Love Letter 1

Multi Shot Collection
Please Subscribe to read the full chapter

Kardus-kardus besar berserakan di setiap sudut ruangan. Sudah dua minggu Taeyeon menempati rumah barunya tetapi hunian tersebut masih berantakan. Beruntung dia sudah merapikan satu ruang utama yang digunakan sebagai kamar tidur. Kasur dengan motif kotak-kotak siap menyambut tubuhnya yang lelah. Seharusnya dia tidak menolak tawaran sepupunya, Kim Hyoyeon yang mau berbaik hati meluangkan waktu untuk membantu membereskan barang-barang. Namun sayang mulut cerobohnya berkhianat, dia terlalu percaya diri untuk membersihkan rumah yang seperti kapal pecah dengan kedua tangannya sendiri.

“Ini kardus yang terakhir. Silakan diperiksa kembali. Jika sudah lengkap Anda bisa tanda tangan di sini” kurir yang bertugas dalam pengiriman barang menyerahkan formulir tanda terima.

“Terima kasih” Taeyeon mengembalikan kertas yang sudah ditandatangani.

Pekerjaan baru.

Lingkungan baru.

Suasana baru.

Dia menarik nafas panjang. Bersosialisasi dengan orang-orang baru tidak semudah membalikkan telapak tangan. Dia benci mendengar percakapan basa basi yang membosankan. Itu sebabnya Taeyeon hanya memiliki segelintir orang sebagai teman dekat.

“Halo” seseorang menjawab sambungan telepon.

“Hei, kau ada waktu Sabtu ini?” Taeyeon memijat belakang lehernya yang kaku.

“Aku ada janji dengan ibuku. Seperti biasa, wanita sibuk menghabiskan uang untuk berbelanja di akhir pekan. Kenapa?”

“Tawaranmu tempo hari masih berlaku?”

“Nah kan, sudah aku bilang kamu pasti membutuhkan lebih dari dua tangan. Aku akan mengajak Yuri dan Yoona untuk membantu. Bagaimana kalau hari Minggu?”

“Okay, kita berkumpul di hari Minggu. Semalam orang tuaku datang berkunjung. Ibu meninggalkan banyak makanan untuk persediaan di dalam lemari pendingin. Katanya itu untuk persediaan selama satu pekan tapi kamu tahu sendiri kan seperti apa kebiasaan ibuku”

“Hahaha aku bisa bayangkan isi kulkas yang penuh. Aku yakin itu cukup untuk satu bulan”

“Jika tiba-tiba mereka datang berkunjung lagi minggu depan dan melihat masih ada makanan yang tersisa maka tamatlah riwayatku. Astaga, rasanya perutku mau meledak” dia terkekeh.

“Tenang saja. Yoona akan menjadi penyelamat. Oh maaf bos memanggil, aku harus menutup teleponnya sekarang”

“Baiklah kalau begitu sampai bertemu tiga hari lagi. Terima kasih Hyo” Taeyeon memutuskan sambungan telepon kemudian menjatuhkan tubuhnya di atas kasur. Kardus itu bisa menunggu beberapa jam ke depan untuk disingkirkan tetapi tidak dengan rasa kantuk yang menggantung di kelopak mata.

***

Suara alarm yang terus menerus berdering membuyarkan mimpi indah lelaki itu. Dengan mata terpejam tangannya bergerak ke sana kemari mencari ponsel yang tergeletak entah di mana. Berhasil mendapatkan apa yang dicari, Taeyeon menekan tombol volume, menghentikan bunyi berisik untuk sesaat. Namun sayang, ketenangan itu hanya berlangsung 10 menit.

Taeyeon mendengus kesal mendengar bunyi alarm yang sama untuk kali kedua. Perlahan dia merenggangkan otot tangan dan kaki, membebaskan setiap persendian tulang dari rasa lelah. Dia bukan orang rajin yang bangun di pagi buta, akan tetapi aturan perusahaan yang menetapkan jam masuk kerja membuat dirinya tidak berkutik. Mengapa waktu berlalu sangat cepat ketika tidur terlelap. Itu tidak adil.

