Should I Take You Back, Eungi?

NICE GUY FF 'Another Ending'

“Maroo, kita menikah saja…” Eungi menatap Maroo dengan penuh ketulusan. Matanya seolah berkata jika dia mempercayai Maroo lebih dari dia mempercayai dirinya sendiri.

Maroo hanya diam, dia tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Perasaan bahagia itu ada saat kalimat terakhir Eungi hinggap di telinganya. Tapi, rasanya terlalu jahat jika Maroo harus mengatakan iya. Bagaimanapun juga, wanita di hadapannya ini tidak sepenuhnya tahu tentang apa yang dia lakukan dan pria seperti apa maroo sebenarnya.

 

“Kenapa kau tidak menjawab?” Eungi mulai merasa curiga. Tatapan berbinarnya itu berubah menjadi kekecawaan. Dia tahu, Maroo mungkin hanya menggangapnya sebagai gadis yang tengah sakit ingatan.

 

“Kau tidak mau menikah denganku?” Tanya Eungi sedih. Sorot matanya yang tadi ceria, redup perlahan-lahan. Tangannya yang tadi mengapit lengan Maroo ikut jatuh dengan tak bergairah. Kepalanya menunduk dan airmatanya siap terbit di sudut-sudut. Maroo mencoba menguasai perasaannya, tangannya yang hangat menyentuh kedua pipi Eungi dengan lembutnya. Diangkatnya wajah yang muram itu dan ditatapnya mata bening milik gadis itu lekat-lekat.

“Kau yakin ingin menikah denganku? Bagaimana jika saat ingatanmu kembali ternyata kau menyesali keputusanmu saat ini?” Tanya Maroo hati-hati.

 

Eungi menggeleng dengan cepat dan ganti menatap Maroo dengan penuh kesanggupan. Dia dengan sungguh-sungguh menjawab, “Tidak akan berubah. Bahkan kau adalah satu-satunya pria yang kuingat saat aku kehilangan ingatanku. Bagaimana bisa aku tidak mau menikah denganmu?” Maroo mengangguk, tanpa tersenyum tapi wajahnya teduh, dengan hangat diciumnya kening Eungi.

 

Sama seperti apa yang pernah dia lakukan dulu di Jepang. Yang berbeda hanya satu hal, saat ini, ciuman ini dan cintanya ke Eungi bukanlah kebohongan. Maroo memejamkan matanya begitu kening Eungi berhasil dia gapai. Dia senang dengan permintaan Eungi, tapi bagaimana jika ingatannya kembali? Mungkin Maroo akan menghancurkan hidup Eungi sekali lagi.

***

“Sekertaris Hyun, kemarin aku meminta Maroo untuk menikah denganku daripada hanya sekedar menjadi tunangan palsu.” Eungi tersenyum riang di hadapan sekertaris Hyun yang bukannya senang malah terlihat kaget.

“Bagaimana bisa Bu direktur memintanya melakukan itu?” pekik Sekertaris Hyun tanpa sadar. Sandiwara ini jadi keluar jalur dan jauh dari tujuan semula.

“Kenapa kau terdengar tidak suka?” Eungi kebingungan melihat reaksi sekertaris kepercayaannya itu.

“Ah… bu… bukan begitu… tapi bukankah ingatan Ibu direktur belum pulih? Bagaimana jika saat ingatan itu kembali ternyata ini adalah kesalahan?” Sekertaris Hyun cepat-cepat membela diri. Dia meraih gelas kopi di dekatnya demi menutupi kecemasannya akan rencana Eungi.

“Pertanyaan kalian sama,” Eungi tersenyum. Airmukanya Nampak biasa saja dan tanpa beban. “Pertanyaan siapa?” Sekertaris Hyun menatap penasaran. Kopi di tangannya itu tidak jadi dia minum.

“Maroo juga mengatakan hal yang sama, tapi dia tidak menolakku maupun mengiyakannya. Apa perlu aku memintanya sekali lagi? Aku benar-benar ingin menikah.” Eungi mendesah panjang kemudian menyeruput gelas kopinya yang tinggal seteguk.

