New Lover
I Like You
Chapter 12
New Lover
Hyoka menatap semangkuk ice cream di depannya dengan tatapan nanar. Kedipan matanya bisa dihitung dalam kurun waktu per lima menit. Maccha ice cream yang bahkan menjadi salah satu ice cream favoritnya pun dibiarkan teronggok bagai tak tersentuh dan meninggalkan hidangan berwarna hijau itu setengah isi—dan mulai mencair sejak 15 menit yang lalu.
Hyoka menghela nafasnya—sangat pelan. Hampir tak terdengar oleh Woobin. Namun, tampaknya Woobin mengerti makna gestur itu. Pikiran Hyoka tidak sedang disini—bersamanya, namun tengah memikirkan sesuatu nan jauh disana. Pria itu tersenyum getir lalu mengelus tangan Hyoka yang sedari tadi ia letakkan di atas meja.
"Pasti ada sesuatu di balik helaan nafas panjangmu itu," kata Woobin, "Ada masalah apa?"
Hyoka menggeleng cepat, "Tidak apa—"
"Aku tidak menerima jawaban 'tidak apa-apa' atau 'aku baik-baik saja' ya," sergah pria jangkung itu.
Lagi-lagi Hyoka menghela nafasnya, kali ini lebih keras. Woobin memang tidak mudah diakali. Apalagi melihat title-nya yang notabene adalah mahasiswa jurusan Psikologi di Amerika Serikat. Siapa yang bisa menipu Woobin? Pria itu bisa membaca bahasa tubuh lawan bicaranya hanya dengan melihatnya sekali saja.
"Apa ini soal kekasihmu?" lanjut Woobin.
Sejurus Hyoka menoleh, hendak meluncurkan kalimat protes, "Bukan. Bu-Bukan tentang Mark."
Woobin terkikik, "Menyangkal tapi tergagap?" ujar Wobin sembari memegangi perutnya karena kaku menahan tawa.
Bibir Hyoka membentuk kerucut merah muda.
"Oppa, berhentilah mengejekku. Tidak ada yang lucu."
"Han Hyoka…"
"Kau cantik."
DEG
Untuk yang kesekian kali kalimat itu kembali muncul di benaknya. Persetan dengan otaknya yang selalu mengulang kalimat laknat itu bagaikan kaset kusut. Sulit dipercaya bahwa pencetus kalimat tersebut adalah seorang Mark Tuan, manusia maha datar yang pernah Hyoka kenal di dunia.
"Tuh 'kan, melamun lagi," seru Woobin.
"Siapa yang melamun? Aku hanya berpikir."
Woobin mendesah bosan, "Mau pesan apa lagi?" tanya Woobin sambil merenggangkan otot lengannya.
"Oh ya, aku hampir lupa," Woobin menepuk jidatnya, "Selamat atas usahamu yang berhasil lolos dalam tes masuk Klub Tensai!"
Lengan kanan Woobin bergerak untuk menjabat tangan Hyoka, lalu mengacak-acak rambut gadis itu pelan. Ia puas, meski harus sedikit menyiksa gadis yang empat tahun lebih muda darinya itu.
Ponsel Hyoka berdering. Menambah gaduh suasana diantara mereka.
Hyoka menempelkan ponsel di telinga kirinya setelah berhasil mengeja nama si pembuat panggilan pada layar display—Mark Oppa.
Baiklah, anggap saja ini menjijikkan atau sebagainya karena ini bukan semata-mata keinginan Hyoka, tapi Mark seorang yang memaksanya. Apa boleh buat.
"Halo, oppa," sapa Hyoka.
"Uhm.. halo, Hyoka. Kau ada dimana?"
Hyoka menatap Woobin sekilas, "Aku bersama Woobin oppa di kedai ice cream. Ada apa?"
Lama tak terdengar jawaban dari seberang.
"Halo?"
"Oh. Iya, maaf mengganggu."
"Tidak, Tidak. Tidak mengganggu kok."
Untuk kedua kalinya, tak terdengar suara, meski Hyoka bisa mendengar desahan Mark dari seberang. Apa mungkin Mark semacam orang yang membuang-buang biaya telepon untuk panggilan kurang penting seperti saat ini? Dari nada bicaranya, Mark tidak seperti biasanya. Apa dia sakit?
Sial, rutuk Hyoka dalam hati. Mengapa ia harus sebegitu khawatir dengan manusia itu?
"Hyoka Han..."
Hyoka hanya membalas dengan gumaman.
"Tidak apa-apa. Uhm... Baiklah. Aku putus sambungan ini. Dah!"
Putus.
Hyoka memandangi layar ponselnya dengan tatapan tidak percaya. Apa-apaan ini? Mark tidak sedang mengigau, 'kan? Atau baru saja dia meminum obat tidur? Mark tidak sedang mabuk, bukan begitu?
Hyoka menggeleng-geleng.
"Dari Mark?" tanya Woobin setelah berhasil memasukkan sepucuk sendok cappucino ice cream ke mulutnya.
Hyoka menggangguk.
Woobin tertawa—lagi. Hyoka yakin gigi pria itu pasti sudah kering jika ia tidak bolak-balik meminum sebotol air mineral yang berdiri di atas meja—disamping mangkuk ice creamnya.
"Indahnya percintaan masa muda," Woobin tersenyum meledek.
Hyoka mendelik ke arah Woobin, memberi ancaman dengan kepalan tangan yang siap menghujam pelipis pria bertulang pipi tirus itu. Woobin sadar hari ini dia memang keterlaluan. Mau bagaimana, dia sangat merindukan saat-saat dimana ia bisa mengerjai dan meledek Hyoka habis-habisan. Sudah lama Woobin tidak melakukan itu, dan kini keinginannya terkabulkan haha.
"Ya sudah. Aku harus pulang. Aku harus mengecek website untuk mengetahui tugas musim panas dari universitas. Kau tidak apa-apa 'kan kutinggal?" kata Woobin.
"Lebih baik kau pergi sebelum aku memukulmu," jawab Hyoka dengan nada marah yang dibuat-buat.
Woobin menyengir lebar. Setelah memberi salam pada Hyoka, ia langsung berbalik menuju pintu keluar—tentu saja setelah membayar bill-nya.
Hyoka mendengus keras. Jari-jari mungilnya turut meremas ponsel yang sejak tadi masih ia genggam—tidak habis pikir dengan sikap Mark yang belakangan ini cukup aneh, atau itu hanya menurut Hyoka? Entahlah, Yang jelas hari ini pri
Comments