The Mad Eungi

NICE GUY FF 'Another Ending'

Eungi mengedarkan pandangannya ke sekeliling.

“Ibu…” ucapnya, membuat Maroo yang rupanya masih tinggal dan mengintip dari balik pintu menjadi terenyak dan kini mematung.

Eungi sudah ingat semuanya.

\\*

*//

\\*

 

Masa lalu adalah bagian dari kepingan waktu yang terhormat. Sebuah masa yang angkuh dan congkak, dimana Ia tak dapat dirubah namun dapat merubah apapun yang Ia inginkan.

Takdir, cinta dan masa depan adalah beberapa hal yang tergantung kepadanya. Kata orang, masa lalu bersahabat dengan karma. Mereka bagai sepasang kekasih yang tak bisa dipisahkan  antara satu sama lain, dan Maroo adalah salah satu dari beberapa orang yang yang mempercayai itu.

Memeluk Eungi dalam tidurnya seperti semalam adalah takdir yang dapat dihujat oleh masa lalu kapan saja Ia merasa terusik. Kutukan sudah datang, karma pasti tiba. Maroo tahu itu semua dengan jelas, hanya saja… hanya saja… cintanya pada Eungi tumbuh terlalu besar. Layaknya ruang dan waktu, Ia dan Eungi telah menjadi melebur dalam satu nama, satu tubuh.

Masa lalu dan karma itu, bisakah dia bersama Eungi mengalahkannya?

Ah tunggu, Maroo tersadar jika bukan dia bersama Eungi tapi dia sendirian.

Eungi mungkin akan bersekutu dengan masa lalu dan meninggalkannya dihujani karma.

Matahari sudah meninggi ketika Maroo terbangun dari mimpi indahnya, sendirian.

Tanpa Seo Eungi. I

a berlari mengitari penginapan dan terus memanggil nama wanita yang sangat Ia cintai itu, namun sekeras apapun usaha Maroo. Sejauh apapun Ia mencari, tak ada Eungi.

 

Semalam seolah mimpi namun, bagaimana mungkin itu mimpi jika aroma tubuh Eungi bahkan masih melekat kuat di sekitar tengkuknya. Membuatnya merinding dalam bahagia.

“Eungi… Seo Eungi…” Maroo berteriak dengan suaranya yang nyaris parau.

Ia mencoba menelepon tapi tak ada jawaban. Teleponnya mati.

Pria itu akhirnya menyerah, menyandarkan kepalanya pada dinding bisu penginapan mereka, saksi mati kisah semalam.

Andai Maroo bisa bertanya pada dinding ini, kemanakah kekasihnya pergi?

Tapi mustahil, Ia tertunduk sendirian berjam-jam.

Waktu berlalu begitu lambat… satu… dua … tiga …

Yang Ia tunggu belum kembali… empat … lima …  enam… seharian…

Matanya menatap kosong, terbius rasa putus asa.

Ia menunggu lagi hingga aroma familiar itu muncul di lelap hari yang mulai gelap.

Menyeruak di antara kegelisahan tak bertepi yang merayapi rongga dadanya.

“Maroo…” sapa sebuah suara yang Ia kenal jelas. Wanitanya telah kembali.

“Eungi….” Pekik Maroo, lega.

Ia bangkit dan langsung memeluk bidadarinya itu. Airmatanya jatuh tanpa sadar, mengisi kerut kecemasan yang tadi merasuk dan merusak wajah manisnya.

 

Eungi terdiam dalam pelukan Maroo. Aroma pria ini masih sama seperti semalam. Menggiurkan, menggairahkan. Membuat Eungi sejenak ingin memilikinya kembali.

Pria brengsek! Eungi memaki dalam diam.

Sorot matanya menajam, alisnya mengeras dan bibirnya mematut tanpa senyuman.

Eungi yang dulu telah kembali.

“Aku kira kau pergi meninggalkanku…dan kukira semalam hanyalah mimpi….” Seru Maroo cemas.

Eungi yang semula hanya diam tanpa ekpresi kini mulai tersenyum.

“Maaf karena aku keluar diam-diam… aku hanya ingin mengingat tempat ini…

tapi, sepertinya otakku benar-benar payah…  aku tidak bisa mengingat apapun….”

Desahnya sedih, mendekap Maroo dengan kecewa.

