Prologue 2: Illusion
The PretensionCatatan Anita: double update! Baca prolog 1 dulu, ya?
Again: the picture is belongs to respectable owner
============================================================================================
“Eomma, aku keluar sebentar.” kata Yoo Seungho kepada ibunya.
Sang ibu, yang sudah bersiap untuk tidur, bingung. “Mau ke mana malam-malam begini?”
“Besok ulang tahun sutradara. Aku sudah berjanji pada kru yang lain untuk membelikannya kue.”
“Kenapa tidak telpon saja?” tanya ibunya.
“Andwaeyo, aku harus memilih yang cocok, Eomma.” kata Seungho.
“Aigoo, anak eomma yang perfeksionis. Cepatlah pulang. Besok jadwalmu pagi-pagi, kan?” kata sang ibu sambil mencubit pipi anaknya.
“Ne. Na kanta (Aku pergi).”
Sang ayah keluar dari kamar ketika Seungho pergi. “Mau ke mana dia malam-malam begini?” tanyanya.
“Ada urusan sebentar.” jawab istrinya. “Tidak usah kuatir.”
“Aku tidak kuatir. Aku tahu usianya sudah lebih dari 20 tahun dan dia bisa menjaga diri. Tapi setidaknya dia memberi tahu ke mana dia pergi supaya kita mudah mencarinya.”
Sang istri tersenyum, kenal betul dengan watak suaminya. “Dia pergi mencari kue ulang tahun untuk sutradaranya.” Dia tersenyum geli. “Tuh kan, kau kuatir?”
Sang suami hanya melirik sang istri dengan sebal. Sial, lagi-lagi ketahuan.
Yoo Seungho sedang sibuk memilih kue tart mana yang akan dia berikan kepada sutradara ketika teleponnya berbunyi.
“Ne, eomma?” Dia menjawab teleponnya namun matanya tetap masih memilih model kue yang dia inginkan.
Namun suara balasan yang dia dapatkan dari seberang bukan suara ibunya, melainkan bunyi seperti listrik statis. Karena pendengarannya terasa sakit, dia langsung mematikan ponselnya.
“Suara apa itu tadi?” gumamnya pada diri sendiri lalu melanjutkan menimbang-nimbang kue model mana yang seharusnya dia ambil.
Kira-kira setengah jam kemudian Yoo Seungho tiba kembali di rumahnya. Melihat lampu ruang tamu yang masih menyala, dia mengira sang ibu masih menunggu dirinya. Namun betapa kagetnya dia ketika menemukan ruang tamu mereka begitu berantakan, seperti baru terjadi perampokan.
Butuh waktu beberapa detik baginya untuk menyadari bahwa rumah itu dalam kondisi sepi. “Eomma! Abeoji!” panggilnya. Dia memeriksa setiap ruangan dan tidak menemukan siapa pun. “Mereka tidak mungkin keluar malam-malam begini.”
Sambil berusaha tidak panik, dia melempar pandang ke sekeliling ruang tamu. Dan di saat itulah dia melihat sebuah surat berwarna merah darah tergeletak di atas meja.
Walau ragu, Seungho memutuskan untuk membuka surat itu. Dan apa yang dia baca disana membuatnya jatuh terduduk dan menangis.
* * *
Ji Changwook baru saja hendak memulai syuting ketika sebuah berita gempar datang dari manajernya.
“Wook-ah, ada berita buruk. Mohon maaf, pak sutradara tapi sepertinya syuting harus ditunda. Ada masalah genting.”
Sutradara yang sudah siap-siap di tempatnya langsung naik pitam. “Ada masalah genting apa selain jadwal tayang? Episode ini harus ditayangkan beberapa hari lagi!”
Tapi ekspresi sang manajer yang begitu panik membuat Ji Changwook melontarkan pertanyaannya. “Ada apa, Hyung? Kenapa kau pucat begitu?”
Sang manajer menatapnya dengan wajah yang masih pucat dan penuh dengan keringat dingin.
“Wook-ah, aku barusan mendapat telepon, kita harus segera ke kantor polisi.”
Bahkan sutradara pun tampak terkejut.
“Kenapa? Apa dia berbuat kesalahan?” Justru sang sutradara yang bertanya.
“Tidak. Dia tidak berbuat kesalahan.” jawab manajernya sebelum kembali menghadap Changwook. “Wook-ah, kumohon kau ikut aku segera.”
“Ada apa sebenarnya? Cepatlah sedikit!” teriak sutradara tak sabar.
Manajernya kemudian berbicara dengan suara pelan. “Aku mendapat telepon dari kantor polisi, katanya keluargamu diculik. Kita harus ke sana sekarang.”
“MWO?”
Semua orang di lokasi syuting kaget luar biasa mendengar itu. Ji Changwook sendiri tampaknya telah berubah menjadi patung, tidak percaya dengan pendengarannya.
Beberapa detik kemudian dia menduga manajernya sedang main-main. “Ah, Hyung. Jangan main-main. Kami sedang kejar tayang.” katanya.
