Beautiful Goodbye

NICE GUY FF 'Another Ending'

Part 16

 

Ada yang bilang, tak selamanya terang itu indah. Tak selamanya cerah itu mempesona dan tak selamanya mendung berbahaya. Ya, ada yang bilang seperti itu padaku. Dulu, kupikir itu hanya sepotong majas tak tahu diri, namun kini aku baru sadar. Itu hal yang benar. Langit, gumpalan awan berwarna hitam dan badai adalah salah satu bentuk dari proses kehidupan. Bukankah, untuk menciptakan segaris pelangi, terang tak berdiri sendirian? Ia membutuhkan hujan. Hidupku juga demikian. Badai perlu datang untuk sejenak mengusik sang terang, lantas bersama mereka akan menciptakan pelangi yang indah. Sangat indah. Benar begitukan, Maroo?

Eungi meremas jemari dingin Maroo yang kini tengah dibuai mimpi panjang nan indah.

Tidurlah… tapi kau harus bangun… dan membangunkanku dari mimpi buruk ini….

:::

 

Malam itu begitu hening. Eungi menunduk di bawah bias sinar lampu neon yang ikut muram. Di sisinya ada Han Jae Hee. Wanita itu duduk bersama Eunsuk yang tertidur pulas di pangkuannya. Sudah hampir satu jam berlalu. Selama itu pula tak terhitung lagi berapa kali Eungi berdiri lantas mondar-mandir di depan ruang gawat darurat. Jae Hee tak dapat melakukan apapun kecuali terus berada di sana. Ikut melekatkan bayangannya pada sepi lorong Rumah Sakit.

Pintu UGD terbuka, seorang Dokter yang Eungi kenal jelas siapa itu berjalan keluar. Dokter itu adalah Dokter ahli syaraf yang biasanya menanganinya. Perasaan Eungi seketika berkecambuk. Ia menatap tajam, penuh pertanyaan.

“Apa yang terjadi pada suamiku?” sergahnya.

Jae Hee bangkit, Ia meninggalkan Eunsuk yang masih terlelap di atas bangku panjang. Wanita berambut pendek dengan lipstick merah itu berdiri di samping Eungi. Tatapannya mengisyaratkan pertanyaan yang sama.

Butuh 2 detik bagi sang Dokter untuk menjawab kecemasan dari dua wanita berparas cantik di hadapannya.

“Sebaiknya kita bicara di dalam ruangan saya.” Ujar Dokter yang merupakan senior di Universitas Maroo tersebut. Ia melangkah menuju ruangannya yang berada tak jauh dari Unit Gawat Darurat.

Eungi mengikuti di belakang dengan tak sabaran beserta Jae Hee yang nekat menggendong Eunsuk bersamanya.

Mereka masuk ke dalam ruangan bernuansa putih dengan segala perlengkapan khas Dokter. Pria berjubah putih dengan papan nama Seok Min Hyuk itu mempersilahkan Eungi serta Jae Hee duduk. Ia kemudian menyalakan sebuah layar monitor berukuran 14 inci yang langsung menampilkan 4 buah siluet otak di dalam tengkorak.

Eungi mengamati dengan tak tenang. Ia tahu pasti gambar-gambar itu bukannya tanpa alasan ditunjukkan padanya.

“Ini adalah hasil CT scan otak Kang Maroo. Kita bisa melihat adanya titik kecil di sini.” Dokter Seok menunjuk sebuah titik yang lebih seperti noda pada layar monitor.

“Itu adalah gumpalan darah. Kecelakaan fatal yang Ia alami di dalam terowongan 2 tahun lalu membuat otaknya mengalami luka. Meski awalnya hanya pendarahan ringan namun karena Maroo terus menunda operasinya. Ini menjadi serius. Saya terus memintanya untuk segera melakukan operasi namun si bebal itu tak mau mendengarkan. Ia bilang Ia masih punya banyak urusan dan tak berminat untuk mempertaruhkan nyawanya di meja operasi. Ia tidak sadar bahwa Ia sendiri yang sebenarnya tengah mempertaruhkan nyawanya. Jadi, saya sangat berharap terhadap kalian, terutama anda Nyonya Seo Eungi. Bujuk Maroo agar Ia bersedia menjalani operasi, ini masalah yang serius.”

:::

Jae Shik memandang penasaran dari dalam mobilnya pada sosok Bibi Penjaga rumah keluarga Seo yang begitu terburu-buru masuk ke dalam Taksi. Ia mengernyit, merasa tertarik untuk mengikuti. Jujur saja, sudah beberapa hari ini Ia mengintai rumah Eungi namun wanita itu tak nampak dimanapun. Ia bahkan pergi berkunjung ke rumah Maroo dimana Jaegil dan Choco tinggal. Namun hasilnya sama, Eungi menghilang entah kemana bersama Maroo. Sepasang suami istri itu raib begitu saja.

Setelah nyaris setengah jam perjalanan, taksi yang ditumpangi oleh Bibi penjaga rumah berhenti di depan sebuah Rumah Sakit. Ia segera keluar dan berlari menuju lift di lantai dasar. Jae Shik yang sedari tadi mengekorinya tak mau kehilangan kesempatan ini. Ia memarkirkan mobilnya sembarangan lantas berlari menyusul kemana bayangan si Bibi pergi.

