OPPOSITE ATTRAC

Wild Imagination by doubleAA10
Just because we need more Sibum!
 
.
 
.
 
Oke. Kalian tentu sudah familiar tentang rumus opposite attract bukan? Ketertarikan dari dua pribadi yang berlawanan. Akan tetapi, perbedaan yang menonjol itulah yang membuat keduanya saling menarik satu sama lain seperti kutub utara da kutub selatan pada magnet. Perbedaan itulah yang saling melengkapi bagaikan yin dan yang. Nah, marilah sekarang kita berkenalan pada dua tokoh utama kita kali ini.
 
Yang pertama adalah seorang namja bernama lengkap Lee Jaehwan . Seluruh atribut yang ada di dalam maupun di luar dirinya meneriakkan kata sempurnya.
 
Tubuh? Badannya atletis dan sangat terlatih, membuat hampir seluruh namja di sekolahnya iri.
 
Wajah? Tampan dan terkadang manis kala dia tersenyum dan menampakkan lesung pipinya.
 
Otak? Jangan tanya, menjadi seorang ketua OSIS tentu harus memiliki kepintaran juga bukan?
 
Sifat? Dirinya mencerminkan apa yang disebut para yeojya sebagai gentleman. Tutur katanya sopan dan ramah. Sifatnya juga begitu hangat.
 
Benar, Lee Jaehwan adalah kepribadian hangat bagai musim panas yang kita bicarakan tadi. Lantas, siapa yang menjadi musim dingin?
 
Jawabannya adalah seorang namja yang bernama Jung Taekwoon. Ya, anda tidak salah baca. Hubungan sesama jenis seperti ini sudah disahkan. Bukankah kemarin Barrack Obama juga mengijinkannya? Ah, sudahlah, kembali pada pemeran utama kita.
 
Jung Taekwoon adalah namanya. Namja manis yang sangat pendiam. Meskipun demikian, dia memiliki julukan Snow White karena kulitnya yang seputih salju, bibirnya yang semerah darah, dan orbs serta rambutnya yang sehitam arang. Tampangnya juga sebenarnya tidak bisa dikatakan jelek, bahkan di atas rata-rata. Hanya saja sikapnya yang begitu dingin. Dia lebih suka menyendiri di perpustakaan atau di taman untuk membaca buku setebal ensiklopedia yang author ini sendiri juga tidak akan membukanya selain karena terpaksa. Oke lupakan kalimat terakhir itu.
 
Jika dibandingkan dengan Lee Jaehwan , tentu saja Jung Taekwoon kalah dalam hal sifat dan tubuh. Badannya memang atletis, tapi tidak sebagus Jaehwan yang kentara sekali perbedaannya. Sifatnya juga tidak tergolong ramah. Bahkan bagi sebagian orang, dia begitu ketus. Sebenarnya Taekwoon hanya ramah pada orang-orang tertentu saja, yaitu keluarga dan sahabatnya. Sisanya? Dia tidak merasa perlu bersikap ramah pada orang yang tidak dia kenal.
 
Kalau bicara soal otak, jelas Jung Taekwoon lebih tinggi dari Lee Jaehwan . Menjadi murid yang menduduki peringkat satu dalam setiap mata pelajaran bukankan mengartikan dia pintar? Sementara Jaehwan sendiri menduduki peringkat kedua. Ya, kau tidak bisa mendapatkan kesempurnaan dalam satu pribadi.
 
Sekarang kita sudah bertemu dengan kedua tokoh utama kita. Jika pada cerita umumnya, mereka akan saling bertemu dan akan saling melemparkan sumpah serapah karena tidak menyukai satu sama lain. Lalu kemudian salah satu (biasanya yang uke atau yeojya) akan mengalami sebuah kejadian di mana yang seorang lagi (seme atau namja) akan menolongnya. Kemudian benih-benih cinta akan tumbuh di antara mereka dan VOILA, mereka saling mencintai dan kemudian saling melengkapi.
 
Ah, tapi tidak seru kalau semuanya semudah itu bukan? Bagaimana kalau author ini menambahkan sedikit bumbu lain? Seperti misalnya, Lee Jaehwan dan Jung Taekwoon berada di dalam satu tubuh?
 
”Jaehwan -shi, maukah kau menerima perasaanku?” tanya seorang yeojya pada Jaehwan di taman belakang sekolah. Menurut perhitungan, itu adalah yeojya ke-sepuluh yang menyatakan cinta pada dirinya. Sekaligus menjadi yeojya ke-sepuluh yang harus dia tolak.
 
Dengan senyuman khasnya, dia menggelengkan kepalanya perlahan dan menundukkan badannya. ”Mian, aku tak bisa menerimanya. Aku yakin ada yang jauh lebih baik untukmu di luar sana,” balasnya dengan lembut.
 
Terdengar nada kecewa yang keluar dari bibir yeojya itu namun kemudian dia juga menunduk dan mengangguk pasrah. Akhirnya diapun mengucapkan terima kasih kepada Jaehwan untuk waktu sang ketua OSIS dan meninggalkan Jaehwan seorang diri. Setelah tak adalagi seorangpun di sana, Jaehwan akhirnya menghela nafas panjang.
 
”Kasihan yeojya itu,” tutur sebuah suara yang sudah familiar di telinga Jaehwan . Mendadak sebuah seringaian terpasang di wajah Sang Ketua Osis. Dia berbalik dan berjalan ke bagian gedung belakang dan menuju ke sumber suara.
 
Seorang namja yang sudah dia kenal baik tengah bersandar pada bangunan sekolah dengan mulutnya sedang mengunyah sebuah permen. ”Jung Taekwoon rupanya, sedang apa kau di sini?” tanya Jaehwan dengan nada bercanda.
 
