Love Letter 3

Multi Shot Collection
Please Subscribe to read the full chapter

A/N : Multiple update! Kindly check the previous chapter (Love Letter 2)

Pada hakikatnya setiap manusia menginginkan hubungan percintaan yang abadi. Diawali dari pendekatan dalam lingkup pertemanan, lalu mengarah pada hubungan yang lebih spesial menjadi sepasang kekasih. Seiring berjalannya waktu pendewasaan, dua jiwa saling melengkapi dalam ikatan suci pernikahan, hingga akhirnya perjalanan cinta mereka berhenti di penghujung usia.

Faktanya, tidak semua kisah berakhir bahagia. Ada yang ditolak sejak awal. Ada pula yang putus di tengah jalan dan membuang muka seolah mereka adalah dua orang asing yang tidak saling mengenal. Sebagian bercerai setelah menikah, mungkin karena merasa bosan dengan pasangan hidup yang sama sehingga berdampak pada perselingkuhan atau mungkin karena memiliki ketidakcocokan dengan tujuan hidup yang berbeda. Dan bagi mereka yang beruntung, kedamaian akan bersemayam dalam kalbu hingga maut memisahkan.

Patah hati bukan hal yang diinginkan tetapi kehadirannya tidak dapat dielakkan. Termasuk dalam kehidupan Kwon Yuri yang malang. Dua minggu menjelang perayaan 100 hari berpacaran, Jessica memutuskan hubungan secara sepihak. Tidak ada alasan yang jelas, hanya sebuah permintaan maaf.

Apa yang terjadi dengan hati yang terluka?

Kekecewaan.

Kesedihan.

Kemarahan.

Penderitaan.

"Yuri, kamu baik-baik saja?" Yoona berbicara dengan nafas terengah-engah. Dia baru saja berlari dengan kecepatan penuh.

"Apa yang terjadi?" tidak sampai satu menit berlalu Taeyeon menyusul dari arah belakang.

Dan Hyoyeon adalah orang terakhir yang berteriak, "yah Kwon Yuri, mengapa kamu bisa ada di kantor polisi?"

"Aku menghubungi satu orang sebagai wali Tuan Kwon tapi kalian bertiga datang untuk tujuan yang sama?" tanya seorang anggota kepolisian yang bertugas.

"Aku meminta bantuan Hyoyeon untuk datang ke sini karena rumahnya yang terdekat tapi kamu malah datang paling lambat" cibir Yuri dengan mata setengah terbuka. Pengaruh alkohol membuatnya sulit menegakkan kepala.

"Aku sedang berada di luar rumah dan terjebak kemacetan total jadi aku menelepon Taeyeon untuk datang lebih dulu membantumu"

"Kami bertiga adalah teman Kwon Yuri. Bisa jelaskan apa yang terjadi di sini?" tanya Yoona kepada pria berseragam biru tua. Dia tampak enggan menceritakan kronologi bahwa dirinya sedang bersama Taeyeon malam itu sehingga secara tidak langsung Yoona mengetahui keberadaan Yuri di dalam kantor polisi.

"Korban di sini, Lee Kwangsoo, melaporkan Kwon Yuri yang telah melakukan tindak kekerasan terhadap dirinya" polisi menunjuk sepasang anak muda yang duduk berdekatan di seberang meja.

"Apa itu benar?" Taeyeon tidak percaya jika Yuri yang notabenenya paham tentang hukum negara justru melakukan pelanggaran.

"Hm.." kelopak mata Yuri terasa semakin berat.

"Kami sedang duduk di bangku pinggir jalan. Tiba-tiba dia menyerang dan memukul hidung kekasihku hingga berdarah" gadis itu menceritakan akar permasalahan.

"Dasar bodoh! Mengapa kamu memukul orang sembarangan!" Hyoyeon memukul tengkorak belakang Yuri cukup keras hingga menimbulkan suara nyaring.

"Aku tidak suka melihat orang lain bermesraan"

"Terserah mereka mau melakukan apa, itu bukan urusanmu" Hyoyeon merasa kesal dengan kebodohan temannya.

"Aku juga ingin seperti mereka, bergandengan tangan dan berpelukan di depan umum, tetapi aku dicampakkan"

Yoona menarik kursi kosong untuk duduk di samping korban, "ini adalah salah paham. Temanku dalam suasana hati yang kurang baik. Dia mengonsumsi banyak minum keras hingga mabuk seperti ini. Yuri pasti tidak sadar dengan apa yang dia lakukan dan aku meminta maaf akan hal itu. Aku bersedia membayar ganti rugi untuk seluruh biaya pengobatan"

"Kalian juga boleh datang ke klinik kecantikan dan melakukan perawatan secara cuma-cuma" tambah Yoona sembari menyodorkan kartu nama.