Dia tidak tahu jika di hadapannya, sang sekertaris sedang kebingungan seorang diri untuk mencegah rencana ini.

***

Maroo menatap kertas laporan kesehatannya. Cedera di kepalanya itu seperti sebuah penebusan dosa, hukuman atau apapun itu dari Tuhan.

Dia tersenyum kecil menertawai takdirnya yang penuh keberuntungan dalam arti lain. Ingatannya meraung ke hari kemarin. Permintaan Eungi terus menghantuinya. Jujur saja, dia lelah dan ingin berbaring dalam pelukan Eungi.

Melupakan segalanya dan mati dengan tenang. Tapi, bukankah itu terlalu jahat? Memikat hati seorang gadis polos, memanfaatkannya, meninggalkannya begitu saja kemudian meraihnya kembali dan dengan tanpa berdosanya ingin meninggal dalam pelukannya.

Maroo tertawa getir. “Menikah?” bibirnya bergumam pelan sementara pandangannya kosong, kertas di tangannya kini tak berbentuk karena habis terlumat.

“Aku akan jadi pria yang benar-benar jahat jika aku menurutimu tapi, aku sungguh ingin melakukannya… apa yang harus kulakukan, Eungi? Kau membuatku menjalani pilihan yang sulit…”

***

“Eungi ingin menikah dengan Kang Maroo?” wajah pengacara Park seketika berubah begitu mendengar cerita sekertaris Hyun soal pembicaraannya dengan Eungi kemarin.

“Itulah alasan aku menghubungimu sepagi ini. Bu Direktur benar-benar tidak bisa ditebak. Ini di luar rencana kita. Aku tidak bisa tidur semalaman karena memikirkan hal ini…” Sekertaris Hyun terdengar begitu gelisah. Tangannya saling meremas hingga sesekali terdengar bunyi gemeletak tulang patah.

“Kupikir, kita harus bicara dengan Kang Maroo. Dia adalah kunci dari rencana Eungi. Asal dia menolak, semua akan baik-baik saja.” Pengacara Park Nampak emosional. Dia sendiri bingung dengan perasaannya. Apa dia benar-benar merasa ingin melindungi Eungi atau mungkin saja… dia cemburu.

***

Maroo mengaduk gula-gula Kristal di dalam cangkir tehnya dengan tenang. Dia melirik jam di layar handphone-nya. Wajah Eungi dan dirinya yang ceria terpampang di sana sebagai wallpaper. Untuk sesaat, Maroo lupa alasannya melihat Handphone. Pukul 15.00 sore, Ia menunggu seseorang.

Tak selang beberapa lama, seseorang dengan gaya pakaian yang khas dan aroma parfum ala pekerja kantoran flamboyant masuk melewati pintu restaurant dan duduk di hadapan Maroo setelah memberikan salam. Mereka kini berhadapan, Maroo dan Pengcara Park.

“Lama tidak bertemu… apa kabarmu?” Pengacara Park memulai pembicaraan dengan sedikit basa-basi. Maroo hanya tersenyum dan memberi isyarat agar mereka langsung pada topik dan tidak membuang waktu.

Pengacara Park mengangguk dan tersenyum kecil, dia tahu Maroo tidak suka sopan santun tersembunyi seperti ini. “Baiklah, ini tentang rencana Eungi. Aku dengar jika dia menginginkan sebuah pernikahan denganmu. Kita tahu jika itu tidak boleh terjadi. Kau masih memegang janjimu di awal rencana kita kan?” tanya pengacara Park merasa terancam.

Maroo sebaliknya, sikapnya benar-benar santai seolah tanpa tekanan. Dia menatap gula di dalam cangkir tehnya yang belum sepenuhnya larut. Maroo tersenyum kemudian mengangguk.

“Aku akan menepatinya tapi seperti perjanjian semula juga. Separuh Taesan adalah milikku,” Maroo bangkit tanpa perduli pada jawaban Pengacara Park. Baginya, gertakan itu hanya formalitas untuk mengatakan pada Eungi saat dia telah sadar nanti agar tidak kembali padanya. Karena Maroo adalah orang jahat. Pria yang sangat jahat.

