[ 2 ] Godaan

Sleep Call

Nilai pelajaran seni lukis adalah yang terendah dalam koleksi kesempurnaan prestasinya. Itu terlalu berat untuk ditangani pelajar berusia delapan belas tahun. Karina melampiaskan amarahnya melalui sapuan kuas merah di atas kanvas melukis pola acak yang bersinggungan dengan horizon biru laut. Keningnya berkerut dalam lalu mendengus kesal. Dia ingin membuat warna jingga tetapi itu sekarang berubah menjadi ungu gelap.

Karina berusaha keras meredamkan emosi di dalam kekacauan yang nyaris meletupkan bola api. Dia perlu berpikir jernih mencari jalan keluar akan tetapi ruang kelas yang terlalu berisik membuat pikirannya menemukan jalan buntu.

“Bisakah kalian tenang” tegurnya pada tiga murid yang berkumpul di meja belakang.

“Kami bebas melakukan apa saja saat jam pelajaran kosong”

Karina memutar matanya, “tapi guru memberikan tugas untuk dikerjakan”

“Sudah selesai” kata Jaehyun cuek dan angkuh. Lelaki itu tidak peduli jika sedang berhadapan dengan ketua kelas.

Karina melirik kanvas yang berdiri tegak lurus dengan tiang penyangga. Walaupun dia memendam rasa benci terhadap mereka bertiga yang memiliki predikat pembuat onar di sekolah, Karina harus mengakui bahwa lukisan lelaki itu jauh lebih baik dari miliknya. “Bagaimana dengan kalian berdua?”

“Aku juga sudah selesai” Jeno menunjuk lukisan yang tergeletak di atas meja sudut ruangan.

Karina menatap satu-satunya gadis yang duduk diapit dua pria tampan. Potongan rambut hitam sebahunya terlihat cocok dengan manik mata yang berkilau terang, apa lagi jika dipadukan dengan kulit putihnya ketika berjalan di bawah terik matahari. Tinggi badan Winter sedikit lebih pendek darinya tapi itu sama sekali tidak berpengaruh terhadap popularitas gadis yang lebih muda.

“Aku hampir menyelesaikannya” ucap Winter tersenyum manis.

Berhenti di sana, senyum itu!

Karina benci melihat senyum palsu yang gadis itu pamerkan ke orang-orang. Perutnya merasa mual hanya dengan memikirkan bagaimana persahabatan mereka di sekolah dasar bisa menjadi perang dingin yang berkepanjangan. Semesta memiliki cara yang aneh dalam mengubah garis takdir manusia.

“Tidak ada waktu tambahan bagi yang tidak selesai mengerjakan tugas” Karina melirik sekilas pada kanvas kosong di atas meja Winter sebelum kembali ke tempat duduknya.

“Karina benar-benar tahu cara menghancurkan suasana” gerutu Jeno berjalan menuju meja asalnya.

Jehyun menepuk pundak Winter dan bertanya, “mau aku bantu?”

“Tidak perlu, ini pelajaran mudah. Aku bahkan bisa menyelesaikannya dengan menutup mata”

Winter mengatur ketinggian papan penyangga untuk menyandarkan kanvas. Menuangkan berbagai warna dasar dan campuran pada palet yang berukuran lebih besar dari telapak tangan. Dia tampak ragu-ragu untuk menggoreskan warna hitam. Tidak ada obyek khusus dalam pikirannya. Saat masih anak-anak, dia sering menggambar sahabat perempuannya dalam sketsa hitam putih. Namun kini rasanya aneh menyebut Karina sebagai sahabat. Winter sadar bahwa mereka telah tumbuh menjadi orang yang berbeda sehingga cukup sulit bagi mereka untuk kembali ke masa pertemanan.

Winter menggelengkan kepala tidak ingin ambil pusing. Ujung kuasnya bergerak dengan pola acak meninggalkan warna hitam. Disusul warna merah pada bagian tengah, sedikit warna kuning di ujung lalu biru sebagai penutup pada tempat yang masih kosong.

