Love Hurts

The Dark Path
Please Subscribe to read the full chapter

“If love was an ocean, then we are just a stream, cause love isn’t for me and you.”

Separated by Usher

Julian berjalan sambil membawa nampan makanan menuju kamar Krystal. Gadis itu sendirian ditempatkan di satu kamar sekarang, karena perintah Julian. Julian berpikir kondisinya saat ini tidak memungkinkan untuk berbagi kamar dengan orang lain.

Nalia keluar dari kamar Krystal dengan tampang hampa. Begitu melihat Julian yang membawa nampan, Nalia langsung mendekat untuk mengambil alih, tapi Julian menggeleng.

Sebaliknya, dia bertanya. “Bagaimana keadaannya?”

“Buruk, Yang Mulia,” jawab Nalia. “Dia menolak untuk berbicara dan melakukan apapun.”

“Sama sekali?”

“Sama sekali.”

Julian menarik napas dan menghelanya pelan. “Tolong panggilkan Sulli dan suruh dia datang dalam waktu tiga puluh menit, Nalia, dan tunggu didepan pintu sampai aku keluar.”

“Saya mengerti, Yang Mulia.”

“Kau boleh pergi.”

Setelah Nalia pergi, Julian masuk ke dalam kamar Krystal. Dia menemukan Krystal sedang meringkuk di bawah selimut. Wajahnya tanpa ekspresi, tapi Julian lega karena dia tidak menangis.

“Hei,” Julian menyapa sambil meletakkan nampan di nakas samping ranjang. “Kamu tidak beristirahat?”

Krystal tidak menjawab. Julian berdeham, lalu mencoba mencari topik pembicaraan lain. Yang jelas dia tidak boleh mengungkit-ungkit soal Shane. 

“Kamu masih belum berganti baju?” Julian melirik pakaian tempur yang masih dipakai Krystal. “Kalau kamu seorang putri, mungkin kamu sudah kena marah Ratu.”

Hanya gelengan yang Krystal berikan sebagai jawaban.

“Baiklah, kalau kamu tidak mau berganti baju, setidaknya kamu harus makan.” Julian menarik kursi di sisi ranjang Krystal dan mendudukinya, makanan di pangkuan.

Piring putih besar itu berisi sosis dan bacon, telur orak-arik dan kentang tumbuk. Melihat tampilannya yang terlihat dimasak sangat baik dan mencium wanginya membuat Julian lapar, tapi dia tidak boleh serakah. Gadis dihadapannya ini masih lebih penting.

Julian menusuk sosis dengan garpu dan mengacungkannya didepan mulut Krystal. “Buka mulutmu. Aaa—”

Karena tidak direspon, Sang Pangeran menerbangkan garpu dengan tangannya menuju mulut Krystal. Krystal menatapnya datar, sementara Julian hanya tersenyum. Dia menggoyangkan garpu, lalu tersenyum puas ketika Krystal akhirnya melahap sosisnya.

“Saat aku masih kecil, aku susah sekali untuk disuruh makan,” Julian mulai bercerita agar tidak canggung. “Aku hanya mau disuapi Ibuku. Perawatku sudah bilang Mother sangat sibuk, tapi aku keras kepala, bahkan mendatangi ruang kerja Mother. Dia sampai menghentikan pekerjaannya dulu untuk menyuapiku. Setelah itu aku dinasihati, dan akhirnya aku luluh. Walaupun awalnya aku masih tidak bisa menerima, lama kelamaan aku senang karena perawat selalu menyuapiku seperti tadi. Ternyata bekerja bagimu juga.”

“Eh, tapi Val lebih susah lagi. Perawatnya sampai mengikat dia dengan sihir agar dia tidak kemana-mana—“

Meskipun Krystal tidak mengucapkan satu katapun, Julian terus bercerita. Sambil bercerita dia menyuapi Krystal sampai piring itu kosong. Dia lalu memberi Krystal susu yang dihabiskannya dalam sekali teguk.

Julian mengembalikan alat-alat makan ke nampan, lalu melangkah menuju jendela kamar. Dilihatnya matahari sudah terbenam di ufuk barat, jadi dia menutup tirainya.

