan di antara gang kecil membuat dia menjadi paranoid, berpikir bahwa bagaimana jika tiba-tiba dia muncul di hadapannya.
 
Tenang Taekwoon, itu hanya mimpi, ucapnya di dalam hatinya.
 
Benar, dia sudah memperhitungkan semuanya. Dia sudah mengambil tabungannya di bank dan menggunakannya dengan hati-hati. Untuk tambahan uang, dia bekerja sebagai penerjemah yang tidak memerlukan untuk bertemu muka dengan sang pemberi naskah. Setidaknya dengan pekerjaan ini, dia bisa menghidupi dirinya dan Hongbin .
 
Entah kenapa semenjak berjalan pulang ke apartemennya, dia mendapatkan firasat yang tidak enak, seperti ada sesuatu yang akan menantinya. Mimpi yang selalu menghantuinya setiap malam bagai sebuah pertanda. Dia kemudian menghela nafas dan memutuskan untuk menenangkan dirinya sekali lagi.
 
Prang.
 
Begitu daun pintu terbuka, genggamannya terhadap plastik berisi botol kecap tadi terlepas dari tangannya sehingga menimbulkan bunyi pecahan kaca. Dia sudah tidak memikirkan lantainya yang kotor atau banyak serpihan kaca di sekitar kakinya. Apa yang ada di hadapannya saat ini lebih membuatnya terkejut.
 
Hongbin dan seorang namja yang tak asing di mata Taekwoon tengah BERCIUMAN! Bibir mereka saling bertautan dan Hongbin juga terlihat menikmati ciuman mereka. Apa-apaan ini? Mungkinkah semua ini hanyalah kebohongan belaka dan dirinya hanyalah orang naif yang mudah tertipu oleh kepolosan yang ditunjukkan Hongbin ?
 
”Akhirnya pulang juga,” bisik Hongbin saat ciuman itu terlepas. Taekwoon sedikit terkejut, suara Hongbin terkesan berat dan tampak lebih mengerikan, berbeda dengan suara Hongbin yang selama ini terdengar kekanak-kanakan. ”Cukup lama juga.”
 
”Apa-apaan ini?” desis Taekwoon dengan nada tak senang. Dia masih berdiri kaku di tempatnya, seolah kakinya telah tertempel di atas lantai tersebut.
 
Tangan namja itu kemudian melingkar di perut mungil Hongbin . Karena namja asing itu memiliki badan yang lebih tinggi dari Hongbin , dia kemudian meletakkan kepalanya di sela leher Hongbin dan kemudian menghisapnya. Melihat hal itu membuat kedua tangan Taekwoon mengepal karena kesal.
 
Semenjak kehadiran namja itu, semua yang dimiliki Taekwoon telah direngut olehnya. Tempatnya di keluarga, kasih sayang kedua orang tuanya, dan sekarang juga Hongbin ? Ataukah ini tak lebih dari sandiwara mereka? ”Jadi selama ini aku hanya dipermainkan?” tanya Taekwoon dengan raut wajah penuh amarah.
 
Hongbin mendesah karena perlakuan namja itu yang tengah menghisap lehernya membuat Taekwoon merasa semakin kesal karena dirinya diabaikan.
 
Pergi. Keluar.
 
Dia sudah memerintahkan kakinya untuk bergerak, tetapi entah kenapa tatapan namja yang melihat ke arahnya dengan tajam seolah menahan dirinya.
 
Tidak. Kau harus bergerak Taekwoon sebelum kau kembali terjerat dalam iblis yang mengambil wujud seorang Choi Jaehwan .
 
”Kemari.” Suara itu tenang dan tak ada paksaan di dalamnya, namun Taekwoon tahu lebih baik daripada itu. Dia meneguk ludah dan memutuskan untuk diam. Sementara Hongbin ? Sekarang gilirannya yang memberikan kecupan-kecupan singkat di wajah namja itu. ”Taekwoon.”
 
