SE FIER À

Wild Imagination by doubleAA10

Malam itu hujan turun perlahan, sisa-sisa dari cairan deras yang menerpa dari langit. Seorang namja tengah berjalan di tengah hujan dengan memegang paJaeg. Langkah kakinya perlahan, wajahnya terlihat sedikit menyedihkan. Seperti ada sirat kesakitan yang terukir di ekspresi wajah cantiknya.

”Urgh,” Langkah kakinya terhenti saat mendengar suara erangan dari arah kanan disertai dengan suara pukulan, tendangan, serta teriakan, ”Bodoh!” dan sebagainya.

Penasaran. Dia melangkah menuju ke arah sumber suara, sampailah dia di depan sebuah gang dan melihat sekumpulan namja tengah memukul seorang namja lain yang sudah meringkuk kesakitan. Ketika kumpulan namja itu hendak keluar yang berarti harus melewatinya, dia bersandar pada dinding dan bersembunyi agar tidak ketahuan.

Setelah mereka semua pergi, barulah dia perlahan menghela nafas panjang dan berjalan mendekati sang korban. Kakinya melangkah dengan ragu. Takut, namun hati nuraninya menyuruh dia untuk menolong namja yang tengah terbaring itu.

Tibalah dia di depan namja itu. Wajah namja itu begitu hancur dan penuh luka sepertinya karena dipukul habis-habisan oleh sekumpulan tadi. Dia tak habis pikir, kenapa ada namja seperti dia yang harus mencari gara-gara. ”Hei, gwenchana?” tanyanya lembut sembari menggoyang-goyangkan badan namja itu.

Erangan kembali terdengar. Dia kembali menghela nafas dan berusaha untuk membawa namja itu ke rumah sakit untuk segera diberikan pertolongan lebih lanjut. Dia hanya bisa membersihkan luka sedikit dengan sapu tangannya dan melihat apakah ada luka yang lain. Lebih baik dia serahkan pada dokter saja, lagipula dia juga harus pulang untuk beristirahat.

Bajunya akhirnya basah karena paJaeg di tangannya terlepas untuk memapah namja itu ke rumah sakit. Dia memberhentikan taksi dan kemudian mengantarkan namja yang sudah kehilangan kesadaran itu di rumah sakit. Setelah menyerahkan namja itu ke rumah sakit dan mengisi beberapa surat yang diperlukan, akhirnya dia pulang.

”Hah.” Dia menghela nafas karena harus berjalan jauh lagi sebab rumah sakit ini jauh dari rumahnya dan uangnya sudah habis untuk bayar taksi tadi. Ah sudahlah, toh dia juga sedang malas untuk ke kampus besok pagi.

 

”Hei Jae, namja culun itu mengikutimu lagi tuh,” ucap seorang namja tampan yang memakai name tag Yoochun.

 

Kantin saat itu begitu ramai. Yoochun dan namja yang dia panggil Jae tadi sedang duduk di salah satu meja di kantin. Namja yang bernama lengkap Kim Taekwoon, dilihat dari name tag di kemeja putihnya, hanya menghela nafas dan melanjutkan acara makannya. Tak berapa lama seseorang menepuknya.

 

”Hei Jae, your stalk is there again (stalkermu di sana lagi).” Kali ini berasal dari seorang namja cantik yang bernama Kim Heechul.

 

Taekwoon yang merasa kesal akhirnya meletakkan alat makannya dengan kasar dan berdiri, menarik perhatian satu isi kantin. Langkahnya tegas dan menuju ke arah stalker–nya.

 

Brak.

 

Dia memukul meja kantin dengan kedua tangannya dengan begitu keras hingga menghasilkan bunyi membuat  namja yang di hadapannya menjadi ketakutan dan gemetar. Namja yang adalah stalker-nya.

 

”JUNG JaeHO! Bisakah kau berhenti untuk mengikutiku dan mengawasiku? Tidakkah kau punya hal lain untuk dikerjakan?!” teriaknya.

 

Namja yang dipanggil Lee Jaehwan adalah seorang namja berkacamata tebal, rambut dengan potongan kuno, tipikal anak culun pada umumnya. Wajah Jaehwan yang lebih kecil dari yang lain membuat kacamata tebal itu menguasai wajahnya hingga wajahnya tertutupi.

 

Karena gebrakan dari Taekwoon tadi membuat Jaehwan menjadi gemetar karena gugup. Jika benar Taekwoon adalah idolanya maka dia sangat bahagia karena bisa melihat Taekwoon dalam jarak sedekat ini. Jaehwan adalah anak culun yang penyendiri. Dilihat dari penampilannya, tentu saja dia adalah anak pintar yang sering mewakili sekolah untuk memenangkan pertandingan. Sayang fisiknya tidak bagus sehingga dia sering tidak bisa ikut olahraga.

 

Jaehwan dan Taekwoon adalah yin dan yang. Jika Jaehwan adalah yang dikatakan sebagai anak penyendiri, maka Taekwoon berasal dari kalangan populer. Tentu saja dengan wajahnya yang cantik nan tampan, Taekwoon berhasil menggaet hati namja maupun yeojya di lingkungan sekolahnya, termasuk Jaeho.

 

”Err..Jae…Taekwoon-shi. An..Ani..aku…aku tidak –”

 

Brak.

 

Taekwoon kesal karena jawaban Jaehwan yang terbata-bata. Akhirnya dia memukul meja sekali lagi dengan keras. ”Katakan dengan jelas! Tidak perlu menyangkal lagi! Cari kerjaan saja sana!” sahut Taekwoon lagi.

 

”A..aku tidak, Taekwoon-shi, aku…mau jadi pacarmu!” sahut Jaeho. Dia berdiri dan membungkukkan badannya 90 derajat di hadapan Taekwoon membuat namja populer itu sekarang lebih tinggi darinya.

 

”Kau bilang kau mau jadi pacarku? Apa aku tidak salah dengar?” ulang Taekwoon dengan keras dan nada mengejek.

 

Jaehwan mengangguk cepat. ”N..nde, Taekwoon-shi, aku menyukaimu se –”

 

”Cukup!” Taekwoon mengangkat tangannya untuk menghentikan perkataan Jaehwan yang dituruti namja itu dengan segera. Kepala Jaehwan kembali menunduk dan menghindari tatapan Taekwoon. ”Apa kau tidak lihat dirimu, huh? Kau pikir aku akan tertarik padamu? Berkacalah dulu sana!”

 

”Ta – tapi,” ujar Jaehwan dengan tertatah.

 

”Kau memuakkan! Dan sekedar informasi, aku TIDAK gay! Dan kau, Jung Jaeho, membuatku muak!  Kurasa seumur hidup kau hanya akan bisa masturbasi seorang diri. Tidak akan ada yang menginginkanmu, cks.”

