Love Letter 2

Multi Shot Collection
Please Subscribe to read the full chapter

 A/N : Seharusnya cerita ini langsung tamat tapi karena sangat panjang jadi aku pisah dalam beberapa chapter.

Hi Love,

Maaf aku terlambat mengirimkan surat. Pekerjaan akhir-akhir ini begitu banyak, yang paling mengejutkan adalah Sunny hampir menyerah dan mengundurkan diri. Untung saja kami berhasil menahannya dan memberi beberapa saran sebagai pertimbangan.

Apa kau ingat lelaki bernama Lee Donghae yang aku ceritakan tiga bulan lalu? Dia mengajak aku makan malam dan kamu bisa menebak apa yang terjadi. Itu tidak berjalan baik. Tentu saja dia marah karena aku menolak perasaannya. Aku harap suatu saat dia dapat mengerti.

Aku juga berharap kamu tidak marah. Kamu harus tahu jika aku berusaha keras menepati janjiku untuk mencari kebahagiaan tapi bukan bersama Donghae. Aku tidak menemukan percikan itu saat bersama dirinya. Aku bahkan sudah lupa seperti apa rasa bahagia.

Banyak hal yang terjadi dalam waktu singkat. Aku berkenalan dengan wajah-wajah baru, beberapa teman pria dan wanita. Salah satu di antara mereka menunjukkan pola yang sama. Cara dia memberikan perhatian, mengirimkan pesan singkat, serta sorot matanya, mengingatkan aku kepadamu. Dan kau tahu minuman apa yang dia pesan saat makan? Espresso! Benar-benar gila.

Jujur saja, melihat begitu banyak persamaan di antara kalian membuatku takut. Sejauh ini aku mengabaikannya. Bersikap dingin dan tidak peduli. Sepertinya lelaki itu tidak mudah menyerah. Aku takut jika perhatian yang diberikan mengaburkan kenangan kita. Apa yang harus aku lakukan?

Ngomong-ngomong, apa di sana ada malaikat yang bertugas mengantarkan surat? Aneh sekali menerima surat yang berasal dari alamat rumahmu setelah satu tahun lebih kamu tidak membalas. Aku tahu itu bukan kamu.

So, hello stranger..

Siapa pun kamu di sana, terima kasih telah mengirimkan foto. Tidak perlu membalas surat ini dan abaikan saja surat-surat aku selanjutnya.

Thank you,

Jessica Jung.

***

Taeyeon melipat selembar kertas putih dengan goresan tinta hitam, menutup rangkaian kalimat panjang yang menceritakan kisah hidup seseorang. Itu tidak sopan. Namun sebagai penghuni yang sah, dia memiliki hak mutlak atas setiap benda yang berada di dalam rumah, tanpa terkecuali surat yang baru diterima hari ini.

"Taeyeon oppa tidak pergi makan siang?" Seohyun menarik cardigan rajut yang menggantung di sandaran kursi.

"Aku sedang banyak pekerjaan" ucap Taeyeon tergagap. Dia membuka laci meja dan menyembunyikan surat dengan cepat.

"Mau aku bawakan makanan?"

"Jika kamu tidak keberatan aku sangat berterima kasih"

"Santai saja, mau makan apa?"

"Hmm.. sesuatu yang pedas"

"Omongan tetangga dong" mereka tertawa bersama. Bukan karena lelucon yang lucu, melainkan selera humor mereka yang rendah.

Setelah melihat punggung Seohyun menghilang di balik dinding, ruangan itu kembali sunyi. Taeyeon meraih pegangan kayu secara perlahan, menyingkirkan amplop yang menutupi sebuah potret di bawahnya. Itu adalah foto yang dikirimkan bersama surat dari wanita bernama Jessica Jung.

Entah mengapa nama itu membawa pikiran Taeyeon berkelana pada seorang gadis cantik berambut pirang, menyukai bunga peony, dan tidak bisa mengendarai sepeda. Dia bertanya-tanya berapa banyak perempuan di Korea yang mempunyai nama Jessica.

Sepasang iris kecokelatan memandang lekat pada gambar dua dimensi yang mengabadikan momen di mana sebuah tangan memegang bunga aster berwarna putih, bunga yang banyak dijumpai di daerah pegunungan. Tanpa disadari seulas garis senyuman terlukis di wajahnya. Dan senyum itu semakin mengembang saat membaca tulisan di balik foto.

I'm here..

