Chp 16 - Three : Terrorem
The PretensionAnita's Note:
Jo-oppa memang sudah berencana mengupload chapter ini pada tanggal 3 Juni, ada sedikit hubungannya dengan judul chapter ini. Ada yang lain sih, tapi biar itu jadi rahasiaku saja :p
Silahkan tebak. Bagi yang beruntung akan mendapat kecupan manis dari bias masing-masing**.
**dalam mimpi XD, syarat dan ketentuan berlaku. :DD
Akhirnya muncul juga judul chapter yang lebih dari 1 kata.. Well, kind of ._. ...
Autho'rs note:
There's a terrorist in front of my door. Help! Aku diteror ahjumma-ahjumma 30 tahun!!!!
Anyway, I enjoyed writing this chapter. Things getting more serious. And I have to tell you, this chapter is dark, even though the light is still there.
OST untuk chapter ini (sebenarnya untuk keseluruhan cerita ini, tapi yang paling penting adalah di chapter ini): TVXQ - Darkness Eyes, ZE:A - Ghost of Wind, Infinite - Paradise.
The chapter was not proof-readed.
BTW, aku ganti 'waktu kematian' dari extasis menjadi terrorem karena extasis bisa berarti obat-obat terlarang
===================================================================
Terjadi keanehan pada rumah misterius. Semenjak ‘mengamuknya’ Seven Spirits, bangunan itu seakan-akan sulit sekali memperbaiki diri sendiri. Bahkan lubang yang menganga menembus Echos of Time pun masih terbuka lebar dan tidak ada tanda-tanda akan segera tertutup. Tentu saja ini membuat seluruh penghuninya bertanya-tanya.
Namun momen ini justru menjadi sebuah kesempatan yang sangat berharga bagi Josh.
Lelaki itu membuka aplikasi ICO di ruang tengah dan berusaha memasukkan informasi apa pun yang didapatnya ke dalam komputer super itu untuk dianalisa.
Dia tampak begitu sibuk sementara seluruh penghuni yang lain—terkecuali Siwon dan Kyuhyun yang memilih untuk tetap berada di sampingnya dan menyaksikan bagaimana lelaki itu memasukkan data-datanya—terpencar ke segala arah. Anak-anak itu memilih untuk bertindak lebih serius kali ini dan berupaya untuk mencari petunjuk lain dengan cara mereka sendiri.
Untung saja, semenjak perbuatan ekstrim Seven Spirits, rumah itu untuk sementara kembali tenang bagaikan rumah biasa. Tidak ada monster ataupun penampakan yang terjadi di sana. Itu sebabnya semua orang merasa ini kesempatan yang baik untuk mencari tahu rahasia-rahasia yang masih belum terungkap hingga saat itu.
Tapi informasi yang dia masukkan ternyata kemajuannya sangat lambat, walaupun dengan kecepatan seperti itu.
Hingga pada akhirnya Kyuhyun sudah tidak tahan lagi.
“Hyung, biar kubantu.” Lelaki itu berdiri menyamping di samping kanan Josh, menarik beberapa jendela aplikasi dari ruang kosong, dan mulai menginputkan berbagai data dari sisinya.
“Aku juga.” kata Siwon, dan memillih untuk melakukannya dari sebelah kiri Josh.
“Kalian bisa melakukannya?” tanya Josh heran.
“Kami sudah melakukannya semenjak berada di markas. Sekarang diamlah, aku harus konsentrasi.” kata Kyuhyun. Matanya berfokus ke jendela-jendela yang berada di depan matanya.
“Kami membantu kalian di ruang kendali, kau ingat?” imbuh Siwon.
* * *
Sementara ketiganya sedang sibuk mengumpulkan data, sisa para penghuni yang lain berusaha mencari informasi dengan cara mereka sendiri. Mereka kembali masuk ke kamar-kamar dan memeriksa dengan teliti semua ruangan yang ada di sana. Mungkin itu tindakan yang sia-sia karena mereka secara teknis telah ‘membongkar’ rumah itu belasan kali sebelumnya, namun mereka masih belum mau menyerah. Mungkin saja masih ada petunjuk tersembunyi yang tidak bisa mereka temukan sebelumnya.
Semuanya mulai mencapai titik terang ketika Seungho berlari keluar dari kamar Hoya sambil berteriak dengan sekuat tenaganya sampai-sampai suaranya terdengar di seluruh penjuru rumah.
“Kamar Hoya berubah!” serunya.