 

Suara tawa kemudian terdengar dari para mahasiswa yang lain membuat kepala Jaehwan semakin menunduk dan Taekwoon menyeringai. ”Lebih baik kau pergi dari sekolah ini, sampah sepertimu hanya membuat mata kita jadi rusak saja,” tegur Taekwoon. Dia mengambil makanan Jaehwan yang belum habis dimakan namja itu. Diangkatnya piring tersebut dengan hati-hati. ”Oh, kau belum makan habis kan? Sini aku bantu kau habiskan.” Setelah itu, dibaliknya piring tersebut sehingga makanan dari piring itu kemudian jatuh ke atas kepala Jaehwan yang masih menunduk.

 

Suara tawa semakin keras sementara kepala Jaehwan masih menunduk dan seringaian masih terpatri di wajah manis Taekwoon. Diangkatnya kepala Jaehwan dengan perlahan sehingga keduanya saling berhadapan. ”Semoga kau menikmati makanannya, idiot!” ujarnya diiringi dengan tawa dari dirinya sendiri. Dia kemudian mendorong Jaehwan sedikit sebelum pergi dan kembali ke mejanya, mendapat tepukan dari sahabatnya yang tertawa melihat aksinya tadi.

 

Namja yang ditinggal pergi oleh dirinya kemudian lari dari kantin. Tak ada yang memperhatikan namja itu karena mereka tidak peduli. Acara sudah selesai dan Jaehwan bukanlah hal yang patut diperhatikan. Sayangnya mereka tidak melihat sebuah tatapan tajam di balik kacamata tebal namja itu.

 

.

 

.

 

”Kudengar kau berhasil mengurus stalker-mu, Jae,” ujar seorang bartender yang memakai name tag Taecyeon. Bartender itu sedang mengelap gelas, membelakangi Taekwoon yang sedang minum di depan meja bar.

 

”Cih, kenapa semua orang membicarakan dia terus,” gerutu Taekwoon sembari memainkan gelas wine-nya.

 

Taecyeon tertawa. ”Karena kau mengatakan hal yang lucu. Tidak gay? Semua orang juga tahu kalau kau punya namjachingu, Jae,” balas Taecyeon.

 

”Ya, namjachingu brengsek yang berselingkuh di belakangku,” gerutu Jae sembari meneguk gelasnya.

 

Ya, apa yang dikatakan Taekwoon tadi kepada Jaehwan adalah sebuah kebohongan. Dia mengatakan kepada Jaehwan bahwa dia tidak gay agar namja itu meninggalkannya. Sebenarnya seksualitas Taekwoon lebih ke arah lain. Tidak banyak yang tahu sebenarnya, Taecyeon hanya melebih-lebihkan. Hanya Taecyeon dan Yoochun yang tahu hubungannya dengan mantan namjachingunya.

 

Kim HJae Joong. Itu namanya. Namja yang kemudian mengelak saat Taekwoon jelas-jelas melihat namjachingunya tengah bersetubuh dengan orang lain. Saat itu juga Taekwoon memutuskan HJae Joong dan sifat Taekwoon yang baik hati berubah 180derajat seperti sekarang. Dia juga pindah sekolah untuk menghindari HJae Joong.

 

Pada awal-awal, HJae Joong masih mencoba untuk menghubungi Taekwoon, tapi diabaikan oleh namja itu. Sampai akhirnya sepertinya HJae Joong sudah menyerah. Sejak saat itu, Taekwoon bersikeras untuk tidak akan pernah berpacaran atau mempercayai siapa-siapa lagi. Itu yang menyebabkan dia sangat kasar dalam menolak Jaeho. Namja itu hanya mengingatkan dia akan dirinya di masa lalu yang bodoh dan terbuai dalam nikmat cinta.

 

Cih. Mengingat namja culun itu membuat Taekwoon kembali berdecak kesal. Biar bagaimanapun dia masih mempunyai selera dan jelas Jaehwan tidak termasuk dalam daftarnya.

 

”Sendirian saja?” Sebuah suara rendah dan y menyapanya. Taekwoon memutar kepalanya dan melihat seorang namja tampan dengan aura maskulin yang begitu kental. Bibir namja itu tebal seolah menggoda dan meminta Taekwoon untuk merasakannya. Tangan namja itu terlihat begitu lentik dan besar, sepertinya akan pas di tubuh Taekwoon.

 

Taekwoon menjilat lidahnya dan meletakkan gelas wine-nya ke atas meja. Taecyeon menanyakan pesanan namja yang baru datang itu yang dijawab dengan, ”One scotch,” dari namja itu. Taekwoon memutar badannya 90 derajat hingga berhadapan dengan namja tampan di hadapannya.

 

”Tergantung, apa untungnya jika aku menjawab sendirian atau jika aku membawa teman,” balas Taekwoon menggoda.

 

Namja itu tersenyum membuat wajahnya terlihat semakin tampan dan dada Taekwoon semakin berdebar. ”Well,” mulai namja itu. Dia mendekatkan bibirnya ke arah telinga Taekwoon sembari menjulurkan lidahnya. ”Kalau kau sendirian, aku bersedia untuk menemanimu, tapi kalau kau sudah teman, kau juga boleh bawa dia ikut serta,” bisik namja itu kemudian menjilat telinga Taekwoon yang merupakan titik sensitifnya.

 

”Your scotch,” panggil Taecyeon.

 

Tubuh namja itu kembali mundur dan tangannya meraih pesanannya. Diteguknya gelas berisi scotch itu sembari matanya masih menatap ke arah Taekwoon. ”Hmm?” gumamnya.

 

Taekwoon meneguk ludah melihat bagaimana cara pria itu meminum, membuat sesuatu di selangkangannya menegang dan celananya terasa sempit. Urgh. Menyesal dia memakai celana ketat jika dia harus menderita seperti ini. ”Bagaimana?” tanya namja itu sekali lagi.

 

”Aku belum tahu namamu,” jawab Taekwoon dengan datar setelah berhasil mengontrol dirinya.

 

Tawa renyah terdengar dari namja itu. ”Ah, maaf, maaf,” ucapnya. Dia segera meletakkan gelasnya dan kemudian mengulurkan tangannya. ”Semua biasa memanggilku Wonshik , yang artinya tujuh dosa. Jadi, siapa namamu?”

 

”Hero,” jawab Taekwoon. Dia tidak bodoh untuk mengucapkan nama aslinya di depan namja asing, toh ini juga tak lebih dari one night stand yang biasa dia lakukan, jadi untuk apa dia bercapek-capek memberitahukan namanya?

 

”Baiklah, Hero,” bisik Dong Wook sembari memajukan badannya hingga keduanya bisa merasakan deru nafas masing-masing. ”Bagaimana kalau kita lanjutkan ini di lantai dansa, hmm? Aku ingin melihat kakimu bermain di sana.”

 

Gulp.

 

Taekwoon meneguk ludah dan menerima ajakan Wonshik untuk menuju ke lantai dansa, tempat berkumpulnya begitu banyak orang. Sudah lama Taekwoon tidak menari, tetapi sepertinya orang-orang yang ada di sana juga tidak peduli karena sudah sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing. Wonshik menarik badan Taekwoon hingga badan mungil namja itu menabrak dada bidangnya. ”Wonshik -shi, kalau begini, aku tidak bisa berdansa,” gumam Taekwoon.