Namja itu tidak menjawab langsung, sebaliknya dia menatap ke arah Jaehwan dan hanya menggidikkan kedua bahunya. ”Justru aku yang sudah berada di sini daritadi. Kau saja yang terlalu sibuk dengan yeojya itu untuk memperhatikan keadaan sekitar.”
 
Kalau saja Jaehwan tidak mengenal baik namja yang ada di hadapannya, mungkin dia akan beranggapan bahwa Taekwoon seperti seorang yeojya yang sedang cemburu. ”Oh, maafkan aku yang telah menganggu tempat agungmu, Jung Taekwoon,” balas Jaehwan dengan sarkasme di dalamnya.
 
Taekwoon mendesis kesal dan kemudian berdiri. Tentunya tak lupa membawa buku tebal yang selalu mengiringinya ke manapun dia pergi. ”Hei, kau mau ke mana?” tanya Jaehwan yang kaget dengan tingkah laku Taekwoon.
 
”Menurut anda, oh Jaehwan -shi yang terhormat?” tanya Taekwoon tak kalah sinis. Terkadang mereka berpikir apa yang menyebabkan sifat mereka bisa berubah kala bertemu satu sama lain seperti ini? Keduanya saling membenci? Tidak, mereka saja tidak saling mengenal, bagaimana bisa saling membenci? Hanya saja Jaehwan menyadari satu hal. Taekwoon selalu berada di tempat di mana dia selalu mendapatkan pernyataan cinta oleh para yeojya ataupun namja (sekali lagi hal ini sudah menjadi hal wajar di sekolah ini). Sebuah kebetulan yang mengerikan, pikirnya.
 
”Kalau aku tahu, aku tak akan bertanya, Taekwoon-shi,” balas Jaehwan yang dijawab dengan raut kesal dari Taekwoon. ”Apa yang sedang kau kunyah itu?” tanya Jaehwan mengalihkan topik pembicaraan mereka.
 
Namja yang dijuluki Snow White itu menatap Jaehwan cukup lama sebelum kemudian menjawab, ”Permen mint dan jangan harap aku akan berbagi denganmu, Jaehwan -shi.”
 
Jaehwan hanya menyengir lebar. ”Jangan besar kepala, untuk apa aku memintanya darimu kalau banyak yang akan memberikannya kepadaku?” jawab Jaehwan dengan nada menantang mendatangkan decakan kesal dari Taekwoon.
 
Taekwoon kemudian beranjak dari posisinya dengan membawa buku setebal ensiklopedia yang dia baca tadi. Kacamata yang dikenakannya sudah terlepas dan dikaitkan di saku kemejanya. ”Kau mau ke mana?” tanya Jaehwan melihat tingkan Taekwoon.
 
”Tentu saja mencari tempat yang lain, aku tidak mau tempat istirahatku harus diganggu karena dirimu lagi, Jaehwan -shi,” jawab Taekwoon dengan nada datar.
 
Mungkin karena tak memperhatikan jalan, dia tidak sadar bahwa di depannya terdapat batu dan saat dia berdiri, dia tersandung oleh batu tersebut. Jaehwan yang berada di sana reflek menjemput tubuh Taekwoon sebelum terjatuh ke atas tanah. Hingga akhirnya hal yang tidak mereka duga terjadi. Jaehwan memang berhasil menyelamatkan Taekwoon dari kecerobohan namja itu, tapi sepertinya tidak dengan posisi mereka.
 
Jadi saat ini, Jaehwan sedang terbaring di atas rumput dengan tubuh mungil Taekwoon berada di atasnya, namun bukan hanya tubuh saja, melainkan juga bibir Taekwoon yang menempel pada bibir Jaehwan .
 
Lembut.
 
Itulah yang dirasakan Jaehwan saat bibirnya bertemu dengan lembaran merah milik Taekwoon. Sepertinya teman-temannya tak melebih-lebihkan ketika memuji mulut Taekwoon yang sepertinya kissable. Rasanya memang berbeda dan Jaehwan tidak keberatan untuk mencoba lebih lagi.
 
”Hei, apa yang kau lakukan!”
 
Sebuah suara kemudian membuat Jaehwan terkejut dan mendorong tubuh Taekwoon. Dia segera melihat ke sekelilingnya dan tak mendapati seorangpun. Hal ini membuat kedua alis mata Jaehwan terangkat karena kebingungan.
 
”Jangan dorong tubuhku seenaknya!”
 
Suara itu lagi. Jaehwan melihat ke sekelilingnya dan tetap mendapati dia sendirian di taman itu dengan tubuh Taekwoon. Taekwoon! Oh dia kembali teringat pada namja yang dia tolong tadi. Segera dia melihat keadaan namja itu. Dia terkejut mendapati tubuh itu tidak bernafas dan terbaring kaku. Apa yang terjadi? Rasa panik melanda dirinya dan Jaehwan menggoyangkan tubuh itu berkali-kali berharap bahwa Taekwoon akan bangun.
 
”Hei, jangan menggoyangkan tubuhku seperti itu!”
 
Oke, hal ini mulai terasa ridiculous. Dia terus-terusan mendengar sebuah suara di kepalanya, tapi setiap kali dia melihat ke sekitar, tak ada seorangpun di sana. Bukan hanya itu, suara yang ada di otaknya juga terdengar familiar. ”Ki –bum?” tanyanya dengan hati-hati entah pada siapa.
 
”Aish, memangnya siapa lagi?”
 
