Chapter 18

Irresistible

Hyeri menghela napas setelah melirik jam yang menggantung tepat diatas televisi.

 

Sudah jam 11 lebih 28 menit. Minho belum juga datang untuk menjemputnya. Padahal kemarin pria bermata bulat itu berjanji menjemputnya jam 11 untuk mengantarnya kontrol di rumah sakit dan melepaskan gips yg membebat tangan kirinya.

 

"Aish..." Hyeri meraih tasnya dan memutuskan untuk menunggu Minho di lobby apartemen. Supaya tidak mengulur waktu lebih lagi.

 

Hyeri duduk di sofa bewarna pastel yang ada di lobby. Ia menatap iba tangan kirinya yang di bebat oleh gips.

 

Bersyukur ia akan terbebas dari benda keras juga kaku yang membuatnya susah bergerak selama satu bulan lebih ini.

 

Hyeri mengedarkan pandangan di sekitar lobby apartemen. Tidak begitu ramai. Ia mengangguk-anggukan kepala saat mendengar lagu favoritenya mengalun.

 

Hyeri menyipitkan matanya saat melihat sosok pria berdiri di pelataran apartemen. Walaupun posisi pria itu memunggunginya, ia tahu benar siapa pria itu. Dari punggungnya sangat mudah di kenali bahwa ia adalah Minho.

 

"Bodohnya Choi Minho.." Gerutu Hyeri. Ia segera beranjak dan berniat menghampiri Minho. Namun, ia menghentikan langkahnya saat mengetahui ada sosok lain di balik tubuh tinggi Minho.

 

'Go Aecha?' Hyeri membatin saat melihat sebagian tubuh seorang gadis yang terhalang tubuh Minho.

 

Ya. Itu pasti Go Aecha. Hyeri juga cukup mengenal postur tubuh Aecha yang hanya setinggi dagu Minho. Yah, sama dengan postur tubuhnya.

 

Hyeri semakin menyipitkan matanya. Melihat dengan pasti apa yang mereka lakukan.

 

Apa mereka sedang bertengkar?

 

Hyeri maju beberapa langkah untuk memastikan.

 

Aecha menangis?

 

Ya. Mereka pasti sedang bertengkar.

 

Hyeri keluar dari apartemen dan bersembunyi di balik dinding. Dari sini paling tidak dia bisa mendengar percakapan mereka. Bukan bermaksud untuk menguping. Ia hanya merasa penasaran. Ha!

 
 

"Go Aecha... kumohon, tenanglah. Kali ini aku berjanji. Setelah Hyeri sembuh, semua waktuku menjadi milikku." Ucap Minho. Terdengar putus asa?

 

Hyeri terperanjat saat mendengar namanya disebut di tengah pertengkaran mereka.

 

"Jangan pernah mengumbar janji lagi!" Jawab Aecha penuh dengan emosi.

 

"Kali ini aku tidak akan berbohong."

 

"Aku tidak akan percaya lagi jika itu menyangkut Hyeri! Aku yakin, bagaimanapun itu situasinya. Kau akan tetap mengutamakan Kim Hyeri."

 

Hyeri memekik. Ternyata dirinya adalah penyebab pertengkaran mereka. Astaga.

 

"Aku tidak mengutamakan! Hanya saja Hyeri yang lebih membutuhkan. Kau tidak lihat betapa susahnya dia menjalani aktivitas dengan keadaan tangan yang seperti itu. Kau tidak kasihan dengannya?!"

 

"Percuma kita bicara. Kau akan tetap membela Kim Hyeri-mu itu!" Aecha berteriak cukup keras.

 

"Go Aecha!"

 

"Sebenarnya siapa kekasihmu itu?! Aku atau Kim Hyeri?! Oh! Atau jangan-jangan kalian menyembunyikan hubungan kalian di belakangku?! Kalian diam-diam berkencan?!"

 

Tubuh Hyeri bergetar dan melemah. Bagaimana bisa ia menjadi alasan mereka bertengkar seperti ini. Ia tidak pernah mengira hal seperti ini akan terjadi.

 

"Go Aecha!!" Teriakan Minho mampu membuat bulu kuduk Hyeri meremang.