Sungjae, Seungho, Henry, Changwook, dan Hoya bergegas masuk ke sana, terkecuali Siwon, Kyuhyun, dan Josh hanya mendongakkan kepala mereka dari bawah. Pekerjaan mereka sungguh sangat penting sehingga tidak bisa ditinggalkan.
“Hyung, biar kami yang memasukkan data-data ini.” kata Siwon kemudian. “Mereka butuh dirimu di sana.”
“ICO, apa kau bisa extend kemampuanmu hingga ke kamar atas?” tanya Josh.
“Dengan kemampuan baterai yang tersisa, hanya akan bisa bertahan selama tiga puluh menit.” ICO menjawab.
“Kalau begitu, kubatalkan permintaanku tadi. Simpan tenaga baterai sehemat mungkin dan matikan fungsi-fungsi yang tidak diperlukan.”
“Kecerdasan buatanku memang dirancang untuk menghemat baterai untuk kondisi semacam ini.” balas ICO. “Aku harus mematikan fungsi suara juga terkecuali dibutuhkan pada saat yang penting.”
Josh beralih kepada kedua anak itu. “I leave these things to you, guys. Be vigilant.” katanya lalu meninggalkan kedua anak itu di sana.
* * *
Perubahan yang terjadi mengubah interior kamar Hoya menjadi lain. Dari tampilannya, tampaknya kamar itu adalah kamar seorang laki-laki dengan sentuhan warna-warna kalem.
“Apa ini kamar oppa Yoonhee yang katanya hampir dibunuh olehnya itu?” kata Sungjae.
“Lebih baik kita berpencar. Kita harus mencari informasi sebanyak-banyaknya.”
Mereka pun mulai berpencar dan melihat ke sekeliling ruangan. Awalnya mereka enggan menyentuh barang-barang di sana. Namun karena terdesak oleh keinginan untuk segera mendapatkan petunjuk, mereka pun mulai mencari-cari catatan atau pun apa pun yang bisa dijadikan petunjuk.
Sebuah tindakan yang sia-sia karena bak layaknya kamar seorang laki-laki, tidak ada catatan apa pun di sana. Mustahil mereka bisa mendapatkan buku catatan harian atau semacamnya di sini. Mereka bahkan cukup heran ketika mengetahui penghuni rumah ini ada yang masih mengikuti tradisi lama dengan menulis buku catatan harian. Dan menulisnya di buku, bukan di komputer sebagaimana layaknya sebuah keluarga modern.
Yang terpampang di kamar itu hanyalah foto-foto beberapa orang. Salah satunya dikenali oleh Sungjae sebagai foto dari Baek Yoonhee.
Hanya dia yang mampu mengenali paras dan rupa anak itu karena dialah yang dapat melihat Yoonhee dengan jelas.
“Kalian menemukan sesuatu?” tanya Josh ketika dia masuk.
“Tidak ada apa pun di kamar ini.” kata Seungho. “Yang ada hanya debu.”
“Kamar ini seperti tidak ditinggali untuk waktu yang cukup lama.” tambah Henry sambil membuka-buka buku yang ada di atas meja.
“Setidaknya hyungdeul bisa tahu bagaimana rupa Yoonhee yang sebenarnya.” kata Sungjae.
Josh mendejati salah satu foto dan menunjuknya. “Ini dia?” tanyanya.
“Betul.” jawab anak itu.
Josh mengambil salah satu foto keluarga untuk melihatnya dengan lebih dekat. “Mereka kelihatan bahagia.” katanya. “Kenapa semuanya jadi seperti ini?” Dia menghela napas.
* * *
Peniel berlari keluar dari kamar Kyuhyun dengan tergesa-gesa. Dia melongok ke arah ruang tengah untuk mencari Josh namun tidak menemukannya. Yang dilihatnya hanyalah Siwon dan Kyuhyun yang sedang sibuk di bawah sana.
“HYUNG!” serunya dengan suara lantang. Sontak Siwon dan Kyuhyun mendongak ke arahnya. “DI MANA JOSHUA?”
“DIA ADA DI KAMAR HOYA!” balas keduanya serempak.
Peniel bergegas menuju kamar dimaksud.
Dan dia mendapati lelaki itu sedang memeriksa salah satu sudut kamar itu dengan serius.
“Bro, we found something.” katanya sambil memegang bahu Josh.
Josh berbalik. “What is it?” tanyanya.
“Kyuhyun’s room has changed—again—and the owner of the room has a diary. But we can’t get it out.” katanya.
