[ 8 ] Elsa dan Olaf

Sleep Call

Raut wajah Jessica yang serius menarik perhatian lelaki itu untuk menatap lekat ke dalam pesona dingin mematikan seolah seluruh sel pada tubuh wanita berambut pirang itu terbuat dari butiran salju di musim dingin. Itu mengingatkan Taeyeon pada karakter utama di film Frozen di mana Elsa dengan keajaiban sihirnya mengubah kerajaan Arandelle menjadi kota berselimut salju. Taeyeon bertanya-tanya apakah gadis itu memiliki kekuatan yang serupa karena saat ini tubuhnya menggigil dengan telapak tangan yang dingin.

“Ada yang salah dengan wajahku? Karena kamu terus menatapnya lebih dari sepuluh menit,” tanya Jessica tanpa mengalihkan pandangan dari barisan kemeja pria.

“Ah, itu.. Aku merasa wajahmu familier.  Mungkin kita pernah tidak sengaja bertemu sebelumnya,” balasnya agak ragu, khawatir jika peristiwa memalukan tempo dulu masih membekas di ingatan seniornya. Alih-alih meminta maaf dan mengakui kesalahan kala itu, Taeyeon lebih memilih berpura-pura tidak saling mengenal. Namun kini mulut cerewetnya justru membuka aibnya sendiri sehingga dalam kepanikan yang tumbuh semakin besar, dia memeras otak lebih cepat untuk membelokkan pembicaraan.

“Kenapa aku harus membeli pakaian baru?”

“Kombinasi warna putih dan hitam sangat membosankan.”

“Aku punya kemeja hitam di rumah.”

“Di sana pesta pernikahan, bukan pemakaman.”

Pertama kali Taeyeon menginjakkan kaki di butik eksklusif itu matanya berbinar terang menyaksikan koleksi pakaian yang dipamerkan. Itu sangat cocok untuk menghadiri acara mewah bersama para pejabat di hotel bintang lima. Namun tiba-tiba organ dalam tubuhnya bergetar saat membaca angka yang tertera pada label harga. Mana yang harus dia jual; ginjal kanan atau kiri.

“Aku akan mengambil pakaian yang ini,” kata Jessica kepada pelayan wanita yang berdiri di sampingnya.

Taeyeon menahan tangan Jessica dengan cepat sebelum kemeja biru muda itu berpindah ke tangan orang lain. Dengan nada suara sangat rendah Taeyeon berbisik di telinganya, “ada toko di dalam pusat perbelanjaan yang menawarkan harga lebih baik. Beli satu gratis satu.”

“Anggap saja ini pembayaran di muka,” gumam Jessica sambil menepuk pelan dada bidang pria itu seolah menenangkan jantungnya agar tidak perlu cemas. Taeyeon mengikuti langkah kaki Jessica dengan guratan halus di keningnya. Apa maksud perkataan wanita itu? Dia tidak mengerti.

“Total semuanya satu juta dua ratus ribu won,” kata pelayan menyebutkan angka yang tercetak pada mesin.

Separuh nyawa Taeyeon melayang di udara. Jika dikalkulasi dengan upah minimum pegawai kontrak sebesar sembilan ribu enam ratus won per jam, maka itu berarti Taeyeon perlu bekerja selama seratus dua puluh lima jam untuk membeli satu setelan jas, dasi, kemeja dan celana panjang. Dengan kata lain setengah gaji bulanannya habis hanya untuk satu set, ya cuma satu bukan dua apalagi tiga, pakaian terkutuk itu!

“Kapan terakhir kamu potong rambut?” tanya Jessica sambil menyerahkan kartu kredit.

“Dua atau tiga bulan yang lalu.”

Jessica mengacak-acak rambut pria muda itu dan berkata, “ponimu sudah terlalu panjang. Bagian sampingnya juga kurang rapi. Mau coba warna rambut yang berbeda? Pirang mungkin cocok dengan bola matamu yang kecokelatan.”

“Aku suka warna gelap.”

Setelah menyelesaikan pembayaran tanpa masalah, kecuali raut kebingungan yang tergambar jelas di wajah Taeyeon, mereka kembali mengendarai mobil ke tempat tujuan berikutnya. Tidak jauh, kurang lebih sepuluh menit jika lalu lintas lancar. Namun, waktu bisa terasa lambat apabila keduanya tidak bertukar kata.

Taeyeon adalah yang pertama melempar pukulan karena tak kuasa menahan rasa ingin tahu. “Bolehkah aku bertanya?”

“Tidak,” jawab Jessica singkat. Sepertinya dinding di antara mereka masih terlalu kuat untuk dirobohkan. Taeyeon harus memukul lebih keras untuk membuat retakan pada lapisan es.

“Ini semua sangat membingungkan.”

“Aku tahu tapi simpan rasa penasaranmu sampai kita tiba di tempat tujuan.”

***

“Kamu potong rambut,” seru Tiffany begitu melihat wajah kekasihnya dengan tampilan yang berbeda.

“Jelek ya?”

“Bagus kok. Kelihatan rapi dan dewasa. Tumben rambutnya dicat padahal dulu aku ajak tidak mau.”

“Tentu saja aku menolak karena kamu minta warna merah muda.”

“Kan lucu seperti permen kapas,” katanya dengan garis lengkungan di mata saat tersenyum manis.

“Hm.. Tidak mau,” gumam Taeyeon mencubit hidung gadis itu.

Tiffany menarik lengan Taeyeon untuk berjalan lebih cepat. “Filmnya sebentar lagi dimulai.”

“Sudah beli tiket?”

“Ya,” balasnya mengibas-ngibaskan dua lembar kertas potongan kecil.