Badan Taekwoon bergetar bagaikan ada sengatan listrik yang menjalar ke seluruh tubuhnya saat mendengar suara yang memanggil namanya. Ada rasa rindu yang muncul, namun kemudian dia tahu racun yang akan ditawarkan oleh suara tersebut. Taekwoon memutuskan untuk tak bergerak, tahu bahwa pada akhirnya semua akan berjalan sesuai dengan kehendak namja yang ada di hadapannya sekarang. Tetapi, Taekwoon ingin memberikan sebuah perlawanan karena dengan begitu dia bisa mempertahakan eksistensinya.
 
Lalu, bisakah dia? Terutama ketika namja itu mulai mendekat ke arahnya dengan tatapan seolah ingin menerkam Taekwoon saat ini juga?
 
 
.
 
.
 
Saat namja itu mulai mengurangi jarak di antara mereka, kaki Taekwoon akhirnya bisa digerakkanya, sayang dia kalah cepat dengan reflek namja itu. Dalam sekejap saja, dia sudah berhasil ditarik untuk masuk ke dalam apartemennya. Ingin keluar, namun Hongbin sudah berada di belakang dan menutup pintu. Sebuah senyum yang dulu membuatnya jatuh cinta dengan namja berpipi mochi itu sekarang tampak mengerikan.
 
”Kau mau ke mana, Mimi?” tanya namja yang sudah menarik dirinya ke dalam dekapan hangat.
 
Taekwoon mengerjapkan matanya beberapa kali, mencoba untuk mengabaikan indera penciumannya yang menangkan parfum mahal yang dikenakan namja itu. ”Lawan, kau harus melawannya!” pikir Taekwoon di dalam hatinya.
 
”Bagaimana 6 bulan kebebasan yang telah kuberikan, hmm? Apakah kau menikmatinya?” Kedua pupil Taekwoon membesar, tak percaya bahwa selama ini semua usahanya sia-sia. Melihat reaksi Taekwoon, namja itu tertawa dengan sinis. Dia membelai pipi kiri Taekwoon dengan punggung tangan kanannya. Sentuhan lembut itu membuat tenaga Taekwoon seolah menghilang seketika.
 
Plak.
 
Tiba-tiba saja Taekwoon menampar namja itu. Entah karena amarah atau sekedar menunjukkan sebuah usaha untuk melawan. Namja tampan bertubuh kekar di hadapannya hanya memegang pipi yang ditampar Taekwoon tadi dan menyunggingkan sebuah senyuman yang memperlihatkan dua lesung pipi.
 
Gulp.
 
Tak bisa dipungkiri bahwa saat ini Taekwoon sangat gugup, takut mungkin saat melihat namja itu menatapnya dengan tajam. ”Well, sepertinya our likes to play it rough, eh?”
 
Kaki panjang Taekwoon membawanya mundur beberapa langkah hanya untuk bertubrukan dengan badan mungil Hongbin . Dia melirik untuk menatap namja yang tengah menyeringai ke arahnya. ”Kenapa?” tanyanya dengan nada sendu. Hongbin tak menjawab, hanya tersenyum tanpa ekspresi membuat Taekwoon hanya bisa menebak kalau selama ini Hongbin dan namja yang ada di hadapannya sudah bekerja sama sejak 6 bulan lalu, sejak dia kabur dari rumah itu.
 
Pada akhirnya, Taekwoon tak bisa lepas dari rantai yang akan membawanya kembali pada seorang Choi Jaehwan .
 
Brug.
 
Badan Taekwoon yang notabenenya lebih ramping daripada badan milik namja yang diketahui bernama Choi Jaehwan ditarik hingga tubuhnya kembali masuk ke dalam dekapan hangat milik Jaehwan . Tak sempat bereaksi, bibirnya sudah dilumat oleh milik Jaehwan . ”Urgh,” erangnya saat ciuman itu sudah mulai menuntut.
 
Taekwoon gemetar saat merasakan lidah Hongbin mencicipi tengkuk lehernya. Dalam sekejap semua tenaganya hilang seketika. Ingin melawan, tapi tahu semua tak ada gunanya. Saat lidah mereka bertautan, Taekwoon menggunakan kesempatan itu untuk mengigit lidah Jaehwan membuat namja itu mengerang kesakitan. Memanfaatkan kesempatan ini, Taekwoon segera berlari menuju ke dalam kamarnya, tempat dia menyimpan senjatanya, atau setidaknya dia bisa menggunakan telepon untuk menghubungi Hankyung.
 
