CHAPTER 22 – THE TWENTY-SECOND CHANCE
My Home
Author : thenewbie (@IrumaAckleschia)
A/N : Tq for your words Pinkykitty, ChangMiRuu, kyutket, cassiopcassie, randomcassie, aisyah0618, pimprime, aaaaaaaand of course dina_holmes. Also, everyone who have subs My Home, deep bow for all of you. This is My Home's last chapter. Please, enjoy! Genre : Family
Cast :
Jung Yunho as Jung Yunho
Shim Changmin as Shim Changmin
Kim Jaejoong as Kim Jaejoong (Yunho’s secretary and best friend)
Choi Siwon as Choi Siwon (Yunho’s boss)
Cho Kyuhyun as Choi Kyuhyun (Siwon’s son and Changmin’s friend)
Kim Youngwoon as Shim Kangin (Changmin’s grandpa)
CHAPTER 22 – THE TWENTY-SECOND CHANCE
Changmin tahu, apartemen Yunho adalah tempat yang harusnya tak ia datangi.
Tapi kedua tangannya seakan menjadi pengkhianat untuknya begitu ia keluar dari kantor Yunho. Ia mengayuh sepedanya tanpa tujuan dengan penuh rasa marah, kesal, jengkel, dan terutama sakit hati untuk beberapa saat, hingga ketika ia sadar ia tak tahu sudah berada di mana. Changmin menghela nafasnya lelah, adrenalinnya seakan terkuras habis, rasa marah dan kesalnya seperti menguap, menyisakan kepedihan yang mendalam. Ia dorong sepedanya dengan kaki gemetar menuju bangku di taman tak jauh dari tempatnya menghentikan sepeda. Merebahkan tubuh lelahnya di atas bangku, ia menatap intens langit gelap tanpa bintang di atasnya, merasa dirinya kuat untuk menghadapi kenyataan. Tapi tidak. Changmin bisa merasakan bibirnya bergetar dan matanya tergenang, bukan hanya karena dinginnya malam itu, tapi juga rasa sedihnya yang tak terbendung. Akhirnya ia membiarkan air mata mengalir bebas dari matanya, ia tak peduli. Ia lingkarkan kedua tangan mengitari badannya, menahan tubuhnya yang bergetar hebat karena tangis dan dingin yang menusuk. Changmin pun tak pedulikan butiran salju yang mulai turun dari hamparan kegelapan di atas kota Seoul.
Begitu Changmin berhenti dari tangisnya, ia merasa suhu udara mulai turun drastis. Ia harus segera mencari tempat hangat. Ia naiki kembali sepedanya, mengayuhnya pelan.
Changmin tak percaya betapa bodoh dan naifnya ia, sempat berpikir Yunho akan menerimanya kembali. Ia mungkin salah menilai perhatian yang Yunho berikan padanya selama ini. Mungkin Yunho belum berkeinginan memiliki seorang putra, seperti Changmin ingin sosok seorang ayah. Lagi pula untuk apa Yunho butuh seorang anak empat belas tahun? Bagaimanapun ia hanya lelaki lajang 30 tahun yang masih ingin menyempurnakan karirnya.
Jadi, Changmin tak bisa menyalahkan Yunho yang lebih memilih pekerjaan dibandingkan dirinya. Changmin tahu ia telah menghabiskan banyak waktu Yunho seperti mengantarnya ke sekolah, merawatnya saat sakit, menenangkannya setelah terjaga dari mimpi buruk, dan masih banyak lagi. Changmin tahu betapa bertanggungjawabnya seorang Yunho, dan itu membuatnya merasa menjadi beban berat bagi Yunho bila mereka tinggal bersama lagi (dan kali ini untuk waktu yang lebih lama).
Changmin menghela nafas dan memarkirkan sepedanya di sebuah bangunan yang kemudian ia sadari adalah apartemen Yunho. Changmin mendengus kesal, pikiran bawah sadarnya membawanya ke gedung ini kembali. Tapi ia tak ambil pusing. Badannya sudah menggigil, ia hanya ingin berada di tempat yang lebih hangat. Iapun mengunci sepedanya dan masuk ke gedung empat puluh lantai itu.
Changmin masih membawa kunci duplikat dari apartemen Yunho. Ia masuk ke sana dan lega Yunho belum kembali. Yunho mungkin kembali lagi ke pekerjaannya setelah Changmin lari dari sana tadi. Tenggorokan Changmin serasa tercekat, saat ia bisa menghirup kembali aroma khas yang dimiliki ruangan apartemen itu. Kakinya seperti berjalan sendiri dan membawanya ke ruang tv, tempat di mana mereka paling banyak menghabiskan waktu bersama. Changmin lalu duduk di sofa, menghidupkan lampu meja di sebelah kanannya. Ia tatap hujan salju melalui jendela kaca dan ia tak bisa melawan kantuk yang datang menyerbu kedua matanya.
Changmin tak tahu kenapa ia ke sini, lalu ia membuat skenario, bagaimana jika Yunho pulang? Ia mungkin takkan suka melihat Changmin di sini, ia mungkin juga akan meminta kunci duplikatnya kembali. Tapi untuk sekarang, Changmin hanya ingin menganggap itu takkan terjadi. Ia ingin menjadikan tempat ini ‘rumahnya’ meski hanya untuk sesaat. Jadi, untuk sesaat, ia akan berbaring di sofa ini, melepas jaket dan sepatunya, berpura-pura Yunho tak pernah menolaknya dan ia punya hak untuk berada di sini.
