LOVE 7

Love

Beriringan dengan cahaya matahari yang semakin bersinar menyilaukan di sela-sela gorden yang terbuka sedikit, seseorang yang masih enggan meninggalkan kenyamanan yang diberikan oleh kasur, menggeliat, dengan niat menyegarkan badannya. Memaksa untuk membangunkan dirinya sendiri. Tangannya menggapai-gapai sesuatu di sekiar tubuhnya dengan mata yang masih tertutup. Beberapa saat masih tidak ditemukannya apa yang dicari, akhirnya laki-laki itu membukakan matanya. Terbelalak akhirnya ketika menemukan hanya dirinya yang berada di kasur besar itu. Seingatnya dia tidak sendiri saat sebelum ia memejamkan mata malam sebelumnya. Apakah semua itu hanya dalam mimpinya? Semua sentuhan semanis madu itu? Semua suara manis yang dikeluarkan oleh orang itu semua hanya mimpi? Yang benar saja pikirnya.

Sedikit lebih lega ketika ia menyadari bahwa dirinya tidak memakai baju apapun dibawah selimut yang menutupinya saat ini. Paling tidak ia dapat memastikan bahwa ia tidak bermimpi. Ia benar-benar melakukannya semalam dengan orang itu. Bahwa tatapan laki-laki itu benar-benar terjadi dan itu hanya untuknya. Sekarang ketika ia mengingat semua hal itu kembali. Hatinya terasa ringan, namun panas seperti terbakar terasa ringan di pipinya. Pipi laki-laki itu memerah, dan ia tidak dapat menyembunyikan rasa senangnya. Senyum lebar terbentuk di wajah itu. Bahagia.

Kembali ke kenyataan. Lantas... dimana orang yang sedang ia bayangkan saat ini. Terasa ganjil ketika ia tidak menemukan orang yang memberikannya kehangatan kemarin malam dan paginya orang itu menghilang. Padahal ia bermaksud apabila ia bangun, ia akan kembali bergelut manja dengan orang itu. Apakah servisnya buruk? Laki-laki itu menggeleng keras. Menyangkal bahwa tidak mungkin ia salah membaca suasana, erangan panjang laki-laki yang menjadi partnernya kemarin malam telah cukup membuatnya yakin bahwa laki-laki itu menikmati perpaduan mereka berdua. Lebih lagi dirinya pikirnya. Baginya , tidak begitu lama semenjak terakhir ia melakukan ini. Namun ada hal yang lebih yang ia rasakan saat melakukannya dengan laki-laki yang kini menghilang entah kemana. Ia merasa dirinya bersatu sempurna dengan laki-laki itu.

Kepanikan kembali menyergap, ketika ia tidak dapat melihat satupun barang milik laki-laki bernama Chanwoo itu. Tasnya tidak lagi ditempat terakhir ia ingat. Laki-laki itu yang akhirnya dapat move on dari khayalannya mengenai kejadian kemarin malam memaksakan badannya untuk bergerak. Hal pertama yang ia sergap adalah handphonenya yang ada di atas lemari kecil di sebelah ranjang. Di carinya nomor Jung Chanwoo dan tanpa menunggu ia menelpon nomor itu. Sambil di jangkaunya celana dan baju yang tergantung rapi, seingatnya pakaiannya itu tergeletak berserakan kemarin malam. Chanwoo kah yang membereskannya? Sekali lagi laki-laki itu memperlihatkan pipinya yang bersemu merah. Namun kali ini ia tidak meneruskan pikiran-pikirannya, ia fokus pada hal ia lakukan saat ini. Berganti baju. Dan memikirkan cara menemukan Chanwoo. Ia sedikit menyesal mengapa ia tidak mensetting GPS agar dapat melacak chanwoo yang senang menghilang tiba-tiba. Paniknya masih juga belum reda, karena telepon yang kini ketiga kalinya ia lakukan masih tidak ada tanda-tanda ada jawaban.