Pria berwajah sangar itu menyamarkan dirinya di balik topi dan mengawasi ke lantai mana lift yang dimasuki oleh si Bibi akan beranjak pergi. Tak lama, Jae Shik masuk ke dalam lift yang lain dan menekan tombol lantai yang sama – lantai tempat Maroo tengah dirawat.

:::

Eungi menatap getir pada tubuh lemah Maroo yang kini membujur pucat di balik bilik kaca ruang ICU. Keceriaan yang seharian ini hinggap di atas wajah Eungi seolah hilang tak berbekas, tergerus airmata.

Jae Hee melirik jam tangannya, sekarang pukul 1 malam. Ia kemudian menoleh ke arah Eunsuk yang kembali tertidur di atas kursi panjang lorong Rumah Sakit.

“Kau perlu istirahat, Eungi.” Jae Hee menepuk pelan bahu anak tirinya tersebut.

Eungi geming, tak ingin menanggapi. Ia sendiri tak tahu kenapa bisa terjebak bersama Jae Hee dalam situasi sekronis ini.

Di antara semua orang yang Ia dan Maroo kenal, kenapa harus wanita itu yang menemaninya.

“Ini salahmu!” pekik Eungi tiba-tiba.

Ia menoleh dan menunjukkan tatapannya yang tajam serta mematikan.

Jae Hee tergagap, Ia tersentak mundur seketika melihat ekspresi penuh kebencian di wajah Eungi.

“Maroo seperti ini karena salahmu! Kau mencampakkannya! Kau membuatnya hidupnya sengsara. Kau membuatnya menjadi bajingan! Ini salahmu Han Jae Hee! Kau akan kubunuh jika Maroo sampai meninggal. Kau akan mati di tanganku!” Eungi berteriak kesetanan. Ia mengutuk Jae Hee serta mulai menarik kerah bajunya seperti orang gila.

“Eungi! Hentikan!” teriak Jae Hee kewalahan, Ia tak menyangka Eungi akan bertindak sekasar ini.

“EUNGI… HENTIKAN!!! HENTIKAN!!!” Jae Hee meraih kedua tangan Eungi dan mencengkeramnya erat.

Mereka saling melotot tajam.

“TENANGKAN DIRIMU!” Pekik Han Jae Hee. Eungi yang mulanya tak mau mendengarkan perlahan terdiam, kemarahan yang menguasainya sedikit demi sedikit surut. Wajahnya yang sebelumnya dipenuhi amarah berubah menjadi begitu sendu. Ia melepaskan cengkeramannya dan bersimpuh di atas lantai, mulai menangis sejadi-jadinya.

“INI SALAHKU! INI SALAHKU!!! MAROO SEPERTI INI KARENA SALAHKU!!!” teriaknya sembari menarik-narik rambutnya sendiri.

“EUNGI!” Jae Hee berlutut, menaruh kedua tangannya di atas bahu si anak tiri yang jiwanya sedang tak sehat. Kesedihan itu ikut mengalir dalam aliran darahnya. Ya, Jae Hee bagaimana pun juga tetaplah manusia dan Ia mencintai Maroo seumur hidupnya.

“Hentikan, Eungi… bersikaplah dewasa! Kau tidak bisa menyakiti dirimu seperti ini!” seru Jae Hee.

Eungi terisak, lantas Ia mendongak dan menatap wajah di hadapannya dengan tatapan memohon.

“Kumohon… bunuh aku bila terjadi sesuatu pada Maroo! Bunuh aku! Celakai aku seperti yang kau lakukan bersama Pengacara Ahn pada Pengacara Park!” pinta Eungi, kedua tangannya mengait menjadi satu.

Jae Hee mengernyit, baginya ini hal paling gila yang pernah Ia dengar dari mulut Eungi. Demi Maroo, dia ingin mengakhiri hidupnya juga? Sejenak Jae Hee merasa terharu, ada kelegaan yang menyusup dalam batinnya.

Ternyata Maroo mendapatkan wanita yang lebih baik dari dirinya.

Ternyata Maroo menemukan seseorang yang benar-benar mencintainya.

“BUNUH AKU!!!” Teriak Eungi sekali lagi, emosinya meledak.

Ia histeris sendiri. Kedua tangannya kembali menggapai kerah baju Jae Hee seperti beberapa saat lalu. Ia mengguncang-guncang bahu wanita itu dengan keras sembari tak henti meneriakkan kalimat; “BUNUH AKU JAE HEE! BUNUH AKU!!!”

Tubuh Jae Hee terpelanting kesana-kemari, Ia kepayahan dan kali ini wanita itu benar-benar tak dapat menemukan cara lain untuk menghentikan kegilaan Eungi selain dengan menamparnya sekeras mungkin.

Plaaakk…

Suara itu menggema di hening Rumah Sakit. Eungi terhuyung dan nyaris jatuh menghujam ubin. Ia memegangi pipi kirinya yang kini terasa nyeri. Telinganya berdengung akibat tamparan Jae Hee. Namun, alih-alih marah serta mencoba membalas, Eungi nyatanya malah mendongak seraya tersenyum. Tak ada yang dapat membuat Jae Hee lebih merinding daripada cara Eungi tersenyum.

