[ 4 ] Bertengkar

Sleep Call

Setelah dua jam berlalu usai bel pulang sekolah, Winter kembali masuk ke dalam ruang kelas dengan Karina yang duduk di depannya. Suasana sekolah tidak terlalu sunyi meskipun sudah pukul enam sore. Kebanyakan adalah siswa tingkat akhir yang belajar hingga malam untuk persiapan ujian masuk universitas.

“Apa kamu sudah selesai? Aku sudah selesai sejak satu jam yang lalu. Tapi aku tidak akan membiarkanmu menyalinnya sebelum kamu menyelesaikan tugasmu” kata Karina tampak gelisah melihat orang-orang dari lantai atas mulai berhamburan pulang. Saat ini waktu menunjukkan pukul tujuh malam.

“Aku pikir tidak ada salahnya jika sesekali mendapatkan nilai jelek. Lagi pula ini hanya tugas biasa. Bukan ujian akhir semester” ucap Winter dengan senyum canggung dan mengangkat kedua tangan untuk menyerah. Dia mulai merapikan barang-barang yang berserakan di atas meja.

“Jangan seret aku ke dalam reputasi burukmu”

“Satu kegagalan kecil tidak membuat nilai rapormu kebakaran. Kalau mau kamu bisa mengumpulkan tugas sendirian dan menjawab seluruh pertanyaan tersebut”

“Dasar tidak tahu malu. Sekalipun aku mengumpulkan tugas dengan nilai sempurna, hasilnya dibagi dua dengan milikmu karena ini tugas kelompok. Ini semua salahmu! Kamu seharusnya belajar lebih giat dan tidak membuang-buang waktu dengan melakukan hal bodoh”

“Mengapa kamu peduli dengan hal bodoh yang aku lakukan di luar sana? Itu lebih menyenangkan dibandingkan menulis hal-hal yang membosankan di buku harian konyol” sindir Winter dengan percikan api di matanya. Menulis catatan di buku rahasia adalah kebiasaan yang mereka lakukan di masa kecil. Namun, itu dulu sebelum perang dingin dimulai. Winter praktis berhenti menulis ketika terjadi keretakan dalam hubungan pertemanan mereka.

Sejujurnya tidak mengejutkan mendengar kata-kata tajam keluar dari bibir gadis itu setiap kali mereka bertengkar, tetapi entah bagaimana rasa sakitnya tidak pernah berkurang. Justru itu terasa lebih menyengat ketika hanya ada mereka berdua. Karina tidak segan-segan membalas tatapan itu dengan seringai miring.

“Belajar memang membosankan tapi itu terbayar lunas dengan prestasi yang diraih. Aku bukan gadis bodoh yang menjual tubuh dengan tarian murahan di depan sekelompok lelaki pemain basket hanya untuk popularitas sesaat yang akan hilang setelah lulus sekolah”

“Apa yang salah dengan menjadi pemandu sorak? Setidaknya mereka melihatku sebagai gadis yang menarik untuk diajak berkencan. Bukan gadis kutu buku yang tidak tahu cara berciuman”

Keberanian Karina tiba-tiba mendorong tubuh Winter ke tembok bukanlah sesuatu yang mengejutkan melainkan cara gadis itu meletakkan bibirnya di atas bibir mantan sahabatnya; panas dan marah.

“Melihatmu kehabisan nafas dan terengah-engah seperti ini, aku ragu siapa sesungguhnya di antara kita yang tidak tahu cara berciuman” kalimat terakhir Karina sebelum pergi keluar membanting pintu kelas.

***

Tiffany melempar tasnya sembarangan dan menghempaskan tubuh ke sofa panjang membelakangi wajah pria malang yang menyandarkan punggung di tembok. Menebak-nebak isi pikiran wanita itu lebih sulit daripada ujian masuk perguruan tinggi. Bukan perkara satu ditambah satu sama dengan dua melainkan lima menit datang terlambat telah menjadi masalah kecil yang akan diungkit seumur hidup. Dengan langkah kecil Taeyeon menyalakan lampu ruang tengah dan berjalan ke dapur mengambil segelas air dingin.

“Tiffany Hwang, coba lihat aku sebentar” kata Taeyeon sembari mengusap lengan kekasihnya yang berbaring miring. Karena nada suaranya yang lembut, Tiffany tidak punya pilihan selain membalikkan tubuh dengan enggan dan memandang sepasang bola mata kecokelatan.

“Kamu marah?”

“Kamu nanya?” ucap gadis berdarah campuran itu dengan nada yang dibuat-buat. Taeyeon berteriak dalam hati dan bersumpah akan menghapus aplikasi sampah itu yang sudah berani meracuni pikiran pasangannya.