 

”Hmm? Wangimu harum,” bisik Wonshik . Hidungnya berada pada rambut Taekwoon dan menghirup aroma namja itu.

 

Badan Taekwoon bergetar menerima perlakuan Wonshik . Dibiarkannya dirinya berputar hingga bersandar pada dada Wonshik . Kepalanya diputar ke kanan sedikit memberi akses kepada Wonshik untuk melakukan sesuatu pada leher putihnya. ”Ahh~” Desahan keluar saat Wonshik mencium lehernya dengan perlahan. Tangan Taekwoon melingkar di leher Wonshik , mendorong sedikit kepala Wonshik untuk memperdalam ciuman namja itu.

 

”Bagaimana kalau kita lanjutkan saja di tempat yang lebih sepi, hmm?” bisik Wonshik di telinga Taekwoon.

 

Sungguh, Taekwoon tidak mengerti kenapa tubuhnya bereaksi begitu cepat saat tangan Wonshik menyentuh dirinya. Celananya mulai terasa sesak dan jika bukan karena Wonshik , mungkin dia akan terjatuh karena menabrak orang.

 

Mereka berjalan ke tempat yang Taekwoon ketahui adalah kamar yang ada di klub itu. Kamar yang biasa digunakan untuk hal-hal yang akan Taekwoon lakukan. Sepertinya malam ini akan menarik, pikir Taekwoon. Ya, tapi Taekwoon belum tahu semenarik apa malam ini baginya.

 

Bibir Wonshik masih setia mengecup lehernya, memberikan gigitan-gigitan kecil sembari berjalan menuju ke arah kamar tersebut. Tangan Wonshik dengan sigap memutar kenop dan membuka daun pintu. Dalam sekejap mereka berdua sudah berada di dalam kamar dengan punggung Taekwoon menempel pada daun pintu dan mengeluarkan desahan-desahan nista.

 

”Lama sekali kau.” Sebuah suara membuat Taekwoon kaget. Matanya menuju ke arah sumber suara dan dilihatnya seorang namja tampan berambut hitam dengan sebuah senyuman yang menampakkan lesung pipi namja tersebut. Taekwoon mendorong Wonshik , namun namja itu masih memberi gigigtan kecil pada lehernya. ”Kkk. Sepertinya dia begitu nikmat, eh?” tanya namja asing itu sekali lagi.

 

Kali ini Wonshik menghentikan gerakannya dan menekan pundak Taekwoon. ”Rasanya sayang harus membaginya denganmu, Andrew.” Entah kenapa Taekwoon merasa bahwa Andrew bukanlah nama asli dari namja asing di kamar itu. Otaknya memerintahkan dirinya untuk keluar merasakan bahaya yang akan menimpanya, tetapi tangan Wonshik menekan pundaknya dengan kuat hingga dia tak bisa bergerak. ”Kau tidak akan bisa ke mana-mana, bukankah tadi aku bilang kalau kau bawa temanmu aku tidak keberatan? Jadi kuharap kau juga tidak keberatan aku membawa temanku ke sini,” ujar Wonshik dengan seringaian yang mengerikan.

 

Baru saja Taekwoon hendak berbalik, pinggangnya sudah dipeluk dan tubuhnya diangkat oleh Wonshik untuk dilempar dengan kasar ke atas kasur. Taekwoon yang gemetar hanya mundur perlahan melihat kedua namja di hadapannya menatap dia seperti predator terhadap mangsanya. ”Tidak heran dia menyukainya, kau sangat cantik,” bisik namja yang bernama Andrew tadi.

 

Taekwoon memang menikmati one-night stand, tetapi perasaannya mengatakan bahwa hal ini berbahaya dan bahwa dia harus lari. Dia segera mendorong Wonshik yang mendekatinya dan hendak berdiri hanya untuk ditarik kembali dengan tubuhnya ditindih oleh Andrew. ”Sepertinya kita harus bergegas, kucing kecil ini sudah ingin cepat-cepat pergi.”

 

Mata Taekwoon masih membesar dan tubuhnya gemetar saat tangan Andrew menyentuh pipinya. ”Mudah bagimu mengatakan, bagaimana kalau kau ikat dulu tangannya dan aku urus yang bawah?” usul Wonshik . Andrew yang mendengar usulan itu menyeringai dan mengangguk tanpa membalikkan badannya yang memunggungi Wonshik .

 

”Ka – kalian mau apa?!” seru Taekwoon.

 

Andrew terkekeh. ”Mau apa? Ckck. Masa kau tidak tahu?” Kepala Andrew menunduk hingga bibirnya bersentuhan dengan telinga Taekwoon, berbisik di telinga sensitif milik namja yang tergeletak tak berdaya itu. ”Mau kami adalah kau diam dan melakukan apa yang kita perintahkan. Jadi kucing yang manis, ne?” ucap Andrew dengan nada ringan seolah bercanda.

 

Kedua mata Taekwoon masih membesar menatap perbuatan Andrew yang membuka bajunya perlahan. Dia mencoba untuk menendang, menggerakkan tubuhnya untuk memberikan perlawanan, tapi kedua pergelangan tangannya segera ditahan oleh Andrew dengan satu tangan namja itu.

 

Plak.

 

”Sudah kubilang jangan bergerak!” teriak Andrew setelah menampar pipi Taekwoon.

 

Masih dalam keadaan terkejut, Taekwoon sudah tidak sadar bahwa kedua pergelangan tangannya sekarang sudah terikat di belakang punggungnya dengan kaos yang dia kenakan. Dia tidak mengerti bagaimana Andrew bisa melakukan hal ini dengan sekejap. Kakinya juga tidak bisa dilebarkan, sepertinya sudah diikat oleh Wonshik .

 

”Nah, sekarang ayo kita mulai,” gumam Andrew sembari menyeringai mengerikan. Tubuh Taekwoon gemetar ketakutan. Dia tidak pernah menduga kalau hal ini akan terjadi. Mungkinkah ini karma karena menyakiti Jaehwan tadi?

 

.

 

.

 

”Urm.” Suara mulut menjilati sesuatu terdenga menggema di ruangan. Terlihat Taekwoon sedang berada pada posisi menungging dengan Andrew di depan wajahnya dan Wonshik di belakang tubuhnya. Tangannya yang terikat di belakang punggungnya membuat dia susah bernafas terutama dengan kejantanan Andrew yang berada di dalam mulutnya.

 

”Nggh..urngh..” Erangnya saat kepalanya dengan kasar didorong untuk melahap penuh kejantanan Andrew yang tergolong besar. Beberapa kali dia tersedak saat ujung junior Andrew mengenai tenggorokannya.

 

Sementara dia memuaskan Andrew dengan mulutnya, bagian belakang tubuhnya sedang dijilati oleh Wonshik . Belahan pantatnya dilebarkan oleh kedua tangan Wonshik dan Taekwoon dapat merasakan sesuatu yang hangat memasuki hole-nya. Sesuatu yang sepertinya adalah lidah dari Wonshik .