Sialnya, Taekwoon tidak memperkirakan bahwa pintu kamarnya terkunci. Dia berkutat untuk membukanya. Rasa tergesa-gesa membuat dia tak bisa menemukan kunci yang tepat. ”Untuk apa buru-buru, ge?” tanya Hongbin dengan nada manja yang terdengar bagai bisikan maut di telinga Taekwoon.
 
Dia menoleh ke belakang dan merasakan badannya didorong hingga menabrak pintu kamarnya. Sungguh dia tak menduga, Hongbin yang tubuhnya lebih kecil darinya itu ternyata mempunyai kekuatan seperti ini.
 
”Bawa dia ke sofa, Hongbin ,” ujar Jaehwan dengan nada datar. Taekwoon yang sudah mengenal lama dengan namja itu hanya bisa meneguk ludah dan tahu bahwa sebentar lagi dia akan mendapatkan pelajarannya.
 
Hongbin mengangguk dan kemudian menarik kerah Taekwoon kemudian menghempaskan namja yang lebih tinggi darinya itu ke atas sofa. Taekwoon yang duduk di atas sofa tampak bagaikan mangsa yang sudah siap diterkam oleh kedua predator di hadapannya. Melawan Hongbin mungkin bukan hal yang susah, tapi kalau berhadapan dengan Jaehwan apalagi melihat adanya kilat amarah di mata namja itu, Taekwoon tahu bahwa membangkang bukanlah hal yang tepat jika ingin tetap selamat.
 
”Urgh,” erang Taekwoon saat rambutnya dijambak dengan kasar oleh Jaehwan sehingga kepalanya sedikit terangkat. Dia menatap dalam mata Jaehwan yang seolah ingin menghabisinya saat itu juga.
 
”Cih, sepertinya kitten-ku mulai memberontak, eh?” ejek Jaehwan sembari menepuk pipi kanan Taekwoon dengan tangan kirinya yang senggang. Tak mengizinkan Taekwoon untuk membalas dirinya, Jaehwan kembali melumat bibir Taekwoon dengan kasar. Dia menggigit bibir bawah Taekwoon hingga namja yang terduduk di sofa itu bisa merasakan asin dari darahnya yang mengalir.
 
Hongbin juga tidak tinggal diam, dia mengambil posisi untuk menuju ke samping Taekwoon dan mulai menjilati tubuh namja itu seperti seekor kucing. Taekwoon hanya bisa meronta agar dia masih bisa mempertahankan harga dirinya yang sudah hancur. Tapi dia tahu bahwa kekuatannya tak seberapa dengan kekuatan namja yang sudah menahan kedua pergelangan tangannya.
 
Dalam sekejap saja, tubuh atas Taekwoon sudah tak memakai apapun. Desahan nista keluar dari mulutnya saat lidah Hongbin dan Jaehwan bermain di atas kedua -nya. Ini salah dan sudah seharusnya dia melawan, tapi pikiran dan tubuhnya bertolak belakang membuat dia hanya bisa menikmati perlakuan itu dalam kesesakan.
 
Celananya mulai terasa sesak dan dia tahu bahwa Jaehwan menyadari hal itu karena dia melihat sebuah seringaian yang terpasang di wajah namja itu. ”Well, sepertinya kau cukup bersenang-senang, eh?” goda Jaehwan . Tangan kanannya sekali lagi menjambak rambut Taekwoon dan menarik kepala namja hingga Taekwoon berlutut di atas lantai dengan kepalanya berada di selangkangan Jaehwan .
 
” it!” perintah Jaehwan . ”Use your mouth!” tegur Jaehwan sekali lagi.
 
Dengan tangan yang gemetar, Taekwoon menggigit resleting Jaehwan dan menariknya, menggunakan giginya untuk melepaskan celana Jaehwan hingga sekarang di hadapannya tampak kejantanan Jaehwan yang ukurannya lebih besar dari rata-rata. Lain Taekwoon, lain Hongbin . Saat Taekwoon dengan gemetar memasukkan milik Jaehwan ke dalam mulutnya untuk dikulum, Hongbin sedang sibuk melayani mulut Jaehwan dan membiarkan namja itu untuk menjelajahi setiap inci dari tubuh mungilnya.
 