“Tenanglah, kau tidak perlu terburu-buru untuk mengingat semuanya …

Hanya saja, kumohon mulai saat ini jangan pergi kemanapun sendirian…

Aku akan menemanimu…” Pinta Maroo, manik matanya teduh menekuni setiap guratan di wajah Eungi.

Jemarinya perlahan naik dan beradu lembut dengan setiap helaian rambut milik sang wanita kesayangan, Maroo sungguh berusaha membuatnya lebih tenang dan nyaman

“Maafkan aku … Aku tidak akan membuatmu cemas lagi…” Eungi mendesah, mengikat kuat pinggang sang pria brengsek dengan lengannya.

Maroo tersenyum dan melepaskan pelukan hangat mereka. Binar matanya terkelungkup pada satu fokus, wajah sang wanita.

Mereka beradu pandang dengan mesra.

 

“Apa kau benar-benar takut kehilanganku, Maroo?” Eungi menengadah, memastikan untuk menangkap apapun ekpresi yang akan Maroo buat.

 

“Di dunia ini tidak ada hal yang paling aku takutkan kecuali, bangun tanpa melihatmu di sisi-ku…” Maroo mengecup khidmat kening Eungi setulus hati, menunjukkan kesungguhannya tapi sayangnya wanita yang Ia cintai itu sudah pergi.

 

Eungi yang berada dalam dekapannya sekarang adalah Eungi yang lain.

 

Seseorang yang sudah bersekutu dengan masa lalu dan siap melontarkan karma ke arahnya.

Tak ada tempat bagi cinta Maroo saat ini. Wanita itu hanya ingin membalas dendam, dengan cara apapun itu, pada Maroo… Jae Hee… bahkan dirinya sendiri.

 

“Aku berjanji untuk tidak pernah meninggalkanmu,” Eungi memeluk Maroo tanpa ekpresi, Ia sedang mengancam.

 

~oOo~

 

Tak ada yang paling dirindukan oleh Jae Hee kecuali dirinya yang dulu. Masa lalu di tempat kumuh ini entah kenapa begitu memikatnya. Jika saja, kantong ajaib Doraemon benar-benar ada. Mungkin, dia sudah memohon sambil menangis untuk menggunakan lorong waktu. Kembali ke saat hanya ada dia dan Maroo. Walau kemiskinan terhampar di hadapan mereka tapi setidaknya itu akan terasa jauh lebih baik dari saat ini.

 

Sekuat apapun itu Ia mencoba mengatakan pada dirinya jika Ia melangkah di jalan yang benar. Eungi selalu berhasil membuatnya iri dan menyesal. Ia tahu, lebih dari kebenciannya pada Eungi atau Maroo, Ia sungguh sangat membenci dirinya sendiri.

 

“Apa kau akan terus berdiam diri seperti ini?” Pengacara Ahn muncul dari balik pintu gerbang rumah lama Maroo. Menegur sang ibu presdir yang termenung sendirian di halaman.

 

“Menurutmu apa yang sedang Maroo dan Eungi lakukan saat ini?” Jae Hee memandang kosong ke dalam rumah Maroo yang tak berpenghuni.

 

“Mereka sudah melangkah mendahului rencana kita dengan pernikahan itu, bukankah sebaiknya kita fokus untuk menyusun rencana baru dan bukannya meratapi masa lalu kosong tak berharga?” saran Pengacara Ahn dingin. Ia cemburu.

 

“Kau benar, aku sedang tidak waras akhir-akhir ini…” Jae Hee tergelak pahit menertawai kesedihannya.

 

“Sebaiknya kita pergi, penerbangan ke China sudah menunggu.” Pengacara Ahn melepaskan mantelnya dan meletakkannya ke atas pundak Jae Hee.

 

Jika saja wanita itu mau menerima cintanya, Ia akan membuatnya tersenyum setiap hari dan menyayangi Eunsuk seperti anaknya sendiri. Jika saja….

 

~OoO~

“Kau pasti kelaparan karena mencariku sepanjang hari…” Eungi menatap Maroo yang tengah menyantap makan malam sekaligus makan pagi dan siangnya dengan simpati.

 

“Kau harus mengingat hari ini!

Ketika kau menghilang tanpa pesan, kau tahu bahwa suamimu ini tak akan tenang dan tak mau makan sampai menemukanmu…” peringat Maroo, menusuk seiris tomat segar dan menyuapkannya ke mulut Eungi yang terpaksa ikut menguyah.

 

“Aku akan mengingatnya dengan baik…” Eungi tersenyum.