Dan selesai.

Jika diminta menjelaskan tema pada lukisannya di pertemuan pekan depan, maka Winter akan menjawab abstrak.

***

“Wah, gila kamu ya. Sudah bosan hidup? Aku tidak ikut-ikutan kalau Tiffany sampai tahu” Yuri menekan tombol pause pada stik PlayStation dan menoleh ke samping untuk mengomel tepat di depan lubang telinga temannya.

“Ayolah, jangan berlebihan begitu” kata Taeyeon sambil meninju pelan pundak Yuri.

“Bagaimana aku bisa bersikap tenang? Ini sama saja kamu menyuruhku untuk tutup mulut atas dosa-dosamu”

“Aku tidak melakukan dosa apa pun. Itu tidak terlalu buruk seperti yang kamu pikirkan”

“Tentu saja itu buruk karena secara tidak langsung kamu berselingkuh di belakang Tiffany” suaranya menukik tajam di bawah gemeretak barisan gigi.

“Tidak, kamu salah” protes Taeyeon dengan tangan terangkat. “Itu tidak bisa dikatakan sebagai perselingkuhan karena  tidak melibatkan perasaan. Aku bersikap profesional. Ini murni pekerjaan”

“Bagaimana jika yang menghubungi kamu adalah seorang perempuan yang lebih cantik dari Tiffany—”

“Interupsi, tidak ada yang lebih cantik dari kekasihku”

“Jangan munafik, Taeyeon. Tidak semua laki-laki kuat menahan godaan sekalipun sudah mempunyai pacar yang sempurna” Yuri mengambil sebatang rokok lalu menyalakan korek api. Kepulan asap putih mulai mengotori udara bersih di kamar. Setelah tiga isapan pada ujung filter dia melanjutkan, “kamu mungkin bisa bersikap profesional tanpa terlibat perasaan tapi bagaimana dengan wanita itu? Kamu yakin dia tidak akan terbawa suasana? Itu mustahil karena perempuan adalah makhluk yang sangat sensitif terhadap perasaannya”

“Aku bisa membuat batasan yang jelas semacam aturan atau perjanjian di awal agar tidak menggunakan perasaan”

“Terserah padamu saja jika mau bermain api akan tetapi jangan katakan aku tidak memperingatkanmu” lelaki Itu menghela nafas panjang dengan riak tergambar nyata di air mukanya. Yuri jelas kecewa dengan keputusan temannya. Namun apa boleh buat, dia tidak berhak menghakimi jalan hidup orang lain.

“Aku butuh udara segar” kata Yuri sambil menarik jaket hitam dari dalam lemari. Dia menghisap batang rokoknya sebanyak dua kali sebelum mematikan ujung tembakau yang terbakar pada permukaan asbak keramik. “Kita keluar sekarang. Aku akan traktir makan siang”

“Sejujurnya aku belum lapar”

“Jadi kamu mau duduk di sini dan terus bermain game? Ayo, kita pergi saja. Siapa tahu setelah makan di luar sana otakmu bisa kembali waras dan berpikiran normal”

“Aku tidak gila” sanggah Taeyeon.

“Tidak ada orang gila yang menyadari bahwa dirinya kehilangan akal sehat”

“Kadang-kadang aku lupa jika kamu bisa sangat menjengkelkan” gerutu Taeyeon mengusap wajah dengan kasar. Meski begitu dia tetap bangkit dan memandang ke sekeliling ruangan yang berantakan. “Di mana kunci motorku?”

Yuri mengangkat bantal, guling, lalu selimut dari atas kasur. Di sana mereka menemukan kunci yang dicari.

“Aku saja yang mengendarai motormu” alasannya sederhana, Yuri benci duduk di kursi belakang yang telah dimodifikasi sedemikian rupa sehingga posisinya lebih tinggi dan curam.