“Don’t you think that’s quite typical for this particular kind of house? Let’s go.” kata Josh. Dia berbalik kepada Henry. “If you guys find something, let me know.”
* * *
“Siwon-ah, aku perlu bicara sesuatu.” kata Kyuhyun sementara jari-jari lentiknya masih terus menari di keyboard virtual di hadapannya.
“Hmm?” Cuma itu tanggapan Siwon. Lelaki itu sedang berkonsentrasi penuh pada pekerjaannya saat ini.
“Ada sesuatu yang dikatakan Wanjin yang—“ Dia berhenti bekerja dan menatap Siwon yang tampak masih sibuk. “—menggangguku. Ini mengenai Henry.”
Siwon pun ikut berhenti dan menatap Kyuhyun. “Apa yang katakannys tentang Henry?” Perhatiannya masih terpusat pada layar yang ada di hadapannya.
“Aku tidak ingat dengan jelas karena dia berbicara dalam bahasa Inggris.” kata Kyuhyun kuatir. “Tapi kurasa Wanjin mencurigai Henry atau semacamnya. Seperti ada sesuatu yang salah pada anak itu.”
Siwon menghentikan kegiatannya dan menatap Kyuhyun sambil mengerutkan alisnya. “Kau yakin?”
“Aku yakin, karena sewaktu dia berbicara, dia menatap Henry langsung pada matanya.” katanya.
Kedua anak itu terdiam selama beberapa waktu.
“Siwon-ah, Henry yang sekarang ada bersama kita—dia Henry Lau yang kita kenal, kan?”
Setelah cukup lama berkawan dengan Penjaga, Siwon merasa segala kemungkinan dapat saja terjadi. Itu sebabnya dia tidak mampu menjawab pertanyaan Kyuhyun kali ini dengan pasti.
“Kurasa Joshua harus tahu ini. Mungkin dia bisa memberikan jawaban atas pertanyaanmu. Mata kita—masih belum terlatih untuk hal semacam ini.”
* * *
“Let’s see.” kata Josh sambil membuka buku catatan harian di kamar itu.
Namun dia langsung menyerah setelah melihat huruf-huruf yang tertera di sana dan menyerahkan buku itu kepada Myungsoo untuk membacanya. Buku itu terasa tebal di tangannya, walaupun benda itu sebenarnya berukuran sedang. Sepertinya ada sesuatu yang mengganjal berada di tengahnya.
Tapi mereka terlalu ingin tahu apa yang tertulis di dalam buku dibandingkan melihat apa yang ada di dalamnya.
Myungsoo membaca sekilas.
“Isinya cuma catatan biasa.” kata Myungsoo kemudian. “Sepertinya tidak ada yang aneh.”
“We are just like erts, peeking into a girl’s diary.” gumam Peniel.
“Well, we’ve got no choice.” kata Josh sambil menghela napas. “There’s not much time left.”
“Coba lihat catatannya yang paling akhir.” kata Siwan menyarankan.
“Sedang kulihat.” kata Myungsoo.
Mereka semua bisa melihat perubahan ekspresi pada anak itu. Tiba-tiba saja dia jadi serius dan membalik-balik halaman buku itu ke beberapa halaman sebelumnya.
“Kelihatannya kau menemukan sesuatu.” kata Josh.
“Ne, lihatlah.” kata anak itu lalu menyodorkan beberapa halaman buku yang paling akhir.
Ada sebuah tulisan besar di sana, di setiap halamannya, ditulis dalam huruf Hangeul berukuran besar.
“Yoonhee membunuh oppa.” kata Siwan, membaca tulisan yang tercetak miring dalam ukuran besar.
Keempat orang itu saling bertukar pandang. “Yoonhee membunuh oppa?”
“Apa dulu ada kasus pembunuhan di tempat ini?”
“Sepertinya penulisnya ketakutan.” kata Siwan. “Lihat saja, hurufnya bengkok-bengkok dan garisnya diulang-ulang.”
“Coba kulihat.”
Josh mengambil buku itu dari Myungsoo dan membuka-buka halaman-halaman awal. “Menurut kalian, tulisannya mirip tidak?”
Myungsoo dan Siwan yang memang belajar huruf Hangeul semenjak mereka kecil berpikir sebentar.
“Kelihatannya mirip sekali.” kata keduanya. “Pasti penulisnya orang yang sama.”
“Tapi tulisan terakhirnya ini…tampaknya dia sedang takut luar biasa.”
“Mungkin ada tulisan di dalamnya yang bisa kita cari.” k
Comments