Waktu yang tersisa tidak banyak. Taeyeon berlari menuju pintu pagar dengan kecepatan kilat. Datang terlambat di bulan pertama bekerja? Oh tidak, itu sebuah bencana yang akan menjadi pembicaraan hangat dari mulut ke mulut. Dia melirik arloji di pergelangan tangan, masih ada 45 menit sebelum nasib buruk benar-benar menjadi kenyataan.

“Huh?” baru satu langkah berjalan, sesuatu menarik perhatiannya.

Tempat tinggalnya terbilang cukup unik. Gaya arsitektur semi modern dengan beberapa bagian yang mempertahankan struktur bangunan kuno. Salah satu peninggalannya adalah kotak surat yang berada di dekat gerbang masuk.

Awalnya dia mengira bahwa itu hanya kotak kosong yang tidak digunakan selama jangka waktu tertentu. Pengembang properti menginformasikan bahwa rumah sudah lama tidak berpenghuni, lebih dari satu tahun. Dan apa yang ditemukan di dalam kotak surat cukup mengejutkan.

Lebih dari sepuluh surat dikirimkan oleh orang yang sama, Jessica Jung.

***

Kesepuluh jari melompat ke sana kemari mengikuti deretan huruf dan angka yang tersusun rapi pada keyboard hitam di atas meja. Sesekali telapak tangan kanannya bergeser ke samping mengarahkan kursor untuk memilih menu perintah yang ditampilkan pada layar monitor. Sebagai pegawai yang baru bekerja selama satu minggu di kantor Taeyeon sudah mendapatkan banyak tugas untuk menghitung rencana anggaran biaya dalam sebuah proyek pembangunan berskala besar. Pekerjaan yang terkesan sepele mengingat dia adalah salah satu lulusan terbaik pada jurusan architectural engineering di Universitas Yonsei.

“Taeyeon” seorang lelaki berkaca mata tebal memanggil dari sudut ruangan. Partisi meja yang cukup tinggi menutupi sebagian wajahnya.

“Ya?” Taeyeon berjalan mendekat dengan perasaan cemas, khawatir jika dia ada melakukan kesalahan dalam pekerjaan.

“Tolong belikan aku sebungkus rokok dan kopi instan kaleng di mini market seberang jalan. Kalian ada yang mau kopi?” tanya Choi Seunghyun, kepala bagian dari departemen teknik. Dia mengambil beberapa lembar uang kertas dari dalam dompet.

Hampir semua orang yang berada di sana mengangkat tangan ke atas kecuali dua wanita yang duduk bersebelahan. Kim Seolhyun dan Seo Juhyun, dua orang perempuan di antara lautan pria. Perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi bangunan rata-rata didominasi oleh pekerja laki-laki, terlebih departemen teknik yang banyak menghabiskan waktu di lapangan. Namun demikian untuk urusan administrasi wanita dinilai lebih unggul.

“Taeyeon-ssi, biar aku saja yang berbelanja” Seolhyun terengah-engah mengejar langkah Taeyeon yang begitu cepat.

“Eh, tidak apa-apa. Aku juga butuh sedikit udara segar di luar”

“Biasanya untuk urusan berbelanja seperti ini Tuan Choi menyerahkannya kepadaku. Di pantry juga tersedia kopi kemasan sachet tapi bos kita selalu mengeluh tentang rasanya tidak sesuai selera. Dia orang yang pemilih” alih-alih kembali ke dalam gedung perusahaan, Seolhyun justru memilih berjalan bersama rekan kerjanya memasuki area perbelanjaan.

“Kopi jenis apa yang mereka suka?” Taeyeon nampak bingung melihat barisan minuman kaleng yang terpampang di atas rak besi.

“Pilih yang ini untuk mereka. Khusus untuk Tuan Choi diambil dari lemari penghangat” lima kaleng kopi instan berpindah ke dalam keranjang belanja.