Sang manajer menghela napas, tahu apa yang ada di pikiran artis yang dia kelola itu. “Yah, Ji Changwook. Aku punya seribu cara untuk mengerjaimu, tapi kau kira aku akan menggunakan cara tidak manusiawi seperti ini?”
Saat itulah dia baru yakin kalau manajernya memang tidak sedang bercanda.
“Si-siapa saja yang diculik?” tanyanya pada akhirnya dengan suara tercekat.
“Wook-ah.” Sang manajer tampak ragu menjawabnya.
Changwook sampai harus memegang kedua pundak manajernya untuk memaksanya bicara.
“Jawab, Hyung!”
“Se-semuanya.”
“Maksudmu, ibunya, bapaknya, saudara-saudaranya, termasuk kakek-neneknya?"
“Semua saudara dari ayah dan ibunya beserta seluruh anggota keluarga mereka juga.” Jawaban dari sang manajer langsung membuat kedua kaki Changwook lemas. Dia langsung jatuh begitu saja dari tempatnya berdiri. Dia pasti akan roboh seandainya tidak ada yang menopangnya berdiri tepat pada saat dia akan tumbang.
Pada akhirnya syuting drama terbaru Changwook harus ditunda sampai pada waktu yang belum ditentukan. Changwook sendiri akhirnya bergegas berangkat bersama manajernya menuju kantor polisi pusat.
“Hyung, kapan semuanya terjadi?” tanya Changwook setengah menerawang, sementara mereka dalam perjalanan. Tiba-tiba saja kepalanya terasa pusing dan dia sedih sekali. Kondisinya ini sungguh tidak memungkinkan baginya untuk melanjutkan syuting.
“Aku juga tidak tahu. Kau tidurlah sebentar untuk menenangkan diri. Biar aku bangunkan ketika kita sampai. Arachi?”
* * *
Perjalanan menuju kantor polisi terasa begitu berat dan melelahkan. Baik dia maupun manajernya bahkan nyaris tidak punya tenaga untuk masuk ke kantor polisi ketika mereka tiba. Keduanya harus menyeret kaki mereka untuk sampai di gedung tempat para polisi berkumpul.
“Ji Changwook-ssi?" sapa petugas yang ada di depan pintu masuk. “Silahkan ikut saya.”
Petugas itu lalu mengantar mereka menuju ke sebuah ruangan dan mempersilahkan keduanya untuk masuk.
Alangkah terkejutnya dia ketika menyadari bahwa bukan dia satu-satunya orang yang ada di ruangan itu. Dan hampir semuanya berasal dari kalangan artis.
Di pojok ruangan dia melihat ada dua kumpulan anak muda yang masing-masing berusaha menghibur temannya. Agak jauh dari mereka tampak sesosok yang sangat dikenalnya. Mereka pernah bermain film bersama beberapa tahun yang lalu. Lelaki itu duduk membelakangi dirinya tapi dia kenal betul anak itu.
Perlahan, dia mendekati sosok itu.
“Seungho-ya?”
Yoo Seungho berbalik, menatap Changwook dengan wajah penuh air mata.
“Hyung.” Seungho langsung berdiri dan memeluk Changwook.
Changwook sendiri agak kaget dengan tindakan tiba-tiba Seungho tapi ada pertanyaan lain yang ada dibenaknya.
“Kenapa kau ada di sini?” tanyanya.
Seungho melepas pelukannya lalu kembali menangis. “Mereka menculik keluargaku, Hyung.”
Changwook dan manajernya kaget bukan main.
Sang manajer lalu melihat ke sekeliling ruangan. Mereka baru sadar kalau dua kelompok anak muda yang ada di sana adalah dari BTOB dan Infinite. “Jangan-jangan...”
“Ya, mereka pun sama.” jawab manajer Seungho. “Anggota keluarga mereka diculik. Semuanya.”
Changwook dan manajernya kembali kaget. “Mworagoyo?”
“Hyung, jangan-jangan kau juga?” tanya Seungho.
Changwook hanya bisa mengangguk, takut kalau dia menjawab, dia akan ikut menangis.
Saat itu ada petugas polisi yang masuk ke ruangan itu. “Ji Changwook-ssi?”
Setelah memisahkan diri dari Seungho dan manajernya, keduanya mendekati petugas itu.
“Apa sebenarnya yang terjadi?” tanya Changwook tanpa basa-basi.
“Ini tidak masuk akal tapi menurut keterangan para tetangga, mereka mendengar keributan dari dalam rumah. Itu tidak biasa karena bukan suara keributan karena pertengkaran atau semacamnya. Tapi seperti suara angin ribut yang besar. Ada juga suara-suara seperti barang-barang pecah, jeritan, dan macam-macam lagi.
“Karena begitu hebohnya kejadian itu, sampai-sampai mereka berbondong-bondong keluar rumah. Namun betapa kagetnya mereka ketika mendapati gerbang rumah sudah terbuka dan hancur berkeping-keping. Semua penghuninya pun sudah raib.”
“Apa ada perampok yang masuk?”
“Kami sudah mem
Comments