 

Merasa kurang puas dengan reaksi Taekwoon, Andrew kemudian memilin kedua tonjolan di dada Taekwoon dengan kasar membuat namja itu mengerang dan melepaskan mulutnya dari junior Andrew. ”Apa aku bilang kau boleh selesai?” tanya Andrew dengan nada mengerikan. Tangannya mencubit Taekwoon dengan gemas dan memutarnya hingga Taekwoon mengerang kesakitan. ”Nggh…Ungg…”

 

Badan Taekwoon melengkung ke belakang hingga menampakkan kedua -nya yang sudah memerah karena perlakuan Andrew tadi. Mata Andrew kemudian melihat ke arah kejantanan Taekwoon yang mulai mengeras dan mengeluarkan pre-. Seringaian kembali terukir di wajah namja tampan itu. ”Cih, kau minta kami berhenti, tapi kau sendiri menikmatinya. Rasanya tidak asyik kalau begitu.”

 

”Mau berganti posisi, Drew? Kau harus mencicipi hole-nya juga. Berdenyut meminta untuk dimasuki. Menurutmu kita bisa mulai dari apa?” gumam Wonshik yang menjilati bibirnya yang sedikit basah karena kegiatannya tadi.

 

”Hah. Hah.” Taekwoon menarik nafas untuk beristirahat sejenak, namun tak lama karena kemudian rambutnya dijambak dan badannya ditarik untuk berdiri. Kepala Taekwoon terlalu pusing dan tidak menyadari bahwa Andrew sudah berbaring di atas ranjang. Posisi Taekwoon diatur oleh Wonshik hingga kepala namja cantik itu menghadap ke arah kejantanan Andrew dan kejantanannya. Ikatan di kakinya juga sudah terlepas sehingga dia bisa mengistirahatkan kakinya. Tanpa memberi kesempatan bagi Taekwoon untuk mengetahui apa yang sedang terjadi, Wonshik langsung mendorong kepala Taekwoon dan membiarkan namja itu untuk melumat miliknya dan milik Andrew sekaligus.

 

Jika tadi mulutnya capek, sekarang Taekwoon merasa mulutnya dapat terbelah melumat dua junior besar itu sekaligus. Kepalanya terus didorong oleh Wonshik untuk mempercepat ritme dan Taekwoon harus berusaha agar tidak tersedak dan menggigit kejantanan keduanya atau dia akan dihukum lebih mengerikan lagi. ”Nggh…” Dia mendesah, membuat gerakan lumatannya terhenti saat sesuatu yang hangat memasuki hole-nya yang diyakini Taekwoon adalah lidah Andrew.

 

”Cih, kita yang satu ini sangat nakal, sepertinya harus dinasihati!” seru Wonshik .

 

”Slurp. Pantas kau betah di sini, Wonshik , cairannya sangat nikmat dan -nya meminta lebih. Persis seperti wanita jalang. Kalau kita masuk berdua, menurutmu bisa?” tanya Andrew dengan nada ceria.

 

Wonshik tertawa sementara mata Taekwoon membesar karena horor. Dia terus menggelengkan kepalanya berkali-kali. ”Hei lihat, kenapa kau menggelengkan kepalamu, eh?”

 

Mata doe-eyes Taekwoon berkaca-kaca. Dia tahu apa yang dimaksud oleh mereka berdua dan dia tahu bahwa apa itu akan sangat menyakitkan dirinya. Dia tidak mau mengalaminya. Apalagi dengan melihat kedua junior mereka, Taekwoon tidak yakin bahwa dia sanggup menerima keduanya sekaligus. Dagunya dikecup oleh tangan Wonshik dan mendorong wajahnya untuk berhadapan dengan namja itu. ”Kau tidak dalam posisi untuk memilih di sini,” ancam Wonshik .

 

”Kau terlalu lama, Wonshik . Sini aku saja yang lakukan.” Taekwoon merasakan sesuatu melingkar di pinggangnya dan mengangkat badannya ke atas. Tanpa persiapan dan peringatan, tubuh Taekwoon sudah menduduki kejantanan Siwon yang berada di bawahnya.

 

”ARGHHH!” Taekwoon berteriak kesakitan. Dia belum pernah merasakan dry . Biasanya partner atau setidaknya dirinya akan memastikan semuanya sudah melalui persiapan. Tubuhnya terasa dibagi dua. Badannya yang lemas hendak berbaring ke belakang, namun dia bersandar di atas dada bidang Andrew.

 

Wonshik tak mengambil waktu lama untuk kemudian bergabung dengan dua namja yang saling berhubungan di hadapannya. Bibir Andrew mengecup leher Taekwoon, menjilatinya, dan menggigitnya hingga berdarah mendatangkan erangan kesakitan dari Taekwoon. Lidah Wonshik terjulur ke depan, menjilati dan bermain dengan Taekwoon. Dia menggigit itu dengan keras hingga cairan merah mengalir keluar untuk dia jilati seperti seorang vampir yang haus darah.

 

”Aku rasa aku juga mau ikut bergabung,” gumam Wonshik dengan seringaian.

 

Taekwoon yang mendengar hal itu terus menggelengkan kepalanya dengan cepat, tetapi hal itu diabaikan oleh Wonshik . Tangan Wonshik mengocok kejantanannya agar sedikit mengeras dan kemudian memasukkan miliknya ke dalam hole Taekwoon yang sudah sempit karena ada milik Andrew di dalamnya. ”Argh…ketat sekali,” gumamnya.

 

”Hmm. Kau gerak saja, aku akan menahan dia di sini,” gumam Andrew. Dia menjilati air mata yang mengalir dari kedua doe eyes Taekwoon.

 

Rasa perih menyelimuti tubuh Taekwoon. Dia dapat merasakan bahwa bagian bawahnya sepertinya akan sobek dan mengeluarkan darah. Benar saja, dapat dilihat cairan merah yang merembes keluar dari hole Taekwoon. Hal ini malah digunakan Wonshik sebagai pelumas dan tanpa menghiraukan teriakan kesakitan dari Taekwoon, dia terus menggerakkan miliknya ke dalam dinding Taekwoon sembari memberi gesekan pada Siwon.

 

”ARGH! ARGH! Hentikan! Sakit!” teriak Taekwoon.

 

Plak.

 

Sekali lagi tamparan mendarat di pipi Taekwoon membuat namja itu hanya bisa terdiam. ”Berisik, atau kau mau kami melukaimu lebih dari ini, huh?” ancam Wonshik .

 

”Turuti saja kami. Kalau marah, Wonshik akan lebih sadis dariku dan aku tidak yakin kau bisa menghadapi kesadisan kami,” tegur Andrew dengan tegas.

