Confession
I Like You
Chapter 19
Confession
"Americano, spaghetti, dan roti krim cokelat-keju."
Dua menit menunggu di depan mesin kasir. Hyoka mengetuk-ngetuk ujung sepatu ketsnya dengan bosan. Dengan kedua tangan yang menggenggam erat dua sisi nampan cokelat tua di depannya, ia berjinjit untuk menilik pesanannya sudah tiba atau belum. Sesekali ia menoleh ke arah Jay yang tengah duduk di meja yang telah mereka pesan dengan segenggam cheese burger di tangannya. Gadis itu, sungguh. Seksualitasnya patut dipertanyakan. Jika saja tubuhnya lebih tinggi 10 cm dari Hyoka, mungkin orang-orang akan dengan sangat mudah tertipu. Hyoka mengulas senyum sekilas sebelum perhatiannya kembali terpusat pada bibi penjaga kantin di depannya.
"Terimakasih," ujar Hyoka dan berlalu menghampiri Jay.
Dengan mulut yang masih penuh dengan makanan, Jay menggerutu, "wama hekayi—"
"Telan dulu, Jay," seru Hyoka.
Hyoka mulai menyuapkan suapan pertama spaghettinya ke dalam mulut.
"Kau tahu, spaghetti buatan bibi itu sangat enak," celoteh Hyoka.
"Kudengar dia mantan koki di sebuah hotel bintang lima," Jay menelan gigitan terakhir cheese burger-nya, "Tapi, ia memutuskan keluar dan memilih bekerja disini."
Hyoka mengangguk, meski awalnya ia sedikit terkejut dengan pernyataan Jay. Gadis ini selain tomboy, ia juga punya banyak pengetahuan tentang Hyunggi. Luar biasa.
"Tidak heran sih. Kantin di Hyunggi saja seperti restoran bintang lima. Di setiap sudut ruangan ada pelayan dan CCTV. Bahkan, ada meja VIP untuk murid-murid spesial," imbuh Hyoka. Jay turut mengiyakan pernyataan Hyoka. "Hei, bukankah itu Mark?"
Jay mengacungkan telunjuknya ke arah Mark yang sedang berjalan, sebelumnya pemuda itu sempat mampir ke meja kasir mengambil pesanannya. Hyoka menoleh secepat kilat. Ya, itu memang Mark Tuan. Sayangnya, pria itu tidak sedang berjalan ke arahnya, melainkan ke sisi lain—meski manik mata mereka sempat beradu pandang. Mark seakan menghindar, mungkin lebih tepatnya menghindari Hyoka. Apa karena kejadian malam kemarin?
"Kalian bertengkar?" tanya Jay mengintimidasi, namun hanya disambut gelengan kepala Hyoka.
"Kenapa ia menghindarimu? Jelas-jelas tadi Mark melihat ke arah kita. Tsk."
"Sudahlah, Jay," kata Hyoka, "Mungkin ia ingin bertemu teman-temannya."
"Kau yakin?"
"Jay, berhenti mengintimidasiku," seru Hyoka.
Sejurus, Jay tutup mulut dan tidak berani mengucapkan sekecap katapun.
Apa benar Mark menghindariku? Jangan-jangan karena kejadian semalam. Memangnya Hyoka mengatakan hal yang salah? Atau menyinggung perasaan Mark?
Bahkan di hari terakhir hubungan mereka, kenapa Hyoka harus repot-repot memikirkan hal seperti ini? Sungguh merepotkan. Oh, baiklah. Mungkin kali ini Hyoka harus mengalah—untuk yang terakhir kalinya—setelah berulang kali dirinya mengalah untuk menetralisir segala kesalah pahaman diantara mereka berdua selama ini. Berurusan dengan Mark Tuan memang melelahkan, tapi lambat laun ia jadi terbiasa. Bahkan, itu menjadi candu tersendiri seperti Americano yang ia nikmati saat ini.
Hyoka beranjak dari duduknya. Niat hati ingin menghampiri Mark yang tengah duduk sendiri di pojok ruangan. Terlihat betul raut wajah kesal pada pria itu. Menatap Hyoka pun rasanya enggan—malah membuang muka keluar jendela.
"Hei, Hyoka!"
"Hm?"
"Apa nanti sore kau punya waktu luang?"
Pria ini. Tiba-tiba saja muncul di hadapan Hyoka pada waktu yang sedikit kurang tepat. Yah, sedikit.
"Eng… tidak sih."
"Aku ingin mengajakmu nonton teater musikal. Kata teman-temanku pertunjukannya bagus, jadi aku ingin mengajakmu," pria itu, Minhyuk, menatap Hyoka dengan binar mata penuh harapan. Tak menghiraukan eksistensi Jay di samping Hyoka.
"Bagaimana ya?" Hyoka tampak menimbang-nimbang. Sekilas matanya melirik pria yang masih masih mengunyah makanan di pojok ruangan itu. "Aku boleh mengajak seseorang?"
"Mark? Boleh boleh," seru Minhyuk mantap, "Itu Mark. Kau bisa mengajaknya langsung—"
"Sst...," Hyoka berdesis, "Kalau kau yang memintanya, bagaimana? Tapi, jangan bilang kalau aku juga ikut ya?"
Bukan apa-apa, mendadak firasat Hyoka jadi buruk. Mungkin, Mark akan menolak mentah-mentah jika Hyoka yang meminta, melihat sikap Mark yang berubah padanya hari ini. Mungkin ini kesempatan terakhir Hyoka bisa bertatap muka dengan pemuda itu. Kalau sampai Mark menolak tawaran Minhyuk, otomatis semuanya benar-benar sudah berakhir. Benar-benar berakhir.
Kini, giliran Minhyuk yang tampak berpikir, "Baiklah. Nanti sepulang sekolah kuajak Mark," kata Minhyuk dengan senyum lebar. "Tapi, apa kau ada masalah dengan Mark? Maaf aku lancang."
"Mungkin bisa dibilang begitu," jawab Hyoka. "Ayo, Jay. Kita harus kembali ke kelas."
Baik Jay maupun Hyoka segera beranjak dari tempat itu meninggalkan Minhyuk dengan senyum manisnya, seperti biasa. Jay tidak banyak berkomentar. Selama perbincangan kedua orang itu ia hanya menyaksikan sembari menghabiskan sisa cheesecake-nya.
Setelah berjalan cukup jauh dari kantin, Jay tiba-tiba menarik Hyoka dan membisikkannya sesuatu.
"Apa Minhyuk itu orang baik?"
"Hmm."
"Kau yakin?" tanya Jay sekali lagi.
"Jay..." Hyoka menghentikan langkahnya, "Aku sudah bilang berhenti mencurigai hal-hal yang tidak peting. Kau ini terlalu banyak nonton drama sih."
Seketika Jay mengernyit mendengar jawaban Hyoka, "Okay, okay. Aku minta maaf."
---------------
Hyoka menggigit bibir bawahnya dengan cemas. Matanya tak henti meniliki setiap penjuru guna mencari seseorang yang ia tunggu sejak limabelas menit yang lalu. Tak jarang pandangannya beralih pada jam tangan hijau tosca yang melingkar di pergelangan kirinya. Gadis itu sudah berdiri tepat di depan pintu gedung teater sembari menggenggam ponsel—mungkin saja Minhyuk memberinya pesan atau apalah. Karena hari ini adalah pertunjukan
Comments