 

“Kenapa hanya diam dan memandangiku makan?” Maroo menatap heran.

 

“Kau mau menyuapiku lagi? Kurasa aku ingin tahu rasanya makan dari tangan suamiku.” Pinta Eungi.

 

Maroo tersenyum gemas, Ia langsung menyumpit segulung besar onigiri untuk Eungii. Membuat pipinya menggembung karena porsi besar tersebut. Mereka berdua tergelak riang.

~OoO~

 

Aomori, banyak orang mengenalnya sebagai kota wisata nan terkenal yang terbalut keindahan bunga sakura dan istana Hirosaki-nya.

Namun bagi Maroo kota ini seperti  jalan antara surga dan neraka.

 

Dia bisa melihat potongan-potongan masa lalu nan suram miliknya di setiap sudut tempat ini. Disini dia juga ingat dengan jelas bagaimana Eungi mulai jatuh hati padanya, bagaimana dia menggeret wanita itu dalam takdirnya dan bagaimana dia kemudian ‘menghancurkan masa depan mereka bersama-sama semalam.’

 

“Jadi disini tempat pertama kali kita berkencan?” Eungi tersenyum riang mengapit lengan suaminya. Pipinya merah merona dan matanya dipenuhi binar kebahagiaan.

 

“Hmm…” Maroo tersenyum, melirik istrinya yang dari tadi terus bertanya.

 

“Coba ceritakan padaku tentang kencan kita hari itu. Aku ingin kita mengulanginya lagi malam ini. Aku ingin segera mengingat semuanya…” pinta Eungi polos.

 

Maroo terdiam untuk sejenak, bathinnya bergejolak.

Di dalam surga mereka saat ini, neraka bisa saja muncul secara tiba-tiba. Menusuk ingatan Eungi dan menghancurkan semuanya.

 

“Baiklah…” Maroo mengangguk, antara rela dan tidak rela.

Ia tahu waktunya mungkin tak banyak dan jika Ia benar-benar harus pergi, setidaknya ingatan Eungi sudah pulih supaya Ia dapat melindungi dirinya sendiri tanpa Maroo.

 

Mereka berjalan sambil berpegangan tangan di keramaian kota Aomori. Menyusuri setiap keping kenangan pada tempat yang pernah mereka kunjungi satu per-satu, dimulai dari Istana Hirosaki.

 

Istana berusia lebih dari 400 tahun yang telah menjadi saksi bisu tipu daya Maroo pada Eungi. Kisah ciuman pertama mereka!

 

“Disini aku pernah membuatmu meringkuk sendirian, menungguku sepanjang hari…” Maroo menatap nanar ke kokohnya dinding Hirosaki yang berdiri megah di hadapan mereka.

 

“Menunggumu? Lalu apakah kau akhirnya datang?” Mata Eungi menggeliat penasaran.

 

Ia jelas ingat semuanya, hanya saja mari kita buat permainan menarik Maroo, begitu pikir Eungi.

 

“Aku datang, tapi sangat terlambat…” jawab Maroo, merasa bersalah.

Pandangannya terkunci rapat ke depan, tak berani menatap Eungi.

 

“Lalu apa aku marah? Bagaimana kau menebus kesalahanmu saat itu? Aku ingin tahu!” Tanya Eungi semakin penasaran.

 

“Kau tidak marah sama sekali…” Maroo menggeleng pelan, mengalihkan mata-nya dan berbalik menatap Eungi. Menariknya ke dalam pelukannya.

 

“Aku tidak marah? Memangnya apa yang membuatmu begitu terlambat?” tanya Eungi tak sabar, Ia larut dalam akting amnesianya terlalu dalam.

 

“Aku menemui mantan kekasihku dan lupa pada janji kita.” Jawab Maroo apa adanya. Eungi terenyak kaget, melepaskan pelukan Maroo.

 

“Mantan kekasih?” pekiknya cemburu.

Maroo mengangguk, dia ingin sekarang tak akan ada kebohongan lagi di antara mereka.

 

“Apa yang kalian lakukan?” Eungi terdengar curiga.

 

“Tidak ada… benar-benar tidak ada…” jawab Maroo, bukan hanya menyakinkan Eungi tapi juga dirinya sendiri.

 

Hari itu memang tak ada apapun di antara Jae Hee dan dirinya kecuali sikap kekanak-kanakan sang mantan kekasih yang terjun ke dalam air demi menarik simpatinya lagi.