 

Taekwoon tak berani menjawab dan hanya tertunduk. ”Bergeraklah!” seru Wonshik . Taekwoon menggigit bibir bawahnya untuk menahan sakit. Kakinya bertumpu pada ujung tempat tidur sementara kedua tangannya yang terletak di atas pundak Wonshik berfungsi untuk mendorong tubuhnya. Dia menaik-turunkan tubuhnya beberapa kali, tetapi tak lama dan tak begitu cepat karena dirinya sudah terlalu lelah.

 

Merasa geram, akhirnya Wonshik yang menaik tubuh Taekwoon dan menghempaskannya dengan kasar sehingga dalam satu kali hentakan dinding Taekwoon langsung melahap dua junior besar itu sekaligus. Waktu serasa berputar begitu lama bagi Taekwoon dan dia ingin cepat selesai, tetapi dia tak tahu kenapa keduanya mempunyai ketahanan e yang tinggi.

 

”Argh…faster !” seru Wonshik .

 

”Kau dapat mendengarnya? Suara dindingmu yang melahap milik kami berdua. Sangat rakus ya. Jika kau bisa melihatnya, kau akan tahu betapa tubuhmu begitu ty,” bisik Andrew yang menjilati telinga Taekwoon.

 

”-mu sangat longgar sekarang, eh, sepertinya kau mulai menikmatinya, tapi sayang dia tak bekerja dengan bagus. Sepertinya hole yang satu ini lebih bekerja dengan baik,” bisik Wonshik sembari ibu jarinya mengelus bibir merah Taekwoon.

 

Badan Taekwoon kembali diangkat dari keduanya dan dia tidak tahu bagaimana sekarang dia sudah dalam posisi berlutut dengan kepalanya menghadap ke arah kejantanan Siwon dan Wonshik yang berdiri tegak di hadapannya. ”Hisap!” perintah Wonshik .

 

Taekwoon menurutinya dan segera melumat milik Wonshik sementara tangannya (yang ikatannya sudah dilepas, entah bagaimana caranya) ditarik Siwon untuk mengocok milik namja itu yang sepertinya sebentar lagi akan e. Kepala Taekwoon sekali lagi dijambak dengan kasar untuk kemudian didorong dan melakukan pada milik Wonshik yang besar.

 

”Lihat, pelacur kita yang satu ini sudah mulai menikmatinya. Kekeke. Aku ingin melihat wajahmu dengan cairanku, jadi,” ujar Wonshik yang mendorong kepala Taekwoon. Begitu pula yang dilakukan dengan Siwon terhadap tangan Taekwoon.

 

Sementara Taekwoon masih dengan pandangan kosong melihat ke arah dua namja yang melakukan masturbasi untuk mencapai e.

 

Splurt.

 

Cairan putih kemudian keluar dari kedua kejantanan di hadapannya dan membasahi wajahnya yang sudah menampakkan ekspresi yang lelah. ”Good job,” ujar Wonshik yang mengelus kepala Taekwoon seperti seorang ayah kepada anaknya.

 

”Ah sayang, aku ingin mencicipi bibirnya,” gumam Andrew.

 

Wonshik mendesis, ”Jangan cari gara-gara,” tetapi diabaikan oleh Andrew yang kemudian menjambak rambut Taekwoon dengan kasar dan melumat bibir merah ranum milik namja yang sudah setengah sadar itu. Di sisi lain, Wonshik hanya bisa menggelengkan kepalanya dan bergidik, tak mau ikut campur dengan apa yang mungkin dapat terjadi.

 

Taekwoon tak peduli ketika tubuhnya ditarik atau kemudian dilempar ke atas ranjang. Baginya, akhirnya semuanya selesai dan dalam sekejap dia merasa kegelapan menyelimuti dirinya dan kemudian dia pingsan pada detik berikutnya.

 

.

 

.

 

Hal pertama yang dilihat Taekwoon saat membuka matanya adalah cahaya yang begitu terang di hadapannya. Dia mencoba untuk menggerakkan tangannya, tetapi tak bisa dan saat itu dia baru menyadari bahwa tangannya sedang terikat.

 

”Well, well, sepertinya kita yang satu ini sudah bangun. Sudah kau siapkan dia untuk nanti?” ujar sebuah suara yang tak asing di telinga Taekwoon.

 

Matanya mengerjap beberapa kali untuk terbiasa dengan cahaya terang yang berasal dari lampu di langit-langit yang menyorot ke arahnya. ”Para tamu kita akan segera datang, kuharap semuanya sudah siap dibereskan,” gumam suara itu sekali lagi. Taekwoon hanya bisa menggeram. Suara yang membuainya dan membawanya pada kekacauan ini.

 

Namja itu benar-benar merupakan jelmaan dari tujuh dosa seperti yang dijelaskan kepadanya. ”Wonshik ,” desisnya.

 

”Ah, my cat sudah bangun rupanya. Bagaimana kabarmu, hmm?” Taekwoon dapat merasakan tangan dingin Wonshik menyentuh dagunya dan dia berdecak, mencoba mengelak dengan mengangkat kepalanya dari tangan Wonshik .

 

”Apa yang kau inginkan?” desisnya lagi.

 

”Hmm, aku rasa kau akan segera tahu sebentar lagi, Hero,” bisik Wonshik yang menjilat pipi Taekwoon. ”As much as I like to taste those lips, I know better than doing something stupid like that.” Mengakhiri kalimatnya, Wonshik mengecup pipi Taekwoon dan meninggalkan namja itu di tengah ruangan yang tidak dia ketahui.

 

Tak berapa lama setelah Wonshik pergi, lampu ruangan itu menyala dan Taekwoon bisa melihat bahwa di hadapannya terdapat banyak orang yang memakai topeng sedang duduk di depan meja. Apakah ini?

 

Matanya membesar tak percaya. Mungkinkah ini adalah tempat seperti yang dia perkirakan? Saat itu Taekwoon baru menyadari bahwa dia tak memakai apapun selain sebuah kemeja putih yang besar yang memperlihatkan tubuhnya yang sepertinya sudah sembuh dari luka.

 

Tok. Tok.

 

Ketukan palu dari arah kirinya membuat Taekwoon melihat ke arah sumber suara. Dilihatnya seorang namja asing tengah memegang palu dan sepertinya akan memulai apa yang Taekwoon pikirkan sebagai sebuah pelelangan.

 

”Baiklah para hadirin sekalian, kita akan mulai pelelangan kita hari ini dengan satu barang spesial. Namanya Hero dan anda bisa melihat sendiri bagaimana tampangnya di layar kaca.”  Dan Taekwoon kemudian melihat wajahnya terdapat di layar di belakang sang pelelang. Mukanya memerah karena malu dan kesal, merasa sangat dipermalukan. ”Tubuhnya sangat sensitif dan dia masih baru. Saya yakin hadirin sekalian sudah tidak sabar untuk mencoba tubuh baru ini. Mari kita mulai pelelangannya.”