“Terima kasih….” Gumam Eungi.

Ia kemudian tertawa, “Aku memang pantas mendapatkannya. Aku sudah melukai Kang Maroo. Aku pantas mati! Aku harus mati jika terjadi sesuatu padanya!” desis Eungi persis seperti pasien sakit mental.

Jae Hee tercekat, airmatanya jatuh.

“Eungi-ah….” Desahnya putus asa pada Eungi yang kembali memandangi Maroo lewat bilik kaca.

Tak lama setelah itu, Bibi penjaga rumah datanga menghampiri Jae Hee dengan tergopoh-gopoh. Ia nampaknya menyadari jika ada hal buruk yang tengah terjadi pada keluarga majikannya tersebut.

Jae Hee menyuruhnya untuk menggendong Eunsuk pulang karena Ia akan tetap di sini menemani Eungi. Bibi Penjaga mengangguk lantas menggendong Eunsuk pergi. Tak jauh dari tempat itu, Jae Shik tengah menatap penasaran. Alisnya menaut rapat, bibirnya tersenyum tipis.

Sebuah kesempatan untuk menyingkirkan Eungi dari dunia ini. Tanpa Maroo semuanya akan terasa jauh lebih mudah, bukan?

:::

“Makanlah! Kau bisa sakit dan jika kau sakit, siapa yang akan mengurus Maroo? Aku sudah membuangnya dari hidupku dan ini giliranmu untuk menjaganya.” Jae Hee meletakkan sepotong sandwich di samping Eungi.

“Apa menurutmu Maroo akan mati?” tanya Eungi dengan tatapan kosong. Airmatanya telah kering setelah nyaris 6 jam terdampar di tempat ini.

Jae Hee menghela napasnya sejenak dan Ia mengangguk kecil.

“Entahlah, aku bukan Tuhan. Tapi aku tahu Maroo tidak akan mati semudah ini. Kau pernah dengar bahwa Tuhan mencintai orang-orang baik? dan karena itu orang-orang baik lebih cepat pergi. Maroo bukan orang baik, Tuhan pasti tidak mencintainya jadi tenang saja, Ia pasti akan membiarkannya berada di dunia untuk waktu yang lama.”

Eungi mengangguk, ada yang aneh sebenarnya. Kalimat Jae Hee itu tanpa sadar telah cukup menghiburnya.

Jae Hee menatap layar handphone yang baru saja Ia hidupkan pagi ini. Tepat seperti dugaannya, panggilan tak terjawab maupun kotak pesannya penuh oleh sebuah nama; Pengacara Ahn.

Ia menatap Eungi dengan ragu, haruskah Ia pergi dan meninggalkan wanita malang itu sendirian disini?

“Kau bisa menjamin bahwa kau tidak akan melakukan hal bodoh saat aku pergi? Kau tahu, permainan tidak akan menarik jika salah satu pemain melakukan gol bunuh diri.”

Eungi tersenyum sinis meski pandangannya tetap hampa ke depan, “Pergilah, akan lebih nyaman jika kau pergi karena bagaimanapun juga kau adalah mantan suamiku. Siapa yang bisa menjamin Ia tidak teringat pada masa-masa indah kalian di saat seperti ini.”

Jae Hee nyaris tergelak, Ia baru sadar Eungi mungkin memendam cemburu sedari tadi.

“Kau benar Eungi, aku adalah cinta pertamanya selama belasan tahun.”

“Dan kau membuangnya, memberikannya padaku. Kurasa aku harus berterimakasih untuk itu.” Eungi menoleh dengan ekspresinya yang datar.

“Tidak perlu berterimakasih, aku melakukannya untuk diriku sendiri.”

Eungi tersenyum tipis, “Bagaimanapun juga terima kasih karena kau membuatku mengenal Maroo. Jika kau tidak mengkhianatinya, kami pasti tidak pernah saling mengenal dan meskipun saling mengenal. Dia tidak akan datang padaku, karena dia pria yang baik.” Airmata Eungi jatuh.

Jae Hee sungguh tak nyaman dengan atmosfer yang melingkarinya bersama Eungi saat ini.

“Jika ada perkembangan tentang kondisi Maroo, beritahu aku!” Jae Hee bangkit dari duduknya, ingin bergegas pergi namun jawaban Eungi menahan langkahnya.

“Aku tidak akan memberitahumu apapun tentang kondisi Maroo. Ia milikku sekarang dan aku tidak ingin kau mengunjunginya lagi.”

Jae Hee tidak menyahut, Ia bergerak pergi dengan senyum getir di sudut bibirnya.

Kau benar Seo Eungi… sekali lagi kau benar… Aku tidak memiliki hak apapun tentang Maroo… dan semuanya salahku… Aku menghancurkan hidupnya….

 

~oOo~

 

“Kau bertindak sesukamu dan mengacuhkan ucapanku.” Pengacara Ahn menatap tajam pada sosok Jae Hee yang kini duduk di dalam ruang tamu apartment-nya.

“Aku tidak ingin meninggalkan Korea.” Seru Jae Hee tegas.

“Apa maksudmu kau ingin masuk ke dalam penjara begitu saja?”