“Tunggu, kamu belum mengambil milikmu”

“Ah itu.. aku tidak terlalu suka dengan rasa pahit” Taeyeon tertawa canggung, sedikit malu atas pengakuannya. Dia bertanya-tanya apa yang membuat kopi terasa nikmat? Karena rasanya yang pahit? Itu aneh.

“Kamu mau coba minuman ini?” Seolhyun mengangkat dua kaleng minuman berwarna merah muda. Satu miliknya dan yang lain untuk Seo Juhyun atau biasa dipanggil Seohyun.

“Ini sedang populer karena diiklankan oleh penyanyi Tiffany Hwang” tambahnya antusias.

“Hm ya, tambahkan satu untukku”

“Mau keripik singkong atau kentang?” tanya gadis itu.

“Tuan Choi hanya meminta kopi”

“Tenang saja, aku yang traktir. Selain minuman kita juga perlu camilan. Kamu tidak berpikir pulang cepat kan?” pada akhirnya Seolhyun mengambil kedua camilan tersebut dalam jumlah banyak.

“Aku merasa tidak enak hati jika pulang mendahului para senior. Departemen kita pulang dua atau tiga jam lebih lambat”

“Itu karena waktu penawaran proyek sudah semakin dekat. Kami hampir kewalahan dengan adanya kekosongan anggota di dalam tim. Kamu bergabung di saat yang tepat”

“Tolong berikan satu bungkus rokok seperti ini” Taeyeon mengeluarkan bungkus rokok yang sudah kosong di atas meja kasir.

“Pembayaran tunai atau kartu?”

“Kartu” Taeyeon menyerahkan kartu kredit setelah melihat total harga belanjaan yang tertera melebihi jumlah uang yang diberikan oleh Tuan Choi. Dia berteriak dalam hati menyadari lembaran uang yang terselip di dalam dompet. Sangat ceroboh membiarkan dompet dalam keadaan nyaris kosong tanpa uang tunai.

“Aku saja yang membayar”

“Tidak, tidak. Aku tidak akan membiarkan seorang wanita membayar belanjaan”

“Tapi camilan itu kan aku yang mengambil”

“Bukankah kita akan memakannya sama-sama?”

“Iya tapi–“

“Sudah, ayo pergi” Taeyeon menarik tangan gadis itu sebelum menimbulkan keributan yang tidak penting.

***

Jarum jam menunjukkan pukul delapan malam ketika pintu kamar mandi terbuka. Taeyeon melempar handuk basah di sembarang tempat kemudian mengambil kaos putih polos dari dalam lemari. Dia hendak meraih ponsel yang tergeletak di atas meja tetapi sesuatu di sampingnya mencuri perhatian.

Haruskah dia membuka surat-surat yang dikirimkan ke rumahnya?

Namun, itu ditujukan kepada Ok Taecyeon. Mungkin sebaiknya dia menyerahkan surat tersebut kepada pihak developer agar dapat diteruskan kepada yang bersangkutan.

“Halo Tuan Park, maaf meneleponmu malam-malam”

“Ah, tidak apa-apa Tuan Kim. Apa ada masalah?”

“Aku menemukan beberapa surat untuk keluarga Ok, mungkin kamu bisa menyampaikan hal ini kepada mereka”

“Aku tidak yakin bisa membantu. Mereka sudah lama pergi meninggalkan Korea”

“Maksudnya keluarga negeri?”

“Ya, benar. Mereka pergi sekitar dua tahun yang lalu"

“Aku mengerti. Terima kasih informasinya, Tuan Park. Selamat malam" tanpa mengulur waktu lebih lama sambungan telepon pun terputus.

Tidak mau ambil pusing dengan jalan pikiran yang rumit, Taeyeon membuang keseluruhan surat itu ke dalam tempat sampah. Namun, belum sampai sepuluh menit waktu berlalu, dia kembali disibukkan dengan bisikan-bisikan yang menggoyahkan pendirian.

