Universe 3 (END)

Multi Shot Collection
Please Subscribe to read the full chapter

Cahaya terang yang berasal dari langit-langit kamar terasa menyilaukan. Kelopak matanya berkedip secara perlahan dengan pupil yang bergerak tak tentu arah. Tenggorokan yang kering membuat dirinya kesulitan untuk bersuara.

“Jessica, kamu sudah sadar? Kamu dengar suaraku? Dokter!!” seorang wanita paruh baya berteriak di sepanjang lorong mencari pertolongan.

Jessica merasakan sakit di sekujur tubuh terutama pada bagian kepala yang berdenyut hebat. Tunggu, bukankah tadi seseorang memanggil dirinya dengan nama Jessica? Apakah usahanya untuk kembali ke tahun 2022 telah berhasil? Di mana dia saat ini? Rumah sakit? Lagi-lagi gadis itu merasa berada di tempat asing.

Dejavu.

Derap langkah kaki samar-samar terdengar dari kejauhan. Jessica tidak dapat melihat dengan jelas berapa banyak orang yang berdiri di sampingnya. Sesuatu yang kaku menjepit bagian leher sehingga membatasi gerak tubuh bagian atas.

“Nyonya Jessica, jika Anda mendengar suaraku coba gerakan jari telunjuk” Dokter Choi memberi arahan untuk menguji tingkat kesadaran pasiennya.

Satu detik.

Dua detik.

Tiga detik.

Jari telunjuknya bergerak ke atas. Meski respons yang diberikan Jessica sangat lambat tetapi itu merupakan kemajuan yang besar. Dokter Choi melakukan pemeriksaan lebih lanjut pada pupil mata dan detak jantung. Lalu menambahkan suntikan obat melalui selang infus.

“Pasien sudah berhasil melewati masa krisis. Untuk sementara waktu pasien tetap dirawat di ruangan ini hingga kondisinya benar-benar stabil. Biarkan pasien beristirahat” Dokter Choi mengisyaratkan perawat untuk berjalan mengikutinya meninggalkan pasien bersama keluarga.

“Ini semua gara-gara kamu! Jika terjadi sesuatu yang buruk terhadap Jessica, aku bersumpah hidupmu tidak akan tenang!” ucap Nyonya Jung sebelum mengentakkan kaki keluar ruangan. Emosi yang meledak-ledak meninggalkan jejak kemerahan di pipi orang yang bertanggung jawab atas kecelakaan yang menimpa putri tunggal keluarga Jung.

Jessica ingin mengajukan berbagai pertanyaan yang berkecamuk dalam pikiran akan tetapi pengaruh obat yang mengalir dalam pembuluh darah menyebabkan rasa kantuk yang luar biasa. Dia tidak sanggup mempertahankan kelopak mata untuk tetap terjaga.

“Maaf”

Suara lelaki? Itu bukan suara yang familier di telinga tapi entah mengapa perasaan Jessica begitu sakit mendengar suara tersebut. Bahkan ketika penglihatannya tertutup rapat, setetes cairan bening lolos dari sudut mata.

.

.

.

“Kalian sudah temukan identitas pasien?” Dokter Lee yang sedang berjaga di unit gawat darurat memeriksa tubuh wanita muda yang tidak sadarkan diri.

“Belum, Dokter. Tidak ditemukan kartu identitas atau pun petunjuk lainnya pada pakaian. Pihak polisi saat ini sedang membantu penyelidikan lebih lanjut” perawat yang bertugas menjelaskan perkembangan kasus dari pasien tanpa nama.

Pada umumnya pasien yang dikirim ambulans tidak ditemani oleh kerabat atau penanggung jawab sehingga pihak rumah sakit memiliki tugas ekstra dalam mencari tahu identitas pasien guna menyampaikan informasi kepada pihak keluarga. Dari seribu satu macam kasus yang terjadi selalu ada kemungkinan dijumpai pasien tanpa tanda pengenal yang menyulitkan proses identifikasi. Termasuk kejadian pada malam hari ini di mana telah ditemukan tubuh seorang wanita yang hanyut terbawa arus sungai.

“Terus awasi perkembangan pasien. Melihat kondisinya yang tidak terlalu parah, mungkin dia akan segera sadar”

“Baik”

Tepat di saat semua orang meninggalkan pasien tersebut, sesuatu yang aneh terjadi di balik tirai hijau yang tertutup. Tubuh wanita itu terlihat tembus pandang. Tidak benar-benar lenyap. Timbul dan menghilang di setiap pergantian denting jarum jam.

Mengapa? Ingat, tidak diperkenankan adanya dua jiwa yang sama dalam satu ruang dan waktu.

