Suasana tenang berubah menjadi kelam saat terdengar teriakan suara lelaki yang menjaga pintu utama, mengabarkan kedatangan permaisuri ke dalam istana putra mahkota. Dengan berat hati dia menutup buku catatan yang berisi tulisan tangan setengah halaman. Taeyeon bukan yang terbaik dalam pelajaran sastra tetapi dia berusaha belajar lebih giat untuk mengejar nilai yang tertinggal.

“Apa yang membuat permaisuri datang kemari?” Taeyeon sedikit mencondongkan tubuh ke depan sebagai tanda hormat sebelum melemparkan pertanyaan yang hanya sekedar formalitas. Dia tahu dengan pasti agenda tersembunyi di balik kedatangan sang ibu selama tujuh hari berturut-turut. Satu alasan kuat yang membuat permaisuri ikut campur dalam urusan kerajaan.

“Aku sudah memberikan banyak waktu Taeyeon, sekarang tiba saatnya membuat keputusan”

“Tanpa mengurangi sedikit pun rasa hormatku, mohon untuk bermurah hati mempertimbangkan kembali permintaan permaisuri. Aku melihat paduka raja masih cukup sehat menjalankan pemerintahan. Sungguh aku masih memerlukan banyak pembelajaran dan dengan pengalamanku saat ini alih-alih menjadi pemimpin yang bijaksana, aku khawatir hanya sekedar dijadikan sebuah boneka”

“Pangeran Hyoyeon sedang merencanakan kudeta di daerah barat daya. Jika kita membiarkan situasi ini terus berlangsung maka takhta kerajaan bisa jatuh pada garis keturunan yang berbeda”

Perasaan getir itu selalu muncul saat obrolan tentang garis keturunan menguap di udara seolah-olah Taeyeon merasakan beban ribuan ton berada di pundaknya. Katakanlah putra mahkota berhasil mempertahankan kursi kerajaan, lalu siapa selanjutnya yang akan menggantikan dia ketika kerutan halus di wajah tak lagi mampu disembunyikan. Pernahkah mereka berdua, raja dan permaisuri, melihat anak mereka sebagai tuan putri?

Tidak.

Kim Taeyeon adalah putra mahkota yang di arahkan mencapai garis akhir di atas singgasana berlapis emas.

“Aksi pemberontakan mereka tidak akan sampai melewati gerbang istana. Tanganku sendiri yang akan membereskan kekacauan tersebut secara langsung”

“Lakukan saja apa yang menjadi tugas putra mahkota dan aku tetap melanjutkan apa yang menjadi tanggung jawab permaisuri. Meskipun pada suatu saat nanti kamu berhasil meraih kemenangan, bahkan jika itu sebanyak seratus kali kemenangan beruntun, tidak cukup kuat untuk mengunci posisimu sebagai pengganti paduka raja”

Pembicaraan mereka berhenti sejenak ketika terdengar ketukan lembut dari luar pintu. Dayang Jung dengan hati-hati meletakkan dua gelas porselen beserta beberapa kudapan manis atas permintaan putra mahkota. Pada umumnya mereka tidak mengisi perut di luar waktu makan yang telah ditentukan. Namun karena kegemaran Pangeran Taeyeon dengan makanan manis, dia secara khusus meminta juru masak untuk menyiapkan porsi lebih di sela-sela waktu kosong.

“Waktu tidak bisa ditunda lebih lama lagi. Kamu diperbolehkan memilih putri tunggal perdana menteri kiri Hwang atau anak pertama