***

Hi Jessica,

Maaf aku sudah lancang membaca surat-surat yang kamu kirimkan dan aku tidak berjanji untuk tidak membaca surat lainnya di kemudian hari.

Aku terkejut ketika pertama kali menemukan setumpuk surat di dalam kotak pos depan rumah. Mengirim surat tertulis di tengah perkembangan surat elektronik bagaikan kembali hidup di generasi lama tetapi siapa yang peduli. Bertukar pesan seperti ini juga menyenangkan meski kenyataannya surat tersebut tidak ditujukan kepadaku.

Kamu sudah melakukan yang terbaik dan itu luar biasa. Dia pasti bahagia di surga karena mendapat cinta yang begitu besar darimu. Namun, apa kau juga bahagia melakukan itu semua? Tidakkah kamu lelah?

Terkadang kamu tidak bisa melupakan kenangan yang menyedihkan, karena di dalam kenangan tersebut kamu juga merasakan kebahagiaan. Ketika seseorang berjalan keluar dari hidupmu, maka berdamailah dengan kepergiannya. Takdirmu tidak terikat bersama dia yang meninggalkanmu.

Kamu dapat menemukan kebahagiaan setelah kamu berhenti memikirkan kesedihan. Bukan berarti melupakan, kenangan kalian adalah bagian dari sejarah perjalanan hidup yang tidak akan pernah hilang.

Ketika dunia dengan cara yang kejam mengubah arah kehidupanmu di masa depan, semoga kebahagiaan datang layaknya ombak, sedikit mendorong ke belakang hanya untuk ditarik lebih jauh ke depan bersamanya.

Warm regards,

Mr. Stranger

***

Dua tangan secara tidak sengaja menyentuh benda yang sama. Tidak tahu mana yang lebih cepat, mungkin telapak tangan besar dengan urat yang menonjol di bagian punggung tangan, terlihat sangat kontras dengan warna kulit putih pucatnya. Atau mungkin telapak tangan yang lebih kecil dengan aksesoris gelang yang bersinar melingkari pergelangan tangan. Atau barangkali, mungkin saja, semesta sedang mengatur keduanya untuk bertemu di waktu yang sama.

"Eh, Taeyeon"

"Oh hai.. lama tidak bertemu denganmu"

"Kita baru bertemu bulan lalu di taman Yeouido, kau ingat?"

"Ya tapi itu sudah sangat lama. Maksudku satu bulan adalah waktu yang panjang. Lebih lama dari satu hari"

Jessica menarik sebelah alisnya, "jadi kamu ingin bertemu dengan aku setiap hari?"

"Ya.." jawabnya tanpa pikir panjang hingga dua detik kemudian pupil matanya melebar.

"Tidak, tidak. Maksudku bukan begitu. Dalam satu bulan terdapat empat minggu dan dalam seminggu terdapat tujuh hari. Apa kamu mengerti yang aku katakan?"

"Tidak" Jessica tertawa melihat Taeyeon yang salah tingkah.

"Ah, lupakan saja. Lagi pula siapa yang tidak ingin menghabiskan waktu bersama teman. Apa kamu datang ke sini sendirian?"

"Aku bersama Yuri. Dia sedang melihat gitar. Kamu mau ke sana?"

"Aku tidak bisa bermain alat musik"

"Tapi kamu datang ke toko musik"

"Aku suka mendengarkan lagu dan mengoleksi piringan hitam. Sepertinya kita mempunyai selera musik yang sama" Taeyeon melirik pada vinyl record yang merekam lagu Fly Me To The Moon oleh Frank Sinatra.

"Sayang sekali hanya tersisa satu"

"Kamu juga mengoleksi vinyl record?"

"Bisa dikatakan demikian tapi tidak secara khusus. Lebih tepatnya itu untuk koleksi keluarga. Christmas is coming, right? Aku berencana memutarnya di malam natal"

Taeyeon mengambil benda tersebut lalu menyerahkannya kepada gadis itu, "untuk kamu saja"

"Bagaimana denganmu?"

"Aku bisa cari di tempat lain" dia mengedikkan bahu.

Jessica terdiam sesaat sebelum berkata, "berikan nomor teleponmu"

Jemari tangannya menekan beberapa tombol pada layar ponsel mengikuti urutan nomor yang terucap dari bibir lelaki itu, menyimpan sederet angka pada daftar kontak dengan nama Taeyeon.

"Itu nomorku" Jessica melakukan panggilan telepon singkat untuk meninggalkan jejak pada nomor yang dihubungi.

