Break 1 - Lee Jeno

Annalise and the Forgotten

Suara merdu biola terdengar memenuhi ruangan. Gesekan-gesekan halus seolah memberi nyawa pada setiap nada yang teralun manis. Lelaki itu mungkin sangat terhanyut dalam permainannya sendiri, hingga tak menyadari keberadaanku di sini. Sweater hitam yang membalut tubuhnya seolah memberi kesan hangat, entah mengapa seperti memberiku tanda bahwa jiwanya pun demikian. Aku tak yakin. Aku bahkan belum melihat wajahnya karena ia berdiri memunggungiku. Tak apa, akan kutunggu. Toh, aku pun mencintai nada-nada yang ia ciptakan itu.

"Oh? Anna-ssi sudah datang?" Ia berbalik, meletakkan biola beserta bownya di meja. Mengulurkan tangannya untuk menjabat tanganku dan memperkenalkan diri.

"Aku Lee Jeno. Dan, maaf, aku agak tuli saat bermain biola. Suaranya memenuhi gendang telingaku. Oh, mungkin kau ingin coba?"

Aku tersenyum. Dia sangat sopan dan ramah.

"Tak apa, aku suka mendengarnya. Maaf, tapi kenapa aku tak ingat apapun soal hal ini?"

"Oh, aku lupa memberi tahu. Tempat ini ia ciptakan untuk tempat peristirahatanmu. Ini bukan bagian dari gerbang, jadi kau tak perlu memaksa memorimu untuk mendapatkan ingatan lagi. Ia tahu kau akan lelah, itulah sebabnya tempat ini diciptakan," jelas Jeno. Aku senang mendengarnya. Yang kubutuhkan memang istirahat. Lelah rasanya memaksa ingatanku untuk kembali. Menghadapi situasi yang pernah terjadi dengan didampingi orang baru juga agak menguras energi.

Jeno mempersilahkan aku untuk duduk, menarik kursi untukku dan kemudian duduk di sisi seberangku. Kami bercakap-cakap singkat, utamanya aku yang berbicara, Jeno sebagai pendengar. Kemudian lelaki itu berdiri, "Oh, aku sudah berlaku tidak sopan padamu, Anna-ssi. Harusnya aku mempersiapkan minuman dan kudapan untuk tamuku ini. Jadi apa yang kau inginkan? Mungkin secangkir coklat hangat dan beberapa biskuit? Atau kau ingin yang lain?" Aku tak tahu apa yang kuinginkan, tapi tawarannya menarik juga.

"Tak usah repot-repot, Jeno. Apapun akan kuterima."

"Oh, baiklah. Aku permisi sebentar, Anna-ssi!" Lalu lelaki itu pergi ke ruangan di bagian belakang. Tak lama kemudian ia kembali dengan membawa nampan berisi dua cangkir coklat hangat dan satu wadah kaca berisi biskuit. Ia meletakkannya di meja yang memisahkan kursi kami. Lalu kembali duduk dan mempersilahkan aku untuk menikmati apa yang ia persiapkan.

"Terima kasih banyak, Jeno!"

Ia tersenyum.

"Jeno, boleh kutahu seperti apa sebenarnya dunia di sini?" Tanyaku. Ya, itu adalah pertanyaan terbesarku. Aku perlu tahu di mana aku sedang berada dan seperti apa tepatnya tempat ini.

"Oh... Ya, ya. Aku tahu kau akan menanyakan hal ini."

Hening sejenak.

"Singkatnya, ini adalah dunia mimpi. Aku pun tak yakin mimpi siapa sebenarnya karena bukan kau yang mengendalikan hal-hal yang terjadi di sini. Dan kami, maksudku, aku dan penjaga gerbang lainnya, adalah makhluk khayalan yang tercipta dengan tugas tertentu. Tugas kami adalah membantumu mendapatkan ingatanmu kembali."

"Tapi, kulihat kau dapatkan tugas yang berbeda?"

"Oh, benar. Ada lagi selain aku yang bertugas untuk menemanimu beristirahat. Aku juga akan menghilang saat kau sudah dapatkan istirahat yang cukup. Karena itu artinya tugasku sudah selesai." Ada jeda hening yang lama. Aku menyesap minumanku sementara Jeno mengunyah biskuitnya. Entah kenapa aku merasa agak khawatir. Maksudku, Jeno sangat baik kepadaku. Agak mengerikan membayangkannya akan menghilang yang artinya aku akan bertemu dengan orang lain lagi yang harus kuterima seperti apapun sikapnya dengan lapang dada.

"Jadi, kau ingin istirahat sekarang? Mau kusiapkan kamarnya untukmu? Atau kau lebih suka tidur di sofa? Apakah terlalu dingin di sini? Ingin kunyalakan perapiannya untukmu? Atau terlalu panas? Bagaimana jika kunyalakan pendingin ruangannya?"

"Jeno..." aku menepuk-nepuk lengannya. Kurasa aku tak akan melupakan Jeno karena sejauh ini dialah yang berlaku sangat baik kepadaku. Meski ia agak cerewet, aku yakin sebenarnya ia berniat baik.

"Oh, maaf... Apa aku terlalu berisik? Apa aku– Oh, aku akan diam saja."

Aku tertawa. Kurasa perpisahan dengannya akan terasa lebih berat daripada yang kurasakan sebelumnya.

"Aku akan beristirahat di sofa saja. Dan untuk suhunya, begini saja sudah sangat nyaman. Terima kasih banyak, Jeno!"

"Apa kau ingin aku lakukan sesuatu untuk mengantarmu tidur? Mungkin kau ingin kumainkan beberapa lagu dengan iringan melodi gitar klasik?" Aku tertawa lagi. Jeno menunduk, sepertinya ia merasa bersalah? Yah, padahal aku suka sekali sikap cerewetnya itu.

Jeno pergi sesaat dan kembali dengan gitar klasiknya. Ia memetik senar-senarnya dan bersenandung lembut. Aku tersenyum, tertidur dengan posisi menghadap Jeno yang sedang bermain gitar. Aneh rasanya tertidur dalam dunia mimpi. Kuharap saat aku membuka mata, aku telah terbangun dua kali.

 

~
Halo! Maaf telat up lagi :(
Sabtu lalu saya nonton TWT hehe tau kan :D Yoongi ganteng banget bangsat
Mungkin kalo pada penasaran gimana serunya TWT bisa coba cari @kimbigurl di twitter udah di pinned tweet semua fancamnya hehe semangat
Mau thanks to Ayuk yang udah memberikan pengalaman berbeda saat menonton. Wow gilak pernah tau brutal kalem ga? Ya Ayuk itu :D
Terakhir, Congrats to Kak Naura yang lolos seleksi UI!! Semangat hukum UI Kak Nau!! See you on K-Pop Concert! (Belum pernah nonton kakaknya. Ayo nonton sama saya!)
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
oolves
#1
Chapter 3: semangat ajunice ya kak lulus lolos bareng♡♡
oolves
#2
FIGHTING KAK MIRA