“Aku tidak bilang seperti itu tapi aku benar-benar tidak ingin meninggalkan Korea saat ini.”

“Apa alasanmu? Apa kau sedang berusaha untuk menyerah? Kau tidak lupakan bahwa masa depan Eunsuk tergantung pada keputusanmu?” Pengacara Ahn mendekat, Ia melepas kacamatanya.

“Seperti yang kau bilang, tergantung keputusanku. Jadi aku menolak rencanamu. Aku akan tetap tinggal di Korea dan kumohon berhenti membawa Eunsuk dalam masalah ini. Aku merasa kau memanfaatkan namanya untuk membuatku menurutimu. Kau sadarkan bahwa aku tidak sebodoh itu. Ingatlah jika kau masih berada di bawahku, Pengacara Ahn.” Desis Jae Hee.

Ahn Min Young meremas tangannya, emosinya nyaris meledak mendengar kalimat kasar dari bibir wanita yang sangat Ia cintai ini.

“Kau sedang mencoba naik ke perahu yang berbeda dengan yang kita naiki saat ini atau kau sedang mencoba mengarahkan perahu kita menuju badai?”

Jae Hee terdiam, “Mungkin tanganku lelah untuk terus mendayung dan ingin membiarkan perahu kita terombang-ambing sejenak di lautan.”

“Karena itu biarkan aku yang mendayung! Kau hanya perlu diam dan menikmati pemandangan. Kenapa susah sekali untukmu melakukan keinginanku? Kau tahu aku….” Ucapan Pengacara Ahn terhenti. Jae Hee mendongak tajam.

“Mencintaiku?” potong Jae Hee tanpa basa-basi.

Pengacara Ahn tidak menjawab dan langsung mencium bibir Jae Hee dengan cepat. Ia merenggut lembab bibirnya tanpa permisi. Jae Hee sontak berontak, Ia mendorong tubuh pria itu menjauhi raganya.

“APA YANG KAU LAKUKAN?” Teriak Jae Hee seraya menampar pipi kiri sang Pengacara. Ada apa sebenarnya dengan hari ini, kenapa Ia menampar dua orang dalam kurun waktu yang berdekatan.

Pengacara Ahn memegangi ujung bibirnya yang luka karena terbaret cincin milik Jae Hee.

“Aku mencintaimu.” Bisiknya membuat Jae Hee ingin muntah.

“Dan kau harus jadi milikku!” Pengacara Ahn meremas kedua bahu Jae Hee dengan sorot mata nan tajam.

~oOo~

Eungi menyeka wajah serta leher Maroo dengan kain basah, Ia membersihkan lengan dan tangannya juga. Wanita itu menanti dengan sabar. Ia akan membelai lembut kening sang suami dengan penuh perhatian. Sudah lebih dari 9 jam Maroo tak sadarkan diri. Eungi meletakkan kain basahnya kembali ke dalam baskom. Ia kemudian duduk di sisi Maroo, memandangi wajahnya yang begitu damai.

“Aku penasaran, apa kau akan menyalahkanku begitu kau sadar nanti?” Eungi bermonolog.

Ia mengecup pelan punggung tangan Maroo.

“Kang Maroo… kenapa kau tidak menghindariku saat di terowongan? Apa yang sebenarnya kau pikirkan? Kau pasti tahu aku sengaja menabrakmu saat itu. Kau bahkan tidak mengatakan apapun tentang penyakitmu… Kau harusnya marah padaku… Aku wanita yang berulangkali ingin membunuhmu… Tidakkah ini terasa lucu? Aku mengatakan bahwa aku sangat mencintaimu tapi aku selalu saja memiliki rencana untuk membunuhmu.” Eungi teringat bagaimana Ia pernah merencanakan skandal penggelapan dana demi menggeret Maroo menuju cengkeraman Polisi.

“Kotoran itu… aku harus membersihkannya….” Eungi berdiri dengan mantap, Ia berencana untuk pergi ke Kantor Polisi dan mengatakan semuanya. Ia tidak berani membayangkan Polisi akan datang dan menginterogasi Maroo di saat seperti ini terkait kasus penggelapan dana yang dulu sempat membuatnya terseret keluar dari rapat Taesan.

Namun belum sempat Ia melangkahkan kaki, sesuatu yang dingin menggapai tangannya. Jemari Maroo. Eungi menoleh dengan takjub, hatinya menceplos bahagia bercampur rasa tak percaya melihat kedua kelopak Maroo yang tadi tak bergerak kini mengerjap menatapnya.

“Apa kabarmu, Seo Eungi-sshi?” Tanya Maroo santai seolah Ia bukan bangun dari koma namun bangun dari tidur.

“Pria Brengsek!” Eungi terisak dan langsung memeluk Maroo.

~oOo~

Jae Shik masih mondar-mandir di salah satu sudut Rumah Sakit, Ia menanti Pengacara Ahn untuk mengangkat teleponnya.

Tak selang berapa lama,

“Hal… halo???” sapa Jae Shik sedikit terbata karena begitu bersemangatnya.

“Bukankah sudah kubilang untuk tidak menghubungiku di nomor ini?” sergah suara di ujung telepon.

“Ini mendesak! Aku sudah menemukan celah untuk menghabisi nyawa Eungi. Aku ingin memastikan kau menepati janjimu!”

