[ 3 ] Kesalahan

Sleep Call

Cahaya silau dari lampu tidur di samping ranjang membuat matanya berkedip pelan. Lelaki itu mengerang kuat sambil memegang kepala dengan sebelah tangan. Rasanya luar biasa pusing seolah dunia sedang berputar hebat. Di mana dia berada?

Celaka, Yoona sama sekali tidak ingat!

Kamar tidur itu berukuran sedikit lebih besar daripada yang biasa digunakan sehari-hari. Kamar mandi dalam ruangan dekat pintu masuk. Lemari pakaian di sepanjang lorong. Televisi tergantung pada dinding bernuansa putih tulang. Lalu meja dan kursi samping jendela. Dan yang terakhir tempat tidur super besar berada di tengah ruangan. Ranjang dengan selimut tebal di sana tampak berantakan. Bekas ditiduri dan belum sempat dibereskan.

Tunggu, apa yang terjadi? Lelaki malang itu berusaha keras mengumpulkan kepingan memori yang berceceran.

Dia ingat tentang pesta perayaan. Jessica yang mabuk berat dan pulang bersama Hyoyeon. Para lelaki turun ke lantai dansa untuk bersenang-senang. Lalu apa lagi, lebih banyak minuman beralkohol? Benar, itu masalahnya! Mereka hilang kendali di bawah pengaruh minuman keras.

“Kamu sudah sadar” sapa seorang wanita yang keluar dari pintu kamar mandi menggunakan jubah.

Yoona terlonjak dengan mata lebar. Dia tidak bisa berkata apa-apa, tidak bisa melakukan apa-apa. Mental lelaki itu terguncang melihat wajah asing tak dikenal. Apa arti semua ini?

Meski jantungnya berdegup kencang tetapi gadis itu berhasil menguasai diri untuk bersikap tenang. Dia memungut pakaian yang berserakan di lantai lalu kembali masuk ke kamar mandi. Tidak sampai lima menit dia keluar dengan rambut setengah kering. Dalam nada suara tegas dia berbicara, “aku akan menunggumu di restoran hotel”

Yoona mengangkat wajah dan menatap pantulan dirinya di cermin. Bodoh, katanya pada bayangan di sana. Dia menundukkan kepala dengan kedua tangan bertumpu pada tepi wastafel. Menarik nafas dalam dan mengeluarkan secara perlahan. Benar-benar bodoh!

Setelah merasa tenang, Yoona menatap bayangannya sekali lagi. Dia menggeleng pelan lalu keluar dari pintu kamar mandi. Dengan langkah gontai dia memutuskan untuk menyerahkan kunci kamar ke meja resepsionis lalu berjalan keluar gedung tanpa menoleh ke belakang.

Pengecut.

Sementara itu pada waktu bersamaan, seorang wanita duduk bersandar di kursi dengan kedua tangan dilipat di depan dada. Matanya menyipit menatap ponsel yang tergeletak di atas meja. Dengan rasa malas dia membuang muka melihat pemandangan di luar jendela dari lantai dua gedung bertingkat. Dia tidak habis pikir mengapa benda itu terus berdering tanpa henti.

“Halo” kata Seohyun menempelkan ponsel ke telinga. Dia hampir tidak mengenali suaranya sendiri yang terdengar aneh dan sedikit serak.

“Kamu di mana? Aku tidak melihatmu di rumah sakit” tanya Sunny dengan nada cemas.

Seohyun melirik jarum pendek yang berada di antara angka sembilan dan sepuluh. Dia menggigit bibir bawahnya. Sudah sangat terlambat. “Bisakah aku meminta ijin untuk satu hari ini?”

“Kamu sakit? Kan, sudah aku bilang jangan minum terlalu banyak. Aku bahkan tidak tahu ke mana kamu pergi semalam. Tiba-tiba saja menghilang tanpa jejak”

“Besok aku akan membantumu bekerja dua puluh empat jam. Saat ini aku hanya perlu tidur lebih lama”

“Baiklah, aku mengerti. Istirahatlah dan minum obat jika diperlukan. Aku akan mengurus semuanya di sini”

“Terima kasih, Sunny” ucapnya memutus sambungan telepon.

Sekali lagi gadis itu melirik jam tangan dan mendesah lirih. Kopi di cangkirnya sudah tak lagi hangat. Tiga puluh menit waktu berlalu dan orang yang ditunggu tak kunjung datang. Kemungkinan besar lelaki itu kabur melarikan diri. Masih ada waktu lima belas menit untuk menunggu dan Seohyun harap dugaannya salah. Namun jika sampai pikiran buruk itu menjadi kenyataan, setidaknya dia sudah mengantongi nama pria tersebut.

