Chp 3 - Weirdness
The PretensionCatatan Anita: Jo-oppa meng-upload layout rumah misterius. Gambarnya ada di akhir chapter.
A chapter with a little sense of humor.
Next!
=========================================
Setelah ketujuh orang yang sempat basah kuyup itu mandi dan berganti pakaian, mereka kembali berkumpul di ruang keluarga di lantai dasar.
Awalnya mereka semua takut menginjakkan kaki di sana mengingat lantai itu sempat berubah terjadi pasir isap. Tapi setelah dipastikan oleh Josh dan Wanjin bahwa lantai dasar telah kembali seperti lantai biasa, mereka semua akhirnya jadi berani untuk duduk-duduk di sana sambil berbincang-bincang akrab, sekedar untuk saling mengenal satu sama lain.
Josh duduk dengan kaki yang menginjak meja, memainkan kursi yang sedang didudukinya seperti kursi ayun. Kelihatannya tingkahnya itu kurang sopan, tapi dia kali ini memilih acuh. Toh, walaupun mengayun dalam diam tapi otaknya sedang berpikir keras bagaimana caranya agar mereka bisa keluar dari tempat berbahaya itu secepat mungkin.
Han Wanjin berjalan berkeliling ruangan dan berinteraksi dengan anak-anak itu. Wanjin yang ceria ternyata dapat sedikit membantu mereka untuk melupakan sejenak masalah yang kini mereka hadapi bersama.
“Jangan kuatir.” kata Wanjin. Semua, kecuali Josh yang sengaja memisahkan diri agar bisa berpikir, berkumpul di dekatnya. “Aku yakin sebentar lagi Penjaga akan menemukan keluarga kalian.”
“Penjaga? Siapa itu?” tanya Changwook.
Wanjin menunjuk Josh. “Dia salah satunya. Mereka sangat ahli dalam memecahkan kasus seperti ini. Masih ada banyak teman-temannya yang lain, jadi jangan kuatir.”
Suasana kembali sunyi. Mata Wanjin berkelana ke seluruh arah dan mendapatkan ekspresi tidak percaya dari anak-anak itu. Dia terkikik geli. “Kalian tidak percaya? Teknologi yang dimiliki Penjaga seratus hingga dua ratus tahun lebih awal dari teknologi yang kalian ketahui sekarang. Kalau masalah mencari orang, mereka dapat melakukannya dengan cepat meskipun penculiknya sangat lihai dalam melakukannya.”
“Jeongmalyo?” kata Myungsoo berharap. Dia memegang tengkuknya yang terasa tegang karena masalah keluarga dan juga masalah yang kini harus dia hadapi.
“Satu hal yang kalian harus ketahui mengenai diriku: aku tidak pernah bohong.” kata Wanjin. Meski mengundang keraguan di hati yang lain, tapi dia tidak peduli. “Sekarang harus kita pikirkan adalah bagaimana caranya keluar dari sini. Serahkan masalah keluarga kalian kepada Penjaga.”
Tiba-tiba dia merasa bagaikan ada yang mengawasinya namun tidak ada orang lain di sana selain mereka. Ekor matanya menemukan sesuatu yang kelihatannya mencurigakan di langit-langit. Otaknya bekerja cepat.
“Sebenarnya kalian itu apa?” tanya Seungho penasaran.
“Ya, kau ini siapa?” sambung Josh dari seberang ruangan, membuat semua mata beralih kepadanya. Tidak ada yang menyangka kalau Josh bisa mendengar mereka dari jarak sejauh itu.
Dua pertanyaan itu memiliki tujuan yang berbeda. Yang Seungho maksudkan adalah mengenai identitas Penjaga—karena dia mengira Wanjin juga adalah seorang Penjaga, sementara yang Josh maksudkan adalah identitas asli Wanjin.
Wanjin menatap Josh. “Aku?” Dia berpikir sejenak. “You can say that I’m a Guardian’s Angel.”
“A…what?” ceplos Peniel bingung. Anak itu sedari tadi cuma bercanda ringan dengan Sungjae tapi kata-kata Wanjin membuatnya bereaksi.