"Wah, kamu salah satu dokter di Wonjin klinik? Pantas saja wajahmu terlihat sangat cantik" mata gadis itu bersinar terang mengagumi kecantikan wajah Yoona.

"Ya, hubungi nomor telepon yang tertera untuk membuat janji"

"Aku harus memasukkannya dalam agenda minggu ini"

"Apa ini berarti kita baik-baik saja sekarang? Kalian akan mencabut laporannya?"

"Tentu saja"

***

Nada dering ponsel itu terus menerus bersuara, membangunkan tubuh kecil yang tertidur di balik selimut. Melalui celah mata yang sedikit terbuka, Jessica menekan tombol hijau pada layar.

"Halo" suaranya terdengar parau.

"Kamu sudah tidur?"

"Hm.."

"Syukurlah jika kamu bisa tidur. Aku tutup teleponnya"

"Tunggu" ucap Jessica dengan cepat, menahan sambungan telepon agar tidak terputus. Dia membaca nama penelepon pada layar ponsel yang menyala dan benar saja dugaannya, itu adalah suara Taeyeon.

"Taeyeon, kamu sedang bersama Yuri?" Jessica menumpuk satu bantal di atas bantal lainnya sebagai sandaran.

"Aku tidur di rumah Yuri malam ini"

"Dia.. baik-baik saja?" ucapnya ragu-ragu.

"Mau dengar jawaban jujur?"

Jessica menggigit bibir bawahnya, "ya"

"Yuri terlihat berantakan"

"Maaf.."

"Untuk apa?"

"Karena telah menyakiti perasaan temanmu. Hubungan kami tidak berjalan baik"

"Tidak perlu meminta maaf, tidak ada yang patut disalahkan. Suatu saat Yuri pasti menerima keputusan ini. Bagaimana denganmu?"

"Aku?" Jessica beranjak dari tempat tidur, mengambil segelas air mineral untuk membuatnya tetap terjaga.

"Hm, kamu baik-baik saja?"

"Jangan cemaskan aku. Kamu cukup memikirkan kondisi sahabatmu saja"

"Itu yang aku lakukan sekarang. Memeriksa dua sahabat. Satu telah tertidur di kamar dan satu sedang berbicara denganku di telepon. Apa perasaanmu juga terluka?" sejak pertama mengetahui hubungan percintaan temannya yang kandas, Taeyeon tidak dapat berhenti memikirkan gadis itu.

Jessica terdiam beberapa saat sebelum menjawab, "melihat Yuri memohon, itu menyakitkan. Aku tidak seharusnya menerima perasaannya yang tulus karena aku bukanlah orang yang pantas untuk dicintai"

"Jangan bicara demikian. Semua orang berhak untuk dicintai. Katakanlah Yuri datang mengetuk pintu hatimu pada waktu yang salah. Atau mungkin Tuhan sedang mengirimkan orang lain untuk mencintaimu di kemudian hari. Apa pun itu jangan menyalahkan dirimu atas keadaan yang tidak berjalan lurus"

"Kamu terdengar seperti orang yang pernah mengalami perceraian sebanyak tujuh kali berturut-turut tetapi terima kasih atas nasihatnya"

"Aku anggap itu pujian. Tidurlah. Aku akan memberikan vanilla latte untukmu esok hari" dia hendak memutuskan sambungan tetapi seseorang di seberang sana memanggilnya.

"Taeyeon"

"Ya?"

"Jangan melakukan kesalahan yang sama seperti yang Yuri perbuat" Jessica harus mengatakannya demi kebaikan bersama.

".........."

"Selamat malam"

"Sica.." suara lelaki itu terdengar sangat pelan.

"Hm?"

"Sekali pun itu nanti tidak berakhir bahagia, aku tidak menyesal dengan apa yang aku rasakan"

"............"

"Selamat malam"

***

"Kamu sudah bangun"

"Apa yang kamu lakukan di sini?" Yuri memegang kepalanya yang terasa pusing.

"Duduklah. Aku sedang memasak kongnamul guk, sebentar lagi akan siap" Yoona mengaduk sup pereda pengar yang berbahan dasar taoge.

"Hati-hati memakannya. Ini sangat panas. Jika sakit kepalamu tidak kunjung reda, aku menyiapkan obat untuk diminum" Yoona meletakkan semangkuk sup yang sudah dicampur nasi di dalamnya. Dia juga menambah kimchi dan rumput laut di tempat terpisah sebagai menu pelengkap.