***

Jessica berdendang pelan sambil melihat ke kiri dan ke kanan sebelum bergerak cepat menyeberangi jalan menuju gedung bertingkat di area pemukiman padat penduduk. Udara terasa hangat dengan langit senja yang terlihat cerah, secerah suasana hatinya hari ini.

Dia berlari kecil menaiki anak tangga di depan gedung, sedikit membungkukkan badan ketika berpapasan dengan lelaki tua yang bekerja sebagai petugas keamanan di gedung apartemen. Ini adalah tahun pertama Jessica tinggal di sana setelah Yoona berhasil meyakinkan dirinya untuk tinggal bersama pada enam bulan lalu.

Kembali bergumam pelan menyanyikan alunan melodi yang bermain di dalam pikiran, gadis itu memasukkan enam kombinasi angka untuk membuka salah satu deretan pintu di lantai tiga. Jessica melangkah masuk ke dalam dan menendang pintu di belakangnya yang secara otomatis terkunci saat tertutup rapat.

“Hai, kamu tidak bilang akan pulang cepat hari ini” sapa Jessica setengah berteriak dari pintu depan ketika melihat sepasang sepatu berukuran besar tergeletak sembarangan. Dia merapikan alas kaki mereka satu per satu pada rak sepatu di samping dinding.

“Aku berencana memberi kejutan tapi tampaknya aku sendiri yang dikejutkan. Kamu seharusnya pulang satu jam lagi” kata Yoona dengan sebelah tangan yang disembunyikan di balik punggung.

“Kejutan apa itu?”

“Bunga ini terlihat sangat indah jadi aku membelinya untukmu”

Jessica tercengang melihat seikat besar mawar merah yang disodorkan Yoona ke arahnya.

“Terima kasih” ucapnya menciumi mawar yang ada dalam pelukan dengan senyum merekah. Dia berjalan ke dapur membuka lemari sambil bersenandung pelan. Gadis itu mengeluarkan vas bunga berwarna putih dan mengisinya dengan air, lalu memasukkan bunga mawar di sana.

“Apa aku melewatkan sesuatu yang penting?” Jessica memeriksa tanggal pada kalender yang tergantung. Namun, tidak ada lingkaran merah pada tanggal hari ini. Dia bertanya-tanya dalam hati untuk alasan apa kekasihnya bersikap manis. “Kamu tidak sedang melakukan kesalahan, kan?”

Lelaki itu nyaris tersedak mendapat serangan yang mengejutkan. Dia tidak menduga kekasihnya memiliki intuisi yang tajam dalam waktu singkat. Meskipun Yoona sudah membersihkan pecahan kaca di kolong meja dan menggantinya dengan yang baru, tetapi perempuan mana yang dapat menerima kebohongan. Faktanya lelaki sangat payah dalam menyembunyikan sesuatu. Apa pun jenis kebohongan itu terlihat jelas di wajahnya yang bodoh. Haruskah dia mengaku tentang parfum kesayangan Jessica yang tidak sengaja dia pecahkan pagi tadi? Membayangkannya saja membuat bulu kuduknya merinding.

“Itu.. Hm.. Oh iya, apa menu makan malam kita? Apa kita mempunyai bahan makanan di kulkas? Aku bisa berbelanja dengan cepat”

“Kita tidak perlu memasak malam ini”

“Kenapa?”

“Coba tebak apa yang terjadi?” Jessica mencondongkan tubuh ke depan dengan siku bertumpu pada permukaan meja.

Yoona mencubit hidung kekasihnya dengan gemas. “Melihat senyum lebar di wajahmu, aku harap ini kabar bahagia”

“Aku mendapat promosi jabatan” Jessica memekik senang dan melompat-lompat.

“Wah, selamat Sayang. Kita harus merayakan kabar baik ini”

“Sejujurnya alasan aku pulang cepat karena teman-teman sedang membuat pesta perayaan. Kamu mau ikut?”

“Itu acara kantormu. Apa tidak masalah jika aku ikut bergabung?”