Tidak jauh dari sana, seorang lelaki berdiri tegap menghadap meja pelayanan. Menuliskan beberapa informasi yang diperlukan untuk kelengkapan administrasi.

“Ruan Kim, bagaimana kabar istri Anda?” pimpinan rumah sakit menyambut kehadiran sosok pria yang berperan penting dalam dunia politik.

“Jessica baru saja sadar”

“Itu pertanda baik. Jangan khawatir, dia akan segera sehat”

“Hm, sebaiknya memang begitu. Atau bersiaplah kehilangan donatur besar yang membantu pengembangan rumah sakit ini”

“Kami akan melakukan yang terbaik, Kim Taeyeon-ssi”

.

.

.

Amnesia?

Lelucon macam apa itu.

Gadis itu mengingat dengan jelas identitas aslinya akan tetapi dia tidak mengenal wanita tua yang mengaku sebagai ibu kandung dari Jessica Jung, yang tidak lain adalah dirinya sendiri. Dan sejak kapan dia terlahir sebagai anak tunggal? Jessica adalah anak pertama dari dua bersaudara.

“Kamu benar-benar tidak mengingat kami? Aku adalah ibumu” Jessica menatap kosong pada wanita malang yang terus menangis.

“Obat-obatan tidak banyak membantu dalam proses penyembuhan. Terapi lebih berperan penting dalam membentuk ingatan baru sehingga pasien tidak mengalami kebingungan dengan memori yang hilang. Nyonya Jessica bisa mencatat hal-hal kecil yang diingat sementara keluarga dapat menceritakan tentang benda atau tempat yang menyimpan kenangan khusus. Lakukan secara perlahan dan jangan terburu-buru” Dokter Choi menjelaskan panjang lebar keadaan pasien dari kaca mata medis.

Sudah berhari-hari Jessica berbaring di rumah sakit dengan harapan itu adalah mimpi buruk yang cepat berlalu. Namun setiap kali kelopak matanya terbuka, dia melihat wajah orang yang sama. Itu bukan sekedar mimpi, Jessica sedang menghadapi kenyataan yang berbeda.

Takut.

Lelah.

Putus asa.

Raga gadis itu terlihat semakin membaik seiring dengan pengobatan yang dijalani tetapi tidak dengan jiwa yang berada di dalamnya, mengalami kemunduran mental hingga berada di tepi jurang kematian.

“Apa ada sesuatu hal yang Anda ingat?” tanya Dokter Choi.

Demi Tuhan Jessica mengingat segalanya. Nama, tanggal lahir, alamat rumah, golongan darah, nomor telepon dan pin ATM, semua tanpa terkecuali. Ajukan saja pertanyaan dari pagi sampai malam. Dia tidak keberatan menjawabnya satu per satu.

Namun, apakah kata-kata yang keluar dari mulutnya relevan dengan kehidupan saat ini?

Tidak.

“Tahun berapa sekarang?” alih-alih menjawab pertanyaan sang dokter yang tidak berguna, Jessica mencari tahu ketepatan waktu dunia berputar.

Nyonya Jung berkata, “tahun 1848”

Sial, Jessica masih terjebak dalam putaran periode waktu yang berbeda. Dia tidak lagi hidup di masa kerajaan tetapi belum juga kembali ke zaman modern. Dia terdampar pada masa seratus tahun sebelum kemerdekaan negara Korea Selatan.

“Taeyeon..” gadis itu berbisik lirih.

“Maaf, Anda mengatakan sesuatu?” Dokter Choi tidak mendengar

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
HYOTAE2018 #1
Chapter 33: Muchas gracias.
Esperando el siguiente capítulo, autor.
Gracias.
onesleven
#2
Chapter 32: Agak membingungkan, jadi sebenarnya TaengSic kenal duluan sebelum TaeNy ketemu? Terus kok bisa punya anak bareng? Update dong biar gak penasaran
Abangprims
#3
Chapter 31: jdi karina anakny taeyeon?. kok sampe taeyeon gak tau?.
onesleven
#4
Chapter 30: Wah tambah seru, sayang banget kalo update nya emang setahun sekali 😆
Semoga author dapat inspirasi terus buat update amin
onesleven
#5
Chapter 29: Asiiik, update baru, ditunggu kelanjutannya, kayaknya seru nih 😁
dinoy15 #6
Chapter 24: Udah baca di Wattpad ditunggu updatenyaaa..
royalyulsic #7
Chapter 1: Eng version???
Abangprims
#8
Chapter 22: aku menunggu kelanjutannya..
Abangprims
#9
Chapter 19: omo winter 🤣🤣🤣
Abangprims
#10
Chapter 18: aku msh setia menunggu..