"Hubungi aku ketika kamu ingin mencari piringan hitam ke toko musik lainnya, kita bisa pergi bersama" gadis itu merasa sedikit bersalah karena mengambil kepingan vinyl terakhir.

"Jessica.. aku mencarimu dari tadi" Yuri mendekat dengan membawa sebuah gitar di tangan.

"Hai kawan"

"Yah, sedang apa kamu di sini?" Yuri langsung memeluk tubuh pria yang lebih pendek, menjepit leher temannya di dalam lipatan lengan. Dia tidak menyangka bertemu Taeyeon pada hari libur di mana kebanyakan waktu dihabiskan untuk bermain game.

"Tentu saja bersenang-senang dengan koleksi baru"

"Tsk, tidak ada yang menyenangkan dari musik klasik. Seleramu terlalu kuno untuk generasi muda"

"Itu tidak buruk. Kamu hanya perlu memejamkan mata dan menikmati alunan musik yang lembut"

"Lalu kamu akan tertidur" Yuri memutar bola matanya. Itu bukan pertama kalinya mereka berdebat tentang genre lagu. Yuri adalah penggemar berat musik rock sedangkan Taeyeon lebih menyukai tempo yang lambat.

"Jangan mengatakan hal buruk tentang musik. Setiap melodi lagu akan menjadi indah di telinga yang tepat" Jessica menutup mulut keduanya, baik Taeyeon maupun Yuri tidak ada yang berani menyanggah pernyataan gadis itu.

Dengan kata lain, wanita selalu benar.

***

"Hai.."

Yuri terkejut melihat sosok wanita yang tiba-tiba berdiri di depan pintu rumah tanpa ada pemberitahuan sebelumnya. Tidak ada yang salah dengan seorang teman yang datang berkunjung akan tetapi biasanya mereka mengirimkan pesan terlebih dahulu.

"Kamu kenapa?" tanya gadis itu kebingungan melihat gelagat sang tuan rumah yang aneh.

"Di mana Hyoyeon dan Taeyeon?" kepala Yuri bergerak aktif mencari keberadaan dua temannya yang lain.

"Tidak ada, aku datang sendirian" Yoona menerobos masuk ke dalam rumah. Udara di bulan Desember terasa sangat dingin hingga menusuk ke tulang.

"Kamu memasak?" gadis itu tercengang mendapati kondisi dapur yang berantakan.

"Ya begitulah. Aku mengikuti resep sederhana di YouTube tapi ternyata itu sangat sulit"

"Resep masakan apa?"

"Omelette"

"Menyerah saja. Kamu adalah yang terburuk dalam hal memasak. Makan ini, aku membawanya dari rumah" Yoona menyusun peralatan makan di atas meja, mengeluarkan makanan dari dalam kantong plastik.

"Tidak, aku tidak boleh menyerah sekarang. Tolong ajari aku cara memasak yang benar dan anti gagal" mata Yuri memancarkan cahaya berkilau yang sulit untuk diabaikan.

"Baiklah, perhatikan aku baik-baik" Yoona mengalungkan celemek merah muda di leher, mengikat simpul tali di belakang pinggang. Rambut yang tergerai dikunci dengan bentuk sanggul.

"Ini memang terlihat sederhana tetapi kamu harus paham tentang komposisi dan teknik yang tepat. Omelette tidak cukup dengan dua butir telur, setidaknya gunakan tiga butir agar bentuknya mengembang. Kamu punya keju dan krim?"

"Aku membeli krim seperti yang diresepkan di video" dia meletakkan krim di atas meja lalu mengambil keju dari dalam lemari pendingin.

"Potong keju ini seperempat bagian lalu parut" Yoona memberikan tugas kepada Yuri untuk menyiapkan bahan sementara kedua tangannya sibuk membereskan kekacauan di dapur.

"Aku tidak mempunyai parutan keju"

"Hm, kalau begitu potong saja kecil-kecil seperti batang korek api"

"Okay, sebesar ini?" Yuri menunjukkan satu potongan keju yang dibuat sebagai contoh.

"Lebih tipis lagi"

"Segini?"

"Ya, lanjutkan sampai habis"

"Sudah. Apa lagi yang perlu disiapkan?" butuh beberapa menit untuk Yuri menyelesaikan pekerjaan itu.

"Tidak ada, sekarang saatnya memasak. Pecahkan tiga butir telur. Kemudian tambah sedikit garam. Masukkan keju dan juga krim, kurang lebih sebanyak satu sendok makan, lalu aduk hingga rata" Yoona mencampur semua bahan ke dalam mangkok.