“Santai saja, kamu sudah mengenal sebagian besar temanku jadi jangan merasa canggung. Lagi pula ini hanya acara minum-minum”

“Baiklah, aku mengerti. Jam berapa acaranya?”

“Satu jam lagi. Aku ingin mandi dahulu”

“Butuh bantuan agar lebih cepat?”

“Buang jauh-jauh pikiran kotormu itu” teriak Jessica dari balik pintu kamar mandi yang terkunci.

***

“Selamat ulang tahun. Selamat ulang tahun. Selamat ulang tahun Seohyun. Semoga panjang umur” begitu lagu selesai dinyanyikan, Seohyun menutup mata sejenak sebelum meniup lilin yang menyala di atas kue ulang tahun. Riuh tepuk tangan menggema di sela-sela alunan musik yang memekakkan telinga.

“Selamat ulang tahun! Kadonya menyusul ya. Gara-gara membantu Dokter Choi di ruang operasi aku jadi lupa membawa hadiah boneka kesayanganmu”

“Yah Lee Sunny, jangan berani-berani membawa hadiah semacam itu di tempat seramai ini”

“Tapi sejak dulu kamu sangat menyukai boneka katak hijau itu” sahut Bora menuangkan minuman beralkohol ke dalam gelas-gelas kosong.

“Boneka katak?” tanya Yonghwa polos. Dia tidak banyak mengetahui tentang siaran kartun yang tayang di televisi.

“Keroro” Sunny menunjukkan tangkapan layar ponselnya yang menampilkan hasil penelusuran gambar karakter tersebut.

“Ah, itu lucu” Yonghwa berpikir sejenak mempertimbangkan apakah sebaiknya dia menukar hadiah sepatu yang dibeli. Namun tempo hari dia mendengar bahwa Seohyun mengeluh tentang tumitnya yang pegal setelah seharian membantu di ruang operasi.

“Omong-omong, apa harapanmu tahun ini? Mendapat seorang kekasih tampan dan kaya raya?”

“Apa kamu sedang mengatakan harapanmu sendiri?”

Bora menutup mulutnya yang tertawa lebar dan menganggukkan kepala. Rutinitas bekerja yang padat menjauhkan mereka berempat dari percintaan. Jangan harap mereka memiliki banyak waktu untuk berinteraksi dengan dunia luar, mampu bertahan sehari saja di rumah sakit merupakan pencapaian yang luar biasa.

“Tapi aku setuju dengan Bora. Kita perlu mencari kekasih untuk membuat hidup lebih bergairah” Sunny meminum seluruh cairan di dalam gelas dalam satu tegukan. “Bagaimana denganmu?” matanya tertuju pada gadis yang berulang tahun.

Kali ini Seohyun terdiam tidak langsung menjawab. Dia menopang dagu dengan telapak tangan dan berpikir keras. Dia menggeleng pelan. “Itu tidak penting. Berpacaran hanya membuang-buang waktu. Aku lebih senang jika langsung menikah bersama lelaki dengan tujuan hidup yang sejalan”

“Bukankah itu terlalu berisiko? Ibarat memilih kucing dalam karung. Kamu tidak tahu sifat baik dan buruknya”

“Aku percaya bahwa jodoh itu cerminan diri sendiri. Apabila kita berperilaku baik maka Tuhan akan mengirimkan jodoh yang sepadan” kata bijak dari seorang wanita yang belum pernah berkencan sama sekali di sepanjang hidupnya.

“Dan aku percaya jika jodoh itu harus dicari. Jadi teman-teman, ayo sekarang kita turun ke lantai dansa!” teriak Sunny menarik dua teman wanitanya diikuti Yonghwa di belakang.

***

“Kalian benar-benar membiarkannya mabuk” kata Hyoyeon membawa segelas minuman beralkohol pesanan Jessica. Masing-masing dari mereka setidaknya telah menghabiskan botol pertama dan sekarang akan memulai botol yang baru. “Astaga Jessica, cukup. Kamu sudah minum tiga gelas tequila sunrise

“Ssstt! Jangan cerewet. Berikan minuman itu” Jessica merebut gelas dari tangan Hyoyeon dan langsung menghabiskan minumannya. Dia memejamkan mata dan mendesis ketika merasakan sensasi panas mengalir turun di tenggorokan.

