[ 9 ] Tertawa

Sleep Call

Jalanan sangat ramai pada akhir pekan. Orang-orang dalam balutan mantel tebal beraneka ragam berjalan di sepanjang trotoar ditemani berbagai kendaraan berlalu-lalang di jalan raya. Pemandangan umum yang terjadi sehari-hari. Jessica mengamati sekelilingnya; pohon-pohon di tepi jalan, para pejalan kaki dan mobil yang dilewati.

Ujung jari Jessica mengetuk lingkaran di depan kursi kemudi, memutar setir ke kiri lalu mengambil lajur sebelah kanan. Titik merah yang ditunjukkan pada layar rute perjalanan berada lima ratus meter setelah persimpangan jalan. Kecepatan mobilnya perlahan berkurang hingga berhenti total di depan sebuah toko kacamata.

Jessica mengambil ponsel dari dalam tas. Menempelkan ibu jari pada layar ponsel dan membuka kontak nomor telepon. Dia mencari sebuah nama yang tersimpan di urutan huruf O.

Oh Hayoung.

Oh Minsuk.

Oh Sangjin.

Olaf!

Dalam sekejap aliran darahnya mendidih mengingat kejadian semalam. Berani-beraninya lelaki itu berbicara omong kosong setelah Jessica berbaik hati membelikan pakaian dari butik ternama. Jika tahu nasib buruk sedang menunggu di sana, Jessica tidak akan mau menerima tawaran adiknya untuk menonton film di bioskop.

“Aku sudah tiba di depan rumahmu,” kata Jessica ketika sambungan telepon terhubung.

Taeyeon langsung melompat dari kursi lalu mondar-mandir di depan cermin. Untuk sesaat dia dilanda kepanikan yang membuat sel otaknya berhenti bekerja. “Bagaimana penampilanku?” tanya Taeyeon kepada perempuan muda yang berbaring di atas tempat tidurnya.

“Pakaiannya bagus tapi wajah Kakak tidak mendukung untuk terlihat bersinar karena terlalu banyak dosa besar yang telah dilakukan. Seumpama punya mulut, baju itu akan berkata maaf saya sudah berusaha semaksimal mungkin menutupi aura gelapmu.”

“Yah, kamu cari mati?” teriak Taeyeon dengan melempar bantal ke tubuh adiknya.

“Jangan bercermin terus nanti pecah. Buruan keluar, sudah ditunggu di depan. Lagi pula itu hanya pesta pernikahan. Bukan kencan, kan? Aku bilang Kak Tiffany kalau berani macam-macam.”

Taeyeon menarik nafas dalam-dalam dan memaksakan seulas senyum di depan cermin. Ya Tuhan, lelaki itu tidak pernah merasa segugup ini seumur hidup. Itu bahkan lebih buruk daripada ketegangan yang Taeyeon rasakan saat wawancara pekerjaan. Bertemu dengan Jessica Jung benar-benar memberinya tekanan mental.

Dari kejauhan Jessica melihat tubuh tegap berbalut setelan jas biru tua di bagian luar. Dia buru-buru membuka pintu mobil untuk bertukar tempat duduk.

“Kamu melarangku memakai kemeja hitam tapi lihat sekarang, pakaianmu sendiri berwarna hitam,” gerutu Taeyeon melihat sekilas wanita yang duduk di kursi penumpang.

“Pertama, ini disebut gaun. Tidak ada perempuan yang menggunakan gaun terbuka seperti ini untuk menghadiri pemakaman. Kedua, wanita berbusana hitam terlihat lebih anggun. Lalu ketiga, bisakah kamu segera menjalankan mobil? Kita sudah sangat terlambat.”

Dan untuk pertama kalinya perjalanan mereka tidak berada dalam keheningan sunyi yang mematikan. Teriakan lumba-lumba senantiasa bersenandung setiap kali Taeyeon menginjak pedal gas lebih dalam. Hanya ada dua pilihan, datang terlambat dengan kecepatan rata-rata atau tiba tepat waktu dalam laju mobil yang menggila.

“Taeyeon, lihat ke depan!”

“.....”

“Itu ada truk!”

Taeyeon membunyikan klakson dua kali sebelum mengambil lajur kiri untuk mendahului.

“Lampu hijau,” ucap Jessica memberi peringatan.

“.....”

“Awas sebentar lagi jadi lampu merah!” lanjutnya memegang sabuk pengaman erat-erat.