 

Ini tidak bisa dibiarkan. Hyeri merasa sangatlah bersalah. Karena dirinya hubungan Aecha dan Minho jadi seperti ini.

 

Hyeri hendak menghampiri mereka saat Aecha melangkah masuk ke dalam apartemen. Hyeri sedikit terkejut, mereka saling menatap satu sama lain. Aecha menatap Hyeri dengan sengit, membuat nyali Hyeri menciut. Kaki Hyeri bergetar, tangannya yang dibebat gips merasakan ngilu.

 

Untuk pertama kali ia merasakan menjadi penghancur hubungan orang.

 

Hyeri menunduk sampai Aecha masuk. Tidak ada lagi nyali untuk menatap Aecha.

 
 

Hyeri melangkah keluar dari persembunyiannya untuk mendekati Minho setelah Aecha masuk.

 

"Hye?! Sejak kapan kau ada disitu?" Tanya Minho, ia terkejut melihat Hyeri yang keluar dari balik dinding.

 

"A- aku bisa ke rumah sakit sendiri. Lebih baik kau menyusul Aecha. Maafkan aku karena membuat kalian bertengkar seperti ini. Aku tidak bermaksud." Suara Hyeri terdengar bergetar.

 

Setelah itu, Hyeri segera melangkah meninggalkan Minho. Ia berjalan dengan cepat.

 

"Kim Hyeri!" Panggil Minho. Namun belum sempat ia mengejar, Hyeri sudah lebih dulu pergi menggunakan taksi.

 

"Aish..."

 
 
 

Hyeri baru saja selesai melakukan kontrol sekaligus melepaskan gipsnya. Tangannya sudah lebih baik, namun ia masih merasakan kaku dan sedikit ngilu. Sehingga dokter membebatnya dengan perban yang elastis.

 

Dokter mengatakan bahwa butuh beberapa hari lagi untuk benar-benar pulih. Namun, Hyeri sudah bisa kembali menggunakan tangan kirinya untuk beraktivitas.

 

Baguslah.

 

Hyeri duduk di bangku ruang tunggu rumah sakit. Ia hanya ingin duduk. Itu saja.

 

"Sebenarnya siapa kekasihmu itu?! Aku atau Kim Hyeri?! Oh! Atau jangan-jangan kalian menyembunyikan hubungan kalian di belakangku?! Kalian diam-diam berkencan?!"

 

Ucapan Aecha kembali terngiang-ngiang di dalam pikirannya.

 

Hyeri menghela napas panjang.

 

'Bagaimana bisa Aecha berpikiran seperti itu terhadapku?' Hyeri membatin sedih.

 

Ia menundukkan kepalanya.

 

Ia telah merusak hubungan sahabat baiknya sendiri.

 

Bahkan Minho tidak menyusulnya. Itu berarti Minho benar-benar mengejar Aecha.

 

Tiba-tiba sesuatu terbesit. Bukankah ia juga perusak hubungan antara Lee Jinki dengan kekasihnya?

 

Dada Hyeri merasakan tusukan bertubi-tubi. Ia menangis tiba-tiba. Teringat pria bernama Lee Jinki itu. Ia tidak ingin munafik. Ia merindukannya. Sangat.

 

Hyeri menangis terisak-isak. Merasakan rindu bercampur dengan sakit hati.

 

"Ahh..." Hyeri menyeka air matanya sendiri.

 

Sekarang ia tersadar, bahwa selama ini ia sangat bergantung pada Minho juga Onew. Apapun itu, Minho selalu ada untuknya. Di saat susah atau di saat ia senang. Begitu pula dengan Onew yang sudah menemaninya beberapa bulan ini.

 

Dan sekarang perasaan sepi menjalari tubuhnya. Awal mula musim panas yang buruk.

 
 
 

"Kim Hyeri." Hyeri mendengar namanya disebut, ia menoleh.

 

Choi Minho.

 

"Oh. Kau. Kenapa kau disini?" Hyeri yang hendak keluar untuk pulang menjadi mengurungkan niatnya dan menghampiri Minho.

 

"Kau menangis?" Tanya Minho sedikit terkejut.

