Don't Die, Kang Maroo

NICE GUY FF 'Another Ending'

“Hal yang paling menakutkan tentang cinta adalah, karena Ia tak akan pernah menghilang. Hanya berubah wujud. Dan wujud lain yang paling menakutkan dari cinta adalah kebencian. Kebencian yang datang dari cinta,  adalah hal yang mematikan.”

_anonim_

Jae Hee menatap hambar pada cermin cokelat tua di hadapannya. Melepas anting-antingnya satu persatu. Bibirnya tak mengeluarkan sepatah kata pun kecuali desis kekecewaan yang merayap tumbuh meletupkan bongkah kebencian.

 

Ia tidak akan pernah lupa perlakuan Eungi serta Maroo hari ini. Ular tidak akan pernah menjadi tikus menurut Jae Hee. Sesakit apapun ingatannya, Eungi tetap berbisa dan berbahaya.

 

“Pernikahan ha?  Brengsek! Kang Maroo brengsek!” mulutnya terbuka, matanya meruncing dan jemarinya mulai bergerak kasar menyapu semua sisa make up.

Ia termangu untuk beberapa saat sampai sebuah suara memanggilnya dengan renyah.

 

“Ibu…” Eunsuk tiba-tiba berlari masuk ke dalam kamar, menghamburkan sorot penuh kebencian Jae Hee di hadapan cermin.

 

Ia berubah menjadi seorang ibu baik hati dalam sekejap, bibirnya tersenyum manis dan meraih Eunsuk dalam dekapannya.

“Kau belum tidur?” tanyanya lembut.

 

Eunsuk menggeleng, alisnya mengkerut dan pipinya menggembung seperti Nemo yang marah pada Ayahnya.

 

“Aku merindukan Ibu dan Kak Eungi…” celotehnya.

Jae Hee mengusap punggung Eunsuk dan berbisik,

 

“Jangan sedih sayang… Kakakmu Eungi akan kembali… dia akan kembali…” sorot mata Jae Hee berubah menjadi begitu mengancam. Hidup atau mati dia harus kembali, Jae Hee tersenyum dan menimang Eunsuk yang kini telah terlelap.

***

 

            Mobil berwarna silver itu bergerak menuju rumah Maroo dan memasuki halamannya dengan tenang. Tak ada sepatah kata pun yang terucap dari bibir kedua penumpangnya.

 

Eungi belum mengatakan apapun sejak Maroo mempertanyakan kembali soal kesediaannya untuk menikah.

 

Ia terlihat marah, kakinya berderap masuk ke dalam rumah dengan dingin.

Mengabaikan sang calon suami yang beberapa langkah tertinggal di belakangnya.

 

Pemandangang tak biasa ini tanpa sengaja tertangkap oleh kedua ekor mata Jaegil yang tengah bersantai di ruang tamu.

Ia merasa aneh.

 

“Kau bertengkar dengannya? Dia menolakmu?” tanyanya begitu Maroo muncul dari balik pintu.

“Aku lelah… aku ingin istirahat…” Ia didorong pergi oleh si sahabat karib.

 

Maroo terus berjalan dan sampai di ujung pintu kamarnya, Ia agak terhuyung.

Kepalanya mendadak terasa sakit.

 

“Maroo… ” Jaegil masih tidak mau melepaskan Maroo pergi. Ia terus membuntutinya.

 

“Aku ngantuk sekali… aku ingin… tidur!” Maroo berusaha mengusir Jaegil sekali lagi.

Kepalanya seolah akan meledak.

 

Ia tidak kuat lagi, badannya gemetar dan dalam sedetik tubuhnya berdebam jatuh ke atas lantai.

 

Tangannya mengkerut memegangi kepala sementara bibirnya mengatup dan giginya gemeretak rapat-rapat menahan sakit.

 

“Bawa… aku… keluar… aarrrggghhh….” Maroo berbisik, jemarinya mencoba menggapai lengan Jaegil. Ia sungguh tak ingin Eungi tahu.

 

“Maroo??? Maroo???” Jaegil menepuk-nepuk pipi Maroo dengan panik. Tapi pria di hadapannya itu tak menjawab, Ia pingsan.