 

Maroo meletakkan tangannya di atas kedua pipi Eungi dengan lembut.

Ia mendesah, menyandarkan kening mereka menjadi tanpa jarak.

 

“Maafkan aku…” bisiknya begitu menyesal. Maroo mengecup pelan ujung bibir Eungi.

Ia mendesah lagi menyesali semuanya.

 

‘Maafkan aku’ adalah kalimat yang selalu ingin Ia ucapkan kepada Eungi, tapi waktu tak pernah memberinya kesempatan, setidaknya sampai hari ini.

 

Maafkan aku untuk semuanya, Eungi…

Aku sungguh merasa bersalah padamu…

Aku membawamu terlalu jauh bersama takdir burukku…

 

Bibir Maroo merayap naik, menyapu setiap inci bibir Eungi, mengecupnya sepenuh hati.

 

Airmatanya jatuh, mengingat kenangan ciuman pertama mereka tahun lalu.

 

Sayangnya Maroo sudah benar-benar terlambat. Eungi yang mencintainya telah pergi.

 

Ketika perasaan hambar menguap menjadi cinta dan cinta membeku terjebak dalam kebencian.

Eungi membuka matanya, terpaku dingin tanpa ekspresi sementara bibir Maroo masih asyik berayun membasahi bibirnya.

 

Kupastikan kau akan menebus segalanya, suamiku sayang…. janjinya di dalam hati.

 

~OoO~

 

Dua minggu berlalu dengan begitu cepat bagi Maroo ketika orang yang ada di sisinya adalah Eungi tapi sebaliknya, dua minggu adalah penyiksaan bathin dan fisik bagi Eungi untuk terus berada di sisi Kang Maroo dan berakting sebagai wanita yang menggilainya sepenuh hati.

 

Eungi menatap bayangan wajahnya di cermin, senyum palsu yang Ia umbar sepanjang hari selalu menghilang saat Ia sendirian.

Menghindari pesona Maroo ternyata lebih mudah dari yang Ia bayangkan.

 

Sejak malam pertama mereka saat itu, Maroo tak pernah ‘mendatanginya’ lagi.

Pria itu, seolah sedang berpuasa atau terserang gangguan ngantuk yang sangat dahsyat setiap kali mereka berada di ranjang.

 

Eungi bersyukur, karena jika saja Maroo datang menggodanya, Ia tak akan bisa menolak. Alih-alih mendorongnya pergi, mungkin justru Ia yang akan merengkuh Maroo lebih dulu.

Gairahnya tak akan pernah pada untuk si pria brengsek, cinta pertamanya.

 

“Kau sudah siap?” Maroo bertanya pada Eungi yang masih mematung di hadapan cermin, menyisir rambutnya.

 

“Aku tiba-tiba merasa takut…” jawab Eungi menurunkan sisirnya.

 

“Kenapa?” Maroo mendekat dan memeluknya dari belakang. Menopang dagunya di atas pundak Eungi.

 

“Kembali ke Taesan membuatku merasa takut…”

Eungi membalikkan tubuhnya dan menatap Maroo dengan cemas.

Maroo terdiam, ego-nya mengerdil dan hatinya terasa gusar mengetahui jika mereka tidak bisa berlari kemana pun saat ini.

 

“Eungi-ah…

apa kau mau pergi jauh denganku?

Ke tempat dimana tak seorang pun mengenali kita.

Memulai hidup yang baru disana… hanya berdua…”  Eungi mengangguk dan tersenyum menyukai ide Maroo.

 

“Jika kau merasa lelah oleh pertarungan ini. Kita kabur saja.” Bisik Maroo, mendaratkan kecupan manis di atas kening sang bidadari kesayangan.

 

~OoO~

 

 

“Maroo… kau tidak keberatan jika kita mampir ke rumahku dulu?

Aku ingin langsung memberikan oleh-oleh yang kita beli pada Eunsuk.” Tanya Eungi begitu pesawat mereka mendarat di Korea.

“Baiklah.” Maroo mengangguk tanpa curiga sedikit pun.

 

~OoO~

 

“Huhuhu… Ibu dimana? Aku merindukan ibu… huhuhu…” Eunsuk menangis begitu keras di kamarnya, membuat Bibi penjaga jadi kewalahan untuk menenangkan.

 

Di luar hujan begitu deras dengan petir yang terus menyambar-nyambar.