Dokter muda itu tidak bermaksud mencuri identitas orang lain secara diam-diam. Dia menyebutnya sebagai rencana cadangan. Lagi pula itu bukan kerugian besar, hanya sekedar memotret kartu identitas. Dia percaya bahwa tidak semua laki-laki itu brengsek meskipun banyak yang tidak bertanggung jawab. Salah satunya adalah yang tidur bersama dengannya di sebuah hotel berbintang.

Tidak ada yang patut disalahkan. Itu murni kecelakaan. Sayangnya ada harga yang harus dibayar atas risiko yang mungkin muncul di masa depan. Menjadi orang tua tunggal di usia muda tidak termasuk dalam tujuan jangka panjang yang disusun untuk lima belas tahun ke depan. Namun bagaimana pun juga, dia harus bersiap terhadap kemungkinan yang terburuk.

***

“Tumben wangi banget. Pasti tidak mandi, ya kan?” kata Winter mencium aroma parfum maskulin ketika membuka pintu kamar dari anak tertua di keluarga Kim.

“Apa korelasinya? Itu dua kalimat yang bertentangan”

“Eh, kata siapa, justru sebaliknya itu adalah hubungan sebab dan akibat. Karena malas mandi jadinya Kakak menyemprotkan banyak parfum ke badan”

“Aku sudah mandi. Kalau tidak percaya cium saja ketek aku ini” kata Taeyeon mengangkat sebelah tangan ke atas.

“Najis. Jorok banget sih belum dicukur sampai mirip hutan Amazon begitu”

“Ini lagi mau cukuran”

“Aku ada beli waxing yang ampuh menghilangkan bulu ketiak”

“Jangan aneh-aneh. Mending aku waxing mulut kamu itu biar diam. Sudah sana pergi, ganggu orang saja” gerutu Taeyeon sambil mendorong tubuh adiknya keluar kamar dan mengunci pintu rapat-rapat.

Lelaki itu memeriksa penampilannya di depan cermin. Sebentar lagi dia harus pergi menemui pelanggan baru. Hari ini seorang wanita minta ditemani untuk acara kencan buku. Dia tidak punya gambaran seperti apa kencan tersebut tapi Taeyeon berharap tidak mati dalam kebosanan.

Tujuh belas menit waktu yang dibutuhkan untuk sampai di tempat tujuan. Taeyeon mengedarkan pandangan secara menyeluruh mencari wanita berambut pirang dengan setelan kaus putih dan celana jeans.

“Permisi” katanya agak ragu.

“Ya?”

“Aku Taeyeon” ucap lelaki itu melirik sekilas pada tebal halaman buku yang ada di tangan wanita tersebut. Melihat dari posisi buku yang terbuka di tengah, tampaknya sudah cukup lama dia duduk di sana. “Jalanan padat merayap jadi agak telat sampainya”

“Maaf. Kamu siapa ya?”

“Taeyeon” ulangnya menyebutkan nama.

“Aku tahu, kamu sudah mengatakan itu tadi. Kita pernah bertemu sebelumnya?”

“Ini pertama kalinya kita bertatap muka. Aku langsung kemari begitu melihatmu”

Apa maksudnya? Gadis itu semakin bingung. Jessica mengerjapkan matanya lalu menyadari sesuatu hal. Dia tidak seharusnya berbicara dengan orang asing. Meski pria tersebut tampak lebih muda darinya tetapi bahaya bisa datang tanpa memandang usia.

“Tunggu” Taeyeon menahan pergelangan tangannya.

“Maaf, aku harus pergi sekarang”

“Ke mana? Aku bisa mengantarmu”

“Aku tidak butuh bantuan. Aku punya dua kaki yang sehat untuk berjalan” ucapnya mendesis kesal.

“Sungguh, tidak masalah kalau kamu ingin membatalkan acara hari ini tapi bisakah kamu membayar upahnya sebagian? Aku sudah jauh-jauh datang kemari menemui kamu”

“Upah apa?”

“Kencan buku tarifnya sepuluh ribu won per jam”

“Kencan? Apa kau sudah gila? Untuk apa aku berkencan denganmu?”

“Wah, itu sedikit keterlaluan. Meski pendek tapi aku mempunyai wajah yang tampan”

“Bukan itu poinnya. Aku sudah punya kekasih jadi tidak mungkin aku mengajak pria lain berkencan. Berhenti di sini atau aku akan berteriak minta tolong” Jessica menarik tangannya dan pergi menjauh.

“Astaga, kenapa ada wanita sesombong itu. Jangan sampai aku bertemu lagi dengannya” Taeyeon mengeluarkan ponsel dari saku celana dan memeriksa pesan yang masuk.

