chapter 19

I'm Park Jiyeon

Tak terasa 20 hari sudah jiyeon dan yoona menjalin rumah tangga. Selama itu pula meraka menjalani kehidupan yang cukup harmonis. Bagaimana tidak, setiap pagi Yoona telah bersiap melakukan kewajibannya, dari mulai; menyiapkan makanan dan pakaian kerja jiyeon, hingga membersihkan apartemen milik jiyeon yang sekarang ditempatinya.  

Kegiatan jiyeon pun selalu sama dan berulang tiap harinya. Dari mulai berangkat ke kantor, meeting hingga pertemuannya dengan hyomin di malah hari. Dan Yoona selalu menanti kedatangan suaminya, hingga terkadang tertidur di ruang tv ataupun di meja makan. Walaupun Yoona menyadari satu hal, jiyeon takkan makan malam dengannya tapi makanan selalu di sajikannya. Bahan dia sering kali melupakan urusan perutnya sendiri. Begitulah kegiatan sehari-hari mereka selama menjalani kehidupan bersama.  

Bagaimana ini bisa dikatakan kehidupan bersama? Mereka saja saling acuh satu sama lain. Tidak. Maksudnya jiyeon mengabaikan keberadaan yoona. Yoona masih tetap Yoona yang sedikit bawel bertanya ini itu, dan tetap semangat walaupun jiyeon hanya menjawabnya dengan kata iya atau tidak saja. Jiyeon tampak menghindari yoona. Dari mulai berbicara apalagi menatap langsung kedua mata yoona.  

Dan hari ini pun sama. Pagi ini mereka sarapan bersama. Jiyeon hanya terfokus menikmati makanannya. Sedangkan Yoona bercerita cukup banyak, terutama tentang apa yang dialaminya hari kemarin.  

"ji, bisakah kau malam ini pulang lebih awal?" pinta yoona. Jiyeon memilih tak memberikan jawaban. "Ayah dan ibu malam ini akan berkunjung kemari." terang yoona.

  "ku usahakan." jawab jiyeon dingin, serta mengakhiri sarapannya walau hidangannya belum habis dilahapnya.

"kau akan pergi sekarang?" tanya yoona lagi.

"Aku akan mengantar pacarku di bandar." ucap jiyeon seraya mengenakan jasnya. "pindahkan semua barangmu ke kamarku." ucapnya datar.

  Walaupun mereka tinggal satu atap, tapi mereka memiliki kamar masing-masing. Karena keduanya memang menolak tidur bersama dengan alasan berbeda.  

Sepeninggalan Jiyeon, Yoona segera membereskan kamarya. Semua pakaian dan barangnya di simpan rapi di kamar jiyeon. Tak lupa membereskan setiap inchi ruang di apartemennya. Foto pernikahannya dengan jiyeon di tatanya dengan rapi. Semuanya hanya untuk mengelabui kedua orang tuanya. Bukan maksud membohongi orang tuanya dan Jiyeon, tapi entah mengapa ada perasaan tak ingin kehilangan jiyeon.  

Menjelang malam yoona segera memasak menyiapkan makanan. Dia tak ingin tamu istimewanya datang sebelum makanan masak. Yoona sedang asyik mengupas bawang bombay dan mengirisnya. Dan fokus dengan kegiatannya. Hingga tanpa sadar, seseorang memeluk pinggangnya, sebuah kepala bersender dipunggungnya

 "tumben jiyeon kaya gini, pasti efek kedatangan ayahku. Jadi so manis kaya gini." pikir yoona di hati.

"Ayolah kau jangan memperlambat pekerjaanku." pinta yoona.  

Ciuman mendarat ditengkuk leher yoona. "Ini ada yang salah." filling yoona saat itu.

"ji.." yoona berbalik. "Lepaskan aku! Kenapa kau bisa masuk kemari?" yoona mendorong tubuh pria itu.

Tapi pria itu malah semakin merapatkan tubuh yoona. Mencoba menggerayami bagain tubuh yoona dengan bibir dan tangannya.  

Yoona menginjak jemari kaki sang pria cukup keras. Membuat sang pria melepaskan pelukkannya. Seketika yoona mencoba menjauh. Dan pria itu mengejar yoona. Hingga akhirnya yoona tak bisa bergerak karena tembok.

  "Seharusnya dari awal kau menjadi milikku Im Yoona." ucap pria itu.

Dan membuat tangis Yoona pecah.

  Tak berselang lama tubuh pria itu menjauh. Akibat dorongan dari belakangnya. Pria itu mendapatkan pukulan keras.

  "Jangan pernah kau mengganggu istriku. Lee sun gi." ancam jiyeon dengan menghadiahi lee sun gi dengan pukulan.

  Yoona belari kepelukan jiyeon mencari perlindungan. Jiyeonpun menenangkan yoona.

  "aku yang memulainya, tapi kau yang mengambil kesempatan itu." teriak lee sun gi. "Kalau saja malam itu kau tak datang, aku sudah berhasil menidurinya. Dan akupun  tahu pernikahan kalian pasti karena insiden malam itu. Karena aku menaruh obat perangsang diminuman yoona." aku lee sun gi.  

Jiyeon kembali memukul sahabat sekaligus rivalnya itu. Namun yoona segera menghentikannya.

  "Kau salah Tuan Lee. Aku menikahi Yoona karena aku mencintainya." ungkap Jiyeon.

Lee Sun gi bangun dari jatuhnya. "heh. Cinta." ucap lee sun gi meremehkan. "Apa ini yang kau sebut cinta?" lanjutnya sembari melempar beberapa foto yang berasal dari saku blazernya.  

Foto itu berceceran. Foto jiyeon bersama Hyomin. Jiyeon menelan ludah. Tak percaya bahwa pertemuan itu berhasil diketahui orang lain. Jiyeon masih tak mampu berkata. Sedangkan yoona merasa tak tega melihat jiyeon seperti ini. Tapi hatinya pun merasa sakit foto kemesraan yang tak pernah di dapatkannya dari jiyeon.

  "Lebih baik kau pergi Lee Sun gi. " perintah yoona.

"karena kau yang minta aku akan pergi." ungkap lee sun gi dengan senyum liciknya. "Tapi ingat satu hal. Aku takkan menyerah padamu Yoona. Sebelum aku berhasil menidurimu." ucapnya diiringi tawa dan pergi.

"Bajingan kau!" hardik jiyeon hendak mengejar lee sun gi namun kembali di tahan Yoona. "Jangan pernah kau sentuh yoonaku walau seujung jarimu. Aku akan membunuhmu jika kau melakukannya." ancam jiyeon benar-benar emosi.  

Masih dengan tangis. Yoona memunguti setiap lembar foto itu. Kini tangis nya berubah bukan karena lee sun gi. Tapi ada perasaan marah, sedih juga kecewa ketika melihat foto kemesraan jiyeon dengan pacarnya. Ya. Yoona cemburu. Namun dia mencoba menyembunyikannya.  

"pacarmu cantik Ji. Siapa namanya?" ucap yoona masih tak jelas karena bersatu dengan tangis. Pertanyaan yoona hanya untuk menutupi kesedihannya. "Kapan-kapan kau harus mengenalkannya padaku." yoona bangkit dari jongkoknya.  

Yoona hendak pergi menuju dapur. Namun sepasang tangan melingkar dipinggangnya, membuatnya tak bisa bergerak. Jiyeon memeluknya, menopang dagunya dipundak yoona. Nyaman. Itu yang dirasakan Jiyeon. Jiyeon terpejam. Air matanya menetes.  

"kau menangis? Tenang semua akan baik-baik saja kau dan pacarmu akan aman" yoona hendak berbalik namun jiyeon mempererat pelukkannya.

"jangan berbalik!" titah jiyeon dan yoona mengurungkan niatnya. "Maafkan aku. Aku berjanji takkan seorangpun yang berani menyuntuhmu." ucap jiyeon merasa bersalah. "Aku mencintaimu Im Yoona." ucap Jiyeon tulus.

"Ya aku mencitaimu Yoona. Aku cemburu dan marah saat melihat lee sun gi menyentuhmu. Bukan karena sandiwara. Bukan karena pernikahan kontrak kita." ucap jiyeon dihati.

Yoona berbalik. Melihat wajah jiyeon. "Apa kau mabuk? Apa kau sakit? Atau demam?" tanya yoona.  

Cup. Jiyeon mengecup bibir yoona. Yoona melotot tak percaya. 15 detik. Masih dalam posisi sama. Tak ada yang mau menjauh. Jiyeon akhirnya mulai bergerak, bibirnya mulai melumat lembut bibir yoona. Yoona tak membalasnya, matanya terpejam menikmati permainan jiyeon. Bahkan tangan yoona telah melingkar dileher jiyeon. Ciumman jiyeon mulai turun ke leher jenjang yoona.

"ahh Jii..ahh.." desahan indah keluar dari mulut yoona.

Jiyeon tersenyum. Senyum nakal sekaligus senyum senang bahwa ada seseorang yang menyebut namanya ketika mendesah. Biasanya di  bibir hyomin akan tersebut nama hyojoon.

Tangan jiyeon sudah tak tinggal diam. Mulai bergrilya di balik kaos yoona. Menyusup ke bagian perut hingga naik ke dada.

"Ji hen..ti..kan.." rancu yoona dalam desahannya.

Seketika yoona menjauhkan tangan nakal jiyeon dan menjauhkan jiyeon dari tubuhnya.

"kau tak suka?" jiyeon mengerutkan dahi.

"bukan begitu.. Aku... Aku menyukainya." wajah yoona merona. "tapi apa kau mencium bau yang aneh?" tanya yoona.

"aku mencium wangi tubuhmu yang menggoda yoona." goda Jiyeon dan kembali memeluk yoona sekaligus menempelkan bibirnya di leher yoona.

"ya, ampun masakkanku gosong Ji." mendorong tubuh jiyeon.

  Yoona belari ke dapur diikuti jiyeon. Benar saja ikan yang di gorengnya telah menghitam.Yoona mendengus kesal dan mengoceh menyalahkan jiyeon. Tangannyapun tak berhenti beraktifitas mempersiapkan makanan yang akan dimasaknya.

  "Ya sudah aku bantu iris bawangnya ya." jiyeon menawarkan diri.  

Mereka kembali hening. Tak ada percakapan entah karena fokus dengan pekerjaan mereka atau mereka malu dengan kegiatan mereka sebelum atau mereka ingin melupakan kegiatan romantis itu. Suara isak tangis terdengar.

"kau kenapa?" tanya yoona pada jiyeon.

"tiba-tiba pilek aja." ucapnya bohong padahal jiyeon sedang menahan perih akibat bawang tersebut.

"Ya ampun kamu kenapa ji?" tanya yoona yang melihat mata jiyeon berair dan memerah.

Namun karena kurang konsentrasi, bukan hanya mata yang menjadi korbanya. Kali ini jari nya menjadi korban keganasan pisau.

Yoona panik. Dan segera mendekati jiyeon. Di hisapnya hari telunjuk jiyeon yang mengeluarkan darah. Jiyeon hanya memandangi Yoona. Tersenyum dengan perlakuan yang diberikan yoona. Dan ceramah panjang akhirnya terlontar dari mulut yoona tanpa jeda.  

Yoona menyuruh jiyeon untuk segera membersihkan diri. Dibandingkan harus mengganggunya memasak. Jiyeon menurutinya. Akhirnya masakkannya telah tersaji.

Yoona sedang mencuci piring membersihkan  peralatan masaknya. Yoona kaget saat sepasang tangan melingkar diperut rampingnya. Yoona hendak melepaskan tangan itu, karena masih teringat insiden lee sun gi.

"biarkan seperti ini." ucap jiyeon membuat yoona berhenti memberontak.

  Yoona kembali melakukan aktifitasnya. Namun kegiatannya harus kembali terhenti akibat kegiatan nakal bibir dan tangan jiyeon. Bibir jiyeon menempel di lehernya, menjalar ke atas ke bagian telinganya. Tangannya pun tak tinggal diam, meraba bagian kenyal sebelah kiri yoona. Yoona  mencoba menahan desahannya.  

Jiyeon PoV

  Melihat Lee Sun Gi menggerayami Yoona, sungguh membuatku sakit. Ada amarah dan perasaan sesak dihatiku. Aku tak mengerti. Tapi perasaan ini tak pernah aku rasakan saat bersama Hyomin. Mungkin ini yang disebut cemburu.

  Selesai mandi kulihat Yoona sedang sibuk  membersihkan piring. Aku tersenyum melihat punggungnya. Rasanya aku harus menyelesaikan kegitan kami yang terhenti akibat ikan gosong.

Tanpa aba-aba, aku memeluknya dari belakang. Menenggelamkan wajahku di lehernya. Yoona mencoba memberontak. Tapi aku memperingatinya agar tetap diam. Kumulai menciumi leher jenjangnya. Wangi tubuhnya yang sudah bersatu akibat asap masakan dan keringat tapi sungguh menggodaku. Mengikuti insting liarku, tanganku sudah berkelana di payudara kirinya. Begitu kenyal, padat walaupun ukurannya tak terlalu besar.

  "hentikan Ji." Bentak yoona. "Berhentilah mempermainkanku." ucapan yoona berhasil membuatku berhenti dari aktifitas nakal. "aku anggap kejadian ini dan yang tadi itu. Tidak pernah terjadi." ucap yoona meninggalkanku.

  Bukankah tadi bilang dia menyukainya? kenapa sekarang marah-marah dan menolaknya? Ada apa dengannya? Tidak! Ada apa denganku? Kenapa aku sangat bernafsu dengan tubuhnya? Walaupun harus kuakui aku setiap hari ku harus meneguk air liurku melihat tubuhnya yang menggodaku. Tapi sungguh aku tak bermaksud mempermainkannya. Karena aku... Karena aku, mungkin mencintainya.

  Author pov  

Setengah jam kemudian orang tua yoona telah tiba. Tanpa berbasa-basi mereka langsung makan bersama terlebih lagi mereka baru tiba dari perjalanan bisnis di luar negeri.  

"Kenapa ayah dan ibu tak menelpon saya? Kalau memberitahu, saya akan menjemput kalian di Bandara." ucap jiyeon.

"Kau pasti sibuk bekerja nak." Ucap sang ibu pada menantunya.

"Kalau begitu ayah dan Ibu menginap di tempat kami saja. Pasti lelah kalau harus kembali ke rumah hari ini juga." usul jiyeon.

Dan membuat yoona melihat jiyeon tak percaya karena itu artinya dia harus tidur satu kamar dengan jiyeon.   Dengan senang hati mereka menyetujui usul jiyeon. Terlebih lagi mereka memang sangat merindukan putri tunggalnya serta menantu kesayangannya.  

"Yoona, hyojoon. Ibu sudah tidak sabar untuk menimang cucu dari kalian." pernyataan ibunya.

Dan membuat jiyeon dan yoona tersedak secara bersamaan. Dua arti tersedak yang berbeda. Jiyeon tersedak karena merasa itulah memang yang membuatnya menikahi yoona. Sedangkan yoona kaget karena mana mungkin dia hamil karena yang dinikahinya seorang perempuan.  

"minumlah!" ucap jiyeon dan yoona bersamaan sembari membawakan gelas air mereka.

Ayah yoona tersenyum. "Kami tak ingin kalian menunda memiliki momongan. Lebih baik kalian pergi berlibur. Kami telah menyiapkan liburan selama seminggu untuk kalian." ucap ayahnya sembari menyodorkan dua tiket penerbangan. "Ini tiket ke Jepang. Ayah berharap lusa kalian bisa berlibur di sana."  

Yoona pov  

Jiyeon rasanya terlalu mengkhayati aktingnya sampai-sampai saat aku lengah dia pasti sudah berbuat sok mesra padaku terutama saat dihadapan orang tuaku. Okey actingnya sangat hebat, bahkan sering kali membuatku terbawa suasana. Harusnya dia tak perlu berbuat berlebihan seperti itu jika hanya bermaksud mempermainkanku. Benar-benar lelucon yang sangat tak menyenangkan.

  Kini aku berada dikamarnya, sedang mengenakan loction pada kedua tanganku. Sedangkan jiyeon berada di kamar mandi sedang membersihkan dirinya.

 jiyeon keluar dengan mengenakan boxer dan hanya bertelanjang dada. Aish apa yang dia pikirkan dengan bergaya seperti itu. Aku mencoba mengacuhkannya, dan mengelus kakiku hingga ujung pahaku dengan loction malamku.  

Ujung mataku segera menyadari bahwa jiyeon sedang memperhatikan ku. "kenapa kau melihat ku seperti itu?" tanyaku namun dia hanya diam tetap memandangiku.

Membuatku sadar dia sedang memperhatikan tubuhku, dan aku segera memperbaiki posisiku.   Wajahnya memerah.

"Apa kau mencoba menggodaku?" ucapnya kikuk.  

"awas ya ji kau jangan bertindak macam-macam." ancamku walaupun diaturan pra nikah kita tak ada larangan kontrak berhubungan fisik termasuk .   

Jiyeon berjalan mendekatiku. Diambilnya botol pil didekat lampu tidur.

"Kau minum apa?" tanyaku.

"tanpa obat ini aku takkan bisa tidur nyenyak." ucapnya mengambil satu butir.

Aku segera merebutnya. Aish dia seharusnya tak tergantung obat-obatan seperti ini. Jiyeon mencoba mengambil obatnya kembali. Dan mengomeliku. Akupun tak ingin kalah, dia hanya akan merusak dirinya jika terus meminum obat tersebut.

  Aku kehilangan keseimbangan tubuhku. Hingga ku terjatuh pada kasur di belakanhku. Dan jiyeon tepat berada diatas tubuhku. Aku menarik nafas panjang karena nafasku entah mengapa menjadi sangat tersanggal.

Mata kami saling memandang satu sama lain. Tangan jiyeon mulai bermain di area pipiku. I love you , itulah ucapnya tanpa suara hanya dengan gerakan bibir yangku mengerti.

  Wajahnya mendekat, aku memejamkan mataku. Bibirnya jatuh di leherku. Aku mengalungkan lenganku di lehernya.  bibirnya mulai beralih ke bibirku. Kami berciuman lembut, saling melumat. Sampai aku melepaskannya mencari oksigen.

"I want you more, Nyonya Park." ucapnya ditelingaku, aku benar-benar tak kuasa menolaknya aku sudah benar-benar pasrah.

  Jiyeon kembali bermain diantara leherku. Tangannya sudah gatal ingin ikut bermain. Tangan kanannya menerobos kedalam baju tidurku, dan mencari benda kenyal didalamnya. Setelah mendapatkan keinginannya. Dia mengelusnya dan meremasnya lembut. Tangan kirinyapun tak tinggal dia. Bergerak mengelus pahaku hingga panggkal pahaku.

  "ah..ahh.. Ji." desahku yang tak kuasa menahan perlakuannya.  

Crek. Membuat kami memalingkan wajah melihat pintu. Ayah? Kami langsung berdiri dan aku membenarkan pakaianku. Wajah kami sama-sama memerah.

"maaf, ayah tak bermaksud mengganggu kalian." ucap ayah tersenyum dan pergi lagi.

"aish kenapa kau tak mengenci pintunya?" gerutu jiyeon.

"Yaak!" aku sedikit berteriak. "aku tak tahu kau akan berbuat nakal seperti itu." ucapku sembari menghadiahinya beberapa pukulan.

  Jiyeon berlari kecil menghindari pukulanku. Aku mengejarnya. Jiyeon tertawa lepas. Baru kali ini aku melihatnya tertawa lepas seperti itu. Hingga akhirnya jiyeon terjatuh di atas kasur dan aku memberinya beberapa serangan. Jiyeon menarik lenganku hingga mendarat di dadanya yang six pack. Wajah jiyeon semakin dekat sepertinya dia akan mengulang kejadian tadi yang tertunda. Semakin dekat dan dekat. Membuatku semakin gugup.  

"aku mau membuatkan teh untuk ayah." ucapku kikuk bangun dari pelukkannya.

Pergi menemui ayah dan membawa obat jiyeon, aku hanya ingin dia tak tergantung pada obat tersebut.

   usai membuatkan teh dan mengobrol dengan ayah. Aku kembali memasuki kamar. Kulihat jiyeon telah berbaring. Jiyeon sepertinya sudah tertidur. Aku tidur di sisi kiri jiyeon. Memadangi punggungnya yang membelakangiku. Aku tersenyum melihat punggungnya. Ingin rasanya memeluknya.

  "aku tak bisa tidur. " ucapnya membuatku kaget karena kini wajah kami saling berhadapan. "Berikan obatnya." pintanya.  

"Tidak!" aku menolaknya. "pejamkan matamu. Aku akan menidurkanmu." titahku kepadanya dan sepertinya jiyeon sedang jinak, dia menuruti permintaanku.  

Aku menyimpan telapak tanganku di pipinya. Mengelus dahinya dengan jemariku. Halu. Tenang. Kalau saja setiap hari kau jinak seperti ini, aku akan merasa sangat senang. Tapi aku sudah cukup senang bisa mengenalmu, menghabiskan waktuku bersamamu dan aku senang hisa mencintaimu.  

Aku menjauhkan tanganku saat dia mulai tertidur. Aku memandangi wajahnya yang polos. Cantik. Tampan. Imut. Ya itulah yang aku lihat. Beruntung jika setiap hari bisa seperti ini. Kulihat dahinya berkerut. Ekspresi wajahnya kembali ketakutan. Keringatpun keluar. Nafaspun memburu. Sepertinya dia mimpi buruk.

Aku segera kembali menuju dahinya. Perlahan nafasnya mulai stabil. Ekspresi wajahnya kembali tenang. Aku bernafas lega melihatnya kembali tenang.  

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Silviss #1
Chapter 30: Woaaaah.. Cerita baguuus
Lanjuutttt
Izin baca, author-nim~
J_T-ara_M #2
Chapter 30: Kangen ama cerita ini!! Thanks sudah update lagi!
jjirong00
#3
Chapter 30: Wow. why so short author-ssi?? update lg dong... Yoona kemana aja??
agustini #4
Kapan update lagi ??
Pjyku1234 #5
Update soon please
Vitrieeyoong #6
Chapter 29: Baru nemu nih, keren.. lanjut Thor!!!
agustini #7
Update please
axlegian
#8
Chapter 28: please update soon
agustini #9
Update lagi dong
jjirong00
#10
Chapter 28: Author-ssiii !! Where are you? Please update your story...