”Kamu di mana?” tanyanya. Jaehwan merasa seperti orang bodoh berbicara dengan dirinya sendiri. Tapi, memang dia tidak melihat seorangpun di sekitarnya dan Taekwoon yang merupakan pemilik suara itu juga sedang terbaring di tangannya bukan?
 
”Sepertinya aku berada di…dalam tu –buhmu?”
 
Butuh sepersekian detik bagi keduanya untuk mencerna apa yang baru saja dikatakan oleh Taekwoon dan setelah mengolah informasi tersebut, Jaehwan berseru panik. ”Jinjja?!” serunya.
 
”Duh, jangan teriak seperti itu, aku tidak tuli. Sepertinya itu satu-satunya alasan yang logis saat ini.”
 
Mungkin. Mengingat bahwa sekarang dia seperti sedang bicara sendiri, rasanya hal itu tidak mustahil. ”Lagipula,” mulai Taekwoon dengan perlahan. Jaehwan dapat membayangkan namja itu sedang menggigit bibir bawahnya dan tampak berpikir keras. ”Kurasa ada hubungannya dengan permen mint yang kumakan tadi. Coba kau lihat bungkusnya. Kalau tidak salah ada di bagian belakang bukuku.”
 
Permen? Oh, Jaehwan teringat dengan jawaban Taekwoon terakhir kali. Dia kemudian mencari bungkus yang dibilang oleh Taekwoon. Sebelumnya dia membaringkan tubuh Taekwoon yang seolah tak bernyawa hingga bersandar pada dinding. Dengan orbs beningnya dia mencari bungkus permen yang dikatakan Taekwoon tadi. Bungkus permen itu sama seperti bungkus permen lainnya, namun ada beberapa kata yang tertulis di sana. Jaehwan tidak kesulitan untuk membaca tulisan itu karena Taekwoon tidak menghancurkan kertasnya, tapi apa yang dia baca membuatnya tersentak kaget. ”Hei, i – ini tidak mungkin kan?”
 
Tak ada jawaban dari Taekwoon dan Jaehwan mau tak mau harus mempercayai penglihatannya. Oh, bagaimana dia tidak merasa kaget ketika tulisan yang dia baca adalah ini:
 
”Jika kau mencium seseorang sembari mengunyah permen ini, jiwamu akan masuk ke dalam tubuh orang tersebut.”
 
”Cih, kenapa kau harus memakan permen aneh seperti itu!” desis Jaehwan .
 
”Memangnya ada yang menyuruh kau untuk menciumku!” balas Taekwoon tak kalah sengit. Tentu saja dia tidak mau disalahkan begitu saja.
 
”Salahkan seseorang yang tidak bisa menjaga dirinya sendiri tadi,” balas Jaehwan dengan nada sarkastis.
 
Taekwoon terdiam dan tak mau membalas apa-apa lagi. Dia tahu kalau ini berlanjut, semuanya tidak akan selesai. Lebih baik dia memikirkan bagaimana cara untuk bisa kembali pada tubuhnya. Sepertinya Jaehwan juga berpikiran hal yang sama karena kemudian dia bertanya, ”Jadi sekarang kita harus bagaimana?”
 
”Mwolla, mungkin dengan mengunyah permen yang sama dan mencium tubuhku, aku bisa kembali?” Andai saja saat itu Taekwoon berada di dalam tubuhnya, Jaehwan pasti bisa melihat kedua pipi milik Sang Snow White yang merah merona karena ucapan namja itu sendiri.
 
”Bilang saja kalau kau memang ingin menciumku lagi, Jung Taekwoon, aku tak menduga kau punya seperti itu,” goda Jaehwan yang dijawab dengan decikan kesal dari Taekwoon. ”Lalu sekarang bagaimana dengan tubuhmu?”
 
”Bawa saja kembali ke apartemenku, aku tinggal sendiri jadi kurasa tak ada masalah,” jawab Taekwoon dengan tenang.
 
Mendengar nada bicara Taekwoon yang sepertinya sedikit berubah membuat Jaehwan sebenarnya ingin bertanya lebih lanjut, tapi diurungkan niatnya. ”Jadi sekarang kita bolos?” tanya Jaehwan sembari membopong tubuh Taekwoon dengan bridal-style.
 
”Terserah, kau boleh saja letakkan tubuhku di dalam ruang kesehatan atau kau bisa sekarang membeli permen mint itu dan kemudian mengembalikan tubuhku seperti semula.”
 
Jaehwan terkekeh pelan membuat Taekwoon bingung. ”Tidak kuduga seorang Jung Taekwoon bisa bicara sebanyak ini. Bukankah Jung Taekwoon yang terkenal adalah seorang yang pendiam dan jarang bicara. Tapi sedari tadi, aku tak bisa menghitung berapa kalimat yang sudah kau ucapkan.”
 
Blush.
 
Ah Jaehwan benar-benar berharap andai dia bisa melihat reaksi Taekwoon, dia bisa membayangkan bagaimana kedua pipi chubby milik Taekwoon akan memerah dan terlihat menggemaskan. Dia kemudian memutuskan untuk membawa tubuh Taekwoon kembali ke apartemen sang namja. Yah, sesekali seorang Ketua Osis membolos tidak masalah bukan? Dia bisa beralasan dengan membawa Taekwoon yang sepertinya sakit untuk pulang ke rumahnya. ”Arasso, aku akan membawa tubuhmu ke apartemenmu dulu dan baru kita pikirkan jalan keluarnya.” Taekwoon tak berkata apa-apa, tapi seolah tahu pikiran namja itu, Jaehwan langsung membawa tubuh namja yang tak bernafas itu pergi dari taman tersebut.
 