 

Taekwoon tidak mengerti apa yang terjadi. Semua terjadi begitu cepat. Matanya masih berkunang-kunang karena kurang cairan di dalam tubuhnya, sepertinya habis karena menangis tadi. Dia hanya bisa melihat bagaimana sang pelelang berujar dengan cepat menunjuk angka yang terus naik. Angka yang bahkan tidak pernah bisa Taekwoon bayangkan sebelumnya.

 

”Baiklah. Terjual. Hero terjual untuk laki-laki bertopeng di meja nomor 5.” Detik berikutnya, Taekwoon hanya bisa pasrah saat tubuhnya diangkat. Begitu cepat sampai dia bahkan tidak sempat melihat siapa orang yang telah membelinya.

 

Tubuhnya kali ini dilempar dengan kasar ke atas lantai sebuah ruangan. Sepertinya di tempat ini dia akan bertemu dengan orang yang telah membelinya, atau justru dia menghampiri orang yang telah membelinya tadi.

 

Blam.

 

Saat pintu tertutup, tinggallah Taekwoon berdua dengan orang yang telah membelinya. Seorang namja yang memiliki punggung tegap dan berjas abu-abu dengan celana yang sepadan warnanya. Taekwoon hanya bisa meneguk ludahnya berharap kalau orang yang membelinya ini bukanlah orang yang sadis seperti dua orang yang memperlakukannya kemarin.

 

Kalau diingat-ingat, Taekwoon tidak menduga hidupnya akan langsung berubah drastis seperti ini. Andai saja dia menolak ajakan Wonshik . Andai saja dia tidak menyakiti Jaeho, mungkin dia tidak akan terkena karma. ”Errm?” Taekwoon menggumam. Dia ingin memanggil nama orang yang telah membelinya, tetapi dia tidak tahu.

 

Perlahan namja yang ada di hadapannya memutar badannya hingga sekarang keduanya saling berhadapan. Saat matanya melihat siapa orang yang telah membelinya, kedua bola matanya membesar karena kaget. Sosok yang tak asing di hadapannya membuatnya terpana. Benarkah apa yang dia lihat?

 

”Jae…ho?” tanyanya seolah tak percaya.

 

Tentu saja karena Lee Jaehwan yang dia tahu adalah anak culun dengan kacamata tebal dan gaya rambut yang ketinggalan zaman. Sedangkan orang yang ada di hadapannya adalah seorang namja tampan, dengan gaya rambut yang berbeda dan tampaknya dia tidak memakai kacamata, soft lens mungkin? Lantas, bagaimana Taekwoon bisa mengenalinya?

 

Mudah. Dia melihat goresan luka di wajah Jaehwan yang pernah dia buat beberapa minggu lalu yang tampaknya belum sembuh. Apakah Jaehwan ingin membalas dendam padanya. Namun detik berikutnya, tubuh Taekwoon yang kedinginan karena tak memakai apapun dilanda oleh sesuatu yang hangat. ”Taekwoon? Ternyata itu benar kamu. Syukurlah tadi aku membuntutimu,” isak Jaehwan yang telah memeluk Taekwoon.

 

Masih dalam keadaan terkejut, Taekwoon hanya dapat terduduk kaku dan membiarkan Jaehwan mendekapnya dengan erat. Tak berapa lama, Jaehwan pun melepaskan pelukannya dan keduanya duduk di atas lantai yang dingin. ”Sini, kita ke atas tempat tidur saja, lebih hangat. Ah iya,” gumam Jaeho. Dia segera melepaskan jaketnya untuk menghangatkan Taekwoon sedikit. Karena masih sakit, Taekwoon akhirnya diangkat oleh Jaehwan dengan bridal-style ke ranjang dan membaringkannya dengan perlahan. Jaehwan duduk di sisi tempat tidur dan menyelimuti namja itu. Kemudian dia menatap Taekwoon, yang masih dalam keadaan shok, dengan lembut.

 

”Gwenchana?” tanyanya perlahan.

 

”Lepas!” seru Taekwoon. Dia menghempaskan tangan Jaeho. Ekspresinya geram dan ingin sekali dia menampar Jaehwan jika tidak mengingat bahwa sekujur tubuhnya masih sakit.

 

”Hei, hei, kenapa?” tanya Jaehwan dengan nada heran.

 

”Kau! Kenapa kau bisa ada di sini? Apa…apa jangan-jangan kau ingin balas dendam padaku?” tanya Taekwoon penuh selidik.

 

Jaehwan terkekeh pelan. ”Kau aneh. Seharusnya kau berterima kasih karena aku telah menolongmu, memangnya kau mau dibeli oleh namja tua yang menatapmu terus dengan nafsu? Kalau fisikku kuat aku pasti sudah menghajarnya karena menatapmu seperti itu,” geram Jaeho.

 

Perut Taekwoon mendadak sakit ketika mendengar ucapan Jaehwan yang seolah begitu protektif terhadapnya. Memang benar, terlepas dari apa yang terjadi, jika bukan Jaehwan yang membelinya pasti mungkin dia akan berada di tangan orang asing. Setidaknya, dia hanya harus berhutang dengan Jaeho. Yah, hitung-hitung mungkin dia harus membalas semua perbuatan kasarnya selama ini.

 

Ironis. Saat musuhmu yang menyelamatkanmu.

 

”Erm…Taekwoon?” tanya Jaehwan dengan ragu-ragu. ”Boleh aku bertanya?” Melihat Jaehwan yang sepertinya menunggu jawaban darinya, Taekwoon akhirnya mengangguk memberikan izin. ”Apa saja yang sudah mereka lakukan terhadapmu?”

 

Kedua mata Taekwoon membesar. Dirinya mendadak histeris saat mengingat bagaimana dirinya diperlakukan kasar bagaikan pelacur oleh kedua namja itu dan sekarang dia telah dijual kepada Jung Jaeho. Bicara soal jual beli, dia harus tahu dari mana Jaehwan mendapatkan uang sebanyak itu dan dari mana namja itu bisa menemukannya. Ternyata benar Lee Jaehwan adalah stalker-nya. ”Dari mana kau tahu aku di sini? Dan dari mana kau mendapatkan uang sebanyak itu?”

 

Gulp.

 

Jaehwan meneguk ludah. ”Err…janji kau tidak akan marah?” Taekwoon terdiam, tapi mengangguk tak lama kemudian. ”Saat kau melakukan kejadian kemarin siang, aku kesal. Dan iya, satu hari sudah berlalu, Taekwoon. Oke, kembali lagi, aku kesal jadi aku memutuskan untuk mencoba ke klub.”

 

”Kau, ke klub? Jangan bercanda,” desis Taekwoon.

 

”Aku mencoba, tapi kemudian niatku menciut dan hendak berbalik, saat itu aku melihatmu keluar bersama dua orang namja yang tak kukenal. Meski apa yang kau lakukan padaku tadi, aku masih tetap mencintaimu, Taekwoon dan aku tidak mau orang yang kucintai kenapa-kenapa.”