 

            Sementara itu di kamar, Eungi tengah melamun, matanya menjamah hambar pada selaksa foto tentangnya dan Maroo di Aomori.

 

“Dia terus mendorongku pergi… seolah dia tidak menginginkanku… bersikap manis dan menunjukkan cintanya tapi dia terus berusaha mendorongku pergi setiap ada kesempatan… Apa yang harus aku lakukan?”

 

Eungi menangis, meraih buku tulisnya dan seolah ingin merobek gambar dan tulisan “Maroo pria paling baik sedunia” disana.

 

Namun lamunannya harus terhenti karena Jaegil tiba-tiba merangsek masuk ke dalam kamar dengan histeris.

 

“Maroo!!! Marooo!!!” teriaknya tercekat. Ludahnya menyembur-nyembur karena panik.

 

“Maroo… kenapa?” Eungi melotot melihat cara Jaegil menyebutkan nama Maroo.

 

“Aku tidak tahu… dia kesakitan lalu ping…pingsan… ” seru Jaegil, tubuh jangkungnya acuh menggeret Eungi ke lantai bawah.

 

“MAROO!!!” Eungi memekik histeris melebihi teriakan Jaegil.

Ia  kemudian membantu Jaegil membopong Maroo ke dalam mobil.

 

Beruntung Choco sedang di luar rumah jadi dia tidak menambah panik keadaan saat ini dengan tangisannya.

 

            Eungi memeluk tubuh Maroo di bangku belakang sementara Jaegil duduk di depan kemudi dengan wajah bingung, gemetaran.

 

“Kenapa? Cepat nyalakan mobilnya!!!” Eungi berteriak tidak sabaran, tangannya terus mendekap Maroo yang terkulai pingsan.

 

Jangan mati…. Kumohon jangan mati… doa Eungi.

 

            “Aku… aku… tidak bisa menyetir….” Desah Jaegil merasa bersalah, membuat Eungi makin cemas.

 

Jaegil menunduk tak berguna, masih dengan gemetaran.

 

Bagaimana ini? Memanggil ambulan akan memakan waktu yang lebih lama, sementara kondisi Maroo tidak bisa menunggu lagi, pikir Eungi.

 

            “Bu…bukankah… kau bisa menyetir?” seru Jaegil tiba-tiba.

“Aku?” Eungi menatap pantulan wajahnya di spion atas.

 

Bola matanya bergerak kesana-kemari karena merasa ragu, takut tapi juga terdesak. Maroo masih tak sadarkan diri dalam dekapannya.

***

 

Mobil silver itu melaju kencang walau dengan sedikit asal-asalan di jalanan. Seorang wanita yang berada di belakang roda kemudi-nya, iya dia adalah Seo Eungi. Di belakangnya ada Jaegil yang tengah menjaga Maroo.

 

Mereka memburu waktu untuk sampai ke Rumah Sakit sebelum terlambat. Sesekali Eungi menekan klakson dan memaki mobil yang menghalanginya. Jaegil cuma bisa berdoa dan terus mendekap Maroo agar mereka bertiga sampai di Rumah Sakit tanpa insiden apapun.

 

Akhirnya setelah nekat menyetir, Eungi berhasil memarkirkan mobilnya di depan lobi rumah sakit dengan selamat.

 

Tangannya sebenarnya masih gemetaran karena sejak kecelakaan itu, ini adalah kali pertama Eungi berani dan diijinkan menyetir lagi.

Jika Maroo atau sekertaris Hyun tahu pasti Jaegil ada dalam masalah besar.

 

            “Dokter… Dokter…” Jaegil memapah Maroo keluar dari mobil dengan bantuan Eungi yang panik setengah mati melihat kondisi Maroo. Para dokter ruang Gawat Darurat segera mengambil alih penanganan Maroo dengan cepat.

 

Berlari mendorong Maroo dengan kursi roda ke dalam kamar Emergency. Meninggalkan Eungi dan Jaegil yang terengah-engah kelelahan.

 

            Seorang dokter yang Jaegil kenal sebagai senior Maroo di universitas dulu terlihat memasuki ruang Emergency dengan wajah cemas. Jaegil merasa tidak enak, kenapa harus dokter itu?