"Terima kasih. Aku pasti benar-benar mabuk berat sampai kamu tidur di rumahku" Yuri merasakan kehangatan pada suapan pertama.

"Kamu tidak ingat kejadian semalam?"

"Tidak"

"Bukan aku yang menemanimu tapi Taeyeon. Aku baru tiba pagi ini sebelum dia berangkat kerja"

"Taeyeon tidak mungkin bermalam di sini jika aku tidak membuat kekacauan. Apa itu buruk?"

"Sangat buruk"

"Hah, pantas saja kepalaku rasanya seperti mau meledak. Apa yang terjadi?"

"Kamu dilaporkan ke kantor polisi karena memukul seseorang"

"Benarkah?" matanya terbelalak dengan mulut terbuka lebar.

"Untungnya korban mau berdamai dan mencabut laporan"

"Terima kasih, aku berhutang banyak kepada kalian. Bagaimana kalau aku traktir makan selama sebulan?"

"Tidak, aku menginginkan hal lain"

"Sebutkan apa yang kamu mau?"

"Berjanjilah kamu tidak akan berbuat hal bodoh lagi karena patah hati" Yoona mengulurkan jari kelingking.

"Kita bukan anak berusia lima tahun"

"Aku tidak peduli"

Yuri menautkan jari kelingkingnya, "baiklah aku berjanji"

"Kamu masih memikirkan Jessica?"

Pada tingkat kemarahan yang berbeda.

Atau mungkin sedikit kebencian.

Lelaki itu menjawab, "dia tidak penting"

 

Bila ada yang mengatakan bahwa pria dan wanita dapat bersahabat tanpa melibatkan perasaan, itu omong kosong. Katakan bagaimana Yoona bisa menahan perasaannya setiap kali lelaki itu mengeluarkan kata-kata yang mengocok isi perut. Bahkan ketika dua temannya tidak mengerti dengan kisah konyol yang Yuri ceritakan, Yoona menjadi satu-satunya orang yang tertawa lepas.

Itu bermula saat Yoona terpilih menjadi anggota pemandu sorak di sekolah menengah atas, sementara Yuri menjadi anggota dari tim bola basket. Kebiasaan Yoona melihat lelaki itu dalam pertandingan olah raga menumbuhkan perasaan yang berbeda. Cara Yuri berlari, melompat dan mencetak angka, semua terlihat luar biasa. Memangnya apa yang dipahami oleh gadis berusia tujuh belas tahun?

Cinta? Hah, menggelikan.

Seiring roda kehidupan yang terus berputar, tidak ada manusia yang mampu menebak masa depan. Ujian terberat dalam persahabatan adalah tentang upaya menjaga perasaan.

Jatuh cinta, itu kecelakaan.

Mencintai? Itu pilihan.

"Apa itu benar?" Yuri menurunkan kecepatan larinya secara bertahap.

"Tentang apa?" Yoona yang berlari dengan kecepatan stabil memimpin beberapa langkah di depan.

"Perkataan Hyoyeon semalam" perbincangan terakhir mereka terus terngiang di kepala.

".........."

Tidak ada kata yang terucap, hanya deru nafas yang memburu seiring langkah kaki yang bergerak semakin cepat. Diam bukan berarti menghindar. Diam adalah jawaban nyata, bentuk lain dari pembenaran.

"Yah, tunggu aku. Pelan-pelan saja larinya" Yuri menyusul dengan kecepatan penuh.

"Perjodohan.. yang benar saja.. bicaralah.. dengan ayahmu.. aku tidak mengerti.. mengapa ayahmu.. memiliki.. jalan pikiran yang kolot" kalimatnya terdengar berantakan dengan nafas yang terputus-putus.

"Sejujurnya aku pikir itu bukan hal yang buruk" Yoona membuat lompatan besar pada langkah terakhir sebelum mengakhiri sesi olahraga di akhir pekan.

"Apa? Wah, sudah gila anak ini. Kamu akan menerima perjodohan kalian begitu saja? Sadarlah, kita hidup di masa yang berbeda"

"Sejak dulu aku terlalu fokus dengan pendidikan. Kemudian sibuk bekerja menghasilkan uang sehingga tidak mempunyai waktu untuk berkencan. Lagi pula ayahku tidak sekejam itu. Kami diberikan waktu untuk saling mengenal lebih dulu"

"Bagaimana jika lelaki itu berpura-pura baik di awal agar bisa menikah dengan kamu? Lalu dia akan menunjukkan sifat aslinya yang buruk setelah kalian berumah tangga"

"Mudah saja, kamu akan menangani kasus perceraianku" jawabnya disertai suara tawa.