 

Jika Taekwoon tersentuh, maka dia berhasil berakting untuk tetap menunjukkan wajah yang datar dan membiarkan Jaehwan untuk melanjutkan ceritanya. ”Aku menyewa taksi dan membuntuti mobil kalian. Kemudian kalian berada di sini. Saat itu sudah pagi hari dan aku tetap harus sekolah agar beasiswaku tidak dicabut dan memutuskan untuk kembali lagi setelah pulang sekolah. Untung saja aku tak terlambat,” gumamnya.

 

”Singkat cerita aku kembali lagi ke tempat ini, tetapi para penjaga mengusirku dan mengatakan bahwa aku tidak boleh masuk jika tidak ada izin dan penampilanku saat itu tidak meyakinkan.” Taekwoon dapta membayangkan Jaehwan dengan atribut culunnya mencoba memasuki tempat ini. Tentu saja namja itu akan langsung ditolak mentah-mentah.

 

”Lalu bagaimana kau bisa menjadi seperti, ehem, ini?”

 

”Aku meminta bantuan sahabatku, hei, memangnya hanya karena aku culun aku tak mempunyai sahabat?”

 

Taekwoon menggelengkan kepalanya, tak ingin membuat namja di hadapannya marah. Biar bagaimana pun sekarang Taekwoon berhutang nyawa terhadapnya. ”Lalu, uang sebanyak itu?”

 

”Kau tahu kan kalau aku sering mengikuti lomba?” Taekwoon mengangguk. ”Semua uang lombaku kugunakan dalam pelelangan itu untuk membelimu. Apapun asal kau tidak pergi ke tangan orang penuh nafsu itu,” desis Jaeho.

 

Pernyataan Jaehwan yang begitu menunjukkan rasa cintanya terhadap Taekwoon membuat hati Taekwoon sedikit tergerak. Demi dirinya, Jaehwan yang tak peduli penampilan dan yang tak terlihat orang boros, rela melakukan semuanya untuk menyelamatkan dirinya. ”Jaeho,” gumam Taekwoon. ”Gomawo,” bisiknya lagi.

 

Jaehwan tersenyum lembut dan meraba pipi Taekwoon dengan ragu-ragu. Jika bukan karena tangan Taekwoon yang menarik tangan Jaehwan untuk meletakkan tangan namja itu di pipinya, mungkin Jaehwan tidak akan berani. ”Aku benar-benar berterima kasih, uangmu akan kukembalikan. Dan…” Taekwoon menggigit bibir bawahnya. Matanya menghindari dari Jaehwan yang masih menatapnya intens. ”Aku minta maaf untuk semua perlakukanku selama ini,” bisiknya.

 

”Ssh…gwenchana, aku tahu bahwa kau sebenarnya baik hati. Bahwa kau hanya tak ingin memberiku harapan dengan berbuat kasar dan perlakuan jahatmu tadi sebenarnya karena kau ingin dirimu yang terlihat sebagai orang jahat dan bukan diriku. Ssh, aku minta maaf, seharusnya aku tidak keras kepala,” bisik Jaeho.

 

Detik berikutnya, Taekwoon membenamkan dirinya ke dalam dekapan Jaehwan dan menangis di dalamnya. Sudah lama sekali dia tidak bisa menjadi dirinya sendiri. Rasanya capek. Dia harus bertingkah seperti itu untuk menutupi lukanya. Dia hanya tidak mau terluka lagi. Semoga saja membiarkan Jaehwan mengobati lukanya adalah hal yang tepat. ”Errm, Jae?” tanya Jaehwan dengan ragu-ragu dalam pelukan mereka.

 

”Hmm?” gumam Taekwoon yang sudah mulai tenang.

 

”Boleh, boleh aku menciummu?” bisik Jaehwan dengan gugup.

 

Pelukan keduanya terlepas dan keduanya menatap dengan intens. Yang dirasakan Jaehwan berikutnya adalah bibir hangat Taekwoon yang menempel pada bibirnya. Sudah lama sekali dia ingin mencicipi buah cherry yang manis itu.

 

Ciuman yang dibagi keduanya lembut, tidak penuh nafsu. Sebuah ciuman penuh cinta yang membuat dada Taekwoon semakin berdebar dan perutnya semakin sakit. Dia tahu ciri-ciri ini, hanya saja, dia berharap bahwa dia tidak merasakannya secepat ini. Dia ingin menjalaninya setapak demi setapak. ”Jung Jaeho, apakah pertanyaanmu kemarin masih berlaku?”

 

”Eh?” tanya Jaehwan kebingungan.

 

”Mengenai kau ingin jadi pacarku,” gumam Taekwoon yang tersipu malu dan menghindari tatapan Jaeho.

 

”Jika ini karena balas budi, aku tak mau. Kurasa kita bisa melakukannya dengan perlahan dan Jae, aku berjanji tak akan menceritakan ini terhadap siapapun. Ini hanya rahasia di antara kita,” bisik Jaeho. ”Jika setelah ini kau mau mengabaikan –” Belum sempat Jaehwan menyelesaikan ucapannya, Taekwoon sudah mengecup bibirnya lagi.

 

”Baiklah, tapi aku tidak mau kembali seperti sebelumnya. Aku harap mungkin kita bisa mulai dari berteman?”

 

Jaehwan tersenyum lembut dan mengangguk kemudian mengecup kening Taekwoon dengan penuh rasa cinta. Dari mata, hidung, hingga akhirnya kembali pada bibir merah ranum yang selama ini ingin dia miliki dan akhirnya bisa dia akui.

 

.

 

.

 

”Kerjamu bagus, Dong Wook.” Suara tegas ini berasal dari seorang Lee Jaehwan yang tengah bersandar pada pegangan beranda dengan rokok di tangan kanannya dan telepon di tangan kirinya.

 

”Tentu saja, aku tidak mungkin tidak memberikan yang terbaik untuk Jung Jaeho, sang ketua mafia Korea, bukan?” balas suara di seberang sana.

 

”Hahaha. Kau mengatakannya seolah kalau bukan karena itu kau tidak akan bekerja dengan bagus,” ucap Jaehwan sembari memutar badannya sehingga sekarang kedua tangannya bertumpu pada pegangan beranda dan matanya menatap ke arah lampu jalanan. ”Lalu bagaimana dengan Andrew? Namja Choi sialan itu berani membangkang perintahku!” desis Jaehwan sembari menghirup rokoknya dan menghembuskannya membentuk gumpalan asap di langit.

 

”Tenanglah, Siwon hanya terkena emosi sesaat. Saat ini dia sudah menyesalinya kok.”

 

”Berapa yang kau beri?” tanya Jaeho.

 

”Hanya 100 cambukan dan 20 goresan kok, tidak lebih.” Jaehwan mengangkat kedua alisnya tanda tak percaya. ”Oke, aku minta bantuan Kibum untuk menyiksanya juga. Kau tahu, terkadang aku merasa takut juga dengan si Snow White satu itu.”

 

Jaehwan tertawa keras namun kemudian mengecek ke dalam kamar, tempat sang putri tidur berada. ”Aku yakin sekarang dia sudah tertidur pulas? Seriously, kau hanya perlu menculiknya, mengikatnya, dan mengajarkan dirinya bahwa dia hanya milikmu. Lagipula, siapa yang akan melawan Jung Jaeho?”