“Lakukan dengan rapi dan jangan menghubungiku lagi sampai aku yang menghubungimu!” Pengacara Ahn menutup teleponnya.

Jae Shik tersenyum, Ia menarik napas panjang lantas menghembuskannya dengan kuat.

“Kesempatan seperti ini tidak datang dua kali!”

~oOo~

“Kau tidak ingin memakiku?” tanya Eungi pada Maroo yang kini menyandarkan kepalanya ke dinding dan memeluknya dari belakang. Mereka duduk bersama di bawah selimut nan hangat, di atas ranjang Maroo.

“Kenapa aku harus melakukannya?” Maroo balik bertanya dengan polos.

“Karena aku sudah membuatmu menderita seperti ini. Kenapa saat itu kau tidak menghindari mobilku?” Eungi menoleh.

Maroo hanya tersenyum tipis, “Entahlah.” Jawabnya.

Eungi menarik napasnya dalam-dalam, Ia memutar posisi badannya dan menatap Maroo lekat-lekat.

“Apa saat itu kau mencoba bunuh diri seperti saat ini?” tanyanya.

“Apa maksudmu dengan seperti saat ini?” Maroo mengernyit.

“Kau menolak untuk dioperasi, bukankah itu usaha bunuh diri?”

Maroo tak menunjukkan ekspresi apapun atas penyataan Eungi. Bola matanya berkaca-kaca, jemarinya bergerak dan menyapu lembut kening Eungi.

“lima puluh banding lima puluh.” bisiknya.

“lima puluh banding?”

Maroo mengangguk pelan, Ia menaruh kedua telapaknya di atas perut Eungi.

“Lima puluh persen kemungkinanku untuk selamat dan melihat bayi kita lahir ke dunia dan sisanya adalah kemungkinanku untuk meninggalkan kalian lebih cepat….”

“Tapi Dokter bilang dengan operasi kau bisa selamat.”

Maroo hanya tersenyum tipis.

“Itu jika operasinya berhasil, dan kau tahu bahwa nasib malang selalu memihak padaku. Aku ragu, aku akan keluar hidup-hidup dari dalam meja operasi. Siapa yang akan menjamin bahwa itu tidak menjadi meja kematianku?”

Eungi melotot marah.

“Kau harus mengatakannya selugas itu? Sejelas itu? Kematian huh? Kenapa kau begitu yakin bahwa kematian akan merenggutmu lebih dulu?”

“Eungi… aku tidak mau dioperasi! Aku tidak mau mengambil resiko!”

“Kang Maroo… kau pengecut! Kau egois!” Eungi mengibas pergi selimut yang menyelimutinya dan turun dari atas ranjang Maroo. Ia marah.

Seo Eungi… sebelum kau datang ke duniaku, aku selalu ingin menantang kematian.

Aku ingin mati secepat mungkin tapi, sejak kau masuk ke duniaku yang kotor ini.

Aku ketakutan… untuk pertama kalinya aku merasa takut pada kematian… aku sangat takut….

~oOo~

Eungi mengamati pantulan wajahnya di kaca, di salah satu lorong Rumah Sakit yang sepi. Ia perlu menenangkan diri. Masalah datang dengan bertubi-tubi padanya. Rasanya kepalanya nyaris meledak dan kejiwaannya mulai terganggu.

Jae Shik bersembunyi di balik sebuah tembok, terus mengamati dan menanti saat untuk menyingkirkan Eungi tiba.

Nyaris… nyaris saja Jae Shik menemukan waktu yang tepat untuk memulai misinya namun seseorang yang Ia kenal betul siapa, berjalan dengan sedikit tertatih menghampiri calon mangsanya.

Seorang pria dengan senyum karismatik memeluk Eungi dari belakang. Siapa lagi kalau bukan Kang Maroo. Pria berseragam pasien itu mematut dagunya di atas bahu kanan Eungi, kedua tangannya melingkari perut wanita itu.

“Kau tahu, kau wanita paling aneh yang pernah kutemui seumur hidupku.” Bisik Maroo.

Eungi tak menjawab, wajahnya masih tak bersahabat meski nyatanya Ia menikmati pelukan Maroo.

“Alih-alih bersedih atau memberikan ekspresi normal lainnya saat suamimu sekarat, kau malah marah dan pergi. Seo Eungi… apa isi kepalamu sebenarnya?” goda Maroo santai.

“Kau bertanya isi kepalaku? Tidakkah isi perutku lebih layak untuk kau tanyakan? Ada bayimu disini.” Eungi menatap tajam. Ia masih Eungi yang dulu, seseorang dengan tatapan mematikan.

“Apa kau berencana untuk membiarkan aku melahirkan sendirian?” tuduh Eungi.

Kerongkongan Maroo terasa kering seketika. Ia menelan salivanya dengan susah.

“Mengetahui bahwa kau tidak mau dioperasi itu rasanya seperti melihatmu berjalan ke jurang, perlahan-lahan atau bahkan dalam sekejap mata kau bisa menghilang Maroo…”

Mereka dibekam hening untuk sekian detik sampai sebuah kalimat meluncur dari bibir Maroo.

“Aku akan dioperasi tapi…”

“tapi?”