“Istirahatlah. Sampai besok kalau perlu sehingga kau tidak lelah lagi.”

Krystal menurut dan membaringkan tubuhnya. Julian mendekat untuk menarik selimutnya sampai ke leher. Dia lalu menyalakan lampu tidur di kanan kiri ranjang, dan membelai kepala Krystal pelan.

“Sleep well.” ujarnya, lalu melangkah pergi dengan nampan di tangan.

“Julian.”

Krystal tiba-tiba memanggilnya. Kata pertama yang diucapkannya semenjak Julian mendatanginya hari ini. Yang dipanggil berbalik sambil tersenyum.

“Ya?”

“Terima kasih…” Krystal berkata sangat pelan. “Beribu-ribu terima kasih atas semua yang sudah kamu perbuat dan aku tidak tahu bagaimana cara membalasnya.”

Julian menggeleng. “Aku tidak meminta balasan.”

Setelah mendapat jawaban, Krystal yang sepertinya sudah sangat lelah memejamkan mata. Julian berdiri di sana seraya memandanginya. Lama sekali. Ketika dia mengira Krystal sudah benar-benar terlelap, dia keluar, setelah mematikan lampu utama.

“Sulli,” kata Julian sementara pelayan itu mengambil nampan dari tangannya. “Pagi nanti, antarkan sarapan ke kamar Krystal. Temani dia dan perlakukan dia seperti seorang putri. Sekalipun, jangan pernah membicarakan hal-hal yang dapat membuatnya menangis.”

“Saya mengerti, Yang Mulia.” Sulli mengangguk patuh.

Julian berlalu. Sulli memerhatikan punggungnya yang semakin menjauh. Bertahun-tahun yang dihabiskannya dengan mengabdi sebagai pelayan pada kerajaan, belum pernah dia melihat Pangeran Julian sebegitu pedulinya pada perempuan selain Putri Selena. Sampai sekarang ini.

--

“Wendy, hentikan.”

Wendy tidak mengindahkan. Dia masih kukuh menempelkan bibirnya pada bibir Tyler. Tyler yang sudah kehabisan napas daritadi segera menangkup kedua pipi Wendy, menghalangnya  untuk berbuat lagi.

“Aku kehabisan napas, tahu.” keluh Tyler.

Wendy tertawa lalu membenamkan wajah di lekuk leher Tyler. “Aku hanya sangat senang kamu ada disini.”

“Aku juga.” Tyler membalas dengan bisikan sambil mengusap rambut gadisnya.

Seharian ini, Tyler menghabiskan waktu di kamar Wendy yang terkunci. Di atas dipan mereka saling mendekap, yang jelas mereka tidak ingin melewatkan satu detik pun berjauhan satu sama lain. Hal ini untuk membayar seluruh rasa rindu yang mereka rasakan selama berhari-hari terakhir.

Dan untuk mengisi waktu-waktu sebelum mereka akan berpisah, selama-lamanya.

Besok malam pertunangan Wendy dan Julian akan diumumkan ke publik. Di pesta kemenangan Tyler dan rekan-rekannya sendiri. Pesta yang seharusnya dilaluinya dengan bersenang hati karena keberhasilannya.  

Setelah pengumuman itu, Tyler akan pulang ke rumahnya di kota peri. Dia akan duduk diam dan menunggu kereta istana menjemputnya lagi seminggu kemudian, untuk menghadiri pernikahan itu. Pernikahan sang Putra Mahkota dan gadis yang Tyler cintai.

Dari awal Tyler sebenarnya sudah tahu, bahwa tidak ada masa depan dalam hubungan mereka. Mereka hanya bisa bertemu diam-diam, dan diluar itu mereka harus bertingkah seakan tidak mengenal satu sama lain. Memang tidak seharusnya Tyler berani untuk menaruh perasaan pada Wendy, karena pada akhirnya, kisah mereka akan dikemas dan diakhiri dengan ending menyedihkan seperti dalam dongeng yang kejam.