Maaf Taeyeon , sesuatu hal yang mendesak sedang terjadi sehingga aku tidak bisa datang hari ini. Bagaimana dengan lusa? – Wendy

Sial. Dia salah orang.

***

Karina tidak sabar mengetuk kakinya di bawah meja menunggu Nyonya Park mengumumkan nilai tugas mereka. Dari semua pelajaran di sekolah, matematika adalah cahaya dalam kegelapan. Dia tidak mengerti mengapa para siswa tampak menundukkan kepala tidak bersemangat. Kecuali kelas tersebut berisi sekumpulan orang bodoh karena ya, hanya orang bodoh yang membenci pelajaran matematika.

“Hari ini aku akan memberikan tugas berkelompok” kata guru berkacamata yang menyebabkan suasana kelas menjadi ricuh.

“Hai Winter, bergabunglah denganku” ajak lelaki dengan potongan rambut seperti mangkok bubur.

“Sama aku saja. Nilai ujianku lebih tinggi” sahut pria lain mengedipkan sebelah mata.

“Kenapa bukan kalian berdua saja yang berpasangan karena gadis ini akan bekerja sama denganku” kata Jaehyun mendapat acungan jempol dari Winter yang duduk di depannya.

“Tenang semuanya. Kalian tidak bisa memilih pasangan sesuka hati karena masing-masing kelompok ditentukan dari urutan nilai. Mereka yang mendapat peringkat atas diharapkan dapat membantu memperbaiki nilai temannya”

Semalam Karina tidur lebih lambat karena mempelajari rumus-rumus baru di buku pelajaran. Itu menyenangkan kecuali fakta bahwa tugas diberikan secara berkelompok. Akan lebih mudah jika dikerjakan seorang diri.

“Kelompok selanjutnya adalah Winter dan Karina” kata guru dengan suara lantang.

Seketika tubuhnya menegang bagaikan tersambar petir di siang bolong. Karina memejamkan mata sambil membuang nafas putus asa. Itu buruk, sangat buruk. Belum siap menghadapi perang di dalam batin, pupil matanya diserang gambaran wajah Winter yang mengerucutkan bibir.

“Hai, apakah kamu mau bergeser tempat duduk ke belakang atau aku yang pindah ke depan?”

“Kamu sudah berdiri di sini jadi ambil saja kursi kosong itu” jawab Karina acuh.

Sudah lama mereka tidak bertukar kata-kata dalam percakapan panjang. Setiap kali mereka berbicara, itu selalu berakhir dengan pertengkaran konyol. Namun saat ini mereka harus duduk berdekatan dan membaca buku pelajaran.

“Ada sepuluh soal. Kita bagi rata. Kamu kerjakan nomor satu sampai lima dan sisanya aku yang jawab” itu bukan kerja sama yang bagus tetapi Karina tidak peduli.

“Uh, baiklah”

Winter menyalin deretan angka di barisan atas pada halaman kosong buku tugas. Sekolah adalah tempat untuk belajar tetapi turunan fungsi trigonometri, apa itu masuk akal? Omong kosong! Pada fase kehidupan apa ilmu tersebut diterapkan di kehidupan nyata.

“Apakah kamu sudah selesai?”

“Aku sedang mengerjakannya” gumam Winter mencoba menjumlahkan angka sialan itu. Selama dua puluh menit waktu berjalan tidak banyak yang dapat ditulis. Matematika selalu membuat kepalanya pusing tapi dia tidak menyangka akan tersandung pada persoalan pertama.

“Kita tidak akan selesai tepat waktu” suara Karina semakin mendesak.

Winter mengerutkan kening. Ada apa dengan gadis itu? Apa dia marah? Kesal? Tapi itu bukan kesalahannya. Dia bukan sengaja berlama-lama mengerjakan tugas melainkan memang kapasitas otaknya tidak mampu menjawab persoalan yang rumit. “Apakah kamu bebas hari ini? Kita bisa melanjutkannya setelah pulang sekolah”

“Aku mengikuti bimbingan les di luar sekolah”

“Aku bisa menunggumu”

Menghabiskan lebih banyak waktu bersama mantan sahabatnya merupakan ide yang buruk. Namun, jika mereka fokus mengerjakan tugas tersebut, mungkin satu atau dua jam akan berlalu dengan cepat.

***

“Ehem..” katanya mengetuk permukaan meja kayu.

Tiffany mengangkat wajah dan menatap dengan bingung. “Apa yang kamu lakukan di sini?”

Senjata utama untuk menghadapi wanita yang sedang bad mood adalah senyuman manis yang sopan. Dengan wajah ceria  Yuri bertanya, “sendirian saja?”

“Ya”

“Tadinya aku mau bungkus ayam goreng dibawa pulang tapi melihat kamu duduk sendirian jadi aku putuskan kemari untuk menyapa. Taeyeon mana?”