"Dasar gadis bodoh. Ajak aku jika bertemu dengannya"

"Kenapa?"

"Aku harus pastikan dia adalah pria yang tepat"

Patah hati itu menyakitkan akan tetapi Yuri memiliki satu pendengar setia di setiap kisah percintaan yang tragis, dengan sekaleng bir dingin di malam hari atau semangkuk sup hangat di pagi hari. Seperti saat terakhir kali Jessica menghancurkan perasaannya, Yoona menawarkan sepasang telinga dan bahu untuk bersandar.

Bayangan Yoona akan segera mengakhiri masa lajang terpampang nyata dalam benak Kwon Yuri.

Dia seharusnya senang bukan?

Itu kabar bahagia.

Namun mengapa Yuri merasa tidak tenang?

Dia merasa gelisah.

***

"Kamu datang untuk bertemu Jessica?" seorang wanita bertubuh mungil berjalan melewati pintu kaca yang terbuka otomatis.

"Aku sudah meneleponnya dua kali tapi tidak dijawab. Apa Jessica masih di dalam?"

"Mungkin dia tidak mendengar panggilan teleponmu. Jessica kewalahan menghadapi para buaya di atas sana. Salah satu dari mereka cukup gigih untuk memaksa Jessica menerima kado pemberiannya tapi tentu saja Sooyoung tidak akan tinggal diam. Mulutnya yang tajam sangat dapat diandalkan"

"Ah, aku mengerti" secara naluri Taeyeon menyembunyikan bingkisan ke belakang punggung.

"Hei, tidak perlu malu-malu. Aku tahu kedekatan kalian berdua. Jessica sering bercerita tentangmu"

"Aku harap dia menceritakan hal-hal yang baik" ucapnya tersenyum simpul.

"Kami mengadakan acara makan-makan untuk merayakan ulang tahun Jessica. Kamu mau ikut?"

"Banyak orang?"

"Lima orang"

Taeyeon ragu-ragu untuk menerima tawaran tersebut. Dia tidak mengenal teman Jessica selain Sooyoung dan Sunny. Kemungkinan adanya dua orang rekan kerja Jessica yang tidak dikenal membuatnya merasa tidak nyaman. Begitulah perasaan dari seseorang yang memiliki karakter suka menyendiri.

"Jangan pikirkan dua orang lainnya. Mereka hanya lelaki berandal yang gemar bergosip" Sunny kembali berbicara seolah dapat membaca jalan pikiran Taeyeon yang rumit.

"Aku tidak tahu bagaimana pendapat Jessica, maksudku acara ini miliknya" Taeyeon menolak ajakan gadis itu dengan sopan.

"Jessica, cepatlah kemari. Seseorang sedang menunggumu" Sunny berteriak memanggil wanita berambut pirang yang berjalan dengan santai menuju pintu keluar.

"Hai, apa ini kejutan?" Jessica tidak menyangka melihat Taeyeon berdiri di sana setelah jam kerja usai. Terakhir kali mereka bertemu pada waktu pagi hari dengan ditemani segelas minuman hangat, lelaki itu tidak mengatakan apa pun mengenai janji temu di sore hari.

"Ayo cepat, aku sudah memesan tempat untuk makan dan minum sepuasnya" belum sempat Taeyeon membuka mulut, Sooyoung yang baru saja datang langsung mendorong mereka semua untuk berjalan.

"Taeyeon, bawa mobilku. Kami akan berada di depan untuk memandu jalan" Sooyoung merogoh isi dalam tas dan menyerahkan kunci mobil.

"Kenapa kamu tidak duduk di dalam mobilmu sendiri?" tanya Jessica merasakan kejanggalan dari sikap temannya.

"Aku, Sunny dan Minho duduk di mobil Heechul. Sedangkan kamu dan Taeyeon bisa menggunakan mobilku"

"Biarkan Heechul dan Minho pergi berdua. Kita berempat bisa duduk di mobil yang sama seperti biasa"

Sooyoung menarik lengan Jessica agar sedikit menjauh kemudian dia berbisik, "apa kamu merasa gugup jika duduk berdua di dalam mobil bersama Taeyeon? Mungkin jantung berdegup kencang atau berkeringat dingin?"

"Omong kosong" bola matanya berputar menanggapi ucapan bodoh yang tidak masuk akal.

"Lantas apa yang kamu takutkan. Duduk saja dengan tenang. Kelak kamu akan berterima kasih kepada ku"

"Apa maksudmu?"