"Panaskan penggorengan. Beri sedikit minyak atau mentega" dia menuangkan adonan telur setelah memastikan suhu cukup panas.

"Perhatikan cara aku memasak, bagian ini yang terpenting. Aduk satu arah terus menerus dan jangan berhenti" tangannya berputar searah jarum jam.

"Nah, kalau sudah berbentuk seperti ini kumpulkan menjadi satu di bagian atas. Tunggu lapisan bawah telur mengering tetapi jangan terlalu lama. Dorong perlahan sedikit demi sedikit sampai tertutup lalu balik. Sekarang satu porsi omelette siap disajikan"

"Luar biasa, kamu memang yang terbaik" Yuri mengambil penggorengan dari tangan Yoona, memindahkan isinya ke dalam piring datar.

"Kenapa kamu ingin belajar memasak?"

"Jessica sering melewatkan sarapan jadi aku ingin membuat makanan yang tidak terlalu berat dan mudah dicerna"

Seketika spatula terlepas dari genggaman tangan gadis itu.

***

Bukan hal yang menyenangkan berjalan di tengah udara dingin yang hampir menyentuh suhu nol derajat Celsius. Pada minggu kedua bulan Desember belum menunjukkan tanda-tanda turunnya salju pertama di musim dingin. Kendati demikian kepulan asap putih yang keluar dari mulut dan hidung saat bernafas merupakan pertanda adanya perbedaan drastis antara suhu tubuh manusia yang hangat dengan temperatur ruangan yang dingin.

"Aku tidak mengerti mengapa kamu selalu menyempatkan waktu untuk datang ke sini setiap pagi padahal kamu sama sekali tidak meminum kopi" tanpa basa basi Jessica langsung mengeluarkan omelan ketika melihat pria yang berdiri di luar kedai kopi.

Awalnya Jessica menduga bahwa pertemuan mereka kala itu hanya kebetulan yang tidak disengaja. Namun pada keesokan harinya dia melihat pria yang sama berdiri di sana, menunggu dan terus menunggu di setiap pergantian hari.

"Aku juga membeli minuman di sini" Taeyeon membuka daun pintu dan menahannya, mempersilakan wanita tersebut melangkah lebih dulu menuju antrean.

"Kamu bisa memilih tempat lain yang lebih dekat. Kamu tahu kan 200 meter ke kanan dari kantormu juga terdapat kedai kopi?" Jessica yang bekerja lebih dari lima tahun di kawasan Yongsan mengetahui seluk beluk area tersebut di luar kepala. Siapa sangka mereka berdua bekerja di lingkungan yang berdekatan.

"Ya tapi minuman di sini lebih enak daripada yang dijual di tempat itu" ucapnya berbohong. Taeyeon bahkan tidak tahu nama tempat yang dimaksud karena belum pernah berkunjung.

"Apa kamu sudah mencoba minum kopi andalan mereka?"

"Aku akan minum apa pun selain kopi"

"Dasar orang aneh, apa gunanya datang ke coffee shop jika tidak memesan kopi" Jessica menutup mulutnya dengan telapak tangan untuk menahan tawa.

"Agar aku bisa menghabiskan waktu 10 menit di setiap pagi untuk berbicara denganmu" Taeyeon membenarkan letak kacamata yang bertengger di hidung, menatap bayangan dirinya yang terperangkap dalam bola mata kristal.

"Selamat pagi, selamat datang di toko kami" suara pelayan dari belakang mesin kasir menyadarkan keduanya untuk kembali ke dunia nyata.

"Satu green tea latte dan satu vanilla latte" dia membuat pesanan tanpa bertanya lebih dahulu. Tanpa disadari memorinya mencatat hal-hal kecil yang disukai gadis itu.

"Aku saja yang membayar" Jessica buru-buru mengeluarkan dompet dari dalam tas tetapi Kim Taeyeon tidak pernah membiarkan seorang wanita membayar barang belanjaan.

"Terima kasih, nomor Anda akan dipanggil jika pesanan telah siap" pelayan mengembalikan kartu kredit beserta potongan kertas dari mesin kasir yang bertuliskan angka 05 sebagai nomor urut antrean.

"Kamu menyebalkan Taeyeon"

"Hm?" dia membuka lipatan dompet lalu menyimpan kartu berwarna emas.

"Biarkan aku membayar juga" Jessica mendengus kesal.

"Nah, ini tidak seberapa"

"Tapi kamu membayarnya setiap hari" Taeyeon hanya tersenyum menanggapi ocehan Jessica yang kerap kali dia dengar.

"Mau makan jjampong malam ini?" dia memilih salah satu masakan berkuah dengan cita rasa pedas yang cocok untuk menghangatkan perut.

"Boleh, asalkan aku yang traktir" Jessica menutup ruang diskusi, menyudutkan Taeyeon tanpa pilihan.

Dengan segelas minuman hangat di tangan mereka jalan beriringan meninggalkan kedai kopi. Jessica berbelok ke samping menuju gedung bertingkat di sebelah kanan yang merupakan kantor dia bekerja.

"Sampai jumpa nanti malam" dia memutar tubuh seperempat lingkaran menghadap temannya.

"Hm.. masuklah" Taeyeon melihat punggung gadis itu yang terus menjauh di setiap langkah kaki. Dengan seulas senyum dan lambaian tangan mereka menutup perjumpaan hanya untuk mengawali pertemuan lainnya yang akan terjadi di penghujung hari.

***

"Kamu tidak bisa makan pedas?" Jessica menyeka keringat yang membasahi kening Taeyeon dengan selembar tisu.

"Ssshh.. aku suka makanan pedas.. sshhh.. tapi ini berada di level pedas yang berbeda" dengan cepat dia menuangkan minuman ke gelas, mengosongkannya dalam sekejap mata.

"Kamu yakin bisa menghabiskan itu semua?" matanya tertuju pada setengah isi mangkok dengan kuah berwarna merah.

"Ya tapi butuh sedikit waktu lebih lama" Taeyeon menutupi rasa malu dengan senyum canggung.

"Jangan dipaksa nanti perutmu sakit"

"Aku baik-baik saja. Ngomong-ngomong, hari Minggu nanti kamu ada acara?"

"Entahlah, aku tidak yakin. Ada pekerjaan yang harus diselesaikan sebelum akhir tahun. Yuri mengajak untuk menonton pertunjukan opera tapi aku belum menjawab. Bagaimana denganmu?"

Perasaan bersalah itu kembali muncul setiap kali nama sahabatnya terselip di tengah perbincangan seolah Taeyeon adalah pihak ketiga di antara mereka. Haruskah dia mundur? Itu tidak adil. Hanya karena Yuri lebih dulu bertemu dengan Jessica di atas jembatan gantung bukan berarti Taeyeon tidak berhak untuk mendekati gadis itu.

"Mungkin aku akan bermain game di sepanjang waktu" pada akhirnya Taeyeon memilih untuk membuang dua tiket film favoritnya yang akan tayang perdana di hari Minggu.

"Aku tidak mengerti dengan kegemaran laki-laki bermain game hingga rela mengeluarkan banyak uang"

"Itu mirip dengan perempuan yang gemar berbelanja"

"Tidak, kamu tidak bisa menyamakan dua hal yang berbeda jauh. Wanita membeli benda dengan wujud nyata seperti sepatu, tas atau pakaian. Tapi pria mengeluarkan uang pada sesuatu hal yang tidak berbentuk"

"Secara kasat mata itu memang tidak terlihat tetapi yang perlu digarisbawahi di sini adalah kami sebagai lelaki mendapatkan kesenangan dari bermain game, semacam hiburan untuk membebaskan diri dari tekanan hidup. Tidak ada yang sia-sia dalam melakukan sesuatu hal yang membuatmu bahagia"

"Kebahagiaan apa yang kamu temukan dalam hidup?" Jessica meninggalkan sumpit di dalam mangkuk, menopang dagu dengan kedua tangan.

"Minum bersama denganmu di pagi hari, makan bersama denganmu di malam hari, itu membuatku bahagia"

***

"Aku menyukaimu. Aku sudah lama ingin mengatakannya, maukah kamu jadi pacarku?"

"Tidak mau"

"Kenapa?"

"Karena kamu bau. Belum mandi"

"Yah, Kim Taeyeon! Mana mungkin Jessica menolak aku dengan perkataan semacam itu. Ulangi sekali lagi"

"Lupakan saja, aku lelah" Taeyeon menjatuhkan tubuhnya di atas kursi panjang.

"Kamu harus membantu aku, Taeyeon. Jika bukan kamu kepada siapa lagi aku meminta pertolongan. Aku ingin menyatakan perasaan pada saat salju pertama turun di musim dingin. Apa kamu tahu pepatah tentang salju pertama?"