Ah persetan, dia tidak peduli jika dikatakan lancang. Rasa penasaran telah mengganggu ketenangan jiwa.

Taeyeon memilih satu di antara tumpukan surat yang masih terdampar di dalam keranjang bersama dengan sampah kertas lainnya. Tidak ada alasan khusus, itu berada pada urutan yang paling atas. Perlahan dia merobek amplop yang masih tertutup rapat, membaca kata demi kata yang tertulis pada selembar kertas putih.

***

Hai sayang,

Bagaimana kabarmu di sana? Ya, aku tahu bahwa ini terlihat menyedihkan tapi jangan suruh aku untuk berhenti menuliskan surat.

Hari ini aku mengunjungi kedai kopi favoritmu. Duduk di bangku pojok sebelah kanan dekat dengan jendela. Aku selalu melirik ke arah pintu masuk setiap kali lonceng berbunyi, berharap jika kamu akan muncul dari balik pintu dengan senyum konyol. Aku bahkan memesan dua macam minuman, vanilla latte untuk diriku dan secangkir espresso untuk kamu. Hampir tiga jam aku menunggu. Itu melelahkan tapi aku senang menghirup aroma kopi yang biasa kamu minum.

Tempat mana lagi yang harus aku datangi? Aku mulai kehabisan tempat untuk berkunjung dan itu membuatku takut. Bagaimana jika suatu saat aku melupakan tempat-tempat yang menyimpan kenangan kita berdua? Apa kau akan marah? Aku rela melakukannya jika itu bisa membuat aku mendengar omelanmu.

Hari terus berganti lagi dan lagi, sementara perasaanku masih sama seperti kemarin. Seperti saat terakhir kali aku melihatmu terbaring di rumah sakit. Kerinduan ini membuatku gila. Aku bertahan karena aku mencintaimu.

With love,

Jessica Jung.

***

Langkah kakinya bergerak cepat ketika mendengar bel pintu yang berbunyi. Dari layar intercom selebar 7 inchi dia melihat seorang laki-laki menggunakan topi dan seragam dengan warna senada.

“Nona Jessica Jung?” dia membaca nama yang tertera di bagian depan amplop.

“Ya, itu aku”

“Ada kiriman surat untuk Anda"

“Oh, dari siapa?”

“Pengirimnya tidak mencantumkan nama"

Itu aneh. Jessica memeriksa dengan teliti asal usul surat tersebut. Dan ketika dia membaca alamat yang tertulis di bagian belakang, jantungnya berdetak cepat.

Tidak mungkin.

***

Jessica membuka sisi belakang amplop yang masih tersegel, menarik bagian perekat sedikit demi sedikit hingga terlepas. Hampir dua tahun dia mengirimkan surat pada tempat yang sama. Tidak ada kabar, tidak ada balasan. Dan kini tiba-tiba sebuah surat tanpa nama muncul begitu saja.

Bukankah dia seharusnya senang mendapat surat balasan?

Tidak, itu menakutkan.

Bagaimana mungkin jiwa manusia yang telah berada di surga membalas jeritan hati seorang wanita seolah malaikat tidak mempunyai pekerjaan lain yang lebih penting dari sekedar menjadi penghubung atas kisah romansa yang menyedihkan. Itu tidak mungkin terjadi. Dia tidak hidup dalam dunia fantasi.

Kening gadis itu berkerut. Pemandangan alam yang indah diabadikan dalam sebuah foto yang terselip di sana. Jessica membuka celah lebih lebar, barangkali dia bisa menemukan selembar kertas berisikan kata-kata pengantar atau yang lain. Namun sayang, dia tidak menemukan apa pun selain gambar dua dimensi yang terjepit di antara jari telunjuk dan ibu jari. Dia penasaran terhadap sosok misterius di balik surat kaleng.

Sekali lagi Jessica mengamati gambar yang tercetak. Itu adalah foto di saat matahari terbit dengan kabut putih yang menyelimuti sebagian besar area layaknya sebuah maha karya dari atas awan. Benar-benar indah. Satu-satunya objek yang mengganggu keindahan adalah sepatu kotor dan celana jeans usang yang ikut terpotret di bagian tengah. Apakah hal tersebut sengaja dilakukan untuk menambah nilai seni? Entahlah, dia bukan ahli dalam bidang fotografi.

