Prologue 1: Possessions
The PretensionCatatan Anita:
Akhirnya setelah menunggu berbulan-bulan semenjak TWMA: Additional Story ._.
Catatan Pengarang: (BACA DULU)
Chapter ini mungkin akan sedikit menyingung kalian para fangirls di luar sana karena menyangkut hal yang disukai fangirl (pada umumnya, sih, tidak semuanya).
Karakter yang ingin kumasukkan ini tidak pernah ada, alias OC dan dia adalah seorang fangirl yang tergila-gila dengan K-Pop dan pairing, dan terobsesi dengan itu.
Yang ingin kutunjukkan adalah bukan itu sebenarnya, melainkan perasaan negatif yang muncul dari dalam diri kita manusia, fans maupun bukan. Karena perasaan suka dengan sangat mudah menjadi benci, semudah membalikkan telapak tangan.
Well, enjoy.
PS. Prolog kubagi menjadi dua bagian karena kepanjangan.
PSS. Suju belum keluar di prolog 1 ini, yah.
=================================================================================
Tidak ada yang tahu keberadaan anak gadis itu, dan nyaris pula tidak ada yang peduli. Kedua orang tuanya begitu sibuk untuk memperhatikannya; seakan terlupakan begitu saja. Mereka sering sekali pulang malam, tidak peduli dengan keberadaan anak gadis mereka sendiri. Keduanya merasa dengan memberikannya uang sudah cukup untuk kehidupan dan kebahagiaannya.
Namun walaupun anak itu bergelimang dengan harta, kehidupannya justru tidak seperti anak-anak orang kaya pada umumnya. Dia hanyalah seorang anak gadis yang baru beranjak remaja dengan kehidupan biasa yang mengagumi artis-artis dan aktor-aktor di negara mereka sendiri. Tak jarang dia menghabiskan waktunya untuk memburu artis-artis idolanya. Tak jarang pula dia menghabiskan uang pemberian orang tuanya untuk memberikan mereka berbagai hadiah. Dan selama bertahun-tahun pula hanya ada satu permintaan yang dia harapkan dari para artis dan aktor itu: perhatikan aku, jadikan aku temanmu.
Tapi diluar keinginannya yang begitu mendalam, dia tidak tahu akan dunia artis yang tampak begitu gemilang di luar namun begitu terkekang di dalamnya. Mereka dituntut untuk selalu berhati-hati tentang apa pun, termasuk membalas pesan dan surat fans, karena di mana pun mereka berada dan apa pun yang mereka kerjakan selalu menjadi sorotan mata banyak orang. Salah sedikit saja akibatnya bisa tidak terkatakan. Mereka sampai-sampai tidak boleh sembarangan berinteraksi, termasuk dalam hal pacaran karena para fans di negeri itu terkenal begitu posesif terhadap para idolanya.
Wanita muda ini masih begitu lugu. Dia tidak mengerti dan tidak mau mengerti apapun, walaupun teman-temannya telah berkali-kali telah memberinya nasehat untuk tidak terlalu berharap.
Dia agak putus asa, namun tidak menyerah. Dia terus-menerus melakukan yang selalu dia lakukan: membeli hadiah-hadiah dan mengirimkannya kepada para idolanya dengan isi pesan yang selalu sama—dan hasil yang sama.
Segala kekecewaannya agak sedikit terhibur dengan tingkah laku para idolanya yang terkesan dekat satu sama lain. Ada yang mengatakannya dengan istilah bromance ataupun fanservice, meskipun tak jarang tindak-tanduk mereka terkesan terlalu berlebihan.
Namun suatu waktu, dia sudah tidak tahan lagi. Entah kenapa malam itu keinginannya untuk mendapat perhatian dari para artis pujaannya menjadi berapi-api, dan ini berefek panjang terhadap semua keinginannya yang lain. Semakin lama dia ingin semua 'pairing' yang dia sukai menjadi barang miliknya untuk selamanya. Begitu kuatnya keinginannya itu sehingga dia mengunci dirinya di dalam kamarnya selama berhari-hari tanpa makan dan minum.
Dia pun teringat dengan semua hadiah dan suratnya yang terkesan diabaikan oleh idolanya sehingga muncul rasa dengki yang begitu kuat. Rasa dengki ini, ditambah dengan kondisi keluarganya yang kacau-balau, tanpa dia sadari telah berubah menjadi rasa dendam yang begitu hebat kepada semua orang, terutama kepada para idolanya. Bahkan istilah ‘anti-fan’ pun tidak dapat menyamai kebencian dan dendam yang dia rasakan saat itu.
Beberapa hari semenjak itu, di malam awal musim panas yang begitu dingin sesuatu seperti asap berwarna hitam merayap masuk ke dalam rumah besarnya. Asap hitam itu bergerak cepat melintasi ruang-ruang, mematikan satu-persatu lampu yang dilewatinya dan menyisakan kegelapan yang begitu pekat.
Asap itu naik ke lantai atas, bergerak menuju kamar si gadis dan masuk melalui lubang di bawah pintu kamarnya.
Kamar si anak gadis saat itu memang dalam kondisi gelap karena dia mematikan semua lampunya dan membiarkan monitor-nya menyala di dalam kegelapan. Di layar monitor itu tampak beberapa foto para idolanya yang tampak sedang tersenyum kepadanya. Tapi ekspresi anak perempuan itu justru sebaliknya.
“Lihat saja nanti. Kalian akan kujadikan milikku untuk selamanya. Kalian akan kubuat jadi boneka mainanku.” gumam anak itu penuh kebencian. “Tapi bagaimana caranya.”
Sebuah suara yang terdengar bagaikan angin dingin yang menusuk tulang berbisik padanya.
“Aku bisa membantumu.”
“Siapa di situ?”
Asap hitam yang masuk dari bawah pintunya pun bergerak ke atas dan membentuk sesosok wanita yang kurus kering bagaikan pohon dengan lengan-lengannya yang bagaikan ranting-ranting tua. Salah satu monitor memperlihatkan foto Ji Jang Wook bersama Yoo Seung Ho ketika memerankan Baek Dong Soo.
“Aku bisa melakukannya lebih dari yang kau bayangkan.” tawarnya. “Kau bahkan bisa menulis kisah tentang mereka sesukamu.”
“Aku menulis fanfiksi.” Si gadis akhirnya menanggapi.
“Oh, tapi aku bisa membuatnya jauh lebih baik dari itu.” bisik suara itu lagi. “
Comments