“Setelah menepati janjiku pada diriku sendiri.”

“Janji?”

“Aku ingin memastikan bahwa tak ada yang dapat menyakitimu dan anak kita bila terjadi sesuatu padaku di meja operasi. Tunggulah sebentar, Eungi…”

“Kenapa aku merasa dibodohi? Kenapa aku justru merasa takut?”

“Maksudmu?”

“Saat kau yakin bahwa tak akan ada yang dapat mengangguku lagi. Ketika semua yang kau pikir dapat melukaiku telah berhasil kau singkirkan. Kenapa aku justru merasa takut jika kau merasa tugasmu telah selesai… Kau benar-benar licik kalau kau ingin meninggalkanku dengan tenang, Maroo!”

“Hyaaa… SEO EUNGI!” Maroo kehabisan kata.

“Aku tidak perduli, aku akan menjadwalkan operasimu secepatnya. Kau harus bertahan agar bisa terus melindungiku!”

Maroo ingin protes tapi kelembutan dari bibir Eungi lebih dulu mengait bibirnya dan mengunci setiap kalimat yang coba Ia lontarkan keluar.

“Aku ingin menua bersamamu, Kang Maroo….” Eungi membisikkan permintaannya di sela ciuman mereka.

Di kejauhan, Jae Shik mengomel-ngomel tanpa suara. Ia merasa iri, tersentuh dan kesal karena romansa tak tepat tempat milik calon korbannya.

“Aiissh… haruskah mereka berciuman seperti itu di hadapan pria lajang sepertiku?”

~oOo~

Eungi membantu Maroo kembali ke atas ranjang, lalu menyelimutinya. Jam di dinding menunjukkan pukul 10 malam.

“Kenapa perasaanku tidak enak, aku tidak ingin kau pulang. Tidurlah disini, kita bisa berbagi ranjang” Maroo belum mau melepaskan tangan Eungi.

Eungi menggeleng, bagaimana bisa Ia menuruti keinginan Maroo sementara malam ini Ia punya rencana besar. Sudah Ia tekadkan untuk melakukan pergerakan sendiri, tanpa Maroo.

“Perutku terasa tidak enak, aku istirahat di rumah saja.”

“Kau sakit?”

“Tidak, hanya saja bayimu mulai terasa tendangannya.” Eungi tersenyum, melepaskan tangan Maroo dari genggamannya.

“Aku sudah menghubungi Jae Gil tadi. Dia bilang akan datang sepulang kerja dan membawa pakaianmu. Kalian punya sesuatu yang harus dibicarakan-kan?”

Maroo mengangguk kecil, Ia ingat sudah melukai Jae Gil tanpa sengaja saat sahabat karibnya itu mencoba memaksanya untuk operasi. Perasaan bersalah menyelubungi hati Maroo.

“Jae Gil dan Aku berbicara banyak tadi saat kau diperiksa oleh Dokter. Jae Gil bilang dia belum memberitahu Choco dan kupikir aku harus pulang ke rumahmu. Dua perempuan yang mencintai dan dicintai Kang Maroo harus bertemu dan saling menghibur, bukan?”

“Terima kasih….” Maroo menarik lengan baju Eungi sebelum wanita itu benar-benar pergi.

Eungi menoleh, tatapan Maroo membuatnya tak nyaman. Ada ketidakrelaan untuk meninggalkan pria itu sendirian.

“Aku mencintaimu… Seo Eungi-sshi….” Ucap Maroo.

Bukannya terharu atau bahagia, Eungi justru merasa perkataan Maroo menyiksa hatinya. Pria itu, dia tak pernah selugas ini dalam menyatakan cinta.

“Aku juga….” Balas Eungi. Ia mengecup kening Maroo kemudian beranjak pergi.

Airmata Eungi meleleh begitu menutup pintu kamar Maroo. Ia menangis dalam diam. Berjam-jam di sisi Maroo dan Ia tak mengeluarkan setetes pun airmata. Ia tidak ingin terlihat lemah. Diusapnya perutnya dengan lembut, “Ayahmu akan hidup… Ia akan baik-baik saja… Bantu Ibu agar tetap kuat….”

Sebuah panggilan masuk ke dalam Handphone Eungi. Ia sudah ditunggu – di Kantor Polisi.

Sementara itu, di dalam kamar perawatan Maroo tengah terisak. Ia membekap mulutnya dengan kepalan tangan agar tak menimbulkan suara. Ia menahannya selama ini, menahan kesedihannya seorang diri bahkan di hadapan Eungi Ia tak berani mengeluarkan seluruh ketakutannya dan hanya terus berusaha kuat.

Maroo teringat mimpinya berbulan-bulan lalu, bisakah Ia menimang buah hatinya dan sanggupkan Ia bertahan melewati semua ini?

Ia pria malang yang takut pada kematian.

~oOo~

 

Sekertaris Hyun menutup teleponnya, Ia baru saja berbicara dengan Eungi.