 

Bukankah dia adalah dokter ahli saraf?

Penyakit apa yang sebenarnya Maroo idap?

 

Jaegil ketakutan sendiri, ia tidak berani mengatakan apapun di hadapan Eungi Karena gadis itu terlihat 1000 kali lebih cemas dari dirinya.

 

Ia bergerak kesana-kemari dan terus menangis sambil tak henti menggumamkan nama Maroo.

***

 

             Maroo terbangun dari tidur panjangnya. Kepalanya terasa berat, entah sudah berapa lama dia tertidur.

 

“Kau sudah bangun?” Seorang wanita yang sangat Ia kenal tersenyum dengan segelas susu di tangannya.

 

“Cepat mandi! Bukankah kalian ada janji?” seru wanita itu, Seo Eungi. Ia kemudian berlalu keluar dari kamar mereka.

 

            Maroo kebingungan. Ia memandang ke sekeliling. Sebuah kamar yang nyaman dengan nuansa minimalis.

 

Kakinya beringsut turun dari atas kasur. Apa dia sedang bermimpi?

 

Seorang anak laki-laki seumuran Eunsuk tiba-tiba berlari menerobos masuk kamarnya dan langsung melompat dalam gendongan Kang Maroo yang hanya bisa pasrah memeluk anak itu.

 

            Anak laki-laki itu mungkinkah?

Maroo terlihat seperti orang linglung apalagi saat anak kecil itu merengek,

 

“Ayah… ayo cepat ajari naik sepeda!”

Ia makin tidak mengerti.

 

“Anak nakal! Pergi kemana dia? Susunya bahkan belum diminum sampai habis…” Terdengar suara Eungi marah-marah.

 

Maroo melirik anak kecil di dalam gendongannya itu. Anak itu malah cekikikan dan menempelkan telunjuknya ke mulut Maroo, memintanya untuk diam.

 

Tapi terlambat, Eungi sudah berdiri di depan pintu dengan tangan berkacak pinggang.

 

“Kang Jung Woo… jadi disini kau rupanya?” Eungi mendekat dan siap-siap untuk menjewer telinga anak lelakinya itu.

 

“Ayah… tolong aku… aku benci susu!” anak itu memeluk Maroo makin erat, bersembunyi dari kemarahan Eungi.

 

            Maroo menahan tangan Eungi yang ingin menjewer Jung Woo. Mereka saling menatap untuk beberapa detik sampai kemudian Eungi menarik tangannya kembali dan mengangguk-angguk mengerti,

 

“Baiklah… kau selamat karena bantuan ayahmu tapi kau tetap harus menghabiskan sarapanmu Jung Woo sayang, atau ibu tidak akan mengijinkan Ayahmu untuk mengajarimu naik sepeda!” Ancam Eungi sok galak.

 

            Ia merentangkan tangannya, meminta Maroo untuk menyerahkan anak mereka.

 

“Aku tidak akan menjewernya!” janji Eungi tersenyum sambil meraih Jung Woo dari dekapan Maroo. Mereka kemudian berjalan keluar meninggalkan Maroo yang mematung penuh tanda tanya.

 

Jika ini adalah mimpi, dia benar-benar tidak ingin bangun.

***

           

 

Eungi duduk di samping Maroo yang masih belum sadarkan diri. Dokter hanya berlalu keluar tanpa memberikan sedikitpun penjelasan  dengan alasan menunggu pemeriksaan lebih lanjut.

 

Sudah lebih dari dua jam Maroo seperti ini.

 

“Kang Maroo… kenapa kau tidak menjawabku?” Eungi membelai pipi Maroo dengan sedih. Airmatanya keluar berbutir-butir dan turun dalam diam menyapu wajah cemasnya.

 

“Kenapa kau tidak menjawab?

Apa kau sedang berpura-pura sekarang?

Demi mendorongku pergi lagi?

Kumohon cepatlah sadar… aku mulai merasa takut…sangat takut… Maroo…”

Eungi menunduk, menangis.

 

            Tiba-tiba sebuah sentuhan hangat membelai kepalanya dengan lemah, memaksanya mendongak dengan wajah penuh airmata.