 

"Ya. Menahan sakit." Hyeri menunjukkan tangan kirinya yang sekarang dibebat dengan perban elastis bukan lagi gips. Yap, sedikit berbohong.

 

"Tidak biasanya kau menangis karena menahan sakit. Apa sesuatu terjadi?" Tanya Minho.

 

Hyeri mengabaikan pertanyaan Minho dan kembali berjalan keluar dari rumah sakit. Minho mengikutinya.

 

"Apa kau sudah berbaikan dengan Aecha?" Tanya Hyeri.

 

"Belum." Minho menggeleng.

 

"Kenapa?" Hyeri sedikit menunduk untuk menutupi rasa sedihnya.

 

"Aku memberikan waktu untuk Aecha supaya menenangkan diri." Jawab Minho.

 

"Kau harus menemaninya. Pergilah. Kau tidak seharusnya bersamaku." Hyeri berhenti melangkah dan menatap Minho.

 

"Aku harusnya menemanimu."

 

"Aku tidak mau. Aku sedang ingin sendiri."

 

"Hyeri-ah..." Minho menatap Hyeri iba.

 

"Ah, ya. Maafkan aku karena membuat kau bertengkar dengan Aecha. Kau bodoh. Tidak seharusnya kau lebih mementingkan diriku. Kau bodoh karena sudah menempatkanku di situasi seperti ini." Hyeri tidak bisa lagi menyembunyikan suaranya yang bergetar.

 

"Tidak... bukan seperti itu." Minho menjawab singkat dan mulai merasa bersalah.

 

"Pergilah. Jangan mendekatiku sebelum kau berbaikan dengan Aecha." Hyeri kembali melanjutkan langkahnya untuk pulang.

 

"Baiklah, baiklah. Tapi biarkan aku mengantarmu pulang." Minho menarik tangan kanan Hyeri.

 

Hyeri mendesah. Ia sudah terlanjur menangis. Ia menghentikan langkahnya dan menunduk. Tidak memberi Minho jawaban.

 

Minho berdiri di hadapan Hyeri. Ia tahu Hyeri menangis. Terkadang Hyeri bisa menjadi sangat sensitif disaat-saat seperti ini. Disaat banyak masalah berkecamuk di dalam pikirannya.

 

"Ayo..." Minho menarik tangan Hyeri dengan pelan dan membawanya ke mobil.

 
 
 

"Kenapa semua menjadi seperti ini?" Hyeri terisak di dalam mobil.

 

"Berhentilah menangis." Minho menatap Hyeri khawatir.

 

"Maafkan aku, Minho-ya. Aku banyak sekali menyusahkanmu. Kalau dari awal aku mendengarkan ucapanmu, aku tidak akan seperti ini." Isakan Hyeri semakin keras.

 

"Sudahlah. Semua sudah terjadi. Kau akan memperbaikinya sedikit demi sedikit. Jangan pikirkan hubunganku dengan Aecha. Aku yang akan menanganinya." Minho mengusap pundak Hyeri penuh simpati.

 

Hyeri tidak menanggapi ucapan Minho dan hanya terus menangis. Ini akan lebih sulit dari yang dibayangkan.

 

Disaat seperti ini ia lebih merindukan Onew. Apa kabar pria itu?

 

Hhh... tapi dia sudah memiliki kekasih. Dia tidak seharusnya mengharapkan kekasih wanita lain. Onew sudah menyakiti dirinya. Hyeri menangis semakin keras.

 
 
 

"Tenangkan dirimu." Minho menyodorkan satu cup es krim kepada Hyeri.

 

Saat di jalan, Minho memutuskan untuk berhenti di mini market dan membelikan es krim untuk Hyeri.

 

"Hhh..." Hyeri meraih es krim itu dengan lemah. Membukanya dan makan dengan perlahan. Tidak selahap biasanya.

 

Minho menatap Hyeri putus asa. Disaat-saat seperti ini ia ingin selalu menemani Hyeri. Tapi ia harus mengurus Aecha juga. Minho dilema.

 
 

Ponsel Minho berdering memecah keheningan di dalam mobil.

 

"Eomma?" Minho menatap layar ponselnya kemudian memberi isyarat pada Hyeri supaya menunggunya. Minho keluar dari mobil untuk mengangkat telefon dari ibunya. Sedangkan Hyeri hanya mengangguk mengiyakan.