Dan bukanlah Junhoe apabila ia tidak melakukan sesuatu dengan penampilannya sebelum keluar, ia benar-benar tidak nyaman apabila ia tidak berpenampilan, paling tidak lebih rapi, ketika terlihat orang lain. Dan di dalam kamar mandi. Ada satu hal yang membuatnya gamang. Ada dua kemungkinan ketika seseorang meninggalkan handphonenya setelah orang itu melakukan malam penuh gairah dengan orang lain. Orang itu benar-benar menjadi benci dan meninggalkan handphonenya dengan makna bahwa ia tidak ingin dihubungi lagi. Junhoe merasa tidak bersemangat secara tiba-tiba. Hal ini membuat dunia yang tadinya terlihat begitu bersinar menjadi lebih gelap. Dilain pihak, junhoe benar-benar ingin berpikir bahwa Chanwoo hanya tidak sengaja meninggalkan handphone itu dan sedang keluar sebentar atau apapun, yang penting Chanwoo tidak meninggalkannya karena membencinya atau sesuatu yang seperti itu.

Tanpa ia ingat lagi tentang perawatan paginya. Junhoe bergegas keluar kamar hotelnya. Dengan rasa tidak sabar ia memasuki lift. Sesekali ia berdecak tidak sabar, di dalam hatinya ia menggerutu mengenai betapa lambatnya lift itu membawanya ke bawah. Dan akhirnya ketika ia mencapai resepsionis, satu-satunya hal yang ia ucapkan adalah “dimana chanwoo?” resepsionis yang mendengar itu ternganga-nganga. Wanita resepsionis itu baru kali ini mendengar nama chanwoo. Meskipun begitu ia tentu tidak ingin mengecewakan bos besar yang berada di depannya terlihat gelisah itu. Ia mencoba mengecek apakah ada yang bernama itu di tamu saat ini dan menebak keberadaan Chanwoo. Junhoe menatap wanita itu tidak sabar, hal itu justru membuatnya menjadi serba salah dan ia kehilangan akal untuk mengatasi keadaan ini. Sesaat setelah junhoe berdecak dan hampir saja ia beranjak dari resepsionis matanya menangkap sosok seseorang yang memenuhi kepalanya saat ini. Berjalan gontai. Di dalam pikirannya junhoe menghitung mundur gerakan Chanwoo memasuki lobi hotel.

Hitungan ketiga tepat, chanwoo yang sejak tadi di cari oleh Junhoe muncul dengan senyuman lembut yang mengarah ke Junhoe. Junhoe saat ini merasa seperti sebuah paku besar tercabut begitu saja ketika ia melihat sosok chanwoo berjalan mendekatinya.

“Dari mana saja kamu. Aku hampir jantungan waktu sadar kamu gak ada di kamar.” Junhoe tidak menunggu chanwoo benar-benar dekat dengannya saat mengucapkan ini. Ia yang mendekati Chanwoo. Tanpa sadar tangannya bergerak hendak merangkul Chanwoo. Namun hanya dengan belalakan mata dari Chanwoo, Junhoe menahan dirinya. “Aku Cuma jalan-jalan sebentar keluar. Nyari angin. Dan ini...” Chanwoo memperlihatkan kantongan plastik dengan logo mini market dekat dengan hotel. Junhoe menangkap beberapa package cokelat dan jajanan ringan di plastik itu. Apakah Chanwoo merasa tidak nyaman dan memutuskan untuk stress eating nanti? Apa karena diriku. Pikir Junhoe.

Seperti dapat membaca pikiran Junhoe, Chanwoo nyeletuk sedikit sebelum akhirnya ia berjalan lebih dahulu. “Aku hanya tiba-tiba ingin makan jajanan. Kau tau menyesuaikan moodku saat ini.” Mendengar itu Junhoe sumringah dan dengan langkah panjangnya ia dapat menyesuaikan langkahnya dengan langkah Chanwoo. Keduanya berjalan beriringan. Dengan gentle Junhoe membukakan pintu lift untuk Chanwoo. Bergaya seperti seorang pangeran untuk putrinya. Junhoe menyilakan chanwoo memasuki lift dengan gesture tangan. Chanwoo terkikik malu melihat Junhoe melakukan itu. Di pukulnya pelan pundak Junhoe. Menyuruhnya untuk menghentikan gerakan memalukan yang Junhoe lakukan. Junhoe tersenyum senang karena ia dapat melihat semburat merah di pipi ranum milik Chanwoo.

Tanpa Junhoe sadari, ketika pintu lift tertutup. Hanya ada mereka berdua memang namun di dalam ada sebuah cctv. Junhoe tidak mengindahkan itu. Dengan pikiran bahwa ia tergiring oleh entah pesona Chanwoo atau hanya sekadar lust yang masih tersisa bekas kemarin malam. Junhoe mendekatkan bibirnya dan menangkap bibir Chanwoo yang tanpa sempat menghindari itu.

Chanwoo yang awalnya merasa terganggu, memilih menyerah, dinikmatinya getaran halus di hatinya ketika Junhoe melakukan itu. Di sudut hatinya, ia masih tidak yakin apakah ini adalah hal yang benar untuk dilakukan. Ataukah ia memang telah saatnya membuka hatinya dan mencoba menerima sesuatu yang manis yang nyata ia rasakan saat ini. Hatinya masih terpenuhi rasa bersalah. Ia belum memutuskan. Namun juga tidak menolak. Chanwoo hanya mencoba untuk mengikuti arus.

Hanya 10 detik ciuman singkat mereka berdua. Namun yang sudah cukup untuk membuat kedua insan itu terlihat bahagia. masing-masing memperlihatkan ke-awkward-an setelahnya. Namun bukanlah tanda negatif. Orang muda biasa bilang. Keduanya sedang salting. Salah tingkah.

“Tadi makan cokelat ya?” Junhoe yang memecah keheningan mereka berdua.

“Kok tau?” Chanwoo dapat menebak arah pembicaraan mereka ini. Karena jelas dia memang sebelumnya makan cokelat dan tentu saja masih tersisa sedikit dibibirnya. Jelas itu yang membuat Junhoe ikut merasakan.

“Tidak.. bibirmu terasa manis tadi. Jadi aku hanya menebak.” Chanwoo yang melihat Junhoe yang salah tingkah. Terkekeh pelan. Sementara Junhoe, ia tersenyum. Tidak pada siapapun. Tersenyum pada bayangannya yang terpantul di dinding lift. Ia menyadari betapa terlihat bahagianya ia saat ini. Dan untuk merasakan seperti ini dengan orang yang terhitung baru saja ia kenal membuat Junhoe merasa asing sekaligus tertantang.

-

Satu persatu barang di dalam kantongan plastik yang dibawa oleh chanwoo dikeluarkan. Junhoe ikut membantu disebelahnya. Semakin banyak barang yang di keluarkan semakin membuat Junhoe terpana. Awalnya ia pikir Chanwoo hanya membeli jajanan. Namun semua barang yang kini dikeluarkan oleh Chanwoo membuatnya berpikir ulang. Mungkinkah chanwoo berpikir untuk memasak? Junhoe yang terpaku pandangannya pada barang-barang itu membuat Chanwoo terkekeh pelan. Tanpa Junhoe sempat menanyakan langsung, Chanwoo dengan cepat memberikan pernyataan yang menjawab semuanya.

“Aku akan membuat sandwich, kamu mau rasa tuna atau telur?” Junhoe yang mendengar itu langsung menjawab dengan cepat “Telur”. Namun tidak ia pungkiri bahwa masih ada pertanyaan menggantung di benak Junhoe. Mengapa susah-susah memasak sendiri sementara mereka bisa memesannya di bawah. Tinggal menunggu sebentar dan voila. Mereka akan memakan apapun yang Chanwoo inginkan. Lagi-lagi sebelum Junhoe sempat mempertanyakannya, Chanwoo lebih dahulu nyeletuk.

“Kalau kamu mau nanya, ya tanya dong. Jangan hanya menatapku dengan tatapan penuh pertanyaan itu. Dan aku yakin saat ini kamu bingung kenapa aku masak padahal bisa aja memesan. Kan?” tangan Chanwoo masih sibuk memilah bahan makanan yang ingin ia gunakan.

“he’uh..” Junhoe menjawabnya singkat karena memang itu yang sedang ia tanyakan. Yang ia bingung apakah sejelas itu wajahnya? Dan Chanwoo bisa menebak dengan tepat.

Ada jeda waktu sebelum Chanwoo menjawab, Junhoe sedikit menebak bahwa Chanwoo memikirkan alasan untuk menjawab dan benar saja Chanwoo menjawab itu dengan kata-kata cari aman, “Tadi waktu belanja, tiba-tiba pengen saja.”

“Yang benar saja.. Tapi tidak masalah untukku. Tapi apa benar kamu bisa memasak?” Junhoe menatap Chanwoo dengan mata jahilnya.

“Jangan samakan aku dengan kamu yang selalu di layani tuan junhoe.” Chanwoo mendelik kesal karena seseorang sedang meragukan dirinya. Junhoe menangkap perubahan suasana Chanwoo, takut Chanwoo akan kembali lepas dari genggamannya. Diambilnya sesuatu dari laci dekat dengan dirinya. Sebuah apron yang dapat ia temukan disitu dibawanya mendekat ke pada Chanwoo, dipasangnya apron itu seraya membisikkan sesuatu yang jelas sekali membuat wajah Chanwoo laksana kepiting bakar. “Aku selalu menganggap orang yang berada di dapur itu seksi. Seperti dirimu saat ini”

“Pergi dari sini. Atau aku akan menjadikan jarimu ini isian hotdog” Masih dengan wajah yang memerah Chanwoo mengacungkan pisau yang sedang ia pakai untuk mengiris tomat. Daripada membuat takut, kelakukan Chanwoo itu malah membuat Junhoe tertawa. Dan semakin berani ia memeluk Chanwoo dari belakang. Disandarkannya dagunya dibahu Chanwoo. Chanwoo sempat menolak dan menyikut Junhoe. Namun Junhoe tidak bergeming.

“Biarkan aku seperti ini. Ini pertama kalinya seseorang membuatkanku makanan. Ini semua terasa spesial. Izinkan aku merasakan ini lebih dekat. Okay?” Junhoe mengatakan itu dengan tatapan mata yang tulus membuat Chanwoo sulit untuk menolak. Pada akhirnya ia membiarkan Junhoe mendekapnya. Sedangkan ia berusaha keras untuk meredakan degupan jantungnya yang semakin keras agar orang yang tengah mendekapnya itu tidak menyadari mengenai hal itu.

Mungkin ini yang yunhyeong rasakan saat itu. Merasa dicinta. Tapi benarkah orang yang dibelakangku ini memiliki perasaan setulus itu untukku? Ia hanya sedang mempermainkanku bukan? Jangan terjebak Chanwoo!


Aloha!

Short update. Ini perkembangan antara Junhoe sama Chanwoonya terlalu cepat ya. Maafkan aku ;P

Tapi sesekali membuat kedua orang ini bahagia gapapa kan ya...

PS: Aku nulis ini sambil dengerin “Music”nya JoJo. So recommended banget baca ini sambil dengerin lagu yang moodnya mirip2 ^^

Enjoy reading <3

Thank you always for everyone who read this lame fic ^^

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
nosign
SS for Side Story ^^ Enjoy~~

Comments

You must be logged in to comment
Planetoceng #1
Chapter 24: This is fic so damn lame but i can't stop reading it #junchanmanse #junchanislife cant wait for ur next update thor^^
Planetoceng #2
Chapter 24: This is fic so damn lame but i can't stop reading it #junchanmanse #junchanislife cant wait for ur next update thor^^
holup30 #3
Akhirnya update juga di tunggu lanjutannya
wulaaandari #4
Chapter 24: Majasih udah update :* melly yang terbaik :*
Icecreamlov4 #5
Chapter 23: Ini sudah end kah? Atau masih berlanjut? ><
KingKoong
#6
Chapter 23: “he’uh..”
kok aku ngebayangin muka junhoe pas bilang itu polos2 bingung gimana gitu pasti lucu bgt *3*

Kalo buat junchan perkembangan lebih cepat lebih baik hohohoho ;o
Thanks for the update~
wulaaandari #7
Akirnya mely update, yuhuu
Ini aku baca dari awal sampe akhir senyum terus. Aww this is really sweet. Gimana dong mel aku makin Cinta sama ff ini, tapi aku harus siapin hati buat updaten yang sebulan sekali ;( gpp deh mely uodtr aja udah buat aku seneeeeng, ditunggu yah mel update nya besok. Ini kan short story nya :p
KingKoong
#8
Chapter 22: Lah gatau kenapa baru nemu trus pingin baca fics ini sekarang, langsung cuss dari foreword sampe chapter terakhir dan eng ing eng~~~ man I LOVE THIS SO MUCH~♡
Asli Chanhwan sailing bgt tapi Junchan selalu dihati~♡
update lagi dong~ setelah gagalnya(?) 'kejadian' malem sebelumnya, semoga di next chapter bisa beneran yak xD