Hanya suara kecipak saliva dan suara ’slurp’ dari Taekwoon yang memenuhi ruangan. Sesekali Hongbin mendesah saat lidah Jaehwan menjilati lehernya dan memberikan gigitan-gigitan kecil di sana, tapi tidak memberikan tanda. Gerakan Jaehwan kemudian terhenti saat dia merasakan kuluman Taekwoon semakin melambat.
 
”Faster, !” Dia mendesak miliknya masuk ke dalam mulut Taekwoon hingga namja itu tersedak. Tak ingin membuat Jaehwan marah, Taekwoon akhirnya mempercepat kulumannya. Kedua tangannya mencoba menyentuh bagian yang tak bisa diraih oleh mulutnya. ”Aish!” gerutu Jaehwan . Dia kembali menjambak rambut Taekwoon dan mendorong namja itu ke atas sofa. ”Begitu saja tidak bisa, cih, kau memang tak berguna!” desis Jaehwan .
 
Taekwoon tak bergerak, baginya semua hinaan Jaehwan sudah tak ada artinya. Harga dirinya sudah hancur dan hidupnya sudah tak berarti lagi. Dia membiarkan Jaehwan membuka celananya hingga sekarang tubuhnya polos tak bercela, berlawanan dengan Hongbin dan Jaehwan yang masih lengkap dengan atribut mereka. Dia tahu apa yang akan dilakukan Jaehwan terhadap dirinya, namja itu akan melakukan penetrasi terhadap dindingnya yang ketat dan dia tahu bahwa jika dia meronta, semuanya akan terasa lebih sakit.
 
Dibiarkannya Jaehwan memutar dirinya sehingga kedua tangannya bertumpu pada sandaran sofa. Pantatnya sedikit mengangkang memperlihatkan hole pink-nya yang berdenyut di depan Jaehwan . ”Arhhh,” desahnya saat merasakan sesuatu yang hangat melingkupi kejantanannya.
 
Hongbin sedang bekerja di antara selangkangan Taekwoon, berlutut di antara jarak yang terbentuk karena badan Taekwoon yang terangkat. Dia menjilat, mengulum, memberi gigitan kecil pada milik Taekwoon membuat namja yang bertubuh polos itu mendesah dalam kenikmatan, mengabaikan akal sehat yang mengatakan bahwa kenikmatan yang dirasakannya sekarang adalah sebuah dosa.
 
”ARGHHHH!” Teriakan itu kemudian terlontar dari mulut Taekwoon saat sesuatu menembus dindingnya yang ketat secara paksa. Cairan bening perlahan mengumpul di pelupuk matanya, membuat pandangannya menjadi kabur. Cengkramannya terhadap sandaran sofa semakin keras. Gigitannya terhadap bagian bawah bibirnya juga terlalu kuat sampai dia bisa merasakan asin dan asam dari darahnya sendiri. Nafasnya tidak teratur, iris matanya membesar menahan perih yang menyerang dirinya.
 
Perlahan dia menutup matanya, mencoba untuk merasakan nikmat yang diberikan oleh lidah Hongbin daripada sakit yang dideritanya pada bagian bawahnya. Begitu sakit dan perih seolah tubuhnya terbagi dua begitu saja.
 
Jaehwan melihat pemandangan di hadapannya begitu indah. Sosok Taekwoon yang rapuh terlihat mengagumkan di matanya, sebuah karya seni yang tiada duanya. Hati nuraninya sudah tertutup oleh nafsu yang menguasainya. Bahkan dia tak peduli dengan cairan merah yang mengalir keluar dari dinding Taekwoon membuat miliknya lebih mudah masuk karena cairan itu digunakannya sebagai pelumas. Dia sedikit menunduk dan mengiggit punggung Taekwoon yang penuh dengan luka, luka yang dia tahu adalah berasal dari dirinya. Luka bekas cambukan sebagai hukuman atas perbuatan Taekwoon pada dirinya. Dia menggigit bekas cambukan tersebut mendatangkan erangan kesakitan dari Taekwoon.
 