 

“Jangan menangis… kau terlihat jelek sekali….” Maroo tersenyum begitu pucat.

 

“Maroo…” Eungi tersenyum dan langsung memeluk Maroo. Tangisannya malah semakin keras.

 

“Beraninya kau jatuh sakit di hadapanku seperti ini…” kecam Eungi.

 

Ia semakin erat memeluk calon suaminya itu.

 

“Uuhuukk… pelan-pelan… kau bisa membunuhku…” protes Maroo pura-pura kesakitan.

 

“Aku tidak perduli…” teriak Eungi.

 

***

           

Jaegil berjalan dengan gontai memasuki ruang perawatan Maroo. Eungi baru saja Ia suruh pulang untuk menemani Choco di rumah yang mungkin sedang panik karena tidak ada seorang pun.

 

“Kau bisa urus administrasinya? Aku merasa sudah baikan dan ingin pulang.” Ujar Maroo santai.

Jaegil tidak menjawab, Ia menatap Maroo dengan wajah sayu, membuat perasaan Maroo tidak enak.

 

            “Aku bertemu dengan seniormu itu dan dia bilang kau harus dioperasi!” gumam Jaegil tanpa tenaga, airmatanya menetes perlahan-lahan.

 

Maroo manggut-manggut dan tersenyum, tanpa beban. Ia yakin, Jaegil pasti sudah tahu soal penyakitnya.

 

“Jangan percaya pada dokter itu! Kau tahu kan dia dulu rivalku selama kuliah. Dia hanya asal bicara.” Celetuk Maroo.

 

“MAROO!!!” Jaegil membungkam ocehan Maroo dengan teriakannya. Untung saja mereka menyewa ruang perawatan sendiri jadi tidak menganggu pasien lain.

 

“Pelankan suaramu, ini rumah sakit!”

 

“Bagaimana bisa kau menyuruhku tenang sementara sahabatku berada di ambang maut?” Jaegil menangis di hadapannya. Kakinya yang panjang itu berlutut sementara tangannya memegang tangan Maroo dan memohon kepadanya dengan penuh airmata.

 

“Maroo… kumohon… kau harus dioperasi…hikss….”

 

Maroo menunduk, sorot matanya yang tadi terlihat begitu meremehkan kalimat Jaegil kini menerawang dalam kesedihan.

 

“Aku tidak bisa membiarkan diriku mati di meja operasi… aku harus menebus dosaku dulu pada Eungi… aku tidak bisa mati sekarang…” desahnya.

 

“Tapi jika tidak dioperasi kau juga bisa mati, Maroo…”

 

“Kemungkinan berhasilnya kecil. Aku tidak berani mengambil resiko… aku masih harus melindungi Eungi…”

 

“Maroo… kau mau membuat Eungi menjadi janda???” pekik Jaegil tersulut emosi.

 

Maroo tersenyum getir, “Saat itu mungkin dia tidak akan sedih lagi…” ucapnya membuat Jaegil terkulai lemas tak dapat mengatakan apapun.

Hatinya hancur mendengar kalimat Maroo.

 

“Ini tidak bisa dibiarkan… aku akan memberitahu Eungi agar dia bisa memaksamu untuk dioperasi!” Jaegil berdiri dan bersiap melangkah pergi tapi Maroo terlebih dulu turun dari atas ranjang dan menghalangi langkahnya.

 

“JANGAN BERI TAHU EUNGI!” Teriaknya mengancam.

 

“Kenapa? Dia harus tahu jika demi dia Kang Maroo akan mati!” Jaegil mendorong Maroo dari jalannya.

***

 

            “Ayo… Choco… Taksinya sudah menunggu!” Eungi memanggil Choco yang masih sibuk menata baju-baju Maroo ke dalam tas.

 

Mereka bersiap untuk pergi ke rumah sakit. Tapi, alangkah kagetnya Eungi begitu mendapati Jaegil berdiri di depan pintu dengan wajah murung.

“Jaegil?” Ia menatap keheranan.

 

Namun pria jangkung itu tidak menjawab dan langsung masuk ke dalam rumah disusul Maroo yang muncul di belakangnya dengan tersenyum.