 
 

Sekitar lima menit kemudian, Minho kembali ke dalam mobil.

 

"Hye..."

 

"Uh?"

 

"Aku harus pulang ke rumah sebentar. Ibu ingin membicarakan sesuatu. Aku tidak bisa mengantarmu pulang." Ucap Minho bingung.

 

"Maksudmu kau ingin menurunkanku disini? Kenapa aku tidak ikut saja?" Hyeri mengerucutkan bibirnya.

 

Minho tidak hanya terlihat bingung. Namun panik.

 

"Aku sudah lama tidak bertemu dengan ibumu." Ucap Hyeri.

 

Minho mengetuk-ngetukkan jarinya di setir mobil. Ia takut jika Hyeri akan bertemu dengan Jinki disana.

 

"Hyung-mu sudah pergi. Dia tidak ada di rumah. Hari ini dia berangkat ke Macau."

 

Minho teringat ucapan ibunya.

 

"Baiklah..."

 

Hyeri tersenyum kecil dan Minho mulai melajukan mobil membelah kota Seoul.

 
 

"Apa ayahmu ada di rumah juga?" Hyeri bertanya dengan sangat berhati-hati.

 

Hyeri tau jika ayah ibu Minho bercerai  dan setahun setelah perceraiannya, ibu Minho menikah lagi. Namun, sampai saat ini Minho tak pernah mengenalkan Hyeri dengan ayah tirinya.

 

Namun Hyeri tahu jika Minho tidak menyukai ayah tirinya, itulah yang membuat Minho memilih tinggal di apartemen sendiri daripada tinggal dengan ibu dan ayah tirinya. Minho pun selalu menghindari topik pembicaraan ini jika sedang mengobrol dengan Hyeri. Selalu.

 
 

"Entah." Minho mengangkat bahunya.

 

Hyeri hanya mengangguk.

 

Hening.

 

Minho dan Hyeri berkutat dengan pikiran masing-masing.

 

Dan keheningan berlangsung hingga mereka sampai di rumah Minho.

 

"Ayo..." Ucap Minho singkat sebelum keluar dari mobil dan masuk ke pelataran rumah yang cukup besar.

 

Hyeri hanya membuntuti Minho dengan kikuk. Karena ini kali pertama ia pergi ke rumah ayah tiri Minho.

 

Sampai di teras rumah, mereka sudah di sambut oleh ibu Minho dan ayah tirinya.

 

"Kau datang, Minho-ya..." Ayah Minho tersenyum senang mendapati anak tirinya yang menurut kali ini.

 

"Ya..." Minho menjawab singkat sebelum memeluk ibu juga ayahnya.

 
 

"Bukankah ini Kim Hyeri?" Tanya ibu Minho yang melihat Hyeri berdiri kaku di belakang Minho. Ia menghampiri Hyeri dan memeluknya.

 

"Ah, kekasih Minho?" Tanya ayah Minho yang tidak mengerti apapun.

 

"Aa... ah, bukan. Aku teman baik Minho." Jawab Hyeri salah tingkah.

 

"Ya, dia hanya teman dekatku." Jelas Minho. Ayahnya hanya mengangguk mengerti.

 
 
 

"Ayahmu akan pergi ke Amerika selama dua minggu. Karena itu, ibu memintamu datang." Ucap Ibu Minho.

 

"Bahkan jika kau bisa, menginaplah selama ayah pergi. Temani ibumu." Kali ini ayah Minho yang bicara.

 

Minho tak dapat mengucapkan sepatah katapun. Ia tidak bisa bebas menolak seperti biasanya karena ada Hyeri. Dan ia hanya mengangguk lemah.

 
 

"Sebentar lagi kakakmu datang untuk mengantar ayah ke bandara. Sebaiknya kau ikut." Ucap ibu Minho.

 

Mata Minho melebar mendengar ucapan ibunya. Darahnya berdesir cepat setelah mendengar bahwa kakaknya akan datang. Minho panik.

 
 

Hyeri ikut melebarkan mata saat tahu jika Minho memiliki kakak. Seorang kakak tiri.