”Ahh…so tight…” racau Jaehwan setelah puas memberikan tanda pada punggung putih Taekwoon. Dia terus melakukan gerakan in dan out pada rektum Taekwoon tak peduli meskipun dia tak bisa memberikan kenikmatan bagi namja itu. Baginya yang terpenting adalah kepuasan hasratnya. ”Hongbin , come,” perintahnya kepada Hongbin yang masih setia mengulum milik Taekwoon yang tampaknya mulai membesar.
 
Erangan kecewa keluar dari mulut Taekwoon saat enya tertahan. Hongbin mengangguk dengan patuh dan menuju ke arah Jaehwan meninggalkan Taekwoon. Sebenarnya dia sudah bisa menebak apa yang ingin dilakukan oleh Jaehwan , maka dia membuka resletingnya dan mengeluarkan miliknya yang juga sudah mulai mengeluarkan precum. ”Enter him,” tegur Jaehwan kepada Hongbin . Sejenak ada keraguan yang terpancar di mata Hongbin terutama saat melihat tubuh Taekwoon yang begitu rapuh dan tak berdaya. Dia tak tahu apakah namja itu bisa tampak lebih hancur lagi saat dirinya memasuki namja ini. ”Hongbin ,” ujar Jaehwan dengan nada datar, namun menyeramkan.
 
Sedikit gugup, akhirnya Hongbin mengangguk. Dia mengocok miliknya untuk memberikan friksi agar miliknya sedikit menegang. Dia memosisikan dirinya di samping Jaehwan dengan kejantannya tepat di depan dinding Taekwoon yang sudah terisi penuh. ”Now.” Begitu Jaehwan menyuruhnya, dia langsung melakukan penetrasi terhadap dinding Taekwoon.
 
Hangat. Ketat. Nikmat.
 
Tiga rasa itu yang berkutat di dalam pikirannya saat dia menembus dinding Taekwoon. Friksi yang dirasakannya saat bergesekan dengan rektum Taekwoon dan kejantanan Jaehwan membuatnya merasakan nikmat yang tiada duanya. Bagaikan sebuah candu, Hongbin kemudian ikut melakukan gerakan maju mundur terhadap hole ketat Taekwoon.
 
Jaehwan menyeringai melihat Hongbin yang bergerak sesuai dengan temponya sehingga mempermudah semuanya. ”Ahhh…” Desahan nikmat akhirnya keluar dari bibir Taekwoon saat salah satu dari kedua namja yang memasukinya menumbuk sebuah titik sensitif yang membuatnya terasa nikmat. Di saat yang sama pula, dia langsung mengeluarkan cairan putihnya dan mengotori sofa tersebut.
 
”What a , setelah prostatmu tertekan dan kau bisa keluar begitu saja? Tubuhmu memang tak lebih dari tubuh seorang pelacur,” desis Jaehwan . ”Jilat! Bersihkan ulahmu!” perintah Jaehwan .
 
Dengan tangan dan tubuh yang gemetar, Taekwoon melepaskan cengkramannya. Kepalanya menunduk terhadap dudukan sofa yang terdapat cairan putihnya. Pantatnya dia tunggingkan ke atas agar mempermudah dirinya. Hongbin menghentikan gerakannya, namun sulit terutama saat Jaehwan seperti kerasukan untuk menumbuk dinding Taekwoon secara paksa.
 
Taekwoon hanya bisa mengerang dan mendesah. Dua perasaan yang bercampur menjadi satu ditambah dengan rasa tak layak yang bercampur jadi satu. Lidahnya dia julurkan dan perlahan menjilati cairan enya sendiri. Memang tidak akan bisa sampai bersih, tapi setidaknya secara kasat mata, cairan itu sudah tidak terlihat.
 
Dua namja yang masih setia melakukan penetrasi itu kembali memulai aksinya membiarkan Taekwoon yang sudah meletakkan kepalanya di atas dudukan sofa dan menahan desahannya. Taekwoon bisa merasakan bahwa keduanya akan keluar sebentar lagi karena dindingnya semakin sempit dan cairan yang terasa licin itu sudah mulai berkurang. Tanda bahwa darahnya juga sudah mulai mengering.
 