“Sayang kenapa sih?”

“Tidak apa-apa”

“Terus kenapa dari tadi uring-uringan? Lagi PMS ya?” di sini Taeyeon mencoba bersikap lebih dewasa menghadapi sifat keras kepala dan kekanak-kanakan.

“Ya, mungkin itu akan datang dalam waktu dekat”

“Mau aku belikan coklat atau es krim?”

“Tidak, terima kasih”

“Aku buatkan teh hangat ya” Taeyeon bangkit dari kursi dengan cepat dan mencium kening gadis itu sebelum berjalan ke dapur.

Tiffany menegakkan punggung pada sandaran kursi. Mendesah panjang dan menggeleng-gelengkan kepala. Dia tidak seharusnya mempunyai pikiran buruk terhadap lelaki yang sudah enam tahun menemani hidupnya. Namun, tidak mudah menutup telinga dari bisikan setan. Semakin lama dia menyimpan perasaannya, kecurigaan itu tumbuh semakin besar.

“Minumlah”

Matanya menatap kosong uap panas yang mengepul dari cangkir di atas meja. Dia mengembuskan nafas berat.

“Taeyeon..”

“Hm?”

Tiffany menggigit bibir bawahnya memilih perkataan yang tepat. Dengan hati-hati dia bertanya, “apa kamu sadar jika belakangan ini banyak hal terjadi di luar kebiasaan?”

“Apa?” Taeyeon tampak kebingungan.

“Kamu berubah” jawabnya singkat. Persetan, sekarang atau tidak sama sekali.

“Tolong jelaskan, aku tidak mengerti”

“Kamu sudah jarang mengirim pesan. Terkadang kamu juga tidak menjawab teleponku”

“Itu karena aku sibuk bekerja”

“Sampai larut malam?”

“Ya, waktuku tidak terikat secara khusus seperti pekerja kantoran”

“Sulit dipercaya” kata Tiffany disertai tawa kering yang seolah-olah terkesan menghina di mata lelaki itu. “Aku bisa membantumu mendapat pekerjaan yang lebih baik”

“Cukup. Aku tidak mau membahas masalah pekerjaan”

“Kenapa kamu selalu bersikap seperti ini setiap kali aku mencoba menolongmu?”

“Dan kenapa kamu tidak bisa menghargai aku sebagai seorang lelaki?!”

“Taeyeon, pelankan suaramu. Aku tidak suka kamu berteriak”

“Kamu yang memulai lebih dulu”

“Aku hanya ingin membantu dengan mendirikan kantor firma hukum atas namamu. Apa itu salah?”

“Kita sudah membicarakan hal ini berulang kali. Kamu masih tidak paham alasanku menolaknya?”

“Alasanmu tidak rasional. Kenapa harus merasa malu menerima bantuan dari pacar sendiri?”

“Kau tahu, aku sudah terbiasa mendengar orang lain di luar sana mencibirku dengan mengatakan bahwa aku mengencanimu karena harta”

“Apa kamu serius ingin membawa masalah itu lagi sekarang? Sampai kapan kamu akan terus membandingkan status sosial keluarga kita?”

“Bukan aku, tapi mereka! Kamu tidak pernah mendengar berita murahan itu karena kamu bergaul dengan kalangan yang berbeda. Walaupun menyakitkan tapi itu tidak masalah. Sungguh, aku bisa menutup telinga mengabaikan omongan orang-orang yang tidak penting. Mereka tidak mempunyai pengaruh apa-apa di dalam hidupku. Tapi bagaimana aku bisa tenang kalau penilaian itu berasal dari keluargamu? Apa yang akan dikatakan ayahmu jika tahu anak perempuannya memberikan modal besar secara cuma-cuma kepada kekasihnya? Apa kamu benar-benar ingin aku terlihat seperti lelaki pecundang yang tidak berguna di mata keluarga Hwang?”

Sejak awal hubungan mereka tidak berjalan mulus tanpa restu salah satu pihak keluarga. Kala itu Tiffany bersikeras meminta Taeyeon untuk  tutup mulut dan merahasiakan hubungan mereka dari siapa pun. Namun itu tidak bertahan lama hingga pada suatu waktu, Nyonya Hwang memergoki anak perempuannya di dalam kamar sedang melingkarkan kaki di pinggang seorang laki-laki. Itu bukan suatu pemandangan yang ingin dilihat wanita tua itu selepas pulang dari liburan akhir tahun.

Keributan besar tidak berhenti sampai di sana. Suara tangisan anak tunggal keluarga Hwang yang menolak untuk kembali ke California menambah catatan buruk bagi lelaki itu. Meskipun mereka setuju membiarkan Tiffany tinggal di Korea untuk melanjutkan kuliah tetapi Taeyeon dapat merasakan aura gelap di balik tengkorak kepala.

“Lantas apa dengan pekerjaanmu yang sekarang akan membuat dirimu menjadi lelaki yang terhormat? Berapa lama aku harus menunggumu? Lima tahun, sepuluh tahun, lima belas tahun? Aku tidak mengeluh membonceng di belakang motormu meski hari hujan lebat. Aku diam saja ketika kamu mengajak makan di tepi jalan walaupun itu kotor dan tidak sehat. Aku tidak peduli bahwa kamu hanya anak seorang pemilik toko kaca mata. Dan aku tidak pernah membuatmu merasa tidak mampu bersaing dengan lelaki kaya di luar sana. Tidak pernah”

“Tidak, Tiffany” kata Taeyeon tersenyum getir. Dia mundur secara perlahan dan menggelengkan kepala. “Kamu baru saja melakukannya”

***

Seohyun melihat lelaki itu menutup wajah dengan telapak tangan kemudian mendesah keras. Jelas sekali kalau Yoona sedang marah, kecewa dan putus asa. Gadis itu mengerti kekacauan hidup yang harus dihadapi karena perasaan itu juga yang sedang dia rasakan.

“Gugurkan kandungnya”

“Bagaimana kamu bisa meminta seorang dokter untuk menghilangkan nyawa manusia?”

“Aku punya kekasih”

“Aku tidak memaksa kalian putus”

“Lalu untuk apa kamu datang menemui aku?” kata Yoona dengan nada tidak percaya.

“Memberimu kesempatan untuk menebus dosa” ucapnya lirih.

“Dengan cara menikahimu? Aku bahkan tidak tahu apa-apa selain namamu”

“Aku tidak meminta kamu menjadi suamiku tapi mungkin kamu bisa memilih untuk jadi orang tua yang bertanggung jawab”

“Apa kamu punya kekasih?” tanya Yoona penasaran melihat gadis di depannya begitu tenang.

“Tidak tapi aku bahagia dengan hidupku yang damai. Rasanya tidak adil melepas cita-cita yang hampir terwujud. Tahun depan aku akan menjadi dokter spesialis tapi sepertinya itu harus menunggu sampai anak ini lahir di dunia”

“Maaf”

Seohyun membuka tas dan mengeluarkan jam saku antik berwarna emas lengkap dengan rantainya. “Aku harus kembali di rumah sakit”

“Beri aku waktu untuk berpikir”

“Ya, hubungi aku setelah membuat keputusan. Aku terbuka terhadap segala saran kecuali yang tadi. Itu mengerikan”

Setelah pertemuan singkat mereka, Yoona harus memaksa kakinya masuk ke apartemen. Dia sudah mengulur waktu selama mungkin. Tetap tinggal di kantor walaupun pekerjaan telah selesai dan mengambil rute perjalanan yang padat. Dia tidak ingin bertemu Jessica. Dia berharap kekasihnya sudah tidur terlelap. Namun begitu pintu depan terbuka, dia melihat Jessica duduk di ruang tengah. Seketika hatinya terasa berat.

Haruskah dia mengatakannya sekarang? Cepat atau lambat Jessica harus tahu kenyataan itu. Tentang perempuan lain dan bayi dalam kandungannya.

Atau, dapatkah dia melewatkan peristiwa malam itu? Terlalu menyakitkan untuk berkata jujur. Dia tidak sanggup melihat Jessica terluka. Mungkin kebohongan kecil dapat menyelamatkan hatinya yang rapuh.

“Kamu pulang terlambat. Mau aku panaskan makan malam?” tanya Jessica begitu melihat lelaki itu jalan mendekat. Yoona memalingkan wajah menghindari tatapan matanya.

Maafkan aku..

“Tidak perlu, aku sudah makan di luar”

“Mau mandi sekarang?”

“Ada yang ingin kukatakan kepadamu” ucapnya mengambil tempat duduk di samping gadis berambut pirang. Dia harus menyelesaikan ini sekarang di saat masih mempunyai keberanian.

“Tunggu dulu. Aku punya kejutan” kata Jessica bersemangat mengeluarkan sesuatu dari dalam amplop. Yoona diam membisu menatap kosong perpotongan garis vertikal dan horizontal di lantai. Kata-kata yang tersusun di kepalanya buyar begitu saja.

“Lihat, aku memesan tiket liburan ke Jepang!”