Dan keduanya tak sadar bahwa bungkus permen yang terlepas dari tangan Jaehwan itu kemudian diterbangkan oleh angin dan menghilang dalam sekejap.
 
.
 
.
 
”Aish, di mana kuletakkan itu?” seru Jaehwan yang sepertinya sedang mencari sesuatu di sekujur tubuhnya. Tadi dia beralasan pada guru bahwa dia ingin mengantarkan Taekwoon yang sakit ke apartemen namja itu dan tentu saja para guru mengijinkannya mengingat bahwa dua orang itu adalah murid teladan yang tak mungkin berbuat macam-macam. Butuh segenap usaha untuk membawa tubuh Taekwoon ke apartemen namja itu. Yah, bagaimana prosesnya akan memakan waktu lama untuk dijelaskan. Yang jelas akhirnya sekarang dia sudah bisa berada di dalam apartemen Taekwoon setelah membukanya dengan kunci yang ada di dalam tas Sang Snow White.
 
Sekarang, wajahnya terlihat kebingungan seolah sedang mencari sesuatu. ”Apa yang sedang kau cari?” tanya Taekwoon yang merasa sedikit kesal melihat gelagat Jaehwan yang aneh.
 
”Sst, aku sedang mencari bungkus permen yang tadi. Kalau kita mau membelinya kan kita harus tahu apa merk permen tersebut.”
 
”Tidak perlu, kita pergi saja langsung ke tokonya. Hanya ada satu tempat yang menjual permen itu kok.” jawab Taekwoon dengan santai.
 
Jawaban Taekwoon tadi membuat kedua alis mata Jaehwan terangkat. Dia sedikit bingung dengan apa yang dikatakan namja itu kepadanya. Akhirnya, dia memutuskan untuk menenangkan dirinya dan duduk di ujung ranjang Taekwoon. Tubuh Taekwoon sendiri sudah dia baringkan di atas ranjang milik sang namja. Sejujurnya, dia cukup kaget melihat apartemen Taekwoon yang sepertinya cukup luas untuk hanya dihuni oleh satu orang. Bahkan, sebenarnya dia merasa tak ada tanda-tanda kehidupan di sana.
 
Dia terkekeh pelan membayangkan bahwa Taekwoon hanya menggunakan ruang tidur namja itu atau mungkin ruang tamu untuk mencari suasana belajar yang berbeda. Melihat Jaehwan yang sepertinya tertawa karena sesuatu, Taekwoon akhirnya bertanya, ”Wae, ada apa?”
 
Jaehwan menggelengkan kepalanya perlahan. ”Ani, hanya merasa bahwa apartemen ini sepertinya begitu luas dan aku membayangkan bahwa kau hanya menggunakan sedikit dari ruangan yang ada di dalam.” Hening di antara mereka membuat Jaehwan menyadari bahwa dia telah menyinggung hal yang salah. ”Hei, aku –”
 
”Kedua orang tuaku sudah bercerai,”sela Taekwoon.
 
Merasa bahwa mungkin ini adalah satu-satunya kesempatan dia dapat mendengar tentang Jung Taekwoon, Jaehwan terdiam dan membiarkan namja itu untuk berbicara di pikirannya. ”Dan aku tak bisa memilih salah satu dari keduanya. Akhirnya aku putuskan untuk keluar dari rumah itu dan hidup sendiri,” ujar Taekwoon. Sekarang Jaehwan benar-benar berharap kalau mereka tidak berada di dalam satu tubuh sehingga dia bisa menenangkan namja itu. Dengan memeluknya mungkin? ”Hyung-ku ingin mengajakku untuk hidup bersama, tapi aku tak mungkin mengganggu dia dan suaminya. Dan iya, sebelum kau bertanya lebih lanjut, dia gay.”
 
”Dan mungkin juga dengan diriku,” bisik Taekwoon di dalam dirinya sehingga Jaehwan tak bisa mendengarnya.
 
Jaehwan terdiam dan membiarkan Taekwoon bercerita tentang dirinya. Mungkin ini adalah kesempatan dari Tuhan agar mereka bisa memperbaiki hubungan konyol yang ada di antara mereka. Mendengar suara Taekwoon yang serak, Jaehwan bisa membayangkan namja itu sedang menangis di dalam hati dan Jaehwan sungguh berharap bisa menenangkan namja itu.
 
Setelah Taekwoon selesai menceritakan tentang kehidupan namja itu, sekarang giliran Jaehwan untuk menceritakan tentang dirinya. Menurutnya, hal ini sangat aneh, sebelumnya mereka berdua terlihat bagaikan Tom and Jerry yang terus-terusan bertengkar, namun sekarang dinding itu seolah hilang begitu saja. ”Well, aku anak pertama dari dua bersaudara, aku punya satu adik yeojya yang sangat bawel. Kedua orangtuaku hidup bersama. Basically, hidupku sama dengan para remaja kebanyakan. Yah, mungkin karena aku anak pertama, tanggung jawabku sedikit lebih besar jadi itu sebabnya aku berusaha untuk menjadi yang terbaik.”
 
Taekwoon terdiam. Yah, itu alasan yang sangat logis mengingat Jaehwan yang tampak unggul hampir di setiap hal kecuali pelajaran karena Taekwoon unggul dalam hal itu. ”Nah, sekarang lebih baik membeli permen itu. Oh ya, memangnya kau tidak mempunyainya lagi?”
 
”Ani, aku hanya mendapat itu karena pemilik dari toko itu tidak memiliki kembalian jadi dia memberikanku permen itu sebagai gantinya.”
 
