Romantic Runaway

NICE GUY FF 'Another Ending'

I live each day without a reason to live

I am living because I can’t die

The person who will make me smile again

The person who will make me live again

 

No matter what people say

In my heart, you are my only love

After a long time, after going far away, you came back

 

Maroo tak dapat berhenti bersyukur, meski Ia tahu ada badai besar tengah menghadang di hadapannya namun sejak kemarin Ia tak berhenti bersyukur. Tuhan rupanya masih mengingatnya dan membagi sedikit belas kasihnya pada tandus jiwa Maroo yang sudah teramat lelah oleh hiruk pikuk persoalan dunia.

Tuhan mempercayainya menjadi calon Ayah. Ia menitipkan benih milik Maroo ke dalam teduh rahim Eungi – wanita yang sangat Maroo cintai. Pagi beranjak bersama musim semi yang mengalun lancar di penghujung bulan ini. Matahari memancarkan redup sinarnya lewat sempit celah jendela. Ia membuka matanya, menggeliat pelan lantas termangu memandangi sesosok wajah yang tengah terpejam dalam dekapannya.

Namanya Seo Eungi, seorang wanita gila yang masuk ke dalam hidupnya secara tak terduga beberapa tahun lalu. Wanita malang yang hidupnya pernah Ia hancurkan. Seseorang yang meski telah Ia usir berkali-kali, tetap akan kembali. Calon Ibu bagi anaknya kelak.

Maroo tersenyum tipis, lantas jemarinya membelai lembut pipi Eungi. Dipandanginya terus istri tercintanya yang masih terlelap itu.

 

Seo Eungi, jika di hari hujan saat itu kau mengatakan bahwa jatuh cinta kepadaku membuatmu menikmati bangun tidur, hidup dan bernapas untuk pertama kalinya. Maka, meski sangat terlambat aku ingin mengatakan hal yang sama hari ini. Mencintaimu membuatku merasa bahagia. Bertemu denganmu adalah sebuah anugerah bagiku. Kau membuatku ingin terus bernapas, hidup dan menua bersamamu. Terima kasih, Seo Eungi…

Aku bahagia, Tuhan membuatku mencintaimu….

 

Maroo memejamkan matanya dan mengecup khidmat kening Eungi. Tangannya bergerak ke bawah dan berhenti di atas perutnya. Maroo meletakkan tangannya disana. Berharap dapat merasakan pergerakan kecil yang mungkin saja akan terjadi, namun belum ada yang dapat Ia rasakan. Ia tahu, kandungan Eungi baru berusia 4,5 bulan dan masih perlu beberapa minggu lagi untuk merasakan keras tendangan bayinya di dalam sana.

Eungi menggeliat, belaian tangan Maroo rupanya membuatnya geli dan terbangun.

“Apa aku membangunkanmu?” tanya Maroo, sedikit merasa bersalah karena telah mengganggu tidur bidadari kesayangannya.

“Ya, kau mengusik tidurku Maroo.” Eungi pura-pura melotot.

“Benarkan?” Maroo menatap polos.

“Karena Kang Maroo sudah membangunkan Seo Eungi, maka dia harus bertanggung jawab!” seru Eungi.

“Jadi apa yang harus Kang Maroo lakukan? Mencium Seo Eungi? Memeluknya?” Jempol Maroo mengusap kening Eungi dengan penuh perhatian, mencoba merapikan beberapa helai rambut yang terjatuh di sana.

Eungi menggeleng, “Itu namanya bukan bertanggung jawab tapi mencari untung, Tuan Kang!” ledeknya. Lantas Ia meletakkan kedua tangannya di atas pipi Maroo yang sekenyal kulit bayi.

“Lalu?” Maroo mendekatkan wajahnya, bernapas seinci di atas puncak hidung Eungi. Manik mereka bersirobok dalam geming, saling mengunci satu sama lain.

“Hmm… Seo Eungi ingin Cotton Candy!”

Cotton Candy?” Maroo tersenyum, Ia mulai mengerti muara dari kalimat Eungi.

Maroo menyusupkan sebelah tangannya menuju bawah punggung Eungi dan sedikit mengangkatnya ke atas.

“Hanya itu?” tanyanya menggoda.

“Memangnya apa yang bisa kau janjikan lagi padaku, Ahjussi?” Eungi melingkari leher Maroo dengan kedua lengannya.

Maroo menarik Eungi lebih dekat, lantas berbisik di atas daun telinganya.

“Apapun yang Seo Eungi inginkan, Kang Maroo akan memberikannya!”

Eungi merasakannya, Ia merasakannya lagi. Aroma tubuh Maroo dan pesonanya yang telah lama terendap tak terjamah. Ada getar di dalam hati serta tubuhnya yang merangsek ingin keluar. Sesuatu yang hanya dapat Ia rasakan jika bersama Kang Maroo.

Sama hal-nya seperti Eungi, Maroo jua merasakan gairah yang sama. Sejenak diliriknya jam weker yang berada di atas meja, dentingnya baru berbunyi 4 kali.

Tak ingin menunggu, Maroo segera menekan setiap inci bibir Eungi dengan miliknya. Matanya terpejam, menikmati madu dari cinta yang kembali Eungi tawarkan padanya setelah sekian lama. Ia berguling pelan dan membuat Eungi berada di atas tubuhnya. Pria berambut legam itu bangun dan menyandarkan dirinya pada tepian ranjang sementara Eungi terus menggilas kenyal bibirnya. Mereka adalah sepasang makhluk yang sama-sama kehausan, kelaparan dan kerontang oleh cinta selama semusim ini.

Detak jantung Maroo terpacu cepat. Libido-nya naik. Jemarinya menari menuju balik piyama Eungi,berusaha melepas pengait bra-nya dengan tak sabaran. Halus, terasa sangat halus namun juga menyedihkan. Maroo sadar betul bahwa Eungi menjadi begitu kurus dari saat terakhir mereka bercinta beberapa bulan lalu.

Maroo mengambil jeda sejenak, mengisi ulang oksigen di dalam paru-parunya. Eungi pun demikian, Ia menarik bibirnya dari lumatan Maroo. Mereka membuka matanya, saling berpandangan. Sudah begitu lama raga mereka saling merindukan.

“Eungi-ah…” desah Maroo disambut senyuman manis di wajah Eungi.

Maroo menyentuh dingin wajah Eungi, menelusuri pias-piasnya mulai dari dahi, kelopak mata, hidung, mulut hingga dagu. Ia masih takut ini hanyalah mimpi.

“Kau sungguhan!”

“Hmm… dan Aku sungguh-sungguh ingin cotton candy, Tuan Kang!” Eungi tersenyum, menunggu reaksi Maroo yang akhirnya tergelak dan menyadari bahwa wanita di hadapannya ini lebih berminat pada cotton candy dibanding dirinya.

“Baiklah, Nyonya Kang!” bisik Maroo kemudian mengecup singkat bibir Eungi sekali lagi dan beranjak mencari cotton candy di pagi buta seperti ini.

 

~oOo~

 

Langit masih gelap, saat tubuh Eungi yang tersembunyi di balik rajutan sweater berjalan di sisi Maroo. Mereka sengaja keluar sepagi ini untuk mencari Cotton Candy. Keinginan gila Eungi yang pertama sejak Ia hamil. Maroo sama sekali tidak keberatan, sekali lagi Ia bersyukur. Ia tak pernah tahu akan memiliki kesempatan untuk merasakