[ 1 ] Sebuah gagasan

Sleep Call

Suara air mendidih dari dalam teko listrik menyebabkan ujung jempolnya tersandung di antara kursi kayu. Taeyeon melompat-lompat menuju dapur menggunakan kaki sebelah kiri sementara lutut kanannya tertekuk menahan rasa sakit yang tidak seberapa. Steker dicabut dari stop kontak dan air panas dituangkan ke dalam mie instan kemasan cup. Dari aromanya saja bisa membuat air liurnya menetes.

Selagi menunggu tiga menit sampai mie mengembang sempurna, Taeyeon menggonta-ganti saluran televisi. Sebuah tayangan iklan kamera di mana seorang pria memotret aksi kejar-kejaran petugas polisi yang berusaha menangkap pencuri tanpa ada upaya untuk menolong. Pikirannya gagal menemukan korelasi mengapa iklan kamera harus menggunakan tindak kejahatan. Itu adalah contoh buruk bagi generasi sekarang yang sering merekam kejadian di luar sana tanpa meminta persetujuan dari pihak yang terlibat.

Plak!

“Melamun jorok ya?” Winter menampar pelan wajah kakaknya yang melongo.

“Apaan sih. Pulang ke rumah itu salam dulu, bukan main tampar pipi orang sembarangan” gerutunya mengelus pipi sebelah kiri.

“Salah sendiri punya wajah mesum begitu” kata Winter dengan nada sambil lalu.

Anak kedua keluarga Kim mendorong pundak yang tertua untuk bergeser ke samping. Sesaat mereka damai dengan duduk berdampingan. Taeyeon menyeruput mie tanpa memutus panjangnya sedangkan Winter sibuk bermain dengan ponsel yang terus berbunyi. Diam-diam Taeyeon melirik pada layar ponsel yang menyala.

“Coba saja kalau berani mengintip. Aku patahin itu leher” ucapnya tanpa mengalihkan pandangan mata dari benda yang dipegang.

“Dih, orang aku lagi nonton film” sanggah Taeyeon membela diri padahal jelas-jelas dia berbohong.

“Apa tadi warna tas yang dipakai wanita itu?” jari telunjuknya mengarah pada layar televisi 32 inch.

“Hm..” seketika pikiran Taeyeon menjadi kosong. Dia tidak mengerti mengapa wanita suka menyiksa para lelaki dengan kuis dadakan yang tidak berbobot. Itu menyebabkan dia harus memutar otak dua kali dan mengarang pertanyaan konyol. “Sebentar lagi kamu ulang tahun kan, mau minta kado apa?”

“Permintaan tahun lalu saja belum Kakak belikan”

“Pilih kado juga jangan asal ngomong, yang rasional sedikit. Bagaimana caranya aku bisa beli iPhone keluaran terbaru. Masih beruntung aku mau kasih kamu uang jajan”

“Makanya cari kerja yang benar agar dapat membahagiakan adikmu yang cantik ini”

“Malas. Baru juga lulus kuliah sudah disuruh menanggung beban hidup anak setan”

“Wah, parah. Orang tua sendiri dibilang setan”

“Kamu kan bukan anak mereka. Kamu adalah bayi yang tertukar saat di rumah sakit”

“Ih, apaan sih, menyebalkan sekali” dengan kesal Winter memukul lengan kakaknya. Gurauan lama yang tak pernah padam di mana kerap kali Taeyeon mengatakan bahwa mereka bukan saudara kandung. Pada masa kanak-kanak, Taeyeon bercerita tentang bagaimana ibunya menemukan bayi perempuan di tempat sampah saat musim dingin dan kemudian diberi nama Winter. Itu membuat gadis berusia enam tahun menangis seharian.

“Dari pada cuma menghabiskan waktu dengan menonton film seharian di rumah lebih baik Kakak mengirimkan surat lamaran kerja. Memang Kakak tidak kasihan sama Kak Tiffany?”

“Kenapa? Apa hubungannya?” tanya Taeyeon sambil menggigit ujung sumpitnya.

“Kasihan saja. Sudah pacaran lama dari SMA tapi belum diajak menikah. Bagaimana jika tiba-tiba ada lelaki lain yang mendekat?”

“Cari mati itu namanya”

“Iya, Kak Taeyeon yang mati. Aduh!” Winter meringis kesakitan memijat ubun-ubun yang dijitak. Mata setengah melotot dengan bibir mengerucut. Dia paling benci saat seseorang menyentuh kepalanya, tidak terkecuali saudara kandungnya sendiri.

“Dipikir dulu sebelum bicara”

“Lah, apa yang salah? Badan kurus kerempeng begitu ditiup angin juga melayang”

Taeyeon menaruh makanan di meja kemudian menyingsingkan kaus pendek hingga sebatas ketiak. Mengepalkan telapak tangan dan menekuk lengan membentuk sudut sembilan puluh derajat. Dia menepuk otot lengan atas yang menonjol sambil bertanya, “kamu lihat ini apa?”

“Tulang” ledek sang adik segera kabur melarikan diri.

***

“Hatchiiiii..” Tiffany mengusap hidungnya yang gatal pertanda sedang dibicarakan orang lain.

“Dingin? Pakai ini” Yuri melepas jaket varsity corak hitam putih yang dikenakan.

“Tidak perlu. Aku baik-baik saja” tolaknya secara halus.

Lelaki berhidung mancung itu cenderung mengalah pada kebanyakan kasus perdebatan mereka. Mungkin karena Tiffany adalah tipikal wanita yang keras kepala. Atau mungkin juga karena Yuri takut membuat perempuan tersebut marah besar. Namun untuk kali ini Yuri tidak mendengar perkataan sahabatnya. “Pakai saja. Aku orangnya pemaksa”

“Terima kasih”

Yuri mengaduk pasta kacang kedelai hitam pada semangkuk jajangmyeon yang dipesan hingga tercampur rata untuk diberikan kepada gadis yang duduk di depannya. “Aku dengar sebentar lagi Blackpink akan mengadakan konser. Tanggalnya belum ditentukan tapi kemungkinan bulan Januari atau Februari”

“Terus?”

“Kamu tidak nonton?”

“Belum tahu. Kenapa?”

“Mereka favoritmu, kan?”

Tiffany mengerutkan kening karena heran. “Sejak kapan?” tanyanya.

“Segala sesuatu yang mengandung unsur pink adalah kesukaan Tiffany Hwang” jawabnya dengan segaris senyuman.

Yuri sudah mengenal gadis berdarah campuran itu sejak umur tujuh tahun karena tumbuh besar di lingkungan yang sama. Tempat tinggal mereka hanya berjarak lima langkah. Pada awalnya mereka hanya mengenal sebatas nama, tidak pernah bertegur sapa apalagi bermain bersama. Namun hubungan keduanya berubah drastis ketika mereka duduk di bangku sekolah menengah pertama. Posisi Yuri yang terpilih sebagai ketua organisasi mengharuskan banyak berinteraksi dengan Tiffany yang ditunjuk sebagai sekretaris pada masa itu.

“Astaga, itu dulu waktu masih kecil. Sekarang aku lebih suka warna hitam”

“Nah, kebetulan ada juga kata black di situ”

“Sebenarnya tidak ada penyanyi tertentu yang membuat aku sampai tergila-gila. Aku menikmati semua jenis aliran musik. Lagu-lagu mereka juga ada di playlistku”

“Aku paling suka lagu mereka yang Dureup Dureup”

“Hah, yang mana? Lagu baru?”

“Bukan, itu lagu lama. Kalau tidak salah rilis sekitar tahun 2018”

“Kok aku belum pernah dengar ya”

“Lagunya seperti ini hit you with that dureup dureup dureup

“Itu judulnya Ddu-du Ddu-du”

Yuri menggaruk rambutnya yang tidak gatal sementara Tiffany tertawa terbahak-bahak. “Oh iya, maksud aku yang itu. Jadi mau nonton konsernya tidak?”

“Hm, aku tanya Taeyeon dulu ya mau ikut atau tidak”

“Kalau dia tidak perlu ditanya sudah pasti mau. Kami berdua mempunyai selera yang sama, sehati dan sepemikiran. Nanti aku beli tiketnya buat kita bertiga”

“Kamu tidak mau ajak satu orang lagi? Biar genap”

“Bilang saja kamu mau berduaan sama Taeyeon”

“Terima kasih atas pengertiannya” ucap gadis itu tersenyum malu.

Yuri hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala membayangkan kelakuan sepasang kekasih yang dimabuk asmara. Untung saja Taeyeon lulus lebih cepat dibandingkan mereka berdua. Jika tidak Yuri harus rela menjadi obat nyamuk selama beberapa bulan ke depan.

***

Setelah menunggu hampir dua jam, pasangan itu tiba di sebuah hotel bintang lima. Bukan salah Yoona yang lambat mengemudikan mobil tetapi Jessica menghabiskan waktu lebih dari satu jam untuk merias wajah. Yoona menekan angka tiga pada tombol lift yang membawa mereka menuju tempat resepsi pernikahan. Selepas menuliskan nama para tamu undangan dipersilakan memasuki ruang pesta. Mereka duduk melingkari meja bersama empat orang lainnya yang merupakan teman seprofesi. Yoona melirik arloji di pergelangan tangan, lima menit lagi acara akan segera dimulai.

Tepat pada pukul sebelas siang suara lonceng menggema di setiap sudut ruangan. Dua wanita paruh baya jalan berdampingan dengan pakaian tradisional, menyalakan lilin untuk memulai acara kemudian saling menundukkan kepala memberi hormat. Mereka adalah ibu dari kedua mempelai. Tidak lama kemudian pengantin pria berjalan diiringi tepuk tangan yang meriah. Aura ketegangan tidak dapat disembunyikan dari raut wajahnya. Berkali-kali Hyunbin menarik nafas dalam untuk menenangkan perasaaan gugup. Dan fakta bahwa Yejin berjalan didampingi oleh ayahnya di ujung sana membuat jantung lelaki itu berdebar dua kali lebih cepat.

Usai melewati serangkaian acara; menyampaikan janji pernikahan, pesan nasihat dari ayah kedua mempelai, dilanjutkan dengan pemberian hormat oleh anak kepada orang tua, lalu disusul dengan hiburan seperti bernyanyi. Dan di penghujung acara prosesi pernikahan ditutup dengan sesi foto bersama. Yoona tersenyum lebar menggandeng kekasihnya.

Cekrek!

“Satu.. Dua.. Tiga..”

Karangan bunga berwarna putih melayang di udara. Semua orang yang berbaris di belakang berteriak dengan mengangkat tangan ke atas. Mungkin karena postur tubuhnya yang tinggi lelaki bermata rusa itu berteriak kegirangan, “yeay aku dapat!”

“Siap-siap sebentar lagi dilamar” Hyoyeon berbisik di telinga Jessica.

“Ssstt..” gadis itu mendengus walaupun dalam hati senang mendengar ucapan tersebut. Dia hanya bisa menundukkan kepala untuk menyembunyikan rasa malunya.

“Jadi kapan kira-kira tanggalnya?” goda Jung Haein di sela-sela acara makan bersama.

“Tanggal apa?” tanya Yoona dengan mulut penuh makanan.

“Jangan lama-lama nanti Jessica direbut pria lain” jawabnya memperjelas arah pembicaraan mereka.

“Ah, itu tidak mungkin” Yoona menatap mata kekasihnya. Perlahan dia meraih telapak tangan Jessica dan menciumnya. “Kami ditakdirkan untuk bersama. Dia milikku begitu juga sebaliknya”

“Aduh, ada bau bucin” ledek Hyoyeon menutup hidung seolah ingin muntah.

“Sudahlah, angkat kaki saja kita dari muka bumi ini”

“Cari rumah kontrakan di planet mars”

Di tengah obrolan yang sedang berlangsung, seorang pelayan mendatangi meja mereka dengan menawarkan senampan sampanye. Hyoyeon yang mempunyai toleransi tinggi terhadap minuman beralkohol menukar gelasnya yang telah kosong, begitu pula dengan Jessica. Sementara para lelaki di sana melihat gelas-gelas sampanye yang berkilau dengan tatapan menyesal. Mereka tidak boleh minum terlalu banyak lantaran harus mengemudi malam ini.

***

“Kenapa kamu tidak baca pesanku” Sunny mengikuti langkah kaki Seohyun yang berjalan lebar melewati lorong rumah sakit.

“Aku tidak punya waktu membuka ponsel. Mau tidur saja tidak bisa. Ah, entah kapan semua ini akan berakhir”

“Bantulah aku menganalisis gas darah arteri”

“Lakukan saja sendiri. Rasanya kepalaku hampir meledak”

“Aku mohon sekali ini saja, ya?” ucap Sunny menggunakan nada imut yang menggelikan.

“Andai saja aku tahu caranya, tanpa kamu minta juga pasti aku bantu. Sebaiknya kamu meminta bantuan pada orang yang lebih berpengalaman”

“Ah, bagaimana ini, dia pasti membunuhku”

“Siapa?” tanya Seohyun memiringkan kepala. Dia menekan tombol di samping pintu lift yang tertutup.

“Siapa lagi kalau bukan Dokter Choi yang gila”

Pepatah mengatakan jangan asal berbicara karena itu dapat menjadi kenyataan. Tiba-tiba pintu lift terbuka lebar dengan menampilkan sosok lelaki bertubuh jangkung. Mereka saling berpandangan dan gadis itu merasakan duanianya berputar. Sunny tidak mampu menggerakkan lututnya yang lemas.

“Kenapa berdiri saja di sana? Kalian tidak mau masuk?” tangan lelaki itu menahan pintu lift yang hendak menutup.

“Oh.. Itu..” belum sempat Sunny mengarang sebuah alasan untuk melarikan diri, Seohyun lebih dulu menyeret tubuhnya ke dalam ruangan sempit itu. Sunny bukan orang yang religius tetapi sekarang dia terus menerus berdoa di dalam hati.

“Lantai berapa?” tanya Sooyoung.

“Lantai dasar” jawab Seohyun dengan sopan.

“Aku turun di lantai empat saja” sela Sunny ingin cepat-cepat keluar dari kandang harimau. Saat ini mereka berada di bagian teratas rumah sakit yaitu lantai lima.

“Sama. Aku juga ada keperluan di sana”

Untuk beberapa detik yang menegangkan, mereka berdua bertatapan. Tidak ada kata. Tidak ada suara. Hanya bertatapan. Terlalu kaget dan bingung. Sunny harus benar-benar menjaga mulutnya yang ceroboh agar tidak asal berbicara.

Ding!

“Ayo keluar. Ini sudah sampai di lantai empat”

Mau tidak mau wanita berambut pendek berjalan keluar dengan kepala tertunduk lesu. Seohyun menatap prihatin temannya dari balik pintu yang tertutup secara perlahan. Sunny sengaja diam di tempat untuk membiarkan dokter itu berjalan di depan. Namun, baru dua langkah dia tiba-tiba behenti dan membalikkan badan.

“Lee Sunny”

“Ya, Dokter Choi” jawabnya berusaha terdengar normal.

“Kamu sedang bertugas di bedah anak?”

“Ya, aku baru selesai membantu operasi fistula trakeofagus”

“Begitu rupanya” kata lelaki itu memberi sedikit jeda. “Berarti pakai intubasi toraks? Apa perbedaan menggunakan dua botol dan tiga botol?”

Cukup lama Sunny terdiam memikirkan jawaban di dalam otaknya yang kosong. Dia bergumam tidak jelas dengan nada suara rendah agar terlihat seolah-olah sedang menjawab.

“Apa? Aku tidak mendengar”

Sunny menarik nafas dalam dan berkata lirih, “bolehkah aku meminta petunjuk?”

***

“Halo Sayang” katanya begitu ponsel ditempelkan ke telinga.

“Lama sekali jawab teleponnya”

“Tadi di jalan. Ini baru sampai rumah”

Tiffany membaringkan tubuh di tempat tidur dan melihat jarum pendek pada jam dinding mendekati angka sebelas. Keningnya berkerut memikirkan mengapa lelaki itu keluar rumah larut malam. “Habis dari mana? Dengan siapa? Berbuat apa?

“Beli es krim”

“Orang gila mana yang ingin makan es krim di cuaca sedingin ini”

“Ada kok, itu adikku. Memang agak gila anaknya” Taeyeon tersenyum mendengar suara tawa di ujung sana. Dia menyalakan lampu kamar dan laptop di atas meja. Kemudian duduk di kursi belajar tanpa melepas jaket yang membungkus tubuhnya. “Bagaimana urusan di kampus hari ini?”

“Banyak coretan di sini dan perbaikan di sana. Sepetinya aku salah memilih dosen pembimbing”

“Sabar Sayang. Baik atau buruknya dosen pembimbing tidak perlu dipikirkan, yang terpenting kamu sudah melakukan yang terbaik. Oh iya, hari Minggu kamu ke mana?”

“Ke gereja”

“Iya aku tahu itu. Setelahnya ada acara tidak?”

“Tidak, kenapa?”

“Temani aku cari kado buat Winter, ya?”

“Oke. Jemput aku di rumah”

“Kita berangkat langsung dari gereja saja. Nanti aku jemput di sana. Kamu tahu tidak kalau aura kecantikanmu itu berlipat ganda setelah selesai beribadah”

“Maksudnya selain hari Minggu aku terlihat jelek?”

“Bukan, kamu itu sudah cantik dari lahir. Jadi mau hari apa saja juga tetap terlihat mempesona. Ini pendapat pribadi ya, menurutku para wanita ketika pergi ke gereja itu auranya luar biasa cantik. Berkali-kali lipat lebih cantik dari hari biasanya”

“Oh, jadi alasan kamu suka antar jemput aku ke sana itu karena ingin melihat gadis-gadis cantik?”

“Aku pergi ke rumahmu saja ya sekarang. Terserah kamu mau pukul atau cakar, itu tidak apa-apa. Dari pada kita ribut di telepon begini. Heran, dari tadi salah ngomong terus” Taeyeon memberi catatan khusus untuk lebih berhati-hati saat berbicara dengan kekasihnya karena para wanita sangat senang membolak-balikkan perkataan yang dapat memicu keributan.

Tiffany tertawa kecil, “aku cuma bercanda. Kamu lagi apa?”

“Baca iklan lowongan pekerjaan” katanya sambil berselancar di media sosial.

“Semangat ya, kamu pasti bisa”

“Terima kasih”

“Hoaamm..” telapak tangannya menutup mulut yang terbuka lalu menyeka butiran air di sudut mata.

“Mengantuk?”

“Hm, suaramu sangat enak didengar seperti lagu pengantar tidur”

“Ya sudah, kamu tidur sana”

“Kamu?”

“Sebentar lagi” tiba-tiba sebuah ide aneh melintas di dalam kepalanya. Taeyeon memasukkan kata kunci di kolom penelusuran untuk mengembangkan gagasan yang mungkin akan mendatangkan uang.

“Jangan tidur kemalaman. Aku tutup teleponnya ya”

I love you jangan?” goda lelaki itu.

Tiffany menjawab, “I love you too

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
onesleven
#1
Chapter 20: Hahaha bisa-bisanya Taeng kira itu covid test, kacau-kacaaau 😆
Untung Sica emosinya lagi labil kalo gak udah di keplak kepalanya Taengoo haha
Makasih sudah kasih happy ending buat Taengsic, selamat tahun baru juga!
onesleven
#2
Chapter 19: Antara Yuri dan Sica, gak tau deh mana yang paling tolol, Fany sama Taeyeon sudah kasih clue disana-sini sampai akhir gak ngeh juga, kasian..
Semoga akhirnya TaengSic jugs bahagia seperti yang lain. Terima kasih sudah update ceritanya~
sabeth #3
Chapter 14: Kenapa anak Seohyun dan Yoong harus mengalami jantung berhenti.

Semoga saja Yoong berubah menyayangi Seohyun.
onesleven
#4
Chapter 10: Hai, gue hampir gak pernah baca ff snsd bahasa indonesia tapi cerita lu ini asik. Gue suka cara menulisnya mirip kayak novel remaja jaman dulu pas gue smp, bahasanya baku tapi tetap enak pas di baca. Mudahan ada terusannya, makasih~
sabeth #5
Chapter 10: Kasihan si Seohyun. Itu kalau Yoona cuek begitu, bagaimana nanti si Seohyun melahirkan. Kan Seohyun hamil anak dia kenapa perlakuan Yoona begitu. Sesak nafas bacanya.
sabeth #6
Chapter 3: Ceritanya bagus. Jangan lama2 ya up date. Thanks