Prolog Junhoe 2
LoveJunhoe berdiri dari tempat duduknya, orang-orang disekitarnya terlihat sedikit kaget akan hal yang dilakukan Junhoe. Sementara Junhoe tidak menghiraukan reaksi orang sekitarnya dan berjalan santai ke arah pintu. Dan sedetik kemudian menghilang di balik pintu. Satu-satunya orang yang tidak mempertanyakan perbuatan Junhoe hanyalah Laki-laki bergigi tikus.
“Apa terjadi sesuatu dengan Junhoe hari ini?” Suara seorang perempuan mengalihkan pandangan semua orang dari pintu ke arah perempuan itu.
“Dia terlihat berbeda” Sahut salah satu perempuan lagi.
“Apakah kau tau sesuatu Jiwon oppa?” Perempuan dalam pelukan Laki-laki bergigi tikus mengangkat bicara.
“Ladies~~~ biarkan saja dia. Jangan pikirkan. Lebih baik kita bersenang-senang.” Jiwon berkata sambil mengangkat botol winenya mengajak semua orang di dalam ruangan untuk kembali ke aktivitas mereka sebelumnya.
Sementara Junhoe yang menghilang di balik pintu, terlihat berjalan santai melintasi ruangan yang padat dengan orang-orang yang menikmati fasilitas di bar tersebut. Karena banyaknya pengunjung bar pada saat itu, tidak jarang Junhoe berakhir tidak sengaja menyenggol ataupun menyentuh orang-orang di sekitarnya. Dan tidak disangkanya, untuk keluar dari bar ini perlu tenaga ekstra dan kesabaran ekstra. Orang-orang yang tidak sengaja disenggolnya kebanyakan mencoba membuatnya bertahan. Junhoe menolak mereka dengan halus dan terus mencoba berjalan santai keluar dari bar tersebut.
Sepuluh menit kemudian, Junhoe dapat bernafas lega akhirnya dapat mencapai lorong keluar dari bar. Namun dua orang melintas dari arah berlawanan darinya, dan salah satu darinya terlihat mirip sekali dengan orang yang dikenalnya sebelumnya. Bukan hanya dikenalnya, Junhoe mengetahui seluruh bagian dari tubuhnya yang bahkan orang lain takakan pernah tahu, bahkan mungkin tidak orang tuanya. Junhoe merasakan memorinya tergali kembali.
Rabu, 26 Januari 2011; Pukul 09:30
Musik bergema pelan dalam sebuah mobil berwarna putih yang melaju dengan kecepatan tinggi di jalanan pinggir kota Seoul. Mobil tersebut mengarah ke dalam kota dengan cepat, sedikit ugal-ugalan. Menandakan pengemudinya sedang dalam keadaan tergesa-gesa. Laki-laki bersetelan jas kerja di dalamnya memperlihatkan sikap gelisah yang sangat kentara. Sementara kakinya menginjak gas, tangan kanannya mengemudi, tangan kirinya mengetuk-ngetuk keras handle mobilnya.
“Jelaskan situasi saat ini dengan ringkas dan jelas” Ucapnya terlihat sedang menguasai emosinya sendiri. Orang yang sedang berbicara di ujung telepon menjelaskan dengan suara bergetar namun terdengar berusaha sebisa mungkin untuk tidak menambah buruk keadaan.
“Kalau separah ini, kenapa tidak sejak kemarin-kemarin kau kabarkan padaku. Kau tau, masalah seperti ini tidak mungkin terjadi begitu saja” Junhoe melembutkan suaranya, dia sepertinya telah menguasai emosinya dan menyadari bahwa situasi ini tidak sepenuhnya salah bawahannya, bahkan justru apabila ada orang yang bisa disalahkan, orang itu adalah dirinya. Dirinya yang bertanggungjawab penuh terhadap keadaan perusahaan yang dipegangnya.
“Kami kira, kami dapat mengatasi masalah ini tanpa anda, Pak. Tak kami sangka, orang tersebut bahkan dapat membawa masalah ini ke media sebelum dapat kami cegah.” Ucap orang di ujung telepon.
“Baiklah aku mengerti, untuk saat ini lakukan semampu kalian. Aku akan berbicara kepada Direktur Utama sebentar lagi dan mencoba meminta bantuan darinya.”
Sebelum menutup sambungan teleponnya, “Siapkan rapat direksi, aku akan sampai di tempat 2 jam dari sekarang. Dan siapkan Konferensi Pers untuk jam 8 malam ini. Jadikan ini seperti rumor terlebih dahulu dan buat seolah-olah kita telah menyelesaikan masalah ini, dan cek tanggapan dari orang itu. Mengerti?” setelah jawaban singkat “Saya mengerti” dari lawan bicaranya Junhoe menutup teleponnya.
Beberapa saat yang lalu, Junhoe telah mengecek semua tayangan media yang menjadi puncak masalah perusahaannya saat ini. Dia mengenal baik dalang dibalik masalah ini, sehingga tidak sedikitpun ada rasa takut untuk mengambil keputusan cara mengatasi masalah yang melanda perusahannya saat ini. Junhoe merasa percaya diri, lebih tepatnya dia merasa terbiasa. Pengkhianatan, bukan lagi hal tabu baginya.
Junhoe terdiam sebentar di tempatnya berdiri, di tengah lorong jalan keluar bar. Orang yang dilihatnya sesaat lalu memiliki dada dan berambut panjang. Tentu saja orang itu bukan orang yang dia kenal, hanya mirip. Namun kemiripan itu benar-benar berhasil membuat pikirannya kembali menggali memorinya dengan jelas. Junhoe berjalan kembali, dinikmatinya cuplikan-cuplikan memori yang muncul di kepalanya. Tidak ada gunanya mencoba untuk menghentikan pikirannya untuk memperlihatkan memori itu dikepalanya. Tidak pada hari yang sama.
Comments