Lelaki itu memindah persneling ke angka empat kemudian menginjak gas lebih kuat. Melewati tiga mobil sekaligus dan menerobos lampu lalu lintas yang tepat berganti warna setelah mobil mereka melaju lurus di persimpangan jalan.

“Apa kau gila, itu tadi lampu merah!” teriaknya memekakkan telinga.

“Masih hijau.”

“Aku akan menuntutmu dengan pasal pembunuhan berencana!”

“Berikan tanganmu,” decak Taeyeon kesal sembari mengulurkan sebelah tangan. Jessica agak bingung menangkap maksud rekan kerjanya. Setelah tiga detik berlalu lelaki itu merasakan beban di atas telapak tangannya. Taeyeon mengunci jari-jari mereka dan bertanya, “apa ini bisa membuatmu lebih tenang?”

Butuh waktu beberapa saat bagi Jessica  memproses kata-kata itu di kepalanya sebelum menarik tangan dengan cepat dan berteriak, “gunakan kedua tanganmu untuk menyetir dengan benar!”

Perjalanan mereka memakan waktu empat puluh menit untuk sampai di tempat tujuan. Itu lebih cepat dari waktu yang diperkirakan. Terima kasih kepada Kim Taeyeon yang berani mengendarai mobil seperti orang kesetanan. Setelah roda kendaraan berhenti sempurna di area parkir yang luas, Taeyeon membuka sabuk pengaman dan menunggu wanita di sampingnya.

“Ayo turun, kita sudah sampai.”

“Semua akan baik-baik saja,” gumam Jessica pada diri sendiri, menunduk menatap jari-jari tangan yang saling meremas.

“Kamu bilang apa?” tanya Taeyeon. “Aku tidak mendengar dengan jelas.”

Jessica menggigit bibir bawahnya dan berkata lirih, “aku butuh bantuan.”

Taeyeon menatapnya dengan pandangan bingung. “Bantuan apa?”

“Aku ingin menyewa jasamu.”

“Hah?”

“Jasa rental pasangan untuk menemani pergi ke pesta pernikahan. Bisa, kan?”

“Bagaimana kamu tahu tentang hal itu? Aduh, seharusnya aku menghapus unggahan tersebut di media sosial.”

“Maksudmu layanan itu sudah tidak tersedia?”

“Tentu saja. Aku sudah lama berhenti sejak diterima bekerja di perusahaan.”

Celaka, Jessica tidak menduga kegagalan dari rencananya. Apa yang harus dia lakukan? Tidak mungkin gadis itu pulang ke rumah dengan tangan kosong untuk meratapi nasibnya yang menyedihkan. Dia sudah jauh-jauh datang ke sana untuk memberikan pukulan keras di hati pria yang mencampakkan hidupnya.

“Bisakah kamu membuat pengecualian untukku? Kamu sudah menerima pembayaran di muka dan sisanya akan aku berikan setelah keluar dari pesta.”

“Tunggu, pembayaran di muka?”

“Semua yang kita lakukan di hari Jumat.”

Taeyeon menatap pakaian yang membungkus tubuhnya dengan mata terbelalak. Kemudian gaya rambut yang terpantul dari cermin depan mobil. “Astaga, kamu sengaja melakukan itu semua. Kamu menjebakku!”

“Aku hanya mengubah penampilanmu agar dapat bersaing dengan Yoona. Aku bahkan tidak tahu jika biro jasamu sudah ditutup.”

“Lebih baik kita masuk ke sana sebagai rekan kerja. Aku akan selalu berada di sampingmu agar tidak kesepian.”

“Aku tidak butuh teman. Sebagian besar yang ada di dalam sana adalah teman-temanku.”

“Apa kamu malu karena belum punya pasangan?” tanya Taeyeon menebak-nebak alasan gadis itu meminta bantuan.

“Bukan karena itu.”

“Lalu?”

Jessica terdiam beberapa saat dengan tatapan mata kosong. Kemudian dia mendesah pelan mengusir ketegangan di pundaknya. “Pengantin lelakinya, Im Yoona, adalah mantan kekasihku. Aku menerima undangan pernikahan mereka selang satu minggu setelah perpisahan.”

Taeyeon tercengang mendengar suara Jessica yang mengalun lembut di telinganya. Satu minggu? Bukankah itu keterlaluan. Meski Taeyeon bukan lelaki berhati malaikat tetapi dia tidak akan melakukan hal serendah itu.