***

Eungi mengetuk-ngetuk layar handphone-nya tapi tak muncul pesan apapun. Ia kini tersenyum memandangi layarnya yang menyala. Terlihat jika wallpaper yang ia miliki sama dengan apa yang terpasang di handphone Kang Maroo.

Bukan suatu kebetulan tapi Eungi memang yang mengatur semuanya. Di kencan terakhir mereka kemarin, ia sengaja mengubah wallpaper milik Maroo agar sama dengannya. Maroo yang awalnya merasa geli, akhirnya malah suka dan asyik tersenyum sendiri setiap kali menatap layar handphonenya.

“Dia tidak menelepon maupun memberikan pesan apapun,”

tuk…tuk…tuk… Eungi kembali mengetuk-ngetukkan jemarinya di atas layar. Bibirnya mengerucut dan wajahnya

Nampak tak senang. Apa permintaanku kemarin menakutinya? Apa sebuah pernikahan itu terlalu berlebihan? Bukankah kami saling mencintai?

Layar tiba-tiba bergetar, sebuah panggilan masuk tapi dari nomor asing. Setengah berharap jika itu Kang Maroo dengan nomor barunya, Eungi mengangkat telepon itu. “Halo?” jawab Eungi ceria. Suara seorang pria. Tapi bukan suara maroo.

“Selamat malam Bu Direktur… saya pengacara Ahn. Ada hal penting yang perlu kita bicarakan!” sapa suara dari seberang. “Pengacara Ahn?” Eungi mencoba mengingat-ingat nama itu dan dia sadar jika ini dari pihak musuh.

“Membicarakan apa mendadak seperti ini?” suara Eungi berubah ketus dan dingin.

“Ada hal yang ingin saya serahkan tentang Kang Maroo. Hal yang sebelumnya Ibu Direktur minta sebelum kecelakaan,” pengacara Ahn terdengar percaya diri jika kalimatnya barusan akan langsung memikat Eungi.

Dan benar saja, seperti ikan masuk ke jaring. Eungi yang penasaran langsung setuju untuk bertemu. Di tempat lain, Ahn Min Young tengah tersenyum licik sambil membetulkan letak kacamatanya.

Di hadapannya ada sebuah kartu AS. Sebuah map berisi hal yang pasti bisa menjauhkan Maroo dari Eungi.

***

Maroo tengah dalam perjalanan pulang dari pertemuannya dengan Pengacara Park saat handphone-nya berdering berulang-ulang.

Bukan dari Seo Eun Gi seperti yang dia pikir tapi dari Han Jae Hee. Maroo memakai headshet dan mengangkatnya. Suara dinginnya menyapa , “Halo?” Tapi bukannya suara Jae Hee yang ia dengar tapi malah suara seorang serak seorang wanita. Terdengar begitu gaduh.

Ada apa dengan Jae Hee? Kening Maroo berkerut penasaran. Wanita itu memberitahukan jika pemilik Handphone ini tengah mabuk di kedainya dan sedang menyebabkan kekacauan. Maroo tanpa pikir panjang langsung mengegas mobilnya menuju tempat Jae Hee. Sementara itu di tempat lain Eungi tengah bertemu dengan pengacara Ahn.

“Silahkan duduk Ibu Direktur…” pengacara Ahn mempersilahkan dengan sopan. Eungi menatap dingin, “Panggil saja Eungi… bukankah kita sedang tidak berada dalam kantor?” cetus Eungi. Tatapannya masih sama, penuh curiga.

“Baiklah Nona Eungi…” Pengacara Ahn tersenyum masih penuh sopan santun. “Langsung saja ke topik, apa hal tentang tunanganku yang ingin kau serahkan padaku?” pinta Eungi ketus.

Kedua sikunya kini terlipat tanda tidak suka dan ingin segera pergi.

Pengacara Ahn mengangguk kecil, senyumnya makin lebar. Tangannya perlahan menggapai sebuah map cokelat di bawah meja dan menyerahkannya pada Eungi.

“Anda bisa membacanya sendiri dan menarik kesimpulan tentang itu semua,” serunya licik.

***

Maroo menatap bangunan di depannya. Kedai soju ini. Tempat dimana dia dan Jae Hee sering menghabiskan waktu bersama di akhir pekan.

Kakinya melangkah masuk, kenangan masa lalu itu makin merasuk dan membius ingatannya. Sayangnya rasanya sekarang hambar. Seperti menonton film tanpa suara, tak ada yang dapat dinikmati kecuali siluet-siluet gambar bisu. Hening… seperti itulah perasaan Maroo sekarang.

“Maroo…. Kau datang juga! Hahaha….” Jae Hee bersorak riang begitu melihat Maroo di ujung pintu.

Seorang wanita setengah baya langsung menghampiri Maroo. Ia menyerahkan handphone Jae Hee dan memintanya segera membawa wanita itu pergi sebelum dia semakin mengganggu pengunjung lain dengan sumpah serapahnya.

“Kenapa kau mabuk-mabukan disini?” Maroo mendekat dan memapah Jae Hee keluar dari dalam kedai. Terdengar riuh teriakan para pelanggan lainnya. Jae Hee memaki-maki dan menyumpahi mereka. Ia juga tertawa-tawa senang serta tak henti mengatakan,

“KALIAN LIHAT HUH! MAROO DATANG MENJEMPUTKU! DIA BENAR-BENAR DATANG!” Maroo tidak memberikan respon apapun, kakinya terus melangkah keluar menuju mobil. “MAROOOOOOOO…. AKU MERINDUKANMU…” Jae Hee berteriak seperti orang gila begitu Maroo mendudukkannya di kursi belakang. Tangannya mendadak menarik kerah baju Maroo dan membuat mereka jatuh bersama-sama, bertindihan.

“MAROOOOO…. KAU DATANG… HAHAHA…. KAU DATANG…. UNTUKKU…. KAU MENCINTAIKU… HAHAHA….” Jae hee memeluk Maroo dengan erat. Maroo mencoba melepaskan pelukan Jae Hee tapi wanita mabuk itu terus melingkarkan tangannya ke leher Maroo dan membuat tak ada lagi jarak di antara mereka.

Maroo bisa mencium aroma parfum Jae Hee dan detak jantungnya. Untuk sekejap, Maroo hanya diam dan membiarkan Jae Hee makin erat memeluknya sampai nama itu keluar dari bibir Jae Hee yang terus mengigau.

“SEO EUN GI SIALAN ITU TIDAK BISA MEMILIKIMU!!! KAU MILIKKU! CIUMAN KALIAN DI KANTOR POLISI ITU HANYA BELAS KASIHANMU PADANYA KAN??? MAROOO… KAU MENCINTAIKU!”

Seketika itu juga Maroo menghempaskan tubuh Jae Hee dan bangkit dari dekapannya. Maroo kehilangan kesabarannya. Ditatapnya Jae Hee yang masih asyik meracau tidak jelas di kursi belakang mobilnya. Dia ingin marah tapi juga merasa kasihan. Dua jenis perasaan yang saling melawan satu sama lain.

Sebuah panggilan masuk di handphone Jae Hee. Maroo menatap layarnya, panggilan dari pengacara Ahn. Antara ingin dan tidak ingin, Ia akhirnya menggeser layar ke tanda ‘accept’.

“Kau tidak usah khawatir, aku sudah menemui Eungi dan mulai saat ini Maroo tidak akan bisa melindunginya lagi.” sapa suara dari seberang.

“Kenapa kau pikir aku tidak bisa melindunginya lagi?” Maroo menjawab dengan spontan. Ia terusik dengan nama Eungi yang terus menerus disebut.

“Maroo? Kenapa telepon Jae Hee ada denganmu? Dimana dia?” Pengacara Ahn mendadak panik.

“Apa yang kau rencanakan pada Eungi? APA YANG SUDAH KAU LAKUKAN?” Teriak Maroo cemas. Mereka saling mengkhawatirkan wanitanya masing-masing. Sebuah panggilan masuk di handphone Maroo. Nomor SEO EUN GI.

Ia langsung memutuskan teleponnya dengan pengacara Ahn dan gantian mengangkat handphone-nya. Sebelum Maroo sempat mengatakan sesuatu, suara muram Eungi lebih dahulu menyapanya dari ujung sana, “Maroo…” begitu ujarnya tanpa gairah.

Dingin dan seolah mengancam. Maroo hanya diam, dia berpikir. Apa yang sudah Pengacara Ahn lakukan? Apa Eungi sudah tahu tentang dirinya? Apa Eungi akan memakinya di telepon saat ini juga? Ketakutan itu muncul begitu saja.

“Jelaskan padaku sebelum aku salah paham denganmu.” Pinta Eungi. Suaranya yang tadi terasa hambar di telepon seketika terdengar begitu memohon. Maroo masih terdiam.

Darahnya serasa beku. Dia tidak bisa memikirkan apapun dan hanya ingin berlari kemanapun Eungi berada. Memeluknya sebentar saja, sebelum Eungi mendorongnya pergi. Sebelum sebuah perpisahan lagi.

***

Thank you for reading and please support me with your comments^^

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
Methaalana
FINALLY, I FINISHED WRITING NICE GUY ANOTHER ENDING. Okay, time to move on

Comments

You must be logged in to comment
oladilia1310 #1
Chapter 19: Kenapa baru sekarang aku nemu drama Nice Guy? Sampe udah selese nontonpun malah nyari FFnya.. trus baca FF ini, kepalaku nyut"an gk ada beda sama pas nonton. Alur sama endingnya aja yg beda. Dan harusnya endingnya beginiiiiiiii :'D
Thankyou for making this FF!! Walopun telat tapi aku suka!! 정말 감사합니다~
I will wait your update for another story of EunMaru ㅋㅋ semangat kak! 파이팅!! ♡♡
Lots love, ChaeKi shipper
nandyana #2
Chapter 19: Omg i just found this ff today and read it in one go...i really wish the ending of the actual nice guy drama like this in your story...you are really talented writer...
daragon48 #3
Chapter 19: daebak... andai saja ending drama nice guy kayak gini. TQ for this fanfic neomu joayo!
eonnifan
#4
Chapter 19: eungil.. sempet2nya pengen tidur pas ngelahirin.. *eh wkwkwkwk

wuiiih mantep ikatan batin mereka. maru dan eungi sama2 pernah bermimpi ttg jungwoo

daebak daebak
thanks for making this eunma/chaeki fic/story
good luck utk karyanya ya.. semangat!!
camzjoy
#5
Chapter 19: Aigoooo it's already the end! T.T I'm sad because i'll be missing your updates!
Thank you for creating such a wonderful story, I love how things went for our couple. They deserve all happiness. :) And what, 9 children still? I suppose not all children were born in the house? Haha! I'm also amazed by how you described the birth scene, woah! Keep writing Chaeki ffs please? You're a good authornim! :D
eonnifan
#6
Chapter 18: daebak...
kalau ahn gak sadar2 tuh abis slh bunuh orang kebangetan dah... jd gemes >\\\\<
aku tuh klo bacanya... selalu ngerasa khawatir sm bayi eunmaru lol... takut knp2 apalagi tiap baca part yg eunginya tuh "gak bisa diem" hahaha
pokoknya aku tunggu endingnya yeay
alvionanda #7
Chapter 17: keren banget! ff nya kerenam bangeeeeeet. maaf bary comment dipart ini, soalnya aku saking penasaran jadi langsung klik next.
kenapa ending dramanya nggak kaya gini ajaaaaaa? ini lebih ngreget gitu. ditunggu kelanjutan ceritanya yyaaaaa ^^
charism #8
Chapter 17: ditunggu min lanjutan nya secepetnya yaaa . Deg degan nih bacanya .
eonnifan
#9
Chapter 17: duuuh aku bacanya.... deg2an sambil makan. hahahaha
makin menegangkan.