Namja pemilik dimple smile itu mengangguk. ”Ne, kalau begitu sekarang kita pergi ke toko yang kau bilang itu. Semakin cepat kita selesaikan ini, semakin baik, bukankah begitu?” Jaehwan merasa ada yang aneh ketika Taekwoon tak menjawab pertanyaannya, tapi dia memutuskan bahwa itu hanya perasaannya saja. ”Ayo,” ajaknya pada Taekwoon meskipun dia tahu bahwa itu sebenarnya hanya sapaan formal belaka karena tubuh mereka tetap satu.
 
.
 
.
 
Kling.
 
Bunyi bel mengiringi langkah kaki Jaehwan ketika dia memasuki supermarket kecil yang ditunjukkan Taekwoon padanya. Suasana di dalam supermarket itu hangat dan membuat dia merasa nyaman seketika. Matanya kemudian dengan cepat menyapu isi supermarket tersebut. Dia kemudian berjalan menuju ke arah kasir, tempat seorang namja cantik yang lebih tua darinya sedang berdiri sembari tersenyum ke arahnya. ”Selamat siang, ada yang bisa saya bantu?” sapanya dengan ramah.
 
Jaehwan sempat terkagum dengan senyuman manis dari namja itu. Rasanya dia tidak percaya bahwa namja yang bernama ’Kim Jaejoong’ (dia membaca nametag namja itu) itu adalah seorang namja dan bukan yeojya. Parasnya begitu cantik, suaranya begitu lembut, dan cukup Jaehwan , kau ke sini untuk membeli permen dan bukan untuk mengagumi namja yang ada di hadapanmu. Yah, walau tetap saja kau berpikir bahwa Taekwoon sepertinya lebih cantik dari namja itu.
 
Eh, Taekwoon? Aish, rasanya sekarang otakmu mulai tidak beres. Menyadari bahwa Jaehwan sepertinya sedang mengalami perang batin di dalamnya, penjaga kasir yang bernama Jaejoong itu kembali bertanya, ”Tuan? Gwenchana?”
 
Mendengar dirinya yang dimaksud, Jaehwan segera menggelengkan kepalanya dan memfokuskan dirinya kembali. ”Ternyata alasan Lee Jaehwan menolak para yeojya itu karena dia itu gay ya,” ucap Taekwoon di dalam pikirannya dengan nada bercanda.
 
”Sst, diamlah, kau mau kubantu atau tidak,” desis Jaehwan dengan suara rendah agar Jaejoong tak bisa mendengarnya.
 
”Tuan?” Sekali lagi Jaejoong bertanya karena melihat gelagat Jaehwan yang cukup aneh.
 
”Ah itu aku ingin membeli permen,” ucapnya setelah berhasil menenangkan dirinya. Jaejoong tersenyum dengan lembut sembari mengangguk tanda bahwa dia mengerti.
 
”Arasso, anda bisa ke bagian rak ketiga yang ada di belakang atau anda tahu permen yang ingin anda beli?”
 
Jaehwan terlihat ragu sejenak kemudian akhirnya berbisik, ”Kiss me?” Oke, dia benar-benar merasa malu sekarang. Kenapa pula Taekwoon harus memakan permen dengan merk seperti itu. Dia seolah sedang meminta ciuman dari namja bernama Kim Jaejoong itu. ”Itu, maksudku permen yang bernama ’Kiss me’ kalian punya kan? Kemarin temanku membelinya di sini.”
 
Jaejoong mengangguk setelah akhirnya mengerti maksud dari perkataan Jaehwan tadi. ”Oh iya, kami memang mempunyai permen itu, tapi sayangnya stoknya habis.”
 
”Oh,” jawab Jaehwan dengan nada kecewa dan senang. Yah, dia sedikit kecewa karena tak bisa menyelesaikan masalah ini dengan cepat, namun di satu sisi dia cukup senang karena itu artinya dia bisa menghabiskan waktu dengan Taekwoon lebih lama lagi. Entah kenapa mengetahui bahwa dia bisa bersama dengan Taekwoon membuatnya merasa senang. Mungkin karena dia sangat penasaran dengan pribadi yang bernama Jung Taekwoon itu, ya mungkin karena itu. ”Arasso, kalau sudah ada bisakah kau menghubungiku?”
 
Akhirnya setelah memberikan nomor teleponnya yang bisa dihubungi dan memastikan bahwa Jaejoong akan memberitahunya jika permen itu sudah datang, Jaehwan mengangguk mengucapkan terima kasih dan kemudian berlalu dari tempat itu.
 
Yang tidak disadari oleh Jaehwan adalah nama keluarga yang sama antara Jaejoong dengan Taekwoon bukan kebetulan. Setelah Jaehwan pergi, Jaejoong yang ditinggal seorang diri membuka laci mejanya dan mengeluarkan sebuah foto keluarga. Empat orang itu tersenyum bahagia. Appa, umma, dan dua orang namja kecil yang saling bergandengan tangan.
 
”Kau berhutang satu permen denganku ne, Hyung,” gumamnya. Kemudian dia membuka laci yang lain dan di sana terdapat sebuah bungkus yang masih berisi permen, permen yang bernama: ’Kiss me’.
 
.
 
.
 
”Heiyo Jaehwan , apa yang sedang kau lakukan? Hei, bukankah itu buku Taekwoon?” tanya seorang namja yang Jaehwan kenal sebagai Lee Donghae.
 
Jaehwan tak menjawab pertanyaan sahabatnya itu dan kembali memindahkan catatannya ke dalam buku Taekwoon. Sebenarnya yang sedang menulis di buku Taekwoon adalah Taekwoon sendiri. Namja itu meminta pada Jaehwan agar dia diijinkan untuk mencatat pelajaran sehingga dia tetap tidak tertinggal. Tak merasa ada yang salah dengan hal itu, Jaehwan mengijinkan Taekwoon menggunakan tubuhnya untuk mencatat. ”Jaehwan , Jaehwan !”
 