"Duh, banyak tanya. Ayo lekas pergi"

Jessica memasuki mobil dengan kekalahan mutlak. Meski dia memiliki sifat keras kepala sejak lahir akan tetapi berdebat dengan sahabatnya adalah sesuatu hal yang sulit dimenangkan. Sooyoung dikenal sebagai negosiator bukan tanpa alasan.

"Maaf" ucap Taeyeon dengan pandangan lurus mengikuti mobil berwarna hitam yang berjarak 50 meter di depan.

"Kenapa meminta maaf?"

"Aku tidak seharusnya ikut bergabung. Ini adalah acara khusus untuk kalian"

"Kamu pikir aku akan membiarkan kamu pergi begitu saja setelah datang ke kantorku? Tentu saja kamu harus ikut bersenang-senang bersama kami"

"Hari ini adalah perayaan ulang tahunmu. Selamat usiamu telah bertambah satu tahun" Taeyeon melepas setir selama tiga detik untuk bertepuk tangan.

"Berikan doa yang baik untuk ku"

"Hm.. semoga panjang umur"

"Itu membosankan" Jessica menutup mulutnya yang tertawa lebar.

"Aku sungguh berdoa agar Tuhan selalu memberikan kesehatan, perlindungan dan keselamatan kepada dirimu"

"Kau tahu, ucapanmu sama seperti yang dikatakan oleh keluargaku" Jessica menopang kepalanya dengan satu tangan di jendela samping.

Kecepatan mobil mereka berangsur-angsur menurun hingga berhenti total di persimpangan jalan. Orang-orang bergerak cepat menyeberangi jalan utama sesuai petunjuk lampu lalu lintas yang berwarna hijau untuk pejalan kaki.

"Hadiah untukmu" Taeyeon memberi isyarat dengan melirik ke arah belakang.

"Benarkah?" tangannya yang pendek berusaha menjangkau paper bag yang ada di kursi penumpang.

"Boleh aku buka?"

"Tidak, jangan buka sekarang"

"Kenapaaaa?" Jessica merengek seperti anak kecil yang tidak dibelikan mainan. Sikap manja yang hanya diperlihatkan kepada teman dekat.

"Kamu bisa membukanya nanti di rumah"

"Tapi aku penasaran" Jessica mencoba mengintip hadiah di dalam bungkus kertas tetapi telapak tangan yang lebih besar meraih tangan kirinya.

"Tidak boleh" Taeyeon mengunci kelima jari gadis itu dalam genggaman tangan.

"Tae-"

"Kita sudah sampai. Ayo turun"

"Kenapa kamu murung?" Sooyoung melihat kepala Jessica yang tertunduk lesu saat keluar dari mobil.

"Taeyeon tidak mengizinkan aku membuka hadiah darinya" garis bibirnya melengkung ke bawah.

"Kamu bisa membukanya saat tiba rumah. Lagi pula itu hanya kado biasa"

"Menyebalkan" Jessica mencubit lengan Taeyeon hanya untuk ditarik lebih dekat pada detik selanjutnya. Mereka jalan berdampingan meninggal empat pasang mata dengan kilatan tajam.

"Aku tidak salah mendengar bukan? Jessica menerima hadiah dari lelaki itu?" Heechul tidak dapat menahan bibirnya yang gatal.

"Dulu Jessica bahkan tidak mau menerima hadiah dari kita berdua" Minho yang merupakan sepupu dari Choi Sooyoung ikut bersuara.

Please Subscribe to read the full chapter

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
HYOTAE2018 #1
Chapter 33: Muchas gracias.
Esperando el siguiente capítulo, autor.
Gracias.
onesleven
#2
Chapter 32: Agak membingungkan, jadi sebenarnya TaengSic kenal duluan sebelum TaeNy ketemu? Terus kok bisa punya anak bareng? Update dong biar gak penasaran
Abangprims
#3
Chapter 31: jdi karina anakny taeyeon?. kok sampe taeyeon gak tau?.
onesleven
#4
Chapter 30: Wah tambah seru, sayang banget kalo update nya emang setahun sekali 😆
Semoga author dapat inspirasi terus buat update amin
onesleven
#5
Chapter 29: Asiiik, update baru, ditunggu kelanjutannya, kayaknya seru nih 😁
dinoy15 #6
Chapter 24: Udah baca di Wattpad ditunggu updatenyaaa..
royalyulsic #7
Chapter 1: Eng version???
Abangprims
#8
Chapter 22: aku menunggu kelanjutannya..
Abangprims
#9
Chapter 19: omo winter 🤣🤣🤣
Abangprims
#10
Chapter 18: aku msh setia menunggu..