 

"Kau... kau memiliki kakak?" Hyeri bertanya dengan nada yang sangat lirih, ia menatap Minho bingung. Sedangkan Minho masih belum bisa menyembunyikan wajah paniknya. Ia mengabaikan pertanyaan Hyeri.

 
 

Hyeri merasa kesal karena Minho tidak pernah memberitahu dirinya jika ia memiliki seorang kakak.

 

"Ah, eomma appa. Mianhae... aku harus mengantar Hyeri pulang. Ia baru saja melepas gips di tangannya." Ucap Minho cepat-cepat. Ia ingin membawa pergi Hyeri sesegera mungkin sebelum Jinki datang.

 

"Ah, begitu?! Kenapa dengan tangannya?" Tanya ibu Minho.

 
 

"Ah! Jinki-ya, kau sudah datang?" Ayah Minho berteriak sebelum Hyeri sempat menjelaskan mengenai tangannya.

 

Semua menoleh menatap Jinki yang mematung di pintu gerbang. Ternyata ia sudah lebih dulu menyadari keberadaan Hyeri dan Minho.

 
 

Wajah Minho memucat.

 
 

"O- onew oppa?!" Hyeri menoleh dan ia sangatlah terkejut saat mendapati pria yang sudah menyakitinya itu berdiri di pintu gerbang dan menatapnya dengan datar.

 

"Jadi, dia kakakmu?! Kakak tirimu?! Kalian bersaudara?!" Hyeri menatap Minho dan Onew bergantian.

 

Dua pria itu sama-sama mematung. Rahasia yang selama ini mereka jaga mati-matian akhirnya terkuak oleh mata kepala Hyeri sendiri. Mereka sama-sama tidak tahu harus berbuat apa kecuali melihat Hyeri yang akan segera meledak.

 

"Ba-bagaimana bisa kalian membohongiku?! Selama ini kalian menyembunyikan hal ini dariku?! Bagaimana bisa?!" Hyeri berteriak, air mata sudah menggenangi pelupuk matanya.

 
 

"Aku benar-benar tidak menyangka, kalian melakukan hal ini!" Hyeri menggigit bibirnya kuat-kuat, berusaha menahan air matanya supaya tidak tumpah.

 

Hyeri menatap Minho dengan tatapan penuh kekecewaan dan sakit hati sebelum melangkah pergi.

 

Sedangkan ayah dan ibu Minho hanya berdiri dengan bingung. Tidak memahami situasi di hadapan mereka.

 

Namun Hyeri berhenti melangkah tepat di sebelah Jinki. Ia juga menatap Jinki dengan tatapan kecewa dan sakit hati.

 

"Aku sangat membencimu." Ucap Hyeri pelan namun penuh penekanan. Kemudian ia pergi.

 

"Kim Hyeri!" Onew dan Minho sama-sama berteriak dan nyaris berlari menyusul Hyeri. Namun, Hyeri terlanjur masuk ke dalam taksi dan melesat meninggalkan rumah mereka.

 
 

Tamatlah riwayat mereka.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
SS213MH #1
Chapter 20: Waah onew minho mulai baikan !!
am waiting for next chapter ^^
aigotissa
#2
Chapter 14: winter sea..... exo showtime ._____.
aigotissa
#3
Chapter 11: BOOM! Lee Jinki is pe-ka (?) -_-
perang bharatayuda segera berkobar nampaknya :/
aigotissa
#4
Chapter 8: next chapter juga, jagi
kimsun217 #5
Chapter 8: Next chapter jagi,,
itu onew sma hyeri gmana kabarnya??? Kkkk
kimsun217 #6
Chapter 6: i need sequelllll
u,u
kimsun217 #7
Chapter 3: lah lah lah
sebenarnya mreka kenapa toh -_-
kimsun217 #8
Chapter 1: onew sunbae orangnya baik kan,,
ia kan,
aigotissa
#9
Chapter 5: ini… mulai gila.
#mati
aigotissa
#10
Chapter 4: ini hyeri sama onew pacaran emang? kok… onew… nakutin… -.-
wakaka aku ngakak, aecha insecure xD cubit aja itu minho, jelalatan matanya.