“Bu Direktur dalam perjalanan kemari.” Sekertaris Hyun berkata pada dua orang Penyidik di hadapannya. Ya, kini Ia berada di dalam ruangan interogasi Kantor Polisi. Rencana hari ini sebenarnya bukanlah tanpa perencanaan. Eungi sudah mengatur semuanya secara rahasia saat Ia masih berada di San Franscisco. Polisi sudah mengantongi beberapa bukti berupa rekaman telepon di hari kematian Ayah Eungi, foto ciuman Jae Hee dan Pengacara Ahn yang tertangkap oleh CCTV hingga kesaksian dari Pengacara Park serta beberapa dokumen yang diperlukan. Tak lupa, Eungi meminta Sekertaris Hyun untuk mengumpulkan kekuatan dari para Pemegang Saham yang memihak pada Presdir Seo semasa beliau masih hidup. Rencana Eungi telah sempurna. Tinggal menunggu kesaksian-nya sendiri yang berjanji untuk datang malam ini dengan membawa beberapa dokumen terkait penggelapan dana hasil jebakan Pengacara Ahn.

Eungi sadar, melawan mereka melalui jalur hukum adalah yang terbaik yang dapat Ia lakukan.

~oOo~

Eungi masuk ke dalam lift yang hanya memiliki satu penumpang di dalamnya. Seorang pria dengan kursi roda. Telunjuknya yang lentik menekan angka 1. Hatinya berdebar-debar tak karuan. Malam ini kesaksiannya akan mengakhiri semua permainan kotor milik Pengacara Ahn dan Ibu Tirinya.

Sesaat Eungi menatap layar Handphone-nya dengan ragu. Ia ingat bagaimana Jae Hee menemaninya semalaman saat menunggui Maroo. Ini konyol tapi Ia jelas merasa sedikit cemburu, karena itu Ia bahkan tak memberitahu apapun pada Maroo tentang keberadaan Jae Hee.

“Kenapa aku merasa harus memberitahunya soal Maroo?” Eungi bingung sendiri dengan kata hatinya. Ia menggeleng dan perlahan memasukkan handphonenya ke dalam kantong di balik mantel tapi dengan cepat benda itu Ia keluarkan lagi. Tangannya mengetik sebuah pesan singkat:

Maroo sudah sadar dan baik-baik saja.

Eungi mengangguk pelan, Ia merasa lega. Ia memasukkan kembali handphone-nya ke dalam saku di balik mantel dan saat itulah dua buah tangan membekapnya dengan kasar dari belakang.

“AAAARRRHH… SIAPA KAU???” Eungi meronta, tapi Ia kalah kuat.

Tubuh serta emosinya telah dipaksa begitu keras hari ini dan tak ada cukup tenaga lagi untuk melawan.

Jae Shik yang telah berhasil melumpuhkan Eungi dengan obat bius segera mendudukkan wanita itu di atas kursi roda yang telah Ia persiapkan. Setelah dengan tergesa memeriksa kantong luar mantel Eungi dan tidak menemukan Handphone, pria berjaket hitam itu lantas menutup mulutnya dengan masker. Langkah pertama berhasil. Sekarang langkah kedua akan dimainkan.

Seorang Han Jae Shik pikir dia sudah melakukannya dengan sempurna. Ia mengira tak ada saksi mata. Sungguh bukan salahnya, kembali lagi. Ini adalah tindakan konyol Pengacara Ahn yang telah mempercayainya. Jae Shik lupa bahwa setiap lift di Rumah Sakit ini memiliki CCTV.

Lebih dari itu, Ia tidak menyadari bahwa Eungi masih memiliki handphone di saku dalam mantelnya dan seseorang sedari tadi mendengarkan apa yang tengah terjadi.

Han Jae Hee yang nomornya tanpa sengaja telah Eungi tekan rupanya mengangkat panggilan itu. Ia mendengarkan bagaimana Eungi berteriak dan meronta.

Wanita itu gemetar di tempatnya berdiri terutama saat mendengar sorak kegirangan dari seseorang yang Ia tahu siapa.

“Hahaha… setelah ini aku bisa hidup mewah! Yuhuuuuuu….” Jae Shik berteriak di dalam mobil bersama Eungi yang masih tak sadarkan diri di sampingnya.

Ia memacu mobilnya menuju pelabuhan.

 

~oOo~

Sekertaris Hyun menatap jam tangannya, sudah lewat 1 jam 20 menit dan Eungi belum juga datang. Ia berusaha menghubungi handphone-nya namun nomor milik Ibu Direkturnya itu selalu sibuk.

Dengan siapa Ia berbicara selama itu, pikir Sekertaris Hyun tak tenang.

~oOo~

Jae Gil memasukkan beberapa pakaian Maroo ke dalam tas dengan terburu-buru. Ia ingin menemui Maroo secepat mungkin. Jemarinya yang berkeringat dan licin berusaha memasukkan segala keperluan Maroo ke dalam tas. Namun mendadak suara benda jatuh mengagetkannya. Jae Gil menoleh ke salah satu sudut kamar Maroo. Foto pernikahan Eungi dan Maroo yang terpasang di atas dinding jatuh ke lantai dan bingkai kacanya retak. Jae Gil menatap bingung untuk sejenak sampai akhirnya bergegas memunguti pecahan kacanya.

Choco membuka pintu dengan penasaran karena mendengar suara keras dari kamar kakaknya.

“Apa yang terjadi?” tanyanya.