Dua menit telah berlalu, waktu yang cukup lama untuk memandang sebuah potret tunggal. Jessica memutuskan untuk menyimpan benda tersebut bersama dengan koleksi gambar lainnya pada buku album. Namun ketika dia tanpa sengaja membalikkan kertas foto, matanya menangkap sebaris kalimat yang tertulis di bagian belakang.

Setiap orang memiliki rahasia duka yang tidak diketahui dunia dan sering kali dia dianggap sebagai orang yang dingin padahal dia hanya sedang terluka

***

“Selamat pagiiiii” sapa Sunny dengan memanjangkan huruf vokal di akhir kalimat.

“Pagi" ucap gadis itu singkat.

“Astaga Jessica, apa semua hari di kalendermu adalah hari Senin? Pendek sekali jawabnya. Sekarang ini hari Jumat dan besok adalah akhir pekan, semangat dong!”

“Kamu tidak lihat awan mendung di atas kepalanya” bisik Sooyoung, rekan kerja satu tim.

“Lehernya sudah ditekuk sejak menjatuhkan pantat di kursi" tambah Heechul yang tidak ingin ketinggalan obrolan.

“Jika ingin bergosip maka menjauhlah. Aku bisa mendengar suara kalian yang berisik" jawab Jessica dengan wajah datar tanpa ekspresi.

“Apa kamu sedang ada masalah besar?” mereka bertiga serempak mengelilingi gadis berambut pirang.

“Tidak"

“Terlilit hutang besar mungkin?”

“Tidak"

“Ya Tuhan, jangan katakan kalau kamu.. hamil?”

“Tapi kan Jessica tidak punya kekasih"

“One night stand or friend with benefit” kata Heechul yang sudah dikenal dengan mulutnya yang bocor. Terkadang kebiasaan lelaki itu yang asal bicara tanpa berpikir panjang sedikit merepotkan.

“Yah, kami tidak sebrengsek dirimu yang suka bermain wanita”

“Cukup! Berhenti menebak apa pun yang ada di dalam pikiran kalian” Jessica setengah berteriak, tidak tahan mendengar omong kosong teman-temannya.

“Kami mencemaskan wajahmu yang murung"

“Aku baik-baik saja. Hanya sedikit bingung memikirkan sesuatu"

“Apa itu?”

Jessica ragu-ragu memamerkan salah satu foto yang disimpan di galeri ponsel. Foto yang telah mengusik ketenangan hidupnya untuk beberapa waktu terakhir.

“Kalian tahu di mana tempat ini?”

“Kamu memotret ulang sebuah foto?” Sunny memperbesar tampilan layar ponsel.

“Ya, begitulah. Saat sedang membersihkan rumah aku menemukan foto itu di antara barang-barang rongsokan di gudang. Jadi apa kalian pernah berkunjung ke daerah yang mirip seperti itu?” Jessica berpikir cepat merangkai sebuah alasan. Dan sebelum mereka menyadari kejanggalan dari rangkaian cerita yang konyol, dia langsung mengalihkan perhatian mereka kepada pertanyaan utama. Faktanya, Jessica tidak ingin orang lain membaca tulisan di belakang lembar foto yang asli.

“Aku tahu, ini pasti di daerah dataran tinggi atau pegunungan"

“Anakku yang baru masuk sekolah dasar juga tahu itu gambar apa" Sooyoung memberikan pukulan ringan di atas kepala wanita yang lebih pendek.

“Itu mudah, berikan padaku” lengan panjang Heechul meraih ponsel yang ada di genggaman tangan Sunny.