“Aku harus mengantarnya pulang. Jessica sudah mabuk berat”

“Biar aku saja” kata Yoona.

“Kamu akan melewatkan kesempatan langka ini begitu saja?” goda gadis itu dengan senyum miring. Dia tahu sejak kapan Yoona berhenti datang ke sana. Jika bukan karena Jessica membatasi kebebasan pasangannya, bisa dipastikan mereka akan sering berkumpul di tempat hiburan malam.

“Kesempatan seperti ini tidak datang dua kali jadi nikmati saja. Aku akan membawa Jessica tidur di rumahku”

“Terima kasih kawan”

“Bersenang-senanglah. Kami pergi dulu” dengan bantuan satu teman lainnya, Hyoyeon berhasil membawa gadis mabuk itu meninggalkan tempat keramaian.

Kerumunan besar selalu datang di akhir pekan, kebanyakan adalah mahasiswa atau pekerja terkutuk dengan garis takdir menyedihkan seolah mereka datang untuk menghapus beban pikiran yang menghantui, tidak terkecuali bagi Yoona. Berada kembali di tempat itu setelah sekian lama dalam kebebasan tanpa batas mampu membangkitkan adrenalin tersendiri yang telah lama mati.

“Mau tambah minuman?”

“Tentu saja” jawab Yoona cepat.

“Bagaimana dengan beberapa pelayan wanita untuk teman bicara?”

“Oh tidak, itu buruk. Jika kamu mau silakan saja tetapi aku tidak perlu teman wanita”

“Kamu yakin?”

“Ya, aku lebih tertarik jika bisa mendapat teman bicara dari salah satu pengunjung yang ada di sini”

“Mau bertaruh?”

“Apa?”

“Aku sudah memperhatikan gadis itu sejak tadi. Aku yakin hidupnya terlalu membosankan karena dia selalu menolak ketika diajak para lelaki untuk bersenang-senang. Bagaimana menurutmu?”

Seketika mata Yoona berkobar menyaksikan para wanita muda, cantik dan seksi. Dan yang paling menarik perhatiannya adalah mereka yang buruk dalam menangani alkohol.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
onesleven
#1
Chapter 20: Hahaha bisa-bisanya Taeng kira itu covid test, kacau-kacaaau 😆
Untung Sica emosinya lagi labil kalo gak udah di keplak kepalanya Taengoo haha
Makasih sudah kasih happy ending buat Taengsic, selamat tahun baru juga!
onesleven
#2
Chapter 19: Antara Yuri dan Sica, gak tau deh mana yang paling tolol, Fany sama Taeyeon sudah kasih clue disana-sini sampai akhir gak ngeh juga, kasian..
Semoga akhirnya TaengSic jugs bahagia seperti yang lain. Terima kasih sudah update ceritanya~
sabeth #3
Chapter 14: Kenapa anak Seohyun dan Yoong harus mengalami jantung berhenti.

Semoga saja Yoong berubah menyayangi Seohyun.
onesleven
#4
Chapter 10: Hai, gue hampir gak pernah baca ff snsd bahasa indonesia tapi cerita lu ini asik. Gue suka cara menulisnya mirip kayak novel remaja jaman dulu pas gue smp, bahasanya baku tapi tetap enak pas di baca. Mudahan ada terusannya, makasih~
sabeth #5
Chapter 10: Kasihan si Seohyun. Itu kalau Yoona cuek begitu, bagaimana nanti si Seohyun melahirkan. Kan Seohyun hamil anak dia kenapa perlakuan Yoona begitu. Sesak nafas bacanya.
sabeth #6
Chapter 3: Ceritanya bagus. Jangan lama2 ya up date. Thanks