~oOo~

Eungi membuka matanya dengan berat. Kepalanya masih begitu pusing. Ia merasa terhuyung-huyung tak karuan. Di hadapannya ada sesosok wajah yang sangat Ia kenal. Pria yang sebelumnya mengaku sebagai Kakak Maroo dan sempat menipunya dengan mengatakan bahwa Maroo ingin bertemu. Berandal yang kemudian Ia tahu merupakan kakak kandung Han Jae Hee – Ibu tirinya.

“Selamat malam… aku akan memperkenalkan diriku dengan benar saat ini. Namaku Han Jae Shik dan senang bertemu lagi denganmu, Seo Eungi-sshi….” Sapa Jae Shik pada Eungi yang tak dapat bergerak maupun mengatakan apapun karena mulutnya dibebal dan tangannya diikatkan ke belakang, mengait kepala ranjang yang terbuat dari besi. Wanita hamil itu disekap di dalam kamar di salah satu sudut kapal yang tengah berlayar entah kemana.

~oOo~

Maroo sedang memandangi kumpulan fotonya bersama Eungi di dalam kamera saat berlibur di San Franscisco. Secercah senyum menyimpul sudut bibirnya. Ia merindukan Eungi padahal belum lama sejak wanita itu berpamitan pergi.

Pintu kamar Maroo mendadak terbuka, seseorang berlari masuk dengan kalut.

Maroo tertegun, “Nuuna?” ucapnya.

“Kang Maroo… Eungi dalam bahaya!” pekik Jae Hee.

~oOo~

 

Dan faktanya,

Hahaha… Aku mau ending yang greget pemirsa!

Bentar, bernapas dulu!

Tahun 2014 ini target nyelesein NICE GUY ANOTHER ENDING agak mleset mengingat kesibukan baru yaitu bekerja. Hihihi…

Mau ngasih sedikit kabar gembira, maaf kalau terkesan pamer tapi aku lagi girang karena cerpenku berhasil dimuat di sebuah majalah. Baiklah, selamat tahun baru bagi yang merayakan! Aku tidak merayakan soalnya. Tanya kenapa? Di Islam tahun barunya bukan tanggal 31 Desember. Hehehe…

CHAEKI LOVER!!! BERI AKU SEMANGAT! TINGGALKAN JEJAK SETELAH MEMBACA!

KALAU MASIH SIBUK, BOLEH KOK BACANYA TAHUN DEPAN. AKU TIDAK MEMAKSA^^

Muaaaaah~~~

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
Methaalana
FINALLY, I FINISHED WRITING NICE GUY ANOTHER ENDING. Okay, time to move on

Comments

You must be logged in to comment
oladilia1310 #1
Chapter 19: Kenapa baru sekarang aku nemu drama Nice Guy? Sampe udah selese nontonpun malah nyari FFnya.. trus baca FF ini, kepalaku nyut"an gk ada beda sama pas nonton. Alur sama endingnya aja yg beda. Dan harusnya endingnya beginiiiiiiii :'D
Thankyou for making this FF!! Walopun telat tapi aku suka!! 정말 감사합니다~
I will wait your update for another story of EunMaru ㅋㅋ semangat kak! 파이팅!! ♡♡
Lots love, ChaeKi shipper
nandyana #2
Chapter 19: Omg i just found this ff today and read it in one go...i really wish the ending of the actual nice guy drama like this in your story...you are really talented writer...
daragon48 #3
Chapter 19: daebak... andai saja ending drama nice guy kayak gini. TQ for this fanfic neomu joayo!
eonnifan
#4
Chapter 19: eungil.. sempet2nya pengen tidur pas ngelahirin.. *eh wkwkwkwk

wuiiih mantep ikatan batin mereka. maru dan eungi sama2 pernah bermimpi ttg jungwoo

daebak daebak
thanks for making this eunma/chaeki fic/story
good luck utk karyanya ya.. semangat!!
camzjoy
#5
Chapter 19: Aigoooo it's already the end! T.T I'm sad because i'll be missing your updates!
Thank you for creating such a wonderful story, I love how things went for our couple. They deserve all happiness. :) And what, 9 children still? I suppose not all children were born in the house? Haha! I'm also amazed by how you described the birth scene, woah! Keep writing Chaeki ffs please? You're a good authornim! :D
eonnifan
#6
Chapter 18: daebak...
kalau ahn gak sadar2 tuh abis slh bunuh orang kebangetan dah... jd gemes >\\\\<
aku tuh klo bacanya... selalu ngerasa khawatir sm bayi eunmaru lol... takut knp2 apalagi tiap baca part yg eunginya tuh "gak bisa diem" hahaha
pokoknya aku tunggu endingnya yeay
alvionanda #7
Chapter 17: keren banget! ff nya kerenam bangeeeeeet. maaf bary comment dipart ini, soalnya aku saking penasaran jadi langsung klik next.
kenapa ending dramanya nggak kaya gini ajaaaaaa? ini lebih ngreget gitu. ditunggu kelanjutan ceritanya yyaaaaa ^^
charism #8
Chapter 17: ditunggu min lanjutan nya secepetnya yaaa . Deg degan nih bacanya .
eonnifan
#9
Chapter 17: duuuh aku bacanya.... deg2an sambil makan. hahahaha
makin menegangkan.