“Apa? Kenapa tiba-tiba?”

“Karena aku berhasil memenangkan kasus besar jadi Tuan Lee memberikan cuti lima hari”

Yoona mengangkat wajah dan menatap langsung ke dalam iris mata coklat madu. Jessica membalas dengan senyuman lebar yang membuat lelaki itu lupa akan semua masalah.

“Nah, sekarang apa tadi yang ingin kamu katakan? Sepertinya sesuatu yang penting”

“Ya, itu sangat penting”

“Apa?”

“Aku mencintaimu. Ingat itu baik-baik”

Lelaki itu tidak bisa.

Keberaniannya telah hilang.

***

Beberapa minggu ini memang agak membingungkan bagi Taeyeon. Dia tahu masalah itu harus segera diselesaikan. Namun, dia tidak yakin bagaimana cara mengatasinya. Apakah hubungan mereka akan berakhir? Tidak, itu tidak boleh terjadi.

“Kim Taeyeon” panggil seorang wanita berpakaian abu-abu.

“Y-ya?” jawabnya tergagap. Dia merasa malu tertangkap basah sedang melamun di hari pertamanya bekerja.

Pertengkaran hebat yang terjadi dengan kekasihnya menyadarkan Taeyeon untuk sungguh-sungguh mencari pekerjaan yang layak. Tiffany benar, seberapa keras dia bekerja sebagai kekasih bayangan wanita lain tidak akan menaikkan status sosialnya. Taeyeon butuh pekerjaan tetap jadi di sinilah dia sekarang memulai dari bawah.

“Ini adalah meja kerjamu. Yang perlu kamu lakukan adalah membantu pekerjaan pengacara senior. Meski kamu berstatus pekerja kontrak tetapi jangan ragu untuk bertanya. Ruanganku ada di ujung sana”

“Terima kasih, Hyoyeon-ssi”

“Eh, kamu membuat aku terdengar sangat tua. Panggil nama saja”

Taeyeon menganggukkan kepala dengan senyum sopan.

“Seharusnya kamu bekerja di bawah Jessica Jung, tapi saat ini dia sedang liburan ke Jepang. Dia akan kembali dalam tiga hari. Untuk sementara kamu bisa baca peraturan baku yang tertulis di sini” Hyoyeon mengeluarkan tiga tumpuk berkas dari lemari dan meletakkannya di atas meja.

Taeyeon duduk dengan canggung di ruangan itu. Matanya melirik ke sana kemari tak tentu arah mengamati orang-orang yang sibuk bekerja. Mungkin suatu hari dia juga akan sibuk seperti mereka tapi untuk satu tahun pertama ini dia hanya bekerja sebagai pegawai kontrak. Sayangnya, tidak ada jaminan kalau dia dapat terus bekerja di tahun kedua dan seterusnya.

Menyibukkan diri dengan pekerjaan merupakan cara terbaik untuk melupakan masalah tetapi kenapa di kepalanya hanya dapat memikirkan satu nama? Taeyeon menutup mata membayangkan wajah gadis itu. Dia harus menemui Tiffany Hwang malam ini.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
onesleven
#1
Chapter 20: Hahaha bisa-bisanya Taeng kira itu covid test, kacau-kacaaau 😆
Untung Sica emosinya lagi labil kalo gak udah di keplak kepalanya Taengoo haha
Makasih sudah kasih happy ending buat Taengsic, selamat tahun baru juga!
onesleven
#2
Chapter 19: Antara Yuri dan Sica, gak tau deh mana yang paling tolol, Fany sama Taeyeon sudah kasih clue disana-sini sampai akhir gak ngeh juga, kasian..
Semoga akhirnya TaengSic jugs bahagia seperti yang lain. Terima kasih sudah update ceritanya~
sabeth #3
Chapter 14: Kenapa anak Seohyun dan Yoong harus mengalami jantung berhenti.

Semoga saja Yoong berubah menyayangi Seohyun.
onesleven
#4
Chapter 10: Hai, gue hampir gak pernah baca ff snsd bahasa indonesia tapi cerita lu ini asik. Gue suka cara menulisnya mirip kayak novel remaja jaman dulu pas gue smp, bahasanya baku tapi tetap enak pas di baca. Mudahan ada terusannya, makasih~
sabeth #5
Chapter 10: Kasihan si Seohyun. Itu kalau Yoona cuek begitu, bagaimana nanti si Seohyun melahirkan. Kan Seohyun hamil anak dia kenapa perlakuan Yoona begitu. Sesak nafas bacanya.
sabeth #6
Chapter 3: Ceritanya bagus. Jangan lama2 ya up date. Thanks