“Ayo, kita turun,” ucap Taeyeon tanpa keraguan. Pandangan mata mereka bertemu dalam satu garis lurus seakan meyakinkan bahwa hari ini bukanlah akhir segalanya. Akan ada hari di mana matahari bersinar terang. Akan ada hari di mana hujan deras pasti berhenti. Dan akan ada hari di mana lelaki brengsek itu menerima pembalasan.

“Diam-diam akan aku kencingi makanan yang ada di sana,” gurau Taeyeon mendatangkan tawa kecil yang tertahan. Andai saja Jessica sering tertawa seperti saat ini, mungkin Taeyeon tidak akan menilainya sebagai gadis yang dingin.

Dia cantik ketika tertawa.

***

“Siap?” tanya Sunny menyembulkan kepala dari celah pintu yang terbuka. Dia menutup pintu di balik punggungnya kemudian melangkah kecil mendekati seorang wanita dengan gaun pengantin berwarna putih. “Kau tahu, aku mengira bahwa Bora akan menjadi yang pertama melepas masa lajang. Tapi siapa sangka jika gadis yang tidak pernah berpacaran ini adalah pemenangnya.”

Seohyun memaksa seulas senyum tipis di wajah. Matanya menatap lekat pantulan tubuhnya pada cermin oval yang berdiri tegak. Dalam kegelisahan hati yang tak kunjung reda dia bertanya-tanya apakah para tamu undangan akan menyadari perubahan bentuk tubuh khususnya pada bagian perut yang mulai membesar. Semoga saja tidak. Dia sudah berusaha menyembunyikan itu di balik gulungan kain berenda.

“Gugup?”

“Hm, sangat gugup.”

“Tenang saja. Kamu sangat cantik.”

Dekorasi ruangan dengan bunga-bunga berwarna putih adalah pemandangan utama yang menarik perhatian Seohyun begitu pintu terbuka lebar. Di antara bunyi degup jantung yang berdebar cepat dan riuh suara tepuk tangan orang-orang yang semakin kencang, pengantin wanita itu memusatkan pandangan matanya kepada Yoona yang berdiri di ujung sana. Kali ini Seohyun dapat tersenyum lega. Setidaknya lelaki itu tidak melarikan diri dan mengacaukan pernikahan mereka.

Acara pernikahan mereka dimulai dari penghormatan kedua mempelai yang kemudian dilanjutkan dengan membaca sumpah pernikahan di hadapan semua orang. Perasaan gugup itu menjalar ke telapak tangannya yang bergetar halus saat menggenggam mikrofon. Sorot mata Yoona yang kelabu menyapu ke seluruh ruangan hingga berhenti tepat pada gadis berambut pirang.

Jessica datang. Jessica melihatnya.

Namun, siapa lelaki itu? Kenapa Jessica menyandarkan kepala di pundak lelaki itu?

Tepukan ringan di belakang punggung menyadarkan Yoona dari lamunan panjang.

“Terima kasih telah datang ke pernikahan kami. Aku akan membacakan sumpah pernikahan di hadapan kalian semua,” kata Yoona berhenti sesaat. Dia menarik nafas panjang untuk memenangkan diri. Kemudian mendekatkan kembali mikrofon ke bibirnya.

“Hm.. cinta. Setiap orang memiliki arti  tersendiri tentang kata ini. Ada orang yang dengan mudah mengatakannya. Lalu ada juga yang merasa sulit untuk mengungkapkannya. Aku merenungkan definisi cinta seperti apa yang aku miliki dan sepertinya aku berada di kelompok yang kedua. Mungkin kamu akan merasa bosan karena tidak mendengar kata cinta yang terucap dari mulutku tapi jauh dari sekedar kata-kata cinta itu sendiri, aku menjalani pernikahan ini dengan tujuan yang mulia. Seohyun, mari hidup bersama membangun keluarga yang bahagia.”

Tepuk tangan yang meriah dari tamu undangan kembali menggema selepas mempelai pria mengakhiri rangkaian kata yang terucap. Kini kesempatan berikutnya diberikan kepada pengantin wanita.

“Hai suamiku,” katanya diselingi tawa ringan. Itu mungkin terdengar canggung tetapi Seohyun membutuhkan energi yang positif untuk menenangkan hatinya.

“Akhirnya tiba di mana hari kita menjadi pasangan suami istri. Karena tiba-tiba kamu muncul begitu mengejutkan dalam kehidupanku sehingga aku tidak bisa mengungkapkan dengan kata-kata. Terima kasih telah berada di sini. Aku tidak ragu sedikit pun jika suatu hari nanti kamu menjadi sosok orang tua yang sempurna. Terima kasih. Aku benar-benar berterima kasih atas kehadiranmu di sampingku.”