 

“Tenanglah Eunsuk sayang.. jangan menangis… Ibumu sebentar lagi pulang…” bujuk Bibi Penjaga panik. Ia tidak mungkin mengatakan jika Ibu Eunsuk sedang dalam perjalanan bisnis dan tak akan pulang malam ini.

 

“Huhuhuhu… Ibu… Ibu… Aku ingin Ibu… huhuhu…” Eunsuk berteriak makin kencang, menyamarkan suara bel rumah yang bertalu-talu dihimpit hujan.

 

“Diamlah sayang… jika kau menangis ibumu justru tak mau pulang…” seru bibi Penjaga yang sudah kehabisan akal untuk mendiamkan tangisan Eunsuk.

 

Sementara itu di luar rumah, Maroo dan Eungi tengah menanti pintu terbuka.

Eungi terus memencet-mencet bel dengan tak sabaran.

 

“Kau yakin mereka di rumah?” tanya Maroo, tangannya menelungkup memayungi kepala Eungi.

 

“Entahlah…” sahut Eungi, masih terus menghajar bel rumahnya.

 

“BIBI JUNG… BUKA PINTUNYA!!!” Eungi menggedor gerbang rumahnya dengan kesal.

Ia dan Maroo sudah hampir basah kuyup terkena rembesan air hujan yang memercik kemana-mana.

 

Pintu rumah akhirnya terbuka, Bibi Jung buru-buru membungkuk meminta maaf karena sudah membuat sang majikan kebasahan.

 

“Kenapa lama sekali?” Eungi merengut kesal. Sikap kasarnya keluar secara alami.

 

“Maaf nona, itu karena Eunsuk terus menangis jadi saya harus menenangkannya dulu.”

 

“Ibunya tidak ada di rumah?” tanya Maroo, disambut lirikan tak suka dari Eungi.

 

“Nyonya besar sedang dalam perjalanan bisnis dan tidak pulang malam ini.” jawab Bibi Jung seraya membantu Maroo dan Eungi memasukkan koper mereka ke dalam.

 

“Aku akan menemui Eunsuk…” seru Eungi pada Maroo.

Ia berjalan naik ke lantai atas, menyisakan ekpresi tak nyaman di wajah suaminya.

 

Di antara banyak kamar di rumah ini, Eungi tahu dimana kamar Eunsuk?

Maroo menatap curiga.

 

Mereka memang pernah ke rumah ini sebelumnya, tapi bukankah saat itu Eungi bahkan tidak pergi ke kamar Eunsuk.

 

“KAKAK!!!” Teriak Eunsuk begitu melihat Eungi masuk ke dalam kamarnya.

 

Wajah sedihnya mendadak riang. Ia berlari memeluk Eungi yang kemudian menggendongnya ke atas kasur.

 

“Lihat apa yang kakak bawa untukmu!” seru Eungi ceria.

Ia memamerkan sekotak Iron Man pada adik semata wayangnya itu. Membuat Eunsuk melompat-lompat kegirangan di atas kasur.

 

Sementara itu, Maroo kini berada di dalam kamar Eungi, mengamati setiap sudutnya.

Kamar yang luas. Eungi pasti tersiksa sekali tidur di ruangan yang sempit selama ini bersama Choco.

 

Matanya menangkap sebuah boneka yang tergeletak tak terurus di salah satu sudut ruangan.

Berdebu dan sedikit kotor.

Dipungutnya boneka itu dengan perasaan gamang.

Ia ingat jika ini adalah boneka kesayangan Eungi.

Boneka yang membuatnya harus jatuh ke dalam jurang dan terluka parah.

 

“Lama tidak berjumpa…” sapa Maroo, membelai lembut boneka itu.

 

“Kau bicara dengan siapa?” tanya Eungi yang ternyata sudah berdiri di belakangnya. Matanya memicing curiga.

 

“Bonekamu!” Maroo tersenyum, menunjukkan boneka itu pada Eungi yang tak memberikan respon apapun.

 

“Boneka-ku?” Eungi melirik penasaran.

Ia mendekat dan mengambil boneka itu dari tangan Maroo.

 

Memandanginya dengan ekpresi ingin tahu, seolah berusaha mengumpulkan tiap jengkal ingatannya yang hilang.

 

“Kau mengingat sesuatu?” Maroo terdengar gugup.

 

Eungi menggeleng sedih. “Sepertinya butuh lebih banyak waktu…” desahnya, berdusta.