Merasa kesal tak diladeni oleh Jaehwan , Donghae berseru kencang dan menarik buku Taekwoon dari tangannya. Hal ini, tentu saja, membuat Taekwoon (yang ada di dalam tubuh Jaehwan ) berdecak kesal. ”Kembalikan buku-ku, Lee Donghae,” ujar Taekwoon (Jaehwan ) dengan nada dingin.
 
”He? Bukumu? Ini kan milik Taekwoon?” tanya Donghae dengan bingung. Tangannya masih memegang buku tersebut dengan erat.
 
”Ah, eh, pokoknya kembalikan buku itu sekarang!” seru Taekwoon (Jaehwan ) yang akhirnya dituruti oleh Donghae.
 
”Geez, apa karena tak ada Taekwoon kau jadi melampiaskannya padaku?” Satu pertanyaan dari Donghae ini lantas membuat Taekwoon (dan Jaehwan ) tersentak kaget.
 
Jika di dalam komik-komik, mungkin saat ini Jaehwan sedang melakukan facepalm atas kebodohan sahabatnya itu. Taekwoon ingin bertanya lebih lanjut, tapi Jaehwan lebih dulu mengambil tubuhnya kembali dan kemudian mengalihkan topik pembicaraan. ”Hei, kau tidak mau bertemu dengan Hyukkie? Kau tidak mau membuatnya marah lagi kan?”
 
Donghae dengan mudah terpancing dengan pertanyaan Jaehwan . Dia kemudian menepuk keningnya dan bergegas pergi dari ruang kelasnya menuju ke ruang kelas namjachingu-nya. Sekali lagi, dalam hal ini hubungan sesama jenis bukanlah hal yang aneh jadi kalian tidak perlu merasa bingung.
 
Setelah ditinggal oleh Donghae, Taekwoon bermaksud untuk menanyakan pernyataan Donghae tadi kepada Jaehwan , tapi sepertinya Sang Ketua OSIS memutuskan untuk diam seribu bahasa. Merasa tak ada gunanya terus bertanya, Taekwoon akhirnya kembali memindahkan catatan dari buku Jaehwan ke bukunya.
 
”Sudah selesai?” Kali ini giliran Jaehwan yang berbicara pada Taekwoon, yang menggunakan tubuh Jaehwan .
 
Taekwoon, dengan tubuh Jaehwan , mengangguk dan tak banyak bicara, takut dirinya (atau Jaehwan ) akan dicap aneh oleh teman-temannya karena berbicara pada diri sendiri. Dia kemudian membereskan buku-bukunya dan Jaehwan lalu beranjak keluar dari kelas. Kali ini Jaehwan sudah mengambil alih tubuhnya kembali.
 
Untuk alasan mengapa Taekwoon tak akan masuk dua hari ini, Jaehwan mengantarkan surat dokter yang berisi keterangan bahwa Taekwoon tak bisa masuk karena sakit dan sedang beristirahat di rumah. Jangan tanyakan bagaimana Jaehwan mendapatkannya. Mempunyai sahabat seperti Donghae yang suka membolos, hal ini tidaklah susah. Jaehwan sendiri juga mengatakan kepada orang tuanya bahwa dia akan menginap di rumah temannya untuk mengerjakan projek.
 
Sebenarnya alasan ini tidak sepenuhnya kebohongan karena dia memang sedang melakukan sebuah projek, projek untuk mengembalikan Taekwoon pada tubuhnya semula. Dia pernah mencoba untuk kembali mencium Taekwoon, tapi dengan permen mint yang lain, namun hasilnya nihil. Sepertinya memang harus permen mint yang dimakan Taekwoon waktu itu.
 
Selama dia tinggal di apartemen Taekwoon, dia merawat apartemen itu seolah dia yang memilikinya. Terkadang dia membiarkan Taekwoon memakai tubuhnya untuk membaca buku-buku setebal ensiklopedia yang menjadi sahabat namja itu. Kadang-kadang mereka saling bertukar cerita, walau kebanyakan Jaehwan yang bercerita karena kita tahu sifat Taekwoon yang lebih suka menyendiri.
 
Satu hari yang mereka lalui seperti satu minggu. Banyak sekali hal yang mereka kerjakan bersama dan tanpa sadar itu membuat mereka menjadi akrab. Hingga akhirnya keesokannya ponsel Jaehwan berdering karena nomor tak dikenal meneleponnya. Ternyata itu adalah Jaejoong yang mengatakan bahwa permen mint itu sudah datang dan Jaehwan bisa datang untuk mengambilnya.
 
Rasa enggan mendadak meliputi hatinya, tapi dia tahu bahwa dia tak bisa begini terus. Maka, dia memutuskan untuk segera pergi ke supermarket. Selama perjalanan, Taekwoon terdiam tak berbicara satu patah katapun. Hal ini membuat Jaehwan merasa sedikit janggal, tapi perasaan itu diabaikannya.
 
.
 
.
 
”Ah, selamat datang,” sapa Jaejoong dengan nada riang. ”Ini, saya sudah menyisakan satu bungkus untuk anda. Produk ini sangat laku keras, I wonder why,” ujar Jaejoong.
 
Jaehwan tersenyum ramah dan kemudian membayar sesuai jumlah yang tertera di sana. Ketika Jaejoong hendak memberikan plastik berisi permen tersebut, dia tersenyum lebar. ”Kau mau tahu sebuah rahasia tidak?” tanya Jaejoong.
 