“Ternyata benar kata orang-orang bahwa wanita tidak mengerti tentang peta. Perhatikan tulisan kuning yang ada di pojok kanan bawah. Itu adalah titik koordinat. Tinggal masukkan saja angkanya di sini" Heechul membuka aplikasi maps yang ada di ponsel miliknya kemudian mengetikkan sederet angka di kolom penelusuran.

“Lihat, ini tempatnya. Lumayan jauh dari sini sekitar 4 – 5 jam perjalanan menggunakan mobil”

Seketika pendengaran Jessica menjadi tuli seakan-akan apa yang dibicarakan teman-temannya adalah angin lalu. Pandangan mata itu terkunci pada layar ponsel yang menyala. Haruskah dia mengunjungi lokasi baru tersebut? Selama ini Jessica hanya jalan di tempat. Terjebak dengan kenangan masa lalu dalam ruang dan waktu.

Dia benci perubahan.

***

“Ya Tuhan, aku menyerah" Jessica berjongkok melipat kedua tangan dan kaki.

“Argh, stress!” teriaknya frustrasi melihat jembatan gantung yang membentang dari ujung ke ujung.

Keputusan untuk datang ke tempat itu adalah bencana besar. Dia mengorbankan waktu istirahat di akhir pekan. Kelopak matanya langsung terbuka ketika mendengar alarm berbunyi. Itu keajaiban. Biasanya Jessica mencuri waktu tidur 10 – 30 menit lebih lama tetapi tidak untuk pagi ini. Lama perjalanan yang ditempuh mengharuskan dirinya untuk bangun lebih awal.

Namun, apa yang dijumpai di sana tidak sesuai dengan angan-angan. Berbekal pengetahuan yang dibaca melalui internet, Jessica mencatat beberapa hal yang diperlukan dalam pendakian gunung. Sangat berbahaya bagi orang yang tidak berpengalaman melakukan pendakian seorang diri.

Berani? Tidak, itu sama sekali tidak terlihat keren.

Ceroboh? Ya, pilihan kata yang tepat untuk menggambarkan sosok Jessica Jung.

Beruntung semesta berpihak kepadanya. Tempat itu bukan bongkahan gunung terjal yang menjulang tinggi. Wisatawan yang berkunjung dapat dengan mudah sampai ke atas setelah melewati ratusan anak tangga. Akan tetapi penderitaan tidak berhenti sampai di anak tangga terakhir. Jessica dihadapkan pada masalah baru yaitu menyeberangi jembatan gantung yang bergoyang.

“Ah sial, aku tidak sanggup lagi” tangan yang bergetar mencengkeram kuat pagar besi di sisi samping jembatan.

“Astaga.. kenapa jembatannya bergoyang semakin kuat" secara naluri kelopak matanya tertutup rapat. Jessica yang tenggelam dalam ketakutan tidak menyadari adanya orang lain yang berjalan dari arah belakang, menyebabkan papan kayu bergoyang seirama dengan langkah kaki.

Please Subscribe to read the full chapter

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
HYOTAE2018 #1
Chapter 33: Muchas gracias.
Esperando el siguiente capítulo, autor.
Gracias.
onesleven
#2
Chapter 32: Agak membingungkan, jadi sebenarnya TaengSic kenal duluan sebelum TaeNy ketemu? Terus kok bisa punya anak bareng? Update dong biar gak penasaran
Abangprims
#3
Chapter 31: jdi karina anakny taeyeon?. kok sampe taeyeon gak tau?.
onesleven
#4
Chapter 30: Wah tambah seru, sayang banget kalo update nya emang setahun sekali 😆
Semoga author dapat inspirasi terus buat update amin
onesleven
#5
Chapter 29: Asiiik, update baru, ditunggu kelanjutannya, kayaknya seru nih 😁
dinoy15 #6
Chapter 24: Udah baca di Wattpad ditunggu updatenyaaa..
royalyulsic #7
Chapter 1: Eng version???
Abangprims
#8
Chapter 22: aku menunggu kelanjutannya..
Abangprims
#9
Chapter 19: omo winter 🤣🤣🤣
Abangprims
#10
Chapter 18: aku msh setia menunggu..