11:11

Faded

*** 

 

 11:11 KST.

 

Senyumku mengembang saat melihat Jiyong yang masih tertidur pulas di sofa apartemenku. Entah apa yang sedang merasukiku pagi ini. Tapi, aku bisa menatap laki-laki dengan rambut warna-warninya selama hamper satu jam.

 

Tidak menyentuhnya. Juga, tidak berbicara padanya.

 

Aku hanya memandanginya. Dalam diam. Dan, membiarkan perasaan bahagiaku mulai menguasaiku.

 

Morning, Taetae,” ucapnya tiba-tiba dengan mata yang terbuka sedikit, tangannya yang bebas meraih tanganku yang sedang menopang dagu.

 

Aku sedikit terkejut.

 

“Taetae?”

 

Masih dalam mata yang belum terbuka sepenuhnya, Jiyong melihatku dengan senyumnya yang mengembang,”Panggilanku untukmu.”

 

Hanya dengan kalimat biasa, tapi aku langsung tersipu saat mendengarnya. Terlebih, saat ku merasakan tangannya yang besar menggenggam tanganku dengan begitu eratnya.

 

“Mungkin, ini yang dirasakan mantan-mantan kekasihmu saat mendengar rayuan gombalmu, Jiyong,” ucapku sambil meninggalkan Jiyong dan melangkah ke pantry.

 

“Taetae, kau mau kemana?”

 

Aku mengabaikan suara laki-laki yang berusaha untuk memanggilku. Di sinilah aku sekarang, dengan mengenakan dress tidurku berwarna putih, aku menyiapkan minuman untuk laki-laki yang kini ada di hadapanku dengan tatapan matanya yang menggoda.

 

Setelah selesai menyiapkan minuman, aku memberikan segelas jus buah yang sejak tadi aku siapkan.

 

“Kau tahu aku tidak menyukainya, Taeng.”

 

“Aku tahu.”

 

Jiyong tidak menyukai segala jenis minuman jus buah-buahan. Yang ia sukai hanyalah alkohol. Tapi, pagi ini, aku melihat ia meminum jus buah yang baru saja aku siapkan. Aku tersenyum, seakaan telah memenangkan sesuatu yang besar.

 

“Apa kau tidak khawatir dengan keberadaanmu di sini pagi ini?” tanyaku padanya yang sedang menenggak tetesan terakhir jus buahnya.

 

“Kau tidak perlu khawatir, Taeyeon. Lebih baik kau mengkhawatirkan dirimu sendiri.”

 

“Aku?”

 

Jiyong mendekatkan wajahnya ke arahku,”Kau harus khawatir karena kau sedang bersamaku saat ini, taeng.” Ia mencoba menggodaku, dan berhasil.

 

Wajahku memerah.

 

Aku kembali berjalan menuju sofaku, diikuti langkah Jiyong di belakangnya. Saat aku hampir sampai, Jiyong menarik tanganku dan membuatku membalikkan badan ke arahnya.

 

So?” tanyanya.

 

So?” tanyaku balik, pertanyaan Jiyong barusan terkesan ambigu. Apa yang sebenarnya ingin ia tanyakan.

 

Ia berdiri tepat di hadapanku dengan menatapku. Aku menelan ludah kering.

 

Are we dating now, Taeng?

 

Pertanyaan barusan membuat bahagiaku membuncah. Harus ‘kah aku mengakui apa yang kini ku rasakan? Benar ‘kah ini bukan rasa pelarian?

 

I don’t know, Jiyong. Time will answer,” ucapku sambil melepaskan diri dari pandangan Jiyong.

 

Aigoo, kau benar-benar wanita egois, Taeng. Bagaimana bisa aku jatuh cinta pada wanita seegois dirimu? I did everything to you, but you? Always make me waiting for something i dont know.

 

Mendengar Jiyong mengeluh, aku hanya tertawa.

 

“Tapi, kau harus tahu sesuatu, Taeng.”

 

“Apa?”

 

“Karena, saat ini... aku telah berhasil memenangkan hatimu.”

 

Aku mendelik. Dan, ia pun tersenyum sambil menyeringai. Sangat terlihat di wajahnya, saat ini ia sedang menggodaku.

 

Tak lama, ponselnya berdering. Tanpa sengaja, aku melihat nama Taeyang di sana.

 

Senyum yang mengembang di wajah Jiyong pun perlahan memudar tepat saat ia mendapat panggilan dari sahabatnya itu.

 

“Ya? Sekarang? Oke, i’ll be there.”

 

Hanya sekitar 20 detik Jiyong dan Taeyang berbicara melalui ponselnya. Kini, raut wajah laki-laki itu berubah menjadi lebih serius. Ia meraih hoodie yang ia kenakan saat datang kemari.

 

“Kau akan pergi?”