Di antara ratusan orang yang bertepuk tangan terdapat satu sosok yang duduk diam tak berkutik. Jessica membuang wajah ke samping dan bergerak cepat menghapus butiran kristal yang hampir jatuh melalui sudut mata. Ternyata pembalasan itu lebih sulit dari yang dia bayangkan.

Jika gadis itu boleh memilih, Jessica ingin terbebas dari bayang-bayang mantan kekasihnya. Sebesar apa pun cintanya pada lelaki itu, dia juga ingin merasakan kebahagiaan. Kini tiba masanya Jessica melepaskan apa yang seharusnya sudah dilepas. Namun nyatanya, itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Terlalu naif jika mengatakan rasanya biasa-biasa saja melihat lelaki itu menikah dengan perempuan lain.

“Kamu baik-baik saja?” bisik Taeyeon di telinganya.

“Hm..”

“Mau keluar sebentar?”

“Tidak perlu.”

“Ngomong-ngomong, apakah kamu tahu bagaimana cara mengatakan 'maukah kamu menikah denganku' dalam bahasa Inggris?”

Jessica mulai berpikiran jika lelaki itu benar-benar bodoh dan bagaimana bisa Hyoyeon meloloskan Taeyeon bekerja di perusahaan. Bahkan untuk tata bahasa asing yang sangat sederhana dan sering muncul di film romantis pun pria tersebut tidak tahu. Jessica menggelengkan kepala dan menjawab, “will you marry me.

Yes I do.”

Dalam sekejap suasana hati Jessica terasa lebih ringan. Dia berusaha keras menutup mulutnya dengan telapak tangan agar tidak tertawa.

Bertemu orang yang tepat pada waktu yang salah adalah dongeng belaka. Itu tidak benar. Seseorang tidak pernah bertemu orang yang salah di dalam hidupnya. Tuhan memberikan tujuan di setiap pertemuan; entah itu menjadi berkah atau musibah. Selalu ada kebahagiaan di samping pelajaran.

Mungkin lelaki itu adalah orang yang tepat untuk memberikan luka sehingga wanita mempunyai standar yang lebih tinggi dalam mencari pasangan hidup.

Mungkin lelaki itu adalah orang yang tepat untuk meninggalkan kehidupan sehingga wanita dapat menjadi mandiri dan berdiri tegak di atas kedua kakinya.

Dan mungkin ada lelaki yang tepat tetapi untuk alasan yang berbeda; yang tidak pernah dibayangkan. Kehidupan tidak selalu memberikan apa yang diinginkan. Namun malaikat mengirimkan apa yang dibutuhkan.

Gadis itu perlu tertawa.

Dan pria tersebut memberikannya.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
onesleven
#1
Chapter 20: Hahaha bisa-bisanya Taeng kira itu covid test, kacau-kacaaau 😆
Untung Sica emosinya lagi labil kalo gak udah di keplak kepalanya Taengoo haha
Makasih sudah kasih happy ending buat Taengsic, selamat tahun baru juga!
onesleven
#2
Chapter 19: Antara Yuri dan Sica, gak tau deh mana yang paling tolol, Fany sama Taeyeon sudah kasih clue disana-sini sampai akhir gak ngeh juga, kasian..
Semoga akhirnya TaengSic jugs bahagia seperti yang lain. Terima kasih sudah update ceritanya~
sabeth #3
Chapter 14: Kenapa anak Seohyun dan Yoong harus mengalami jantung berhenti.

Semoga saja Yoong berubah menyayangi Seohyun.
onesleven
#4
Chapter 10: Hai, gue hampir gak pernah baca ff snsd bahasa indonesia tapi cerita lu ini asik. Gue suka cara menulisnya mirip kayak novel remaja jaman dulu pas gue smp, bahasanya baku tapi tetap enak pas di baca. Mudahan ada terusannya, makasih~
sabeth #5
Chapter 10: Kasihan si Seohyun. Itu kalau Yoona cuek begitu, bagaimana nanti si Seohyun melahirkan. Kan Seohyun hamil anak dia kenapa perlakuan Yoona begitu. Sesak nafas bacanya.
sabeth #6
Chapter 3: Ceritanya bagus. Jangan lama2 ya up date. Thanks