 

“Maroo?” Eungi makin bingung.

 

“Keluarkan semuanya!” Jaegil menyuruh Choco untuk membongkar isi tasnya yang tadi akan dibawa ke Rumah Sakit. Ia kemudian berlalu ke dalam kamar mandi tanpa sepatah kata pun, membuat Choco maupun Eungi makin tidak paham.

 

            “Dia bertemu temannya yang sedang sakit parah tadi di Rumah Sakit jadi dia sedih begitu.” Ujar Maroo menenangkan mereka semua.

 

“Tapi Maroo, kenapa kau sudah keluar dari Rumah Sakit?” Tanya Eungi ditimpali anggukan Choco.

 

            “Aku baik-baik saja, jadi kenapa harus membuang-buang waktu di tempat itu?

Lagipula bukankah kita harus mulai mengurus acara pernikahan kita?” Maroo melirik Eungi yang masih termenung keheranan.

 

“Kau masih ingin menikah denganku kan?” goda Maroo disambut anggukan tak nyaman dari Eungi yang menyadari jika Maroo mungkin sedang menyembunyikan sesuatu.

***

 

            Jaegil menangis di dalam kamar mandi diam-diam. Ia sengaja menyalakan suara keran agar tidak terdengar dari luar.

 

Maroo, sahabatnya itu benar-benar keras kepala. Dia bersikeras tidak mau dioperasi sebelum membawa Eungi kembali ke posisinya.

 

 “Jangan khawatir, ini tidak akan lama dan aku tidak akan mati….” janjinya pada Jaegil sebelum meninggalkan Rumah Sakit.

***

 

 

            Hari-hari setelah itu Maroo dan Eungi menjadi begitu sibuk. Mereka mengurus segala persiapan pernikahan hanya dengan bantuan Jaegil dan Choco. Sesekali Sekertaris Hyun dan

Pengacara Park ikut membantu untuk hal-hal kecil karena mereka harus sudah cukup disibukkan dengan Taesan.

 

Kali ini Maroo dan Eungi tengah menyeleksi siapa saja yang akan mereka undang.

 

            “Kau tidak mengundang Ibu Tirimu dan Pengacara Ahn?” Tanya Maroo yang baru sadar ketika tidak melihat nama mereka di daftar para tamu undangan.

 

Eungi menggeleng, sorot matanya yang tadi ceria berubah menjadi tajam dan penuh kebencian.

 

“Apa karena kejadian di restauran itu?” Maroo menatap kedua mata Eungi, mencari jawaban.

 

“Bukankah katamu mereka yang memulai perang ini lebih dulu denganku?

Mencoba menyingkirkanku dan bersikap sok manis?

Kenapa aku harus mengundang mereka?

Lagipula aku takut mereka mengatakan hal yang tidak-tidak lagi tentangmu.

Menyebutmu sebagai pembunuh waktu itu menurutku sudah sangat keterlaluan…

Aku tidak mau mendengarnya lagi…” Eungi terdengar begitu percaya diri dan ketus dengan jawabannya.

 

            “Kau merasa terusik karena mereka mengatakan hal buruk tentangku atau karena kau takut jika mereka benar?”

 

“Jangan mulai lagi! Jangan mendorongku lagi! Aku tidak akan pergi!” Eungi merengut kesal dan mengacuhkan pertanyaan Maroo. Ia kembali sibuk menghitung jumlah undangan.

 

“Jangan marah… aku hanya bercanda… aku juga tidak akan pergi… aku tidak akan meninggalkanmu sampai kau yang mengusirku…” Maroo tersenyum.

 

“Kau tidak boleh mengingkarinya…” ancam Eungi.

***

 

            “Aku merasa bersalah pada Mendiang Presiden Direktur…” Sekertaris Hyun menghela nafasnya dengan berat. Di hadapannya Pengacara Park memberikan ekpresi yang hampir sama.

 

Mereka tengah menikmati jam makan siang di cafetaria perusahaan.

 

“Tidak ada yang bisa kita lakukan, rumor tentang kondisi kesehatan Direktur Seo sudah menyebar dan membiarkan Maroo menikahinya adalah jalan terbaik untuk saat ini.