Merasa tak ada salahnya mendengar rahasia yang akan disampaikan Jaejoong, Jaehwan mengangguk. Jaejoong kemudian memasukkan sebuah kertas di dalam plastik dan berpesan untuk dibuka setelah Jaehwan mengunyah permen tersebut. Meskipun terdengar tidak masuk akal dan aneh, Jaehwan menuruti apa yang disampaikan padanya dan menerima barang yang baru saja dia beli.
 
Begitu sampai di apartemen Taekwoon, dia bergegas masuk ke dalam ruang tidur Taekwoon. Ditatapnya tubuh Taekwoon yang sedang tertidur. Memandang wajah Taekwoon yang tertidur dengan penuh kedamaian membuat Jaehwan merasa hangat. Tangannya membelai pipi Taekwoon dan merasakan bagaimana halusnya kulit namja itu.
 
Ketika matanya tertuju pada bibir milik Taekwoon, dia bisa merasakan bagaimana lembutnya bibir itu dan tak sabar untuk merasakannya lagi. ”Cepat makan permen itu dan kita akan kembali seperti semula.”
 
Pernyataan yang dilontarkan Taekwoon membuat jantung Jaehwan berdetak kencang. Apakah itu berarti Taekwoon ingin cepat-cepat melupakan kebersamaan mereka dan kembali seperti semula? Tapi, jika itu yang diinginkan oleh Taekwoon, dia bisa apa? ”Arasso, tak bisakah kau bersabar?”
 
”Bukankah kau yang ingin cepat-cepat mengeluarkanku dari tubuhmu, eh?”
 
”Aku tidak –”
 
”Jangan berbohong padaku Jaehwan , kau terlihat begitu bahagia ketika Jaejoong meneleponmu. Aku tidak bodoh.”
 
Jadi karena itukah Taekwoon terdiam di dalam perjalanan? Nada bicara Taekwoon barusan juga. Bolehkah, bolehkah Jaehwan berharap? ”Tentu saja aku ingin cepat-cepat mengeluarkanmu dari tubuhku,” bisik Jaehwan pelan.
 
Seharusnya dia sudah menduga akan hal itu, bagi Jaehwan , Taekwoon tak lebih dari seorang namja yang bertolak belakang dari dirinya. Seharusnya dia sudah mengerti, tapi tetap saja ada rasa sakit ketika mendengarnya secara langsung dari namja itu. Jaehwan tak menghabiskan waktu dan segera membuka bungkus permen itu. Dia kemudian mengambil satu permen dan langsung mengunyahnya. Tanpa peringatan, tanpa aba-aba, dia langsung melumat bibir merah milik Taekwoon.
 
”Karena aku ingin mengucapkannya secara langsung,” bisiknya perlahan agar Taekwoon tak mendengarnya.
 
Lembut. Hangat. Perasaan itu kembali melanda hatinya. Apalagi dengan rasa manis yang berbagi di antara mereka. Kecipak kulit bersentuhan terdengar semakin kencang kala Jaehwan menekan tubuhnya untuk memperdalam ciuman mereka.
 
”Urgh.” Erangan dari Taekwoon membuat Jaehwan menghentikan ciumannya. Jaehwan mengangkat sedikit tubuhnya yang tadi menindih tubuh mungil Taekwoon. Dia memberikan jarak di antara mereka sehingga Taekwoon bisa menggerakkan badannya yang sedikit kaku dan duduk di atas ranjang. Mata Jaehwan tak pernah lepas dari semua gerakan yang dilakukan oleh Taekwoon. Dia mengamati semuanya dengan tatapan yang begitu lembut.
 
”Taekwoon,” panggilnya dengan lembut.
 
Taekwoon yang mendengar namanya dipanggil segera menatap ke arah Jaehwan . Tatapannya kembali dingin. ”Kenapa? Bukankah semuanya sudah kembali seperti semula? Sekarang kau kembali menjadi Lee Jaehwan yang dipuja-puja semuanya dan biarkan aku kembali menjadi Jung Taekwoon yang lebih suka menyendiri.”
 
Jaehwan terkekeh perlahan tak peduli meskipun Taekwoon menghadiahinya tatapan tajam. ”Sepertinya kau salah menangkap maksudku, ne?” tanyanya dengan lembut. Tangannya yang kekar merapikan poni Taekwoon dan punggung tangannya membelai pipi Taekwoon dengan pelan.
 
”Apa maksudmu?” desis Taekwoon. Dia tidak bisa membohongi bahwa sebenarnya dia sangat menikmati perlakuan lembut dari Jaehwan , tapi dia juga tahu bahwa itu tak lebih dari hal semu semata. ”Tinggalkan saja aku sendiri, Jaehwan .”
 
”Ah, kau harus tahu kenapa aku sangat ingin kau kembali ke dalam tubuhmu dan alasan itu karena,” bisiknya. Dia perlahan mendekatkan kepalanya ke telinga namja yang ada di hadapannya. Taekwoon sendiri, tubuhnya sudah bergetar hebat ketika merasakan deru nafas Jaehwan menggelitik daun telinganya. Tidak bisa dipungkiri ada rasa penasaran dengan apa yang dimaksud oleh Jaehwan . ”Agar aku bisa mengucapkan hal ini secara langsung,” bisik Jaehwan kembali. Dia melirik ke arah Taekwoon sejenak kemudian kembali berkata dengan nada lembut, ”Saranghae. Jung Taekwoon, jeongmal saranghae.”
 
