chapter 14

I'm Park Jiyeon

Sebelumnya saat meminta maaf atas SANGAT terlambat kehadiran chapter selanjutnya. Saya meminta maaf atas keterlambatan ceritanya. Mungkin saya pun akan terlambat dalam chapter-chapter berikutnya, karena tangan  saya masih dalan proses pemulihan.

----------------------------------

 

 PERATURAN PERNIKAHAN

PASAL

1.Dilarang mencampuri privasi atau urusan pribadi masing-masing

2. Tidak melanggar batasan yang ditentukan.

3. Tidak ada sentuhan dalam bentuk apapun terkecuali dalam kondisi darurat.

4. Pihak pertama wajib memenuhi kebutuhan pihak kedua.

5. Pihak kedua memenuhi kebutuhan vinansial pihak pertama

6. Pernikahan berjalan hanya 15 bulan.

7. Dilarang merugikan salah satu pihak dalam bentuk apapun.

8. Pihak yang melanggar setiap aturan, wajib membayar sanksi atau denda sesuai dengan keinginan pihak lainnya.  

Pihak pertama      

 

Im yoona

  Pihak kedua

 

 

  Park jiyeon  

 

Yoona POV  

Aku memandang pantulan diriku di cermin. Wajah dengan riasan dan pakaian gaun putih yang elegan. Entahlah aku harus berbahagia atau sedih dengan pernikahan ini. Tapi yang pasti aku sangat gugup dengan pernikahan yang akan berlangsung satu jam lagi. Kenapa aku harus gugup? Aku kan hanya melakulan pernikahan pura-pura. Pernikahan ini hanya pura-pura untuk menyelamatkan masa depan anak dalam janinku serta menyelamatkan nama baik keluarga. Lagi pula yang aku nikahi seorang perempuan, seseorang yang memiliki gander sama denganku walaupun tampilannya sangat kelaki-lakian.  

"Yoona, kau begitu cantik!" suara seseorang mengejutkanku menepuk pundakku.  

Aku tersenyum, melihat pantulannya dibalik cermin.

  "sungguh beruntung yang mendapatkan dirimu. Kau sungguh cantik." puji Yuri walau entah mengapa matanya berbinar ada rasa kecewa. "kalau kau sudah menikah, intensitas pertemuan kita akan berkurang." ucapnya memeluk pinggangku dari belakang.  

"takkan ada yang berubah. Kita tetap bisa bertemu karena jiyeon sudah berjanji untuk tak menghalangi aku bertemu dengan kalian." ucapku tersenyum.  

"jiyeon? Siapa jiyeon?" tanya yuri heran.

  Oh god! Aku ini bodoh! Mereka semua mengenalnya dengan nama Hyojoon. Nama itu hanya rahasia diantara kami.

  Pintu ruang rias sepertinya kembali bergeser. Mendengar suara tersebut aku menyingkirkan tangan yuri yang melingkar di pinggangku dan tertuju pada sumber suara.  

Kulihat teman-temanku menghampiriku. Menatapku dengan takjub dan memberikan senyuman terbaik mereka. Mereka semua menyelamatkanku dari cecaran pertanyaan yuri.

  "aku tak pernah berpikir nona kecil kita yang akan menikah terlebih dahulu." ledek sunny.

"ya siapa sangka akibat taruhan itu dia mendapatkan kekasih. Padahalkan nona cantik ini sangat anti dengan lelaki. Lee sun gi yang bertahun-tahun mengejarnya tak berhasil menaklukkannya. Tapi adik soyeon unnie hanya dalam sekali dapat menaklukannya cepat." gerutu sica unnie.

  "ayolah unnie, kalian jangan meledekku seperti itu." ucapku entahlah ucapan mereka semua membuatku malu dan mungkin pipiku sudah memerah.

  Pintu kembali bergerak. Soyeon unnie berada dibalik pintu.

"bersiaplah yoona acara akan segera dimulai." serunya membuat semua mata tertuju padanya.  

Soyeon unnie mengalihkan pandangannya dariku. Aku rasa dia melihat taeyeon unnie, tidak maksudku mereka saling berpandangan. Namun sepertinya ada tatapan lain diantara mereka, tiffany melihat keduanya dengan kesal. Ada apa dengan mereka bertiga?  

Soyeon unnie kembali melihat kearahku. "kau jangan gugup. Semua akan berjalan dengan baik." ucapnya tersenyum memberikan keyakinan.

  "kita semua akan mengantarmu." ucap taeyeon unnie.

  Akupun bersiap mengikuti mereka namun tiba-tiba saja handphoneku berbunyi membuatku mengurungkan niatku untuk melanjutkan perjalanan.  