Kita tidak bisa melakukan apapun sampai ingatannya pulih.”

 

“Jujur saja, aku tidak terlalu mempercayai Kang Maroo. Apa ini bukan hal yang berbahaya?

Tidak hanya soal Taesan tapi sebuah pernikahan itu….” Sekertaris Hyun menghentikan kalimatnya begitu melihat Pengacara Ahn mendekat.

***

           

“Kudengar jika minggu depan Direktur Seo dan Kang Maroo akan menikah.

 

Kau baik-baik saja?” Pengacara Ahn menyindir Pengacara Park di dalam kantornya.

 

“Apa maksudmu?” Sahut Pengacara Park tak terprovokasi.

 

“Kau juga tahu pria seperti apa Kang Maroo itu, lalu kau akan membiarkan Eungi menikah dengannya? Bukankah kau mencintai Eungi?” Pengacara Ahn semakin berani dengan kata-katanya.

 

“Kau salah paham…” Pengacara Park mencoba menghindari tatapan menjebak pengacara Ahn.

 

“Apa kau akan membiarkannya jatuh ke pelukan pria seperti kang maroo?

Seorang pembunuh sepertinya? Mantan Narapidana!”

Mendengar kata pembunuh, Pengacara Park merasa emosinya tersulut. Ia mendongak dengan sorot mata mengancam.

 

“Rasanya lucu mendengar pembunuh menyebut orang lain pembunuh.” Pengacara Park melirik sinis, menyerang balik. Ia berlalu pergi meninggalkan Pengacara Ahn yang terkunci oleh kalimatnya sendiri.

***

 

            Eungi memasuki ruangan Jae Hee, tangannya memegang sesuatu. Sebuah undangan. Sejak kejadian di Restauran itu, Eungi belum bertemu Jae Hee sama sekali. Ia sibuk mengurus rencana pernikahannya dan tak pergi ke kantor. Mengajukan cuti bersama Maroo.

 

“Eungi?” Jae Hee nampak terkejut melihat kedatangan anak tiri ‘kesayangannya’.

 

“Maroo menyuruhku untuk mengundangmu walau kau sudah mempermalukannya seperti itu.” Eungi menyerahkan undangan itu dengan dingin.

 

“Aku harap kau bisa meluangkan sedikit waktumu.” Tambahnya sebelum berbalik pergi.

“Tunggu!” seru Jae Hee. Ia buru-buru menghampiri Eungi dan memegang kedua tangannya.

 

“Eungi… kau benar-benar akan mengacuhkan nasehatku dan menikah dengan Maroo?” desah Jae Hee kecewa. Akting Ibu tiri sok baiknya baru saja dimulai lagi.

 

“Apa yang salah dengannya? Kenapa kau menentang kami?” Eungi menatap tajam.

 

“Kau ingin tahu apa yang salah dengannya? Tanyakan pada ingatanmu!

Kau akan tahu siapa Kang Maroo…” Jae Hee melepaskan tangannya dari Eungi, membiarkannya pergi.

 

Eungi… aku tidak akan menghalangi pernikahanmu dengan Maroo. Bukan salahmu jika saat ini kau mempercayainya. Nikmati kisah cinta kalian. Aku akan menonton dari sini. Bagaimana senyumanmu akan menghilang begitu kau ingat siapa Kang Maroo….

***

Aku masih ingat mimpiku saat itu. Aku tidak bisa melupakannya sedetik pun. Mimpi singkat antara aku dan Eungi.

 

Jika saja aku bisa membeli waktu, aku ingin selamanya berada di dalam mimpi itu.

Kenyataan terlalu menakutkan.

 

Setiap detik bisa jadi saat terakhir aku melihat senyuman di wajah Eungi.

Setiap detik bisa saja merubah cintanya menjadi kebencian.

 

Maroo menatap pantulan tubuhnya di cermin. Hari ini adalah hari yang istimewa. Kurang dari dua jam lagi, dia akan berdiri di depan altar bersama Eungi, calon pengantinnya.