Tepat saat kedua namja itu mengeluarkan enya, Taekwoon sudah kehilangan tenaga dan dia kemudian kehilangan kesadarannya, membiarkan kegelapan membawanya pada alam mimpi. Dia hanya berharap bahwa seandainya dia terbangun dari semuanya, ini tak lebih dari mimpi buruk belaka.
 
Deru nafas yang tak teratur menggema di ruangan. Jaehwan menarik kepala Hongbin dan kemudian mencium namja itu tanpa melepaskan kejantanannya dari dinding Taekwoon. Keduanya menatap penuh arti sebelum akhirnya perlahan kejantanan keduanya keluar dari rektum Taekwoon yang sudah dihiasi dengan cairan kering berwarna merah.
 
.
 
.
 
”Kau kejam juga, eh?” ujar Hongbin yang sudah merapikan kembali bajunya. Selama kegiatan intim tadi, dia memang tidak membuka bajunya, tapi bukan berarti bajunya tidak berantakan. Saat ini Jaehwan dan dirinya berada di ruang makan dengan Jaehwan tengah meneguk cangkir kopinya.
 
Taekwoon? Namja itu pingsan dan Jaehwan memutuskan untuk membawanya ke dalam kamar yang terkunci tadi dengan kunci di kantong celana Taekwoon yang tergeletak. Tak ingin membangunkan namja itu, Jaehwan hanya menyelimutinya dan mengatur agar suhu ruangan tidak terlalu dingin atau panas.
 
”Aku tak mengerti,” gumam Jaehwan dengan pura-pura.
 
Hongbin hanya menghela nafas dan memasukkan semua bahan makanannya dan Taekwoon untuk sebulan. ”Dia hyung­-mu, hyung kandungmu, jika perlu kutambahkan.”
 
”Dan dia namjachingumu,” sela Jaehwan .
 
”Well, tapi rasa cintaku terhadapnya tak lebih besar daripada yang kau rasakan terhadapnya,” papar Hongbin yang masih membelakangi Jaehwan .
 
Hening melanda mereka saat Jaehwan memutuskan untuk menatap cangkirnya yang berisi cokelat hangat. ”Aku tak mencintainya,” ujar Jaehwan dengan datar. ”Lebih kepada obsesi bahwa dia adalah milikku semenjak lahir.”
 
”Obsesi yang gila,” kekeh Hongbin .
 
”Tapi dirimu lebih gila. Mana ada orang yang mau berbagi kekasihnya dengan orang lain terutama orang itu adalah dongsaeng dari kekasihnya sendiri,” balas Jaehwan dengan sarkasme.
 
Hongbin hanya tertawa. ”Ya gila, tapi kegilaan itu membuat kita tetap hidup, bukan begitu, Jaehwan ?” tanyanya sembari berbalik badan dan menghadap Jaehwan . Seulas senyuman terukir di wajahnya, senyuman penuh arti.
 
Jaehwan tak menjawab, tetapi membalas dengan senyuman yang lain, seolah ada sebuah pesan tersembunyi yang sedang dibicarakan keduanya.
 
Ironisnya tak ada yang menanyakan perasaan dari yang bersangkutan. Taekwoon yang tengah tertidur sendirian di kamarnya dengan selimut yang menjadi penghangatnya mengeluarkan setetes cairan bening yang membasahi pipinya dengan perlahan.
 
Tak ada yang tahu, sebenarnya siapa yang mengikat siapa.
 
Apakah benar bahwa Taekwoon terikat rantai bernama Choi Jaehwan ?
 
Atau sebenarnya justru Taekwoonlah yang merantai Jaehwan dan juga Hongbin ?
 
Tak ada yang tahu. Kegilaan yang membawanya pada sebuah kejadiaan yang tak bisa terlukiskan.
 
Dan semuanya akan kembali berputar ke awal, mengulang sebuah melodi yang sama.
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
annah_13 #1
Chapter 12: