chapter 7

I'm Park Jiyeon

Jiyeon POV  

Aku menghabiskan waktuku di Disney Land. Aku tak pergi seorang diri. Aku ditemani Hyomin. Bermain diarena anak ini, aku datang bukan tanpa maksud. Ada misi yang ingin kujalani.  

"kenapa ngajak aku kesini?" tanya hyomin.

"kau tak suka?" tanyaku balik.

"tidak. Aku suka. Cuman heran aja, seorang Park Hyojoon yang terkenal dingin mengajakku ke tempat seperti ini. Aku pikir kau akan mengajakku ke tempat yang lebih serius." ungkapnya.

"lebih serius?" aku sejenak berpikir. "Hotel?" tanyaku bercanda. Namun candaanku berhadiah cubitan di bagian perutku. "sakit tahu. Aku kan cuman bercanda." ucapku pura-pura marah.

"Aish ternyata sifat asli Park Hyojoon kekanakkan ya." ucapnya sembari menyacak-ngacak rambutku.

Kami kembali melanjutkan perjalanan saling bergandengan, mencoba setiap wahana permainan yang ada. Menaiki roller coster, kincir raksasa, menuju ke sea world dan terakhir tujuan permainan kita adalah Rumah Hantu.

Sebenarnya aku ingin mengatakan sesuatu padanya saat di sea world, ingin mendapatkan momentum romantis ala drama korea big. Juga ketika di bianglala raksasa, tepat saat posisi paling atas. Tapi aku belum bisa mengatasi kegugupanku sendiri.

Sekarang kami menyusuri lorong rumah hantu. Hyomin menggandeng tanganku erat. Bahkan sesekali memberikan pelukan saat devil-devil itu muncul menakuti. Aku suka ini. Bisa mengambil kesempatan dalam kesempitan.

"kenapa kau mengajakku ke rumah hantu? Aku kan takut." gerutunya.

"Ini kan hanya pura-pura. Kau tak perlu takut. Lagian bukannya kau suka kan berada disini karena bisa memelukku." sindirku saat lengannya tak bisa jauh dari pinggangku.

Hyomin segera melepas lengannya dari diriku. Kalau rumah hantu ini terang, pasti aku sudah bisa melihat rona merah yang menghiasi wajah terutama dua bagian pipinya.

Dia berhalan mendahuluiku. Rasa malunya seakan melupakan rasa takutnya. Sampai suatu makluk astral menampakan diri. Hyomin menjerit dan langsung memelukku yang berada tepat dibelakangnya. Kurasakan tangannya dingin. Ternyata dia benar-benar ketakutan.

Hyomin beranjak pergi namun aku segara menahan pergerakkannya. Hyomin melihat wajahku sebal. Sebegitu menyebalkah aku hanya karena rumah hantu ini? Padahal sebelumnya tawa dan senyuman mengiringinya.

"ada yang ingin aku bicarakan Park Hyomin." ucapku membuatnya melhat ke arahku.

"park hyomin, aku menyukaimu."

akhirnya aku bisa mengucapkannya setelah berkali-kalu kucoba namun lidah ini selu kelu. Hyomin tampak kaget dengan perkataanku. Dia seakan mencari kata untuk menolakku. Menolak! Aku benci penolakkan. ekspresi wajahnya sulit terbaca.

"aku tak mengharapkan jawabannya, aku hanya ingin mengatakan apa yang mengganjal dihatiku." ucapku tersenyum berharap dia tak terbebani dengan perasaanku.

Aku kembali melanjutkan perjalanku. Hyominpun masih mengikuti. Masih menggandeng tanganku. Namun tak ada kata yang diucapkannya. Aku tahu dia sedang mengukir kata untuk dikatakan; untuk menerima atau menolakku.

"Hyojoon, apa kau tak memiliki sisi romantis?" tanyanya membuatku mengerutkan kening. "aku pikir kau akan mengatakannya saat di sea world atau di bianglala raksasa. Tapi kau menyatakan perasaanmu di rumah hantu tak ada romatisnya." ucapnya sebal.

"apa kau tak mengerti? Sedari tadi aku ini gugup jalan sama kamu. Kalau aku gugup bagaimana bisa aku mengatakan semuanya." terangku.