 

            “Wah… Maroo… kau terlihat keren!!!” teriak Jaegil heboh, bibirnya tak henti tersenyum membayangkan bahwa hari ini sahabatnya akan menikah.

 

“Aku akan keluar dan mempersiapkan mobil, cepatlah! Pengantin wanitamu sudah menunggu!” Jaegil menepuk pundak Maroo yang hanya tersenyum singkat.

 

“Eungi…” Maroo tersipu malu memandangi kotak cincin pernikahannya yang kemudian Ia masukkan kembali ke dalam kantong celana.

 

“Maroo… cepatlah!!!” teriak Jaegil dari luar.

 

Maroo merapikan bajunya sekali lagi sebelum beranjak pergi menemui pengiring pengantinnya yang sudah begitu tidak sabar, tapi langkahnya mendadak terhenti. Sakit kepala sialan menderanya lagi.

 

Membuatnya terjatuh ke lantai sambil memegangi kepala. Maroo buru-buru merogohi saku celananya. Mencari sesuatu.

           

Dimana aku meletakkannya?

 

Ia meringis kesakitan. Lalu mendongak ke sekitar, obat itu rupanya ada di atas meja.

 

Ia hampir lupa untuk ikut membawanya pergi. Dengan merangkak menahan sakit, Maroo  meraih obat itu. Menelannya tanpa air.

 

Belum… belum saatnya Ia mati. Eungi menunggunya.

***

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
Methaalana
FINALLY, I FINISHED WRITING NICE GUY ANOTHER ENDING. Okay, time to move on

Comments

You must be logged in to comment
oladilia1310 #1
Chapter 19: Kenapa baru sekarang aku nemu drama Nice Guy? Sampe udah selese nontonpun malah nyari FFnya.. trus baca FF ini, kepalaku nyut"an gk ada beda sama pas nonton. Alur sama endingnya aja yg beda. Dan harusnya endingnya beginiiiiiiii :'D
Thankyou for making this FF!! Walopun telat tapi aku suka!! 정말 감사합니다~
I will wait your update for another story of EunMaru ㅋㅋ semangat kak! 파이팅!! ♡♡
Lots love, ChaeKi shipper
nandyana #2
Chapter 19: Omg i just found this ff today and read it in one go...i really wish the ending of the actual nice guy drama like this in your story...you are really talented writer...
daragon48 #3
Chapter 19: daebak... andai saja ending drama nice guy kayak gini. TQ for this fanfic neomu joayo!
eonnifan
#4
Chapter 19: eungil.. sempet2nya pengen tidur pas ngelahirin.. *eh wkwkwkwk

wuiiih mantep ikatan batin mereka. maru dan eungi sama2 pernah bermimpi ttg jungwoo

daebak daebak
thanks for making this eunma/chaeki fic/story
good luck utk karyanya ya.. semangat!!
camzjoy
#5
Chapter 19: Aigoooo it's already the end! T.T I'm sad because i'll be missing your updates!
Thank you for creating such a wonderful story, I love how things went for our couple. They deserve all happiness. :) And what, 9 children still? I suppose not all children were born in the house? Haha! I'm also amazed by how you described the birth scene, woah! Keep writing Chaeki ffs please? You're a good authornim! :D
eonnifan
#6
Chapter 18: daebak...
kalau ahn gak sadar2 tuh abis slh bunuh orang kebangetan dah... jd gemes >\\\\<
aku tuh klo bacanya... selalu ngerasa khawatir sm bayi eunmaru lol... takut knp2 apalagi tiap baca part yg eunginya tuh "gak bisa diem" hahaha
pokoknya aku tunggu endingnya yeay
alvionanda #7
Chapter 17: keren banget! ff nya kerenam bangeeeeeet. maaf bary comment dipart ini, soalnya aku saking penasaran jadi langsung klik next.
kenapa ending dramanya nggak kaya gini ajaaaaaa? ini lebih ngreget gitu. ditunggu kelanjutan ceritanya yyaaaaa ^^
charism #8
Chapter 17: ditunggu min lanjutan nya secepetnya yaaa . Deg degan nih bacanya .
eonnifan
#9
Chapter 17: duuuh aku bacanya.... deg2an sambil makan. hahahaha
makin menegangkan.