 

“Tidak apa-apa… jangan terlalu memaksakan diri” hibur Maroo, menepuk bahu sang istri.

 

Sebuah ketukan pelan mengakhiri perbincangan mereka,

 

“Makan malam sudah siap,” seru Bibi Jung di ujung pintu.

 

“Pergilah ke bawah duluan, aku mau mengganti baju…” seru Eungi ditimpali anggukan kecil dari Maroo.

 

Suaminya itu berlalu pergi, meninggalkannya sendirian di dalam kamar.

Eungi mengedarkan pandangannya ke sekeliling, meresapi masa lalunya.

 

Ia merindukan kamar ini. Kamar yang sudah lebih dari 27 tahun Ia tinggali.

Ditatapnya boneka usang yang tadi sempat Ia abaikan di hadapan Maroo.

 

“Ibu…” ucapnya, membuat Maroo yang rupanya masih tinggal dan mengintip dari balik daun pintu menjadi terenyak dan kini mematung.

 

Darahnya berdesir cepat memenuhi setiap sudut rongga otak. Ada sengatan listrik tak kasat mata yang menyengat nadinya.

 

Perutnya seolah diaduk-aduk oleh ribuan kupu-kupu setelah mendengar ucapan Eungi. Perasaan takut mendadak menyergapnya tanpa aba-aba.

 

Eungi sudah ingat semuanya. Ia pasti sudah ingat semuanya.

 

Kalimat itu terus berdengung dalam benaknya. Apa yang harus dia lakukan sekarang?

~OoO~

 

To Be Continued to “Don’t Leave Me, Eungi…”

Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk membaca.

Jangan pelit untuk komentar ya^,^

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
Methaalana
FINALLY, I FINISHED WRITING NICE GUY ANOTHER ENDING. Okay, time to move on

Comments

You must be logged in to comment
oladilia1310 #1
Chapter 19: Kenapa baru sekarang aku nemu drama Nice Guy? Sampe udah selese nontonpun malah nyari FFnya.. trus baca FF ini, kepalaku nyut"an gk ada beda sama pas nonton. Alur sama endingnya aja yg beda. Dan harusnya endingnya beginiiiiiiii :'D
Thankyou for making this FF!! Walopun telat tapi aku suka!! 정말 감사합니다~
I will wait your update for another story of EunMaru ㅋㅋ semangat kak! 파이팅!! ♡♡
Lots love, ChaeKi shipper
nandyana #2
Chapter 19: Omg i just found this ff today and read it in one go...i really wish the ending of the actual nice guy drama like this in your story...you are really talented writer...
daragon48 #3
Chapter 19: daebak... andai saja ending drama nice guy kayak gini. TQ for this fanfic neomu joayo!
eonnifan
#4
Chapter 19: eungil.. sempet2nya pengen tidur pas ngelahirin.. *eh wkwkwkwk

wuiiih mantep ikatan batin mereka. maru dan eungi sama2 pernah bermimpi ttg jungwoo

daebak daebak
thanks for making this eunma/chaeki fic/story
good luck utk karyanya ya.. semangat!!
camzjoy
#5
Chapter 19: Aigoooo it's already the end! T.T I'm sad because i'll be missing your updates!
Thank you for creating such a wonderful story, I love how things went for our couple. They deserve all happiness. :) And what, 9 children still? I suppose not all children were born in the house? Haha! I'm also amazed by how you described the birth scene, woah! Keep writing Chaeki ffs please? You're a good authornim! :D
eonnifan
#6
Chapter 18: daebak...
kalau ahn gak sadar2 tuh abis slh bunuh orang kebangetan dah... jd gemes >\\\\<
aku tuh klo bacanya... selalu ngerasa khawatir sm bayi eunmaru lol... takut knp2 apalagi tiap baca part yg eunginya tuh "gak bisa diem" hahaha
pokoknya aku tunggu endingnya yeay
alvionanda #7
Chapter 17: keren banget! ff nya kerenam bangeeeeeet. maaf bary comment dipart ini, soalnya aku saking penasaran jadi langsung klik next.
kenapa ending dramanya nggak kaya gini ajaaaaaa? ini lebih ngreget gitu. ditunggu kelanjutan ceritanya yyaaaaa ^^
charism #8
Chapter 17: ditunggu min lanjutan nya secepetnya yaaa . Deg degan nih bacanya .
eonnifan
#9
Chapter 17: duuuh aku bacanya.... deg2an sambil makan. hahahaha
makin menegangkan.