“Sibuk dengan pekerjaan barunya. Ngomong-ngomong, ada yang ingin aku tanyakan” kata Tiffany teringat sesuatu hal ketika membicarakan tentang kekasihnya. “Apakah kamu tahu di mana Taeyeon bekerja?”

“Oh.. Itu.. Aku tidak tahu” jawab Yuri terbata-bata.

“Benarkah? Aku pikir tidak ada rahasia di antara kalian”

“Belakangan ini kami jarang bertemu. Aku hanya tahu bahwa Taeyeon bekerja di bidang jasa”

“Jasa?”

Layaknya efek domino. Satu cerita palsu disusul dengan kebohongan lain yang beruntun. Yuri terdesak, “jasa konsultasi”

“Sejenis asuransi jiwa?”

“Benar”

“Hm, begitu rupanya. Apa dia merasa malu? Rasanya aneh melihat Taeyeon begitu tertutup dengan pekerjaan itu”

“Mungkin”

Yuri mengembuskan nafas lega setelah gadis itu menutup mulut dan mengubur jauh-jauh rasa penasaran. Sebagai gantinya mereka membicarakan hal lain seputar kegiatan di universitas hingga waktu makan siang usai.

“Apa rencanamu di hari Minggu?”

“Seperti biasa pergi ke gereja”

“Ya, aku tahu itu. Terkadang aku tidak habis pikir alasanmu memilih Taeyeon dibandingkan berpacaran dengan Siwon”

“Memangnya apa yang salah?”

“Ayolah, semua orang tahu di antara dua lelaki itu, siapa yang berhati malaikat dan siapa yang bertingkah melebihi setan”

Tiffany tertawa kecil, “Taeyeon tidak seburuk itu”

“Tapi kamu setuju jika Siwon lebih baik, kan?”

“Entah, aku hanya mengenal Choi Siwon sebagai ketua pemuda pemudi di gereja”

“Itu maksudku. Siwon adalah malaikat berwujud manusia. Dia bahkan masih memperlakukan kamu dengan baik meskipun wanita yang ditaksir resmi berpacaran dengan lelaki lain. Tapi sungguh, aku penasaran, apa yang membuat kamu jatuh cinta kepada Taeyeon?”

“Dia baik” jawab Tiffany polos.

“Sebagai informasi saja semua lelaki bersikap baik saat mendekati wanita”

“Taeyeon berbeda. Dia terlihat tulus”

“Contohnya?”

Tiffany berpikir sejenak memilih kejadian yang paling berkesan dalam kenangan masa sekolah. “Saat itu hujan turun deras dan aku lupa membawa payung. Taeyeon memberikan miliknya kemudian berlari pulang menembus hujan. Itu sangat keren”

Keren mungkin bukan kata yang tepat di pikiran Yuri. Bodoh? Itu terkesan lebih sesuai dari sudut pandangnya. Untuk apa repot-repot basah kuyup terkena hujan jika seharusnya mereka berdua bisa jalan bersama di bawah payung.

Benar kata pepatah. Jatuh cinta membuat manusia menjadi bodoh.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
onesleven
#1
Chapter 20: Hahaha bisa-bisanya Taeng kira itu covid test, kacau-kacaaau 😆
Untung Sica emosinya lagi labil kalo gak udah di keplak kepalanya Taengoo haha
Makasih sudah kasih happy ending buat Taengsic, selamat tahun baru juga!
onesleven
#2
Chapter 19: Antara Yuri dan Sica, gak tau deh mana yang paling tolol, Fany sama Taeyeon sudah kasih clue disana-sini sampai akhir gak ngeh juga, kasian..
Semoga akhirnya TaengSic jugs bahagia seperti yang lain. Terima kasih sudah update ceritanya~
sabeth #3
Chapter 14: Kenapa anak Seohyun dan Yoong harus mengalami jantung berhenti.

Semoga saja Yoong berubah menyayangi Seohyun.
onesleven
#4
Chapter 10: Hai, gue hampir gak pernah baca ff snsd bahasa indonesia tapi cerita lu ini asik. Gue suka cara menulisnya mirip kayak novel remaja jaman dulu pas gue smp, bahasanya baku tapi tetap enak pas di baca. Mudahan ada terusannya, makasih~
sabeth #5
Chapter 10: Kasihan si Seohyun. Itu kalau Yoona cuek begitu, bagaimana nanti si Seohyun melahirkan. Kan Seohyun hamil anak dia kenapa perlakuan Yoona begitu. Sesak nafas bacanya.
sabeth #6
Chapter 3: Ceritanya bagus. Jangan lama2 ya up date. Thanks