“Kok cuma dua? Buat Yuri mana?”

“Kalian ini aneh. Saat kumpul bersama sering ribut main game, tapi hilang salah satu suka dicari-cari.”

“Parah sih, kalau main game sama dia bawaannya emosi terus. Aku menghajar musuh dengan susah payah. Eh, begitu darah lawan sekarat, Yuri membunuhnya. Kan sampah.”

Tiffany memukul pelan lengan pria di sampingnya. “Jangan bicara kotor.”

“Telepon Yuri, suruh dia segera datang. Kita bisa membeli tiket tambahan di dalam sana.”

“Aku pikir cukup kita berdua saja. Lagi pula ini kan malam minggu.”

“Baiklah, aku mengerti.”

“Ngomong-ngomong, apa di kantormu ada teman wanita yang masih lajang?” tanya Tiffany sambil menyerahkan tiket mereka kepada petugas di pintu masuk bioskop. Mereka melangkahkan kaki dengan hati-hati di dalam kegelapan ruangan, melewati anak tangga satu per satu hingga sampai pada baris ketiga dari atas. Tiffany masuk lebih dulu ke barisan kursi diikuti Taeyeon di belakangnya.

“Kenapa tanya begitu? Takut kalau aku direbut wanita lain ya,” gurau lelaki itu dengan tawa ringan.

“Turunkan rasa percaya dirimu yang ketinggian itu. Jika ada teman wanita yang masih sendiri, coba kenalkan kepada Yuri. Ya, siapa tahu mereka berjodoh.”

Mendengar pernyataan aneh tersebut, satu-satunya orang yang terlintas dalam benak lelaki itu adalah Jessica Jung. Gadis itu memang diberkahi paras cantik nan rupawan tetapi Taeyeon tidak habis pikir pria gila mana di dunia ini yang rela menghabiskan sisa hidupnya bersama wanita seangkuh dan sedingin bongkahan es di kutub utara.

“Sepertinya atasanku masih lajang.”

“Bukankah kamu bilang usianya tiga puluh empat tahun?”

“Itu benar.”

“Dengan pekerjaan mapan di usia yang sudah matang, agak aneh jika dia masih sendiri.”

“Dia memang agak lain orangnya.”

Tiffany berpikir sejenak. “Apa kurang cantik?”

“Cantik sih.”

“Lalu apa masalahnya? Cantik, kaya dan pintar. Tidak mungkin kan orang bodoh menjadi pengacara sukses. Dia pasti wanita yang pandai.”

“Aku rasa tidak ada lelaki yang berani mendekatinya.”

“Kenapa?”

“Dia itu sombong dan angkuh. Dia juga sangat dingin. Dia bisa membekukan hati semua pria hanya dengan satu jentikan jari. Dia lebih cocok menjadi pemimpin Olaf si boneka salju.”

“Separah itu? Apakah lebih dingin dari wanita di sebelahmu? Dari tadi dia menatap ke arah kita,” kata Tiffany dengan suara bisikan yang sangat pelan.

“Benarkah?”

“Jangan menoleh. Sepertinya dia ingin memukul tengkorak kepalamu. Mungkin wanita itu merasa terganggu karena kita terlalu banyak bicara. Tonton filmnya dan bersikap biasa saja.”

Benar kata pepatah, rasa penasaran itu bisa membunuh seseorang. Karena ketika diam-diam Taeyeon menolehkan kepala ke sisi yang berlawanan, di saat itu dia merasa waktu berhenti berputar.

Ya Tuhan, sejak kapan Jessica duduk di sampingnya. Taeyeon menegakkan punggung di sandaran kursi. Kepalanya menatap lurus ke layar bioskop dengan pupil mata yang bergetar.

Jessica sedikit mencondongkan tubuh ke samping kanan dan berbisik dengan nada suara rendah. “Apakah Olaf yang kamu maksud adalah dirimu sendiri? Mungkin kamu akan memanggil seseorang di kantor dengan nama Samantha. Who is Samantha? Lucu kan, Olaf terlihat mirip seperti dirimu. Kaki pendek, kulit putih pucat dan otak bodoh.”

Sial, Taeyeon ingin tenggelam ke dasar lautan yang terdalam.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
onesleven
#1
Chapter 20: Hahaha bisa-bisanya Taeng kira itu covid test, kacau-kacaaau 😆
Untung Sica emosinya lagi labil kalo gak udah di keplak kepalanya Taengoo haha
Makasih sudah kasih happy ending buat Taengsic, selamat tahun baru juga!
onesleven
#2
Chapter 19: Antara Yuri dan Sica, gak tau deh mana yang paling tolol, Fany sama Taeyeon sudah kasih clue disana-sini sampai akhir gak ngeh juga, kasian..
Semoga akhirnya TaengSic jugs bahagia seperti yang lain. Terima kasih sudah update ceritanya~
sabeth #3
Chapter 14: Kenapa anak Seohyun dan Yoong harus mengalami jantung berhenti.

Semoga saja Yoong berubah menyayangi Seohyun.
onesleven
#4
Chapter 10: Hai, gue hampir gak pernah baca ff snsd bahasa indonesia tapi cerita lu ini asik. Gue suka cara menulisnya mirip kayak novel remaja jaman dulu pas gue smp, bahasanya baku tapi tetap enak pas di baca. Mudahan ada terusannya, makasih~
sabeth #5
Chapter 10: Kasihan si Seohyun. Itu kalau Yoona cuek begitu, bagaimana nanti si Seohyun melahirkan. Kan Seohyun hamil anak dia kenapa perlakuan Yoona begitu. Sesak nafas bacanya.
sabeth #6
Chapter 3: Ceritanya bagus. Jangan lama2 ya up date. Thanks