 

”Aku tidak mau seperti itu. Aku mau kalau dia sadar bahwa di dunia ini tidak ada siapapun selain aku yang dapat menyelamatkannya. Setelah ini dia akan sadar dengan pengorbananku dan hanya akan bergantung padaku saja.”

 

”Well, untuk hal ini aku harus salut padamu, Jaeho. Kau cukup sabar merancang semuanya. Dan, urgh, tidak bisakah kau mencari penampilan yang lebih bagus? Potongan rambut itu sudah sangat kuno dan kacamata tebal itu? Hell! Kalau bukan karena Zhoumi yang gila fashion itu, mungkin kau tidak akan bisa menemukannya. Beruntung namja gila fashion itu masih menyimpan koleksi antik,” gerutu suara di seberang sana yang membuat Jaehwan terkekeh.

 

”Ya, yang penting setidaknya sekarang aku akan membuat dia hanya bisa bergantung padaku dan tak bisa lepas dariku.” Kali ini Jaehwan memutar badannya hingga dia dapat melihat menembus kaca sosok Taekwoon yang tengah tertidur pulas di ranjangnya. ”Dan aku masih marah karena kalian melukainya sampai dia berdarah,” desis Jaehwan saat dia melihat cairan merah di selangkangan Taekwoon tadi.

 

”Hei, jangan salahkan aku yang terbawa suasana. Lagipula aku harus membuat dia benar-benar menderita agar dia takut. Kalau aku separuh-separuh, dia tidak akan terpengaruh. Bukankah itu rencanamu?”

 

”Yah, well, lupakan. Kemudian bagaimana dengan Minku-mu?”

 

”Kau harus tahu kalau ternyata dia lebih cemburu daripada Sang Kelinci! Demi apapun aku harus membungkam mulutnya dengan gag ball dan memastikan dia terikat dengan –”

 

”TMI, Dong Wook, TMI. Jadi kuharap urusanmu sudah selesai dengan Minku dan hei, putri tidurku sudah terbangun. Pastikan semuanya kembali sesuai rencana, aku bergantung padamu.”

 

”Aku tidak akan dipanggil Wonshik jika tak bisa mengerjakan tugasmu.”

 

”Ya, ya. Oke, aku matikan teleponnya sebelum Taekwoon curiga aku tak ada di sampingnya.”

 

Klik. Tanpa menunggu balasan, Jaehwan segera menutup teleponnya. Dia membuka pintu kaca beranda dan berjalan menuju ke arah tempat tidur. Dia duduk di samping ranjang sembari mengelus pipi Taekwoon dengan lembut. ”Urmm.” Erang Taekwoon sembari membuka matanya. ”Jaenie?”

 

Jaehwan tersenyum mendengar julukan manis yang diberikan padanya itu. ”Ssh, aku di sini, sana kembali tidur. Aku tidak akan ke mana-mana. Aku sudah menyiapkan surat sakit untuk kita dan aku sudah menelepon kepala sekolah mengatakan bahwa aku sedang menemanimu yang sakit. Besok aku akan mengantarmu ke rumah, oke?”

 

Taekwoon mengangguk seperti anak kecil dan memeluk pinggang Jaehwan seperti memeluk boneka. ”Jaenie sangat hangat. Gomawo,” bisik Taekwoon pelan sebelum kembali ke dunia mimpi.

 

Tangan Jaehwan mengelus kening Taekwoon perlahan dan kemudian mengecupnya. Jaehwan sudah bertekad saat itu bahwa malaikat penolongnya akan dia miliki tak peduli apapun caranya.

 

Ingat kisah tentang namja yang menolong seorang namja lain yang terlibat dalam perkelahian geng? Well, namja yang terluka itu adalah Jaehwan yang saat itu sedang dihadang oleh geng setempat. Saat itu, Jaehwan sedang dilanda kesedihan karena semua keluarganya meninggal karena kecelakaan yang dia duga sebenarnya adalah siasat dari kelompok mafia lain yang ingin meraih gelar dari keluarganya. Dilanda dengan emosi, dia hanya membiarkan dirinya dipukul oleh para anggota geng tersebut dan berpikir bahwa dia akan segera mati.

 

Dan saat dia berpikir seperti itu, dia melihat seorang malaikat. Dia berpikir bahwa malaikat itu akan menjemputnya kepada keluarganya, namun ternyata itu adalah Jung Taekwoon yang baru saja patah hati dan memutuskan hubungannya dengan HJae Joong. Pertemuan mereka yang singkat di malam berhujan itu tak akan dilupakan Jaeho. Dia mencari namja yang sudah membawanya ke rumah sakit bahkan mengancam suster dan dokter yang berada di sana jika dia tidak mendapatkan informasi tentang namja tersebut. Beruntung namja itu mengisi form pasien sehingga dia mengetahui nama Taekwoon.

 

Kemudian dimulailah aksi untuk mendekati Taekwoon. Sepertinya tidak mudah dan akhirnya tibalah dia pada rencana gila seperti ini. Rasanya tidak rela melihat orang yang dia cintai disetubuhi oleh orang lain. Butuh kontrol yang begitu dahsyat agar dia tidak menghajar Wonshik dan Siwon yang hanya melaksanakan perintah dari dirinya. Setidaknya hal itu berhasil. Setelah ini, Taekwoon akan membuka hatinya untuk dirinya dan tak akan bisa lepas lagi dirinya.

 

Memanfaatkan hati Taekwoon yang sebenarnya baik, Jaehwan membuat namja itu bukan hanya akan bergantung pada dirinya, tetapi juga merasa berhutang. Ya, tentu saja dengan jumlah uang yang sebanyak itu, Taekwoon akan merasa sangat berhutang dan akan melakukan apapun untuk dapat melunasinya. Jaehwan punya berbagai alternatif untuk Taekwoon, tapi biarlah. Dia bisa menikmati waktunya pelan-pelan.

 

Oh, pelelangan itu? Semuanya juga direncanakan oleh Jaeho, tetapi tidak dengan namja tua dan mesum yang menatap Taekwoon dengan penuh nafsu. Jaehwan sudah memastikan bahwa namja itu tidak akan dapat melihat hari esok lagi sejak mata namja itu tertempel pada Taekwoon. Dan beraninya namja itu melawannya.

 

HJae Joong? Jaehwan juga sudah mengatasinya. Setidaknya sekarang namja itu sedang berada di rumah sakit dengan keadaan yang menyakitkan. Yah, Jaehwan tidak membunuhnya karena dia ingin membuat namja itu merasakan penderitaan yang telah dia berikan pada Taekwoon. Siapapun yang menyakiti Taekwoon akan menghadapi dirinya.

 

Dan Taekwoon, hanya tinggal tunggu waktu saja sampai kau terjebak dalam tipu muslihat seorang Jung Jaeho.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
annah_13 #1
Chapter 12: