“Maybe We Can Start All Over Again”

NICE GUY FF 'Another Ending'

“Cinta itu seperti bubuk merica, sekali kau menghirupnya. Ia akan terus mengganggumu.”

|/|

|\|

|/|

 

Maroo berjalan di sisi Eungi, memandangi wajah pucatnya yang kusut layu. Wanita ini tidak seharusnya masuk ke dalam hidupnya. Wanita ini harusnya bisa tersenyum dengan bahagia.

Jika saja, mereka bisa mengulang waktu, mungkin lebih baik bagi Eungi untuk tak bertemu dengannya tapi, bagaimana dengan Maroo. Bagi pria brengsek sepertinya yang hidupnya sudah hancur total, bertemu Eungi itu seperti menemukan lotre.

 

Setiap orang pasti bahagia jika menemukan lotre, tapi mereka tak seharusnya menjadi tamak, karena keberuntungan bisa menghilang dalam sekejap mata.

 

Karena Eungi tak seharusnya jatuh cinta padanya.

Karena Maroo tak semestinya meraihnya lagi.

Karena takdir senang mempermainkan mereka.

 

“Aku akan menuntutmu atas pasal pembunuhan berencana jika kau tidak menghabiskannya,” Maroo tersenyum tipis sembari menaruh sebaki ice cream beraneka jenis dengan paduan cake-cake lembut menggiurkan ke hadapan Eungi.

 

Mereka duduk berdua di sebuah toko kue, menikmati perjalanan waktu nan singkat tentang kencan terakhir ini.

 

~oOo~

 

Jae Hee sedang dalam perjalanan menuju ruangan Pengacara Ahn saat Ia melihat Pengacara Park masuk mendahuluinya.

Ia berhenti, melangkah pelan ke arah pintu. Entah sejak kapan dia jadi suka menguping pembicaraan orang.

Dari celah pintu yang tak sepenuhnya menutup Jae Hee dapat mendengar samar-samar apa yang tengah mereka bicarakan.

Soal rekaman itu.

Jae Hee tercekat, tak dapat menutupi kegugupannya.

“Aku akan menyerahkan bukti ini ke kantor polisi, Kak…” Pengacara Park berbicara dengan informal kali ini. Ia lebih memilih memanggil Pengacara Ahn dengan sebutan Kakak daripada sebutan formal biasanya.

Si pria berkacamata melirik datar, memutuskan untuk tak memberikan respon berlebihan. Matanya mengerling meremehkan.

“Kau yakin akan melakukannya? Jika iya, berarti kau juga harus membawa Ayahmu yang sakit-sakitan itu untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya juga!” gertaknya.

Park Joon Ha tak bergeming, Ia tetap memandang lurus ke depan dengan penuh keteguhan.

“Aku pastikan untuk mengungkap semua hal kotor tanpa tersisa.

Karena itu, kak… tidak bisakah kau juga melakukannya? Hidup tenang seperti dulu…”

Mata Joon Ha berkaca-kaca. Mereka berdua cukup dekat sebelumnya, ada kalanya mereka berbagi mimpi dan berbincang mengenai sepak bola atau gadis-gadis seksi.

Ahn Min Young tak menjawab, ada gentar yang menelusup masuk dalam darahnya.

 

“Lakukan apapun yang kau mau, tapi yang pasti aku tidak bisa berhenti.” Jawabnya dingin lalu membalikkan badannya membelakangi sang mantan sahabat karib.

 

Joon Ha mengangguk dan berlalu keluar, Ia menemukan keberadaan Jae Hee di depan pintu. Wanita itu sudah di-non aktikan sebagai Presiden Direktur karena skandal cintanya dengan suami sang anak tiri.

 

“Kau pasti mendengarnya. Serahkan dirimu, akui kesalahanmu demi Eunsuk!

Itu akan memperingan hukumanmu.” Serunya singkat kemudian berlalu pergi.

 

Jae Hee gemetar di tempatnya berdiri, tanpa disangka-sangka dari belakang sebuah tangan meraihnya. Mendekap tubuhnya yang mendadak rapuh dihantui jeruji besi.

 

Ahn Min Young memeluknya sembari berbisik lirih,

“Jangan cemaskan apapun, aku akan melindungimu.”

 

Bukannya merasa tenang, Jae Hee malah merasa semakin tersudut. Ia merinding, ada sekelebat bayangan masa lalunya bersama Maroo.

Pria ini mengatakan hal yang sama dengan apa yang pernah Maroo katakan dulu.

 

Melindunginya…

Mengambil alih kesalahannya…

Melakukan hal buruk demi menyelamatkannya…

 

~oOo~

 

Eungi meletakkan sendok terakhirnya ke atas meja, Ia mendesah kepayahan.

Rasanya kenyang sekali.

Nafsu makannya yang tadi menghambar entah kemana, seolah kembali dengan ledakan tinggi. Apa mungkin karena sebenarnya Ia sedang merindukan Ayah dari bayi dalam kandungannya.

 

Pria itu, si suami brengsek, cinta pertamanya – Kang Maroo mengangguk pelan diliputi kepuasan saat sendok terakhir dari Eungi beradu dengan meja yang dingin.

 

Sebuah seringai singkat penuh pesona tersungging dari sudut bibirnya, alisnya melengkung sempurna sementara tangannya mengeluarkan sesuatu.

 

“Jangan menolaknya, ini bukan dariku tapi Choco!” ujar Maroo santai.

 

Eungi tak memberikan respon apapun. Ia melirik datar seolah tak tertarik.

 

 

Maroo memeluk pundak Eungi, menjaganya dari desakan banyak orang yang sama-sama tak sabar untuk segera meletakkan pantatnya di atas kursi nyaman gedung bioskop.

 

Jantung Eungi berdetak kencang, Ia menikmati momen ini.

Ada aroma tubuh Maroo yang merasuk ke dalam indera penciumannya. Melelapkan kesadarannya untuk sejenak dan menggerakkan lengannya melingkari pinggang sang Cassanova.

 

Maroo tersenyum samar di keremangan atmosfer ruang pertunjukan yang asing bagi seorang Seo Eungi.

 

Ia membimbing wanitanya itu untuk naik dan duduk ke tempat dimana mereka harus berada.

Wanita itu sungguh nampak polos saat ini.

Walau bibirnya terkunci rapat sedari tadi, tapi Maroo tetap bisa menangkap rona kebahagiaan menggelayuti binar matanya.

 

Ini adalah pertama kalinya bagi Eungi untuk berkumpul bersama begitu banyak orang dan menonton film seperti ini.

Ya, Maroo memang playboy sejati. Ia selalu tahu bagaimana cara untuk membuat kencan menjadi begitu menarik.

 

“Jangan menatapku seperti itu, aku ingin fokus pada filmnya.” Sindir Maroo pada Eungi yang sedari tadi memandanginya.

 

“Mengagumkan! kau pasti mengorek segala hal tentangku kan?” Eungi menyindir balik dengan seringai sinis.

 

Maroo tergelak singkat,

“Seo Eungi… dia tidak pernah pergi ke bioskop, tak suka berbelanja, tak memiliki hobi apapun kecuali menaiki motor sportnya dan lebih senang berbicara dengan boneka barbie daripada berteman dengan manusia asli,” jelas Maroo.

 

“Ah, kau melupakan sesuatu. Seo Eungi adalah wanita yang sangat pendendam,” Eungi menambahkan.

 

Maroo menggangguk ringan, “Aku akan mengingatnya” ucapnya santai.

 

Mereka berdua bertukar senyum singkat yang terkesan sinis dan mematikan.

Ada perasaan terpesona dan tak mau kalah yang teracik menjadi satu.

 

Suasana semakin gelap ketika tirai layar terarak terbuka dan memantulkan kilauan gambar-gambar raksasa.

 

Eungi mulai menikmatinya, sikapnya yang dingin dan angkuh perlahan lenyap karena adegan-adegan indah di hadapannya.

Maroo menaruh tangannya menyelimuti jemari Eungi, menggenggamnya dengan hangat.

Eungi menoleh, tapi Maroo sepertinya tak terlalu perduli. Ia asyik menikmati lontaran dialog yang kini menggema ke seantero sudut ruangan.

 

Dua jam berlalu dengan cepat dan menabiskan The Day Min Woo Arrives – sebagai film pertama yang Eungi tonton, bersama orang pertama yang Ia cintai – sepenuh hati.

 

“Apa penculikan ini sudah berakhir?” tanya Eungi sembari melirik tangannya yang masih tergenggam rapat oleh Maroo, bahkan sampai film berakhir.

 

~oOo~

 

Kaki Maroo berderap menyurusuri lorong panjang nan megah Kingdom Department Store.

Eungi masih diam dan mengikuti, Ia bukan tak bisa namun tak ingin pergi kemanapun dan membiarkan jemarinya puas dipeluk Maroo.

Mereka memasuki sebuah toko pakaian bayi bernama Tiny Winy Bity.

Tempat ini seperti surga-nya para bayi.

Ada banyak mainan, pakaian, sepatu-sepatu nan lucu bahkan botol minum beraneka bentuk.

Eungi yang terpana meraba perutnya secara spontan.

 

Ia membayangkan bagaimana bayi mereka akan begitu menggemaskan nantinya dengan semua hal di sekitarnya ini.

 

“Kau memikirkan hal yang sama?” Maroo bergumam lirih.

 

Eungi – wanita itu menurunkan tangannya dengan dingin, pertanyaan Maroo baru saja mengusik lamunan indahnya. Keangkuhannya dipaksa kembali. Suara Maroo selalu berhasil membuatnya merasa terluka dan marah.

 

“Apa yang seharusnya aku pikirkan?” tanyanya tajam.

 

“Bayi kita, selucu apa dia nanti, apa kata pertama yang akan di ucapkan dan…” kalimat Maroo terhenti. Ia menarik napasnya dalam-dalam, bola matanya berputar menatap Eungi.

“Dia akan lebih mirip siapa nanti?” lanjutnya.

 

Eungi terdiam, terenyak oleh kalimat Maroo.

“Apa yang coba kau sampaikan Maroo?

Kau tidak berpikir untuk membesarkan anak ini bersamaku kan?” Ia melirik sinis, merasa terusik.

 

“Apa kau akan membiarkannya terjadi jika aku memohon sampai menangis darah, Seo Eungi?”

 

“Bahkan jika kau akan mati, tidak akan ada kesempatan.” Eungi menjawab ketus.

 

Ia berjingkat menjauhi pria ‘tersayangnya’ itu, mencoba mengalihkan perhatiannya pada sepatu-sepatu lucu di hadapan mereka. Jemarinya kini sibuk memilih.

 

“Baguslah, karena setelah ini aku akan berhenti mengganggumu.” Gumam Maroo lega.

 

Ia mengangguk dengan ekspresi yang sama seperti saat di dalam gedung bioskop, dan kini bola matanya bergegas mengikuti kemana perhatian Eungi tengah berpendar.

 

Sepasang sepatu mungil berwarna cokelat muda berbentuk wajah teddy bear tengah tersenyum.

 

Maroo meraihnya, “Apa dia seorang laki-laki?”

 

~oOo~

 

Mobil mereka berhenti tepat di depan gerbang rumah Eungi yang gelap dan sunyi.

Pukul 12 malam lewat 40 menit. Semua orang sepertinya sudah tidur.

 

“Haruskah aku membangunkanmu?” Maroo menatap wajah polos Eungi yang tengah tertidur di sampingnya. Untuk Ibu hamil sepertinya, kencan singkat mereka malam ini pasti cukup melelahkan.

 

Sekilas Ia teringat saat pertama kali Ia mengantarkan Eungi pulang seusai menjemput Choco yang kabur ke rumah Ibu Kandungnya di Busan.

Wajahnya selalu terlihat damai ketika tidur. Segala luka dan keangkuhannya tak nampak.

 

Waktu berlalu begitu saja. Detik menjadi menit dan menit menjelma menjadi jam.

Maroo memandangi sepatu berbentuk Teddy Bear lucu di pangkuannya.

Imajinasinya melambung tinggi dan membuatnya lelap dibuai khayal.

 

“Ayah…” panggilnya, bukan pada siapapun tapi dirinya sendiri. Mengumamkan kata itu ternyata sanggup membuat hatinya bergetar bahagia.

“Bagaimana rasanya dipanggil ‘Ayah’?” gumam Maroo.

 

Ia melirik arlojinya, mulai berpikir untuk membangunkan Eungi. Bagaimanapun juga tubuhnya pasti terasa tak nyaman karena tidur di dalam mobil.

Tapi sebelum tangannya sempat menggapai pundak Eungi, kepala Maroo lebih dulu dihantam oleh rasa sakit yang luar biasa.

 

Darah keluar tanpa aba-aba dari salah satu lubang hidungnya. Ada mual yang menghentak menyusupi dadanya.

Jemarinya berpegangan erat pada roda kemudi, berusaha sekuat mungkin untuk tetap sadar dan tidak berteriak kesakitan.

Ia mulai merogoh-rogoh saku jas-nya, mencari-cari dimana obat itu bersembunyi.

Pria itu mengerang lirih, Ia sangat kesakitan.

 

~oOo~

 

Eungi termenung di atas ranjangnya yang terasa dingin dan menyedihkan. Ia masih ingat bagaimana ranjang ini pernah begitu hangat bersama Maroo.

 

“Kang Maroo… apa yang terjadi padamu?”

 

Pikirannya melayang ke 30 menit yang lalu, ketika mereka bersama-sama di dalam mobil. Hatinya tak bisa tenang memikirkan tentang obat apa yang sebenarnya Maroo telan dan bagaimana pria itu menelungkup gemetar di atas roda kemudi sebelum akhirnya bersikap seolah tak terjadi apa-apa.

 

Ia ingat rencana jahatnya untuk menjerat Maroo ke dalam penjara. Ya, Eungi sepenuhnya sadar rencana gilanya sudah melewati batas dan tak akan berhenti dengan mudah di mata hukum.

Sekarang Ia jadi semakin gila karena Maroo mungkin akan masuk penjara, karena ulahnya.

 

Diawali dari wartawan yang berdatangan ke Taesan setelah Eungi menyebar foto-foto dan rumor di antara Jae Hee dan Maroo melalui internet, lalu dilanjutkan dengan tuduhan penggelapan dana yang dia laporkan sendiri, setelah ini mungkin Polisi akan datang menggeret Maroo karena dia adalah wali Eungi yang sah dimana Eungi bisa bebas karena surat dari Rumah Sakit tentang penyakit amnesianya.

 

Rencana pembalasan super manis yang Ia pikir akan sangat menyenangkan malah terasa seperti petaka bagi dirinya sendiri.

 

Maroo tidak akan lolos dengan mudah. Segala rekam jejak masa lalunya akan membuat Polisi berpikir jika Ia seorang suami brengsek yang memanfaatkan istri dungu-nya demi harta. Belum lagi kisah cintanya bersama Jae Hee yang tak pernah usai.

 

Akan semakin mudah untuk membuatnya terlihat sebagai seseorang yang kotor. Si Pria jahat yang sanggup melakukan apapun.

 

“Ayahmu mungkin akan mati karena Ibu…” Eungi terisak membasahi ranjangnya.

Ia menangis, menyesal sejadi-jadinya.

 

Maroo – pria itu adalah orang pertama yang membuatnya seperti ini.

Dulu sebelum bertemu Maroo, dalam situasi sepahit apapun, seorang Seo Eungi tak akan membiarkan setetes pun airmata menjamah wajahnya.

Bahkan saat Ibunya meninggal, Eungi hanya mengurung dirinya berhari-hari bukannya menangis seperti orang-orang normal kebanyakan.

 

Ini ulah Ayahnya. Ia yang membuatnya menjadi seorang wanita skeptis, kejam, arogan dan tak mempercayai siapapun seperti ini.

Kata Ayahnya, Ia tak boleh terlihat lemah di mata siapapun.

Airmata hanya akan membuatnya terlihat rapuh dan diremehkan.

 

Eungi memukul-mukul bantalnya, menangis dan berteriak sesuka hati. Biarlah semua penghuni rumah ini mendengarnya. Ia tidak perduli, ini rumahnya. Ini miliknya.

 

Handphone-nya bergetar di atas meja, sebuah panggilan masuk.

Sekali… dua kali… tiga kali… berulang kali…

 

Tak ada respon karena Eungi telah terlelap kelelahan dengan mata bengkak dan rambut kusut berantakan sambil memeluk foto pernikahannya bersama Maroo.

 

~oOo~

 

Matahari masih belum sepenuhnya terbit ketika derap langkah Eungi mengotori lantai Rumah Sakit .

Ia berlari dalam kalut, genangan airmata sisa semalam masih nampak jelas di wajahnya.

Pagi ini setelah hampir semalaman mengabaikan banyak panggilan masuk serta beberapa pesan di Handphone-nya, Eungi akhirnya tahu apa yang tengah terjadi.

 

Ia berhenti dengan agak ngos-ngosan di ujung sebuah lorong. Napasnya mendesah naik turun.

Kakinya gemetar dirundung lelah.

Seorang suster berjalan keluar dari kamar di hadapannya.

“Suster, dia tidak mati-kan?”

 

~oOo~

 

Maroo menyandarkan punggungnya di tembok Rumah Sakit yang dingin dan senyap. Tangan kanannya masuk ke dalam saku celana, sementara kedua kelopak matanya terpejam.

Ia sedang menunggu Eungi keluar dari dalam ruangan dokter, wanita itu tengah bertanya soal kondisi Pengacara Park.

Pagi ini, handphone Maroo mendapatkan pesan yang sama. Berita tentang perampokan yang dialami oleh Pengacara Park dalam perjalanan pulang Ia dari kantor. Mobilnya dihadang, kepalanya dipukul, perutnya ditusuk dan segala harta bendanya dirampas. Kemudian tubuh tak berdayanya ditinggalkan begitu saja di tepi jalan.

 

Setelah hampir 15 menit menunggu, Eungi akhirnya muncul.

Wanita itu mendekat namun hanya menatapnya sekilas. Manik matanya menampakkan keresahan luar biasa. Ada beban berat yang coba Ia pikul sendiri.

 

Eungi berlalu melewati Maroo dengan dingin. Ia agak-agak limbung.

Ini terlalu tiba-tiba, semua hal buruk menyerangnya bertubi-tubi.

Seolah tak ingin memberinya waktu untuk bernapas.

 

Maroo tak tahan lagi, Ia menarik tangan lemah Eungi ke dalam pelukannya. Wanita itu meronta, meminta untuk dilepaskan pergi. Tapi Maroo tak mengubrisnya sama sekali. Semakin kuat Eungi mendorongnya, semakin kencang pelukan Maroo.

 

Akhirnya, bentang keangkuhan dan segala dendam yang coba Ia pegang teguh selama beberapa minggu terakhir itu berdebam jatuh ke atas tanah.

Lenyap… Menghilang…Runtuh…

 

Eungi hanya tahu jika hatinya terasa sakit, jiwanya tak kuat lagi menanggung semua hal buruk ini sendirian.

Airmatanya tumpah menggenangi Maroo.

 

“Ini karena aku… Aku yakin Pengacara Park seperti ini karena aku…” isaknya menyalahkan diri sendiri.

 

Maroo tak menjawab, Ia hanya merapatkan pelukannya dan membiarkan tetesan airmata Eungi membasahi pakaian serta hatinya.

Menimangnya, membelainya dan melindunginya seperti dulu saat mereka masih begitu mesra.

 

Eungi-ah…

Melihatmu menangis seperti ini…

Aku merasa takut jika tiba giliranku yang harus pergi…

 

Ada banyak kisah cinta di dunia ini. Kisah antara Putri dan Pangeran, kisah antara teman satu sekolah, kisah antara dokter dan pasiennya atau bahkan kisah antara malaikat dan iblis.

 

Maroo tak tahu kisahnya dan Eungi termasuk yang mana. Ia hanya tahu, cinta itu seperti bubuk merica. Sekali saja kau menghirupnya, dia akan terus menganggumu.

 

~oOo~

Dan faktanya,

I know it is really a late post. I have nothing to say here.

I only wish whenever you read it, you enjoy it.

Then, I can guarantee that the next part will come soon, I am writing another chaeki project now :: Castle Number 9 – The Legend of Elderson’s Mirror.

Oh ya, I have a good news. Remember the competition that I joined last month? I won that.

Thank you for reading and happy chaeki shipper^^

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
Methaalana
FINALLY, I FINISHED WRITING NICE GUY ANOTHER ENDING. Okay, time to move on

Comments

You must be logged in to comment
oladilia1310 #1
Chapter 19: Kenapa baru sekarang aku nemu drama Nice Guy? Sampe udah selese nontonpun malah nyari FFnya.. trus baca FF ini, kepalaku nyut"an gk ada beda sama pas nonton. Alur sama endingnya aja yg beda. Dan harusnya endingnya beginiiiiiiii :'D
Thankyou for making this FF!! Walopun telat tapi aku suka!! 정말 감사합니다~
I will wait your update for another story of EunMaru ㅋㅋ semangat kak! 파이팅!! ♡♡
Lots love, ChaeKi shipper
nandyana #2
Chapter 19: Omg i just found this ff today and read it in one go...i really wish the ending of the actual nice guy drama like this in your story...you are really talented writer...
daragon48 #3
Chapter 19: daebak... andai saja ending drama nice guy kayak gini. TQ for this fanfic neomu joayo!
eonnifan
#4
Chapter 19: eungil.. sempet2nya pengen tidur pas ngelahirin.. *eh wkwkwkwk

wuiiih mantep ikatan batin mereka. maru dan eungi sama2 pernah bermimpi ttg jungwoo

daebak daebak
thanks for making this eunma/chaeki fic/story
good luck utk karyanya ya.. semangat!!
camzjoy
#5
Chapter 19: Aigoooo it's already the end! T.T I'm sad because i'll be missing your updates!
Thank you for creating such a wonderful story, I love how things went for our couple. They deserve all happiness. :) And what, 9 children still? I suppose not all children were born in the house? Haha! I'm also amazed by how you described the birth scene, woah! Keep writing Chaeki ffs please? You're a good authornim! :D
eonnifan
#6
Chapter 18: daebak...
kalau ahn gak sadar2 tuh abis slh bunuh orang kebangetan dah... jd gemes >\\\\<
aku tuh klo bacanya... selalu ngerasa khawatir sm bayi eunmaru lol... takut knp2 apalagi tiap baca part yg eunginya tuh "gak bisa diem" hahaha
pokoknya aku tunggu endingnya yeay
alvionanda #7
Chapter 17: keren banget! ff nya kerenam bangeeeeeet. maaf bary comment dipart ini, soalnya aku saking penasaran jadi langsung klik next.
kenapa ending dramanya nggak kaya gini ajaaaaaa? ini lebih ngreget gitu. ditunggu kelanjutan ceritanya yyaaaaa ^^
charism #8
Chapter 17: ditunggu min lanjutan nya secepetnya yaaa . Deg degan nih bacanya .
eonnifan
#9
Chapter 17: duuuh aku bacanya.... deg2an sambil makan. hahahaha
makin menegangkan.