"hiraukan saja panggilan itu, kau harus segera berisap menuju altar." saran hyoyeon unnie.

Namun sayang aku terlalu penasaran denga telpon  tersebut membuatku memutuskan untuk mengangkat panggilan seluler tersebut. Dan sahabat-sahabatku pun meninggalkanku dan mereka akan memanggil ayahku yang akan menggiringku ke depan altar pernikahan.

  "maaf apakah betul ini dengan nomer telepon Im Yoona?" tanya dibalik telponku memastikan.

"ya saya sendiri." jawabku pasti.

"kami dari rumah sakit ingin memberitahu anda bahwa...."

Aku hanya terdiam mendengarkan ucapan dibalik selulerku. Sampai ayah datang mengejutkanku. bahkan tanpa sadar aku menjatuhkan handphone genggamku.  ayah menghampiriku, tersenyum.

"aku tahu kau sangat gugup nak, tapi acara harus berlangsung semua orang sedang menunggumu di sana. Bahkan Hyojoon telah dialtar."

Aku tak bisa berkata apa-apa. Bibirku bergetar lidahku rasanya kelu. Bahkan aku merasa lumpuh hingga tak mampu menggerakan anggota tubuhku.

"ayah aku tak ingin menikkah." ucapku kacau. "aku ingin bersama ayah."

Ayah menatapku heran namun seketika tersenyum. "putriku. Aku tahu kau gugup dan bingung karena semua mungkin memang terlalu cepat. Tapi kau anak perempuan, sudah kewajiban seorang ayah untuk menikahkanmu. Dan membiarkanmu dibawa suamimu nanti." terang ayah.

"tarik nafas yang panjang dan hembuskan perlahan kau pasti akan jauh lebih tenang dan siap. Kau tak perlu khawatir, ayah percaya pilihanmu dan ayah percaya hyojoon lelaki yang baik dan bertanggung jawab. Dia bisa menjagamu melebihi ayah. Percayalah pada ayah dan padanya. Dan yakinlah pada pilihanmu ini." ayah menyakinkanku.

Ayah meletakkan tangan kiriku untuk menggandeng tangan kanannya. Kami berjalan beriringan. Pintu aula terbuka. Semua mata tertuju pada kami. Iringan lagu mengalun.

Kulihat jiyeon telah menantiku di altar. Dia tampak gagah dengan taxedonya. Penampilannya sungguh akan membuat banyak orang tak percaya bahwa dia seorang perempuan karena dia begitu tampan.

Namun langkahku terhenti ketika melihat senyum jiyeon mengambang melihat kedatanganku. Ini Salah. Semua harus ku hentikan.

"ayah aku.."

''tenanglah! Kau tak perlu khawatir." ayah mencoba menenangkanku.

Bukan hanya ayah yang menatapku bingung. Para tamu undangan menatapku penuh tanya. Aku melamun hingga tanpa menyadari kini jiyeon telah berada dihadapanku. Meminta izin pada ayahku untuk membiarkannya menunyunku hingga pelaminan.

Apa yang Jiyeon lakukan? Mengapa dia begitu antusias untuk menikahiku? Ada apa dengannya? Padahal kemarin malam dia tetap ngotot agar perbikahan tak terlaksana.

Ayah tersenyum memberinya izin. Dan kami beriringan berjalan bersama. Namun bola mataku tak henti menatapnya intens. Ada apa dengannya?  Janungku berdebar, nafasku sesak melihat mata dan senyumnya. Perasaan yang pernah aku alami sebelumnya. Rasanya aku ingin menghentikan waktu agar bisa melihatnya sedekat ini.

"park hyojoon bersediakah kau menikahi Im Yoona dan menemaninya saat suka dan duka?"tanya pria paruh baya dihadapan kami.

"ya aku bersedia." ucap jiyeon tegas dan penuh keyakinan.

Aku hanya mampu menatapnya tak percaya. Sebegitu yakinkah dirinya menikahi ku? Atau ini hanya sandiwaranya?

"Im Yoona apakah anda bersedia menikahi Park Hyojoon dan menemaninya saat suka dan duka?" tanya pria yang kira-kira sudah berumur 60tahun. Okey, sepertinya tak setua itu.

'aku.... " aku sedikit terbata. Aku merasa teringat dengan telepon yang baru saja ku terima.  

FALSBACK

  Mulanya aku mencoba mengabaikan panggilan telpon di handphoneku. Namun panggilan itu terus berdering membuatku memutuskan mengangkatnya terlebih dahulu sebelum menuju altar pernikahan.  

"ya Hallo?' jawabku.

"apa benar ini dengan nomer telepon Im Yoona?" tanya dibalik seluler tersebut.

''ya aku sendiri." jawabku

"kami dari rumah sakit ingin memberitahu bahwa pemeriksaan tes urine tempo hari yang anda lakukan kami melakukan kekeliruan. Hasil pemeriksaan urinnenya untuk tes Hcg dalam urine anda negatif. Kemungkinan anda negatif hamil dan hasil analisa dokter anda hanya mengalami dyspersia. Mohon  maaf untuk kekeliruan yang dibuat oleh rumah sakit kami. Untuk memastikannnya anda dapat berkonsultasi kembali pada rumah sakit kami." terangnya yang membuatku diam seribu bahasa.

"nonna im.. Nonna im.. Apakah anda masih mendengarkan saya?" terangnya.

FLASHBACK END

jiyeon POV

Hari ini pernikahanku dengan yoona. Telah kukenakan taxedo hitam dengan balutan kemeja putih. aku sungguh percaya diri dengan diriku. Kalau ditanya apa yang aku rasa. Jelas aku gugup. Tapi entah mengapa asa sedikit perasaan bahagia. Bagaimana tidak? Aku akan menikah dan mungkin aku tak akan ada pernikahanku lagi setelah ini. Ya mana ada yang mau menikahiku sedangkan diriku aja tak jelas seperti ini. Hyomin. Mungkin dia kecewa kalau tahu aku seorang perempuan.

Aku menanti Yoona di altar pernikahan. Semua tamu undangan telah memenuhi aula hotel. Yoona tak kunjung muncul. Apa dia belum selesai merias diri? Pikirku saat itu. Aku tak hentinya mengecek jam tanganku karena keterlambatannya. Dan keterlambatannya berhasil membuatku gugup.

Pintu aula terbuka. Berhasil membuat mataku tertuju pada pintu masuk. Iringan musik mengiringi. God. Aku merasa melihat bidadari. Cantik. Riasan Yoona memang sederhana dan natural namun sungguh membuatnya istimewa. 

Dengan digandeng ayahnya, Yoona berjalan menuju altar. Aku tersenyum menyambut kedatangannya. Namun tiba-tiba Yoona menghentikan langkahnya. Wajahnya tampak ragu. Dia sedikit berbisik pada lelaki yang telah membesarkannya. 

Ayolah Yoona apa yg membuatmu meragu? Semua sudah sejauh ini, tak mungkin kita mengakhiri semuanya sekarang.

Entah insting dari mana membuat kakiku melangkah. Bergerak mendekati Yoona. Yoona tampak terkejut dengan kedatanganku. Calon ayahku tersenyum menyambut kedatanganku dan seakan mengerti kedatanganku untuk membawa putrinya ke altar pelaminan.

Aku berjalan beritingan bersama calon istriku. Entah mengapa ada rasa bangga memiliki istri secantik dan semenariknya. Apa yang aku pikirkan?

"Park hyojoon bersediakah kau menikahi Im Yoona dan menemaninya saat suka dan duka?" Ucap lelaki yang cukup tua namun tak kehilangan wibawanya.

"Ya aku bersedia!" Ucapku tegas tanpa keraguan bukan sebagai Hyojoon namun sebagai dirku Hyojoon. 

"im yoona apakah anda bersedia menerima park hyojoon dan menemaninya dalam suka dan duka?" Sekarang bapak itu memberikan pernyataan dan pertanyaan sama.

"Aku.. aku..." ucap yoona kikuk.

Mendengar suaranya yang penuh ketidakyakinan membuatku gugup. Entah mengapa aku berharap dia menjawab dengan tegas bahwa dia bersedia menemaniku sebagai park jiyeon. Ayolah yoona jawab ya.

Ada apa denganku? Apa yang salah denganku? Bukankah baru kemarin malam aku mengharapkan dia berkata tidak bersedia? Bukankah aku mengharapkan pernikahan ini tak pernah terjadi? Ada apa denganku?

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Silviss #1
Chapter 30: Woaaaah.. Cerita baguuus
Lanjuutttt
Izin baca, author-nim~
J_T-ara_M #2
Chapter 30: Kangen ama cerita ini!! Thanks sudah update lagi!
jjirong00
#3
Chapter 30: Wow. why so short author-ssi?? update lg dong... Yoona kemana aja??
agustini #4
Kapan update lagi ??
Pjyku1234 #5
Update soon please
Vitrieeyoong #6
Chapter 29: Baru nemu nih, keren.. lanjut Thor!!!
agustini #7
Update please
axlegian
#8
Chapter 28: please update soon
agustini #9
Update lagi dong
jjirong00
#10
Chapter 28: Author-ssiii !! Where are you? Please update your story...