 

Jiyong menatapku, tersirat rasa khawatir di sana. Ia tidak menjawabnya. Dan, aku tidak berani untuk bertanya.

 

Tanpa sepatah kata, ia hanya mengangguk. Pandanganku mengikuti sosoknya yang bersiap untuk meninggalkan apartemenku. Ia terlihat sangat buru-buru.

 

Saat Jiyong bersiap untuk keluar dari apartemenku, aku menahan langkahnya. Memberanikan diri untuk bertanya tentang sesuatu yang mengusikku.

 

“Ada apa, Jiyong? Apa terjadi sesuatu?”

 

Jiyong menatapku, ia diam untuk beberapa detik. Sebelum akhirnya ia memelukku dan berbisik kepadaku,”Apapun yang terjadi, aku tetap mencintaimu, Taeyeon. Hanya itu yang perlu kau ingat.”

 

Ia mencium dahiku sebelum akhirnya ia pergi dan membiarkanku gusar akhirnya.

 

Aku mematung, sambil menerka-nerka apa maksud dari semua kalimatnya.

 

Perasaan bahagia yang baru saja ku rasakan, kini harus berubah menjadi rasa gusar. Ini tidak adil. Ada apa dengan dunia dan isinya yang membiarkanku terombang-ambing dalam sebuah perasaan tak menentu?

 

-

 

Setelah Jiyong pergi, aku membereskan apartemenku. Kembali mengingat malam yang kami habiskan bersama. Tidak, ini tidak seperti yang kalian pikirkan. Kami hanya menghabiskan malam dengan berbincang dan berbicara tentang perasaan sambil ditemani alkohol.

 

Aku tidak meminum banyak alkohol, jadi ku pastikan aku terjaga dan tetap sadar tadi malam.

 

Tidak ada hal yang kami lakukan berdua, selain berbicara dan mulai saling menerima satu dan lainnya.

 

Entah sejak kapan, tapi aku menyadari bahwa aku menyukai tawanya. Tawa renyah yang datang darinya. Saat ia tertawa, matanya menyipit, dan giginya terlihat. Ia begitu menawan saat sedang tertawa.

 

Jujur saja, aku jauh lebih menyukai sosok Kwon Jiyong dari pada G-Dragon yang identik dengan sosok dinginnya. Saat bersamaku, Jiyong lebih menampilkan sisi bahagianya. Tak jarang, aku mendengar ia mengoceh saat aku mengabaikannya tanpa kabar.

 

Aku menyukai saat ia menyentuh wajahku dengan tangannya. Menatapku tepat di manik mataku. Membuatku perasaanku berderu kencang. Napasku seakan menjadi sesak. Dan, wajahku perlahan memerah.

 

Aku tersenyum bahagia saat mengingatnya. Tapi, itu tadi, sebelum Jessica menelponku dan membuyarkan lamunanku.

 

“Hallo, Jes?”

 

“Taeng? Kau dimana?”

 

Suara Jessica terdengar panik. Aku juga dapat mendengar suara mesin kendaraan yang sedang dipacu.

 

“Di apartemenku. Ada ap-“

 

“Oke, tunggu aku di sana.”

 

“Jess...”

 

Just sit and wait. Jangan lakukan apapun.”

 

Klik.

 

Panggilan terputus.

 

Melihat sikap aneh Jessica, aku pun menjadi khawatir.

 

Apa Jiyong keluar dari apartemenku dengan aman?

 

Atau, ada yang membocorkan hubungan kami?

 

Atau, ini ulah disbatch?

 

Penasaran, akhirnya aku membuka ponselku dan mencoba untuk membaca berita yang sedang trending.

 

Aku mematung, tubuhku seolah membeku, dan lidahku kelu saat membaca berita yang baru saja ku buka. Hingga tanpa sadar aku menjatuhkan ponselku.

 

Hampa.

 

Seolah ada bagian dari diriku yang hilang detik ini juga.

 

Beriringan dengan airmataku yang terjun bebas membasahi pipiku.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
nkrksw
I think, i will make a sequel for this story. What do you think? Comment below.

Comments

You must be logged in to comment
soshifiedpixie #1
Chapter 20: The story is so good! Thank you for the update. A sequel will be very nice!
utamitaaa #2
Chapter 20: yess please make the sequel
yeoboya #3
Chapter 13: Wah ceritanya makin mendebarkan. Aku tunggu kelanjutannya ya!
yeoboya #4
Chapter 6: Authornim~~~~
Ini bagus banget! Tapi sampai chapter ini aku masih bingung gimana sih sebenernya hubungan Taeyeon sama Jiyong disini. Di satu waktu kayaknya Taeyeon yang leading hubungan mereka, tapi di waktu lain Jiyong yang ngeleading...
soshifiedpixie #5
Chapter 12: This is really good. Thankfully Chrome has translate. Thank you for this story authornim!