Mereka tahu dengan istilah Guardian Angel atau Malaikat Pelindung, tapi mereka belum pernah mendengar istilah Guardian’s Angel atau Malaikat dari Penjaga. Bahkan Josh sendiri pun tidak pernah mendengarnya sebelumnya.
“Tidak usah dipikirkan. Kita punya masalah yang lebih penting.” Dengan itu, Wanjin melangkah meninggalkan yang lain dan berdiri di samping Josh untuk berbincang-bincang dengannya.
“Apaan barusan itu?” tanya Changwook tidak mengerti.
“Aku tidak mengerti.” kata Seungho tiba-tiba, mengundang perhatian yang lain. Tampaknya ada sesuatu yang lain di dalam pikirannya. “Kenapa yang diundang paksa cuma laki-laki?”
Sunyi lama. Mereka masing-masing berusaha memutar otak.
“Ah, jangan-jangan kita diundang oleh seorang fans berat.” kata Sungjae seadanya. Semua mata sekarang berpindah kepadanya, meminta penjelasan atas pernyataannya barusan. “Um, seonbaenimdeul lihat saja. Seungho-ssi dan Changwook-ssi, Siwon-ssi dan Kyuhyun-ssi, L-ssi dan Hoya-ssi, lalu aku dan Peniel hyung. Masa itu tidak memicu sesuatu?”
Semua alis terangkat. Magnae BTOB yang baru beranjak dewasa ini sepertinya ada benar juga.
Tapi Siwon justru tertawa, walaupun kedengarannya gugup. “Ah, yang benar saja. Masa cuma karena alasan seperti itu?”
“Maksudmu kita berhadapan dengan fans kita yang menyukai—“ Kyuhyun bahkan tidak mau melanjutkan kata-katanya. Dia memutar bola matanya dan mulai bergerak menjauh dari Siwon.
“Ah,” hanya itu tanggapan Myungsoo dan Hoya yang duduk bersebelahan. Keduanya saling tatap sejenak sebelum serempak bergeser ke arah yang berlawanan, saling menjauhi.
“Jangan dekat-dekat denganku, Kim Myungsoo.” kata Hoya, setengah bercanda.
“Siapa yang mau dekat-dekat denganmu.” balas Myungsoo sambil menjulurkan lidahnya kepada Hoya.
Di sisi lain, Peniel dan Sungjae malah tambah dekat. Dekat dalam arti, Sungjae memaksa menggandeng lengan Peniel dan menariknya dekat-dekat. Dia bahkan meletakkan kepalanya di bahu Peniel dan tersenyum lebar.
Seungho dan Changwook yang melihat perilaku yang lain justru malah tertawa keras-keras.
“Ouw, kenapa kau tidak mau dekat-dekat denganku?” kata Siwon kepada Kyuhyun sambil mencoba merangkulnya.
“Minggir! Minggir!” kata Kyuhyun sambil mengebaskan tangannya, mencoba menjauhkan tangan Siwon dari pinggangnya. Siwon tertawa melihat reaksi Kyuhyun.
“MWOOO?” Suara Josh disertai dengan bunyi benda berat jatuh sontak mengalihkan perhatian mereka.
Semuanya serempak menoleh dan menemukan bahwa Josh kini telah jatuh dengan kursinya ke belakang. Kakinya bergerak-gerak di udara, berusaha mencari tempat berpijak.
Ledakan tawa tidak terbendung lagi. Semua begitu geli melihat posisi Josh yang sangat lucu di mata mereka. Untung saja dia dalam posisi membelakangi mereka atau mungkin mereka bisa mati hanya karena ditatap oleh lelaki itu. Sungguh lucu melihat seorang yang kelihatan begitu gagah dan terampil dalam bertarung bisa jatuh dari kursinya hanya karena kaget.
Josh berdiri—masih memunggungi mereka—dan dengan kedua tangan di pinggang, dia berteriak kepada Wanjin. “Neo micheosso??!!”
Menyadari ada yang serius sedang terjadi, tawa itu pun mereda perlahan walaupun kikik-kikik seru masih terdengar dari beberapa orang.
“Kenapa kita harus melakukan itu?? Waeeee??” Laki-laki it
Comments