"och jadi kau gugup ya. Seorang park hyojoon bisa gugup juga ya." ucapnya menggodaku. "aku senang kau bisa gugup apalagi itu karena aku." lanjutnya dan menyenderkan kepalanya di pundakku.

Aku berharap dia tak melihat diriku. Karena sekarang wajahku merona. Aku semakin gugup saat tangannya semakin erat merangkul lenganku. Walaupun harus aku akui aku menikmati moment ini.

Setelah menikmati wahana rumah hantu yang mulanya menyeramkan berubah menjadi tempat teromantis di wonder land ini.

Langit mulai gelap, tenagapun telah banyak terkuras. Kami memutuskan untuk mengisi energi. Melakukan dinner di sebuah restorant jepang. Mengobrol tentang banyak hal.

Ya, aku memang ingin mengenalnya lebih dekat. Hyomin menceritakan bahwa dia merupakan anak pertama dari 2 bersaudara. Sudah 2 tahun dia bekerja sebagai pramugari di salah satu maskapai penerbengan swasta yang terkemuka di korea. Bisa ku simpulkan bahwa dia sosok yang dewasa, mandiri, baik hati dan bertanggung jawab.

"bagaimana denganmu? Apa yang kau lakukan setelah 8 tahun menghilang tanpa jejak?" tanya hyomin penasaran.

Apa yang harus aku katakan? Apa dia harus mengetahui aku yang sebenarnya. Apa aku harus mengatakan bahwa aku seorang perempuan?  Apa aku harus mengatakan apa yang kulakukan di inggris adalah pelatihan kepribadian seorang pria. Dari mulai jalan, makan bergaya pakaian dan segala hal lainnya. Apa aku harus mengatakan bahwa aku menekan hormon endogenku hingga aku terlihat sempurna sebagai pria. Tapi aku tak ingin ada kebohongan.

"8 tahun ini aku di inggris. Dan aku harus mengatakan sesuatu, sebuah kebenaran yang harus kau dengar. Terserah kau mau marah atau apa, aku terima." ucapku pasrah. "sebenarnya aku ini seorang..."

Handphoneku berdering membuatku mengurungkan ucapakku. Entahlah aku harus bersyukur atau marah dengan pemanggil ini. Panggilan dari unnieku. Aku segera mengangkatnya.

"ada apa nunna?" tanyaku namun tak ada jawaban

Aku hanya mendengar obrolan yang tak terlalu jelas. Aku mengerutkan kening mencoba menangkap pembicaraan itu.

"hallo nunna."ucapku mencoba mengecek kembali. Aku hendak mematikan telepon tak penting soyeon unnie. Sampai aku mendengar sebuah teriakan minta tolong dibalik selulerku. Aku mengurungkan niatku.

"nunna apa kau baik-baik saja?"

lagi-lagi aku mendengarnya memohon untuk melepaskannya. tak lama berselang diiringi suara gaduh seperti pecahan kaca, benturan dan rintihan seorang wanita.

"hyomin-ah sepertinya aku harus menjemput nunnaku. Dia sedang dalam masalah. Apa kau mau ku antar pulang dulu.?" tanyaku.

"aku pulang sendiri saja. Segera temui soyeon unnie, aku khawatir jika kau terlambat hal buruk terjadi padanya." ungkapnya tak kalah khawatir denganku.

"piane hyomin-ah. Besok aku janji akan menemuimu di bandara." ucapku meninggalkannya.

Aku segera melajukan mobil. Dengan bantuan gps yang terhubung diantara hanphoneku dengan hanphone unnie, memudahkanku mengetahui lokasi soyeon unnie terkini.

Sebisa mungkin aku tiba lebih cepat. Aku berhenti di sebuah cafe malam yang biasanya ramai namun hari ini sepi pengunjung. Tak biasanya cafe malam milik Lee sun gi tanpa pengunjung.

Pintu selamat datangpun bertuliskan closed. Akupun berjalan mendekat. Namun 3 orang lelaki bertubuh besar menghalangiku dan berkata bahwa cafe sedang di renovasi. Aku pun beranjak pergi. Mungkin titik gps yang dimaksud bukanlah cafe ini.

"LEPASKAN! JANGAN KAU BERANI MENYENTUH TUBUHKU." suara kerasa seorang wanita.

Aku yakin ada sesuatu yang tak beres di cafe ini. Tapi aku rasa itu bukan suara soyeon unnie, aku mengurungkan niatku untuk ikut campur. Toh aku memiliki urusan lebih penting. Tapi bagaimana kalau di dalam sana memang soyeon unnie?

  "maaf bolehkah saya masuk? Saya ingin memastikan apakah kakak perempuan saya berada di dalam?" tanyaku baik-baik.

Namun salah satu bodyguard itu mendorong tubuhku kasar. Aku membalas perlakuannya.

"Apa kau tak tahu siapa aku? Aku ini investor disini, aku sehabat bos kalian Lee Sun Gi." ucapku menantang.

Aku sama sekali tak gentar walau badan mereka tiga kali lebih besar dibandingkan badanku. Aku mulai menyerang mereka, mereka memberikan perlawanan. Ayolah, jangan meremahkan tubuh kecilku. Aku ini mantan atlet teakwondo walapun itu zaman sekolah dasar.

Setelah terbebas dari amukan mereka dan aku berhasil meredam setiap perlawanan mereka. Aku menerobos masuk. Membuka pintu tertutup dengan mendobraknya. Pemendangan tak menyenangkan tampak saat aku berhasil membuka tersebut. Aku bernafas lega setidaknya bukan soyeon unnie.

Ku melihat lee sun gi tengah mencoba menggerayangi tubuh seorang wanita. Ku yakini dia memaksakan kehendaknya pada wanita itu. Karena terlihat wanita itu tampak memberontak memberikan perlawanan.

Semakin dekat ku ketahui sosok  wanita tersebut. Im yoona. Wajahnya memerah. Ku lihat sekelilingnya banyak minuman keras. Apa dia mabuk? Atau dipaksa mabuk? Tapi satu yang ku yakini dia memberontak atas perlakuan Lee Sun Gi.

Aku segera menarik lee sun gi yang menindih tubuh yoona. Kupukul lee sun gi cukup keras. Aku marah. Sangat marah atas nama kaum wanita. Pakaian yoona sudah tak menentu. Dia berjalanan sempoyongan kearahku. Memelukku. Ada perasaan ingin melindunginya.

"jangan pernah kau mengganggu wanitaku. Apa kau tak tahu dia ini pacarku?" aku mengancamnya.

Tubuh yoona tiba-tiba terkulai lemas. Dan pingsan. Aku membopongnya. Membawa tas jinjing wanita yang ku kira miliknya.

Aku membawanya ke dalam mobil. Ku rongkoh tasnya untuk mengecek alamatnya. Setelah mendapatkannya ku antar dia pulang. Aku langsung menuju kamar apartemennya.

Okey aku dihadang oleh pasword ruangannya. Menyusahkan saja yoeja satu ini. Ku cek id kependudukannya. Ku yakini dia bukanlah orang yang ribet dan terlebih lagi dia sangat ceroboh. Jadi kemungkinan besar dia menggunakan tanggal lahirnya. 30 mei 1990. Ternyata dia 3 tahun lebih tua dariku. Ke pijit angkanya 300590. Trek. Terbuka

"gadis bodoh!" hardikku saat itu juga.

Ku baringkan tubuhnya diatas kasur kamarnya.

"ahh." desahnya saat tanpa sengaja lenganku bergeser dari lehernya.

Setelah tanganku terbebas dari lehernya. Ku angkat tanganku keatas. Pegal rasanya menggendongnya, walaupun tubuhnya terbilang ringan. Namun tiba-tiba saja, dia membuka mata ekspresi wajahnya berubah.

"uwoo.." yoona memuntahkan segalanya dan tepat mengenai pakaianku.

Pakaianku menjadi bau alkohol. Aku mendengus kesal. Apa ini balasan atau ini rasa terimakasihnya. Ku coba bersabar menghentikan amarahku.  tak ada gunanya  marah pada wanita mabuk.

Kusodorkan air minum. Dia meminumnya seperti orang kehausan. Dan tertidur kembali tanpa rasa berasal atau mungkin dia masih tak sadar dengan apa yang terjadi.

Aku membukakan high heelsnya yang tak terlalu tinggi. Membukakan cardigannya yang sedikit terkena muntahannya sendiri. Tanktop hitam yang pas dengan tubuhnya memperlihatkan dua gundukan kenyal miliknya. Aku memandang keindahan yang tak kumiliki itu.

Saat dia bergerak membuatku tersadar, aku segera pergi.

Tapi bagaimana aku pulang ke rumah dalam keadaan kotor seperti ini? Memalukkan. Aku memutuskan untuk mencuci bajuku dan membersihkan tubuhku. Ku nyalakan mesin cuci dan menggunakan kamar mandinya untuk membersihkan tubuhku.

Tak memerlukan lama aku sudah bersih. Untuk menunggu pakaianku kering, ku seduh coklat panas. Duduk di dekat tv bertelanjang dada dan hanya mengenakan celana boxer.

Handphoneku berdering. Nomer soyeon unnie yang biasanya digunakan sebagai penghubung antar relasi bisnisnya.

"kau baik saja nunna?" tanyaku tanpa basa-basi.

"aku taeyeon, hyojoon-ah. Dia baik-baik saja. Aku cuma mau mengabarkan dia menginap di apartementku."

"tapi benar-benar tak terjadi apa-apa dengannya?" tanyaku menyakinkan kekhawatirkan diri.

"iya dia baik-baik saja. cuman sedikit mabuk. Memangnya kenapa?" tanya taeyeon unnie.

"tadi nomer soyeon nunna yang biasa digunakannya menghubungiku. Dan aku mengkhawatirkan sesuatu buruk terjadi padanya." aku menceritakan kecemasanku.

"oh yoona tak sengaja membawa handphone soyeon ketika pulang dari rumahmu. Mungkin yoona tak sengaja memencet nomermu." perkiraan taeyeon.

"sukurlah kalau nunna baik-baik saja. Aku titip dia ya taeyeon nunna." titipku padanya.

Aku yakin taeyeon unnie akan menjaganya dengan baik. Setelah tayeon unnie menghubungiku, aku memetuskan untuk merebahkan diri disofa, merealekskan tubuh yang cukup capek dengan kegiatan hari ini."

  ***  

Aku terperanjat bangun dari tidurku. Cahaya matahari menerobos masuk. aku dimana? Ku lihat foto besar di dekat tv.

"aish masih diapartemen yoona. Aku ketiduran." Runtukku kesal.

Aku mengambil pakaianku. Di mesin pengering. Aku kembali memasuki kamar yoona untuk cuci muka.

Tapi apa yang ku lihat? Underware bertebaran dimana. Pakaian yang dikenakannya telah ditanggalkannya. Terdengar suara lengkuhan, juga desahan mengiringinya.

Ya, sekarang dia telanjang tanpa penutup sehelai benangpun. Tapi sejak kapan? Aku hanya melihat bagian belakangnya saja, punggungnya yang bersih, pahanya yang mulus serta pantatnya yang cukup padat.

Aku menelan ludah mendapatkan pemandangan pagi seperti ini. Aku menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Namun seketika dia merubah posisinya. Kini kumelihat jelas payudaranya yang bergoyang akibat pergerakan yang dilakukannya.

Dia menarikku hingga aku dapat merasakan dua benda kenyal itu menempel pada dadaku yang datar. Jangan tanya bagaimana wajahku. Aku pasti sudah seperti kepiting rebus. Sangat merah.

Nafasnya menerpa bagian telingaku. Membuatku tanpa sadar ikut mendesah. Ahh..

Aku sadar, aku tak boleh terbuai. aku mencoba menjauh darinya namun gerakan ku membuatnya semakin mendesah hebat. Bagaimana tidak, dada kami menjadi saling bergesekkan satu sama lain.

"Ya, apa yang kalian lakukan?" suara seorang perempuan mengejutkanku.

Aku memalingkan  wajah memastikan.

"Park Hyojoon?" ucapnya kaget.  

***

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Silviss #1
Chapter 30: Woaaaah.. Cerita baguuus
Lanjuutttt
Izin baca, author-nim~
J_T-ara_M #2
Chapter 30: Kangen ama cerita ini!! Thanks sudah update lagi!
jjirong00
#3
Chapter 30: Wow. why so short author-ssi?? update lg dong... Yoona kemana aja??
agustini #4
Kapan update lagi ??
Pjyku1234 #5
Update soon please
Vitrieeyoong #6
Chapter 29: Baru nemu nih, keren.. lanjut Thor!!!
agustini #7
Update please
axlegian
#8
Chapter 28: please update soon
agustini #9
Update lagi dong
jjirong00
#10
Chapter 28: Author-ssiii !! Where are you? Please update your story...