Memikirkan itu membuat Tyler melepaskan pelukannya pada Wendy dan bergeser sedikit darinya.

Wendy salah mengartikan tingkahnya itu. “Kamu sudah mau kembali?”

Tyler hanya mengangguk dan berdiri, menyambar mantelnya yang disampirkan ke sandaran dipan. Wendy berdiri untuk membantunya memakai mantel, tapi Tyler menolak. Wendy mengangkat alis bingung.

Tapi, dia tidak mau ambil pusing. Wendy kemudian mengalungkan lengannya di leher Tyler. “Tomorrow, 8 a.m., same place?”

Tyler menggeleng pelan. “Aku tidak bisa.”

“Kenapa? Kamu mau menemani Suzy lagi? Tenang saja, nanti aku suruh salah satu pelayanku untuk mengurusnya.”

“Bukan begitu, Wendy.” Tyler menjauhkan lengan Wendy dari lehernya pelan-pelan. “Aku tidak bisa bertemumu lagi.”

“Kenapa?”

“Kita hentikan saja semuanya.” putus Tyler

Wendy terperanjat. “Kenapa?” Dia mengatakannya lagi dengan suara lebih tinggi.

“Wendy, dalam satu minggu kamu akan menikah, dan suamimu bukan aku.”

“Lalu kenapa?” seru Wendy. “Sudah kubilang, kan, aku tidak mencintai Julian! Yang aku cintai itu kamu!”

“Lalu, apa yang akan kamu lakukan? Kamu mau bersujud di kaki Count dan Countess? Mohon-mohon didepan Raja dan Ratu? Memohon pada mereka untuk tidak menjadi permaisurinya Pangeran dan malah memilih laki-laki kelas bawah sepertiku ini?”

Tatapan tajam Tyler membuat Wendy ciut.

“Cinta kita pantas untuk diperjuangkan, Tyler…” bisik Wendy lemah.

“Pantas, tapi tidak bisa diperjuangkan.”

Mendengarnya, Wendy jatuh terduduk ke lantai. Tyler jadi luluh sedikit dengan melihatnya. Dia berlutut didepan Wendy.

“Wendy,” Dia menaikkan dagu Wendy, memaksanya menatap matanya. “Aku minta maaf.”

“Begini ya caramu bertindak,” kata Wendy sinis. “Memangnya dengan permintaan maafmu itu hatiku tidak akan sakit lagi?”

“Aku tetap minta maaf.”

“Kenapa, Tyler?” Wendy berbisik. “Kenapa kamu harus datang ketika pada akhirnya kamu akan meninggalkanku?”

Tyler terdiam, lalu berkata setelah beberapa saat. “Maaf karena aku sudah masuk ke dalam kehidupanmu, maaf karena aku memberimu harapan padahal aku tidak bisa membuatnya jadi kenyataan,

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Kiranikirana #1
Chapter 2: Sumpah sedih bgt jadi baby jung ....
Kiranikirana #2
Chapter 1: Thor apa benar baby jung tidak punya kekuantan sama sekali
keyhobbs
#3
Chapter 24: yehet!! dapet sequel hehe thanks a lot authornim saranghae!!!
potatoria
#4
Chapter 24: Astagaaa----baru banget sub *dan bahkan 1 cp belum dibaca sepenuhnya* udah ada sekuel lagi *___*)
real__tcs #5
Chapter 6: Parah sweet banget parah
SunghyoPark #6
Chapter 22: Speechless:")
aethelwyne
#7
Chapter 23: Midnight Awakening. Ditunggu, Author-nim ^^
Parktahyun #8
Chapter 22: Huaaaa meren tapi penasaran keturunan krystal bakal gmn nantinya .-.
Oohjungie #9
Chapter 22: Aku kira ini ending bakal punya anak masing2 loh ^^ Ditunggu ff sestal yg lain dan ff yg gaya bahasanya bagus yaa dan kalo bisa yg indo sub aja hehe ^^ thankyouuu. Fighting authornim :*
Oohjungie #10
Chapter 22: Finally~ Sestaaaall happy ending!