"Tidak tahu dan tidak mau tahu" Taeyeon menutupi kedua mata dengan tangan kiri.

Yuri mengabaikan sikap sahabatnya dan terus berbicara, "jika menyampaikan perasaan pada orang yang disukai saat turun salju pertama maka perasaan tersebut akan terbalaskan"

"Itu hanya mitos, tidak ada bukti ilmiah yang menguatkan"

"Cepat bangun dan ulangi dialognya" Yuri menarik tubuh sahabatnya dalam posisi duduk berhadapan.

"Aku sangat menyukaimu, Jessica. Berkencanlah denganku" Yuri kembali larut dalam sandiwara bodoh yang tidak penting.

"Maaf, aku tidak bisa"

"Kenapa?"

"Karena aku terlalu mencintai diriku sendiri sehingga tidak ada cinta yang tersisa untuk orang lain"

"Ah sialan, kamu tidak bisa diajak serius sama sekali" Yuri menendang tulang kering Taeyeon sebelum pergi keluar dengan wajah kesal. Dia mencoba merangkai kata-kata yang tepat untuk menyatakan perasaan. Terlepas bagaimana nanti hasilnya, biar takdir yang berbicara. Mungkin dia akan mendapat penolakan, tetapi mungkin juga tidak.

Di sisi lain Taeyeon mengalami kesulitan yang sama. Terkadang dia takut untuk menyampaikan apa yang dipikirkan. Takut dengan apa yang dirasakan. Dia takut jika kejujurannya akan memperkeruh keadaan. Membuat segalanya jadi berantakan.

Sehingga terkadang, ada hal yang lebih baik untuk tidak diungkapkan.

***

Yoona memainkan telapak kaki yang dibungkus sepatu warna hitam, mendorong secara bergantian di antara tumit dan ujung jari, menggoyangkan sepotong papan kayu yang tergantung di bawah tiang besi. Suara logam tua yang berderit menjadi alunan melodi yang bersenandung di tengah gemeresik angin musim dingin. Berdiam diri di bawah butiran salju adalah hal bodoh tapi siapa yang peduli, dia bahkan tidak menghiraukan buku-buku jari tangan yang telah memutih.

Tatapan mata kosong menyiratkan banyak arti. Seribu satu macam pertanyaan diawali dengan dua kosa kata, bagaimana jika, menjadi lingkaran setan yang tak berujung. Sedikit kekecewaan bercampur dengan penyesalan berhasil menciptakan gelombang kesedihan pada tingkat yang berbeda.

"Ayo pulang. Kamu bisa sakit jika terus bermain ayunan di tempat terbuka" Hyoyeon memperbaiki bentuk simpul syal yang melingkari leher sahabatnya.

"Apa aku tidak cantik?"

"Semua pria setuju bahwa kamu adalah primadona di sekolah. Kau ingat, Taeyeon pernah mendekatimu pada tahun ajaran pertama di sekolah menengah atas"

"Benarkah? Aku tidak pernah tahu hal itu" Yoona tertawa kecil membayangkan sosok pria yang tumbuh besar bersama dirinya menaruh perasaan lebih dari sekedar sahabat. Itu menggelikan.

Please Subscribe to read the full chapter

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
HYOTAE2018 #1
Chapter 33: Muchas gracias.
Esperando el siguiente capítulo, autor.
Gracias.
onesleven
#2
Chapter 32: Agak membingungkan, jadi sebenarnya TaengSic kenal duluan sebelum TaeNy ketemu? Terus kok bisa punya anak bareng? Update dong biar gak penasaran
Abangprims
#3
Chapter 31: jdi karina anakny taeyeon?. kok sampe taeyeon gak tau?.
onesleven
#4
Chapter 30: Wah tambah seru, sayang banget kalo update nya emang setahun sekali 😆
Semoga author dapat inspirasi terus buat update amin
onesleven
#5
Chapter 29: Asiiik, update baru, ditunggu kelanjutannya, kayaknya seru nih 😁
dinoy15 #6
Chapter 24: Udah baca di Wattpad ditunggu updatenyaaa..
royalyulsic #7
Chapter 1: Eng version???
Abangprims
#8
Chapter 22: aku menunggu kelanjutannya..
Abangprims
#9
Chapter 19: omo winter 🤣🤣🤣
Abangprims
#10
Chapter 18: aku msh setia menunggu..