Mata Changmin mengerjap berat, dan akhirnya ia kalah melawan rasa kantuk. Changmin tertidur dengan satu kata dalam benaknya, rumahku.
-:-
Yunho tidak panik. Ia tidak pernah panik. Um, mungkin sedikit. Ia sudah mencari Changmin ke mana-mana, tapi tetap tak menemukan anak itu. Ia ke sekolah Changmin, ke taman di dekat sekolah, dan bahkan ia pergi ke rumah lama Changmin, memeriksa pohon besar di samping rumah itu, berharap Changmin tengah bersembunyi atau melamun di sana.
Setelah satu jam pencarian tanpa hasil, Yunho akhirnya menelepon Kangin. Dan Yunho merasa bodoh sekali setelah Kangin bilang Changmin tak kembali ke apartemennya. Yunho merasa bersalah telah membuat Kangin khawatir. Yunho harus meyakinkan lelaki tua itu bahwa telah terjadi kesalahpahaman antara mereka berdua dan ia akan segera menemukan Changmin, menyelesaikan masalah mereka. Dan Kangin pun, seperti biasa, terlalu baik dan pengertian padanya.
“Aku percaya kau bisa menemukannya, Yunho. Jangan terlalu menyalahkan dirimu sendiri. Aku yakin Changmin pasti merasa sakit hati sekarang, tapi setelah kau menjelaskan padanya, aku yakin ia akan baik-baik saja. Lihat saja nanti,” kata Kangin di telepon.
“Akan saya kabari nanti bila sudah menemukannya,” janji Yunho.
Setelah telepon itu, Yunho memutuskan untuk memulangkan Donghae. Malam sudah makin larut dan cuacapun makin buruk. Yunho khawatir Donghae tak bisa pulang dengan jarak pandang yang pendek.
“Turunkan aku di apartemen, Hae. Aku akan mencarinya sendiri setelah ini,” kata Yunho sembari meregangkan dasinya.
“Apa kau yakin, Yunho? Aku tak keberatan membantumu mencarinya,” tawar Donghae tulus. Yunho tahu bahwa Donghae juga mengkhawatirkan Changmin, dan ia merasa bersyukur memiliki Donghae sebagai sopir pribadi.
“Um, tak apa. Kau pulanglah, kabari saja aku bila kau melihatnya di jalan nanti,” Donghae mengangguk ragu atas penolakan halus Yunho.
Yunho melihat jam tangannya sesaat, lalu beralih ke hujan salju yang mulai lebat. Dan Changmin di luar sana sendirian. Dengan semangat untuk segera menemukan Changmin, ia turun dari mobil dan berlari melintasi lobi gedung Royal Blue Apartment. Segera masuk ke elevator dan memencet tombol 38. Ia menyusun rencana untuk hanya meletakkan koper, mengambil jaket, dan menyambar kunci mobil hitamnya, lalu akan keluar lagi untuk mencari Changmin.
Ia begitu konsentrasi pada rencana yang telah disusunnya, sampai-sampai butuh waktu semenit untuk menyadari bahwa apartemennya tak terkunci. Ia bisa masuk begitu saja ke dalam apartemennya tanpa membuka kunci pintu depannya. Yunho membeku sesaat, mencoba berpikir apa yang menyebabkan apartemennya tidak terkunci. Kemudian ia sadar bahwa lampu ruang tv menyala. Yunho yakin ia sudah mematikan semua lampu apartemennya tadi pagi, karena itu adalah kebiasaanya, dan ia tak pernah melewatkannya sekalipun. Jadi, antara seseorang telah masuk secara paksa ke apartemennya sekarang, atau seseorang yang memiliki duplikasi kunci apartemennya. Yang berarti, tersangkanya adalah pencuri, Jaejoong, Junsu, atau… Changmin.
Ia yakin bukan Junsu—adiknya itu tak akan ke Korea tanpa memberi kabar padanya terlebih dahulu. Dan ia tak menemukan ransel Junsu teronggok di sekeliling apartemennya.
Dan Yunho akan lebih yakin pencurilah yang masuk dari pada Jaejoong. Meski ia juga sadar, bila sepupunya itu tahu apa yang telah ia lakukan pada kucing kecilnya, Jaejoong akan mengulitinya hidup-hidup. Pikiran itu membuat tengkuk Yunho bergidik seketika.
Yang mana, hanya tertinggal satu tersangka dalam daftar Yunho. Changmin. Dan sangatlah aneh bila yang masuk ke apartemennya benar-benar anak itu. Setelah apa yang Yunho perbuat padanya, Yunho yakin ia tak akan mau menemuinya lagi. Jadi untuk apa Changmin kemari?
Menaruh harapan besar bahwa Changminlah yang sekarang berada di ruang tv-nya, kaki Yunho melemas begitu dilihatnya sepatu yang begitu familiar baginya tergeletak di dekat sofa. Si empunya sepatu tergolek dengan mata terpejam dan nafas teratur, jelas tengah tertidur. Yunho membiarkan tubuhnya bersandar pada tembok untuk sesaat sebelum berjalan mendekati sofa. Diperhatikannya dari dekat wajah anak empat belas tahun itu. Tidak. Saat ini Changmin lebih terlihat seperti anak TK dari pa
Comments