Sepasang orbs hitam milik Taekwoon terbuka lebar. Kepalanya tak bisa menerima apa yang baru saja dikatakan oleh Jaehwan kepadanya. ”Kau bercanda,” desisnya sembari menahan semburat merah di kedua pipinya.
 
”Khekhe, kau lucu sekali, Hyung,” panggil Jaehwan dengan nada manja. Dia kembali menatap Taekwoon sembari merapikan poni namja itu. Selama Taekwoon tinggal di tubuhnya, Taekwoon menggunakan tubuh Jaehwan untuk memandikan dirinya. Tentu saja, secara tidak langsung, dia dapat merasakan halusnya kulit namja itu dan itu membuat Jaehwan merasa ketagihan. Bagai candu yang tak bisa digantikan. ”Dengar, menurutmu kenapa aku menolak mereka yang menyatakan cinta padaku? Itu karena sejak dulu aku sudah menetapkan mataku pada satu orang dan itu adalah dirimu, Jung Taekwoon.”
 
”Aku tidak cantik, tampan ataupun modis seperti mereka. Jangan mempermainkan diriku, Jaehwan ,” ujar Taekwoon dengan nada yang mulai terdengar sendu di telinga Jaehwan .
 
Dengan lembut Jaehwan mengecup kening Taekwoon. Kedua tangannya kemudian berada pada pipi Taekwoon sehingga sekarang keduanya saling bertatapan dengan jarak yang begitu dekat. ”Hei, bagiku kau itu yang paling manis, paling tampan jika kau mau. Kau tidak tahu betapa gilanya diriku saat melihat para namja itu bercerita bagaimana mereka ingin mencoba bibirmu yang merah ini?” Ibu jari kanan Jaehwan berada pada bibir Taekwoon dan memberikan sentuhan ringan.
 
”Atau bagaimana mereka mengambil fotomu secara diam-diam tanpa kau sadari? Kau tidak tahu apa yang harus kulakukan agar aku bisa mengambil foto itu dari mereka agar tak adalagi yang tertarik pada dirimu? Dan, oh kau harus tahu butuh Donghae untuk menenangkan diriku agar aku tidak melabrak dan mencincang tubuh mereka satu per satu karena mengambil fotomu ketika kau sedang berganti pakaian di kamar ganti.”
 
Taekwoon sedikit tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. Apakah benar seorang Lee Jaehwan begitu mencintainya seperti dirinya? ”Sejak kapan?” tanyanya perlahan.
 
Jaehwan menggelengkan kepalanya. ”Entahlah, aku bahkan tidak tahu kalau diriku itu gay sampai aku bertemu dengan dirimu. Yang jelas saat itu aku merasa tertarik dengan seorang Jung Taekwoon yang mereka bicarakan. Begitu aku bertemu denganmu, saat itu aku merasa bahwa aku harus melindungimu. Aku ingat waktu itu kau sedang menangis, mungkin karena perceraian orang tuamu. Dan aku merasa bodoh baru sadar hal itu sekarang. Oh, sejak saat itu aku berjanji tak ingin membuatmu bersedih lagi. Sejak saat itu aku berjanji tak ingin melihat air mata pada dirimu lagi.”
 
Cairan bening perlahan berkumpul di pelupuk mata Taekwoon. Isak tangisnya mulai terdengar dan kali ini Jaehwan mengecup matanya dengan lembut. ”Kalau kau? Sejak kapan kau mencintaiku?”
 
”Aku –”
 
”Oh jangan katakan tidak, Hyung. Kau pikir aku tidak tahu bahwa kau selalu berada di tempat aku dinyatakan cinta bukan karena kebetulan? Dan permen ini.” Jaehwan mengambil bungkus permen yang dibukanya tadi. ”Khasiatnya tidak akan berhasil kalau kita berdua tak memiliki perasaan yang sama,” bisiknya.
 
Taekwoon tak membalas perkataan Jaehwan dan hanya menarik kerah namja itu lalu kemudian mempertemukan bibir mereka. Tak ada kata terucap, tapi ciuman itu sudah cukup membuat Jaehwan tahu semua tentang perasaan Taekwoon. ”Saranghae, Jaehwan , Saranghae,” bisik Taekwoon di sela-sela ciuman mereka. Jaehwan tersenyum lebar mendengarnya dan kembali melumat bibir mungil Taekwoon sekali lagi.
 
Di dalam plastik yang berisi satu kantong permen itu terdapat kertas yang dituliskan oleh Jaejoong tadi. Kertas yang bertuliskan:
 
”Tapi, jiwamu bisa berada di dalamnya kalau orang itu menyambut perasaanmu.”
 
.
 
.
 
”Hwannie, kenapa dengan tanganmu?”
 
”Kau manis sekali, Hyung. Aku ingin sekali mencicipimu.”
 
”Hei!”
 
”Kulitmu benar-benar mulus, persis seperti yang mereka katakan.”
 
”Hwannie!”
 
”Appo, kalau begini caranya aku akan makan permen itu dan masuk ke dalam tubuhmu saja.”
 
”Aish, kau ini. Dasar gila!”
 
”Ya aku gila, aku gila karenamu, Hyung.”
 
”Aku tak mau berpacaran dengan orang gila.”
 
”Siapa yang bilang kau akan berpacaran denganku?”
 
”Eh?”
 
”Besok aku akan membawamu bertemu dengan orang tuaku, pasti mereka akan sangat senang bertemu dengan calon menantu mereka.”
 
”Hwannie!”
 
”Tenang saja, mereka sudah tahu tentang dirimu kok, aku sering menceritakanmu terhadap mereka.”
 
”Hwannie, urmphh~”
 
”Sekarang, ijinkan aku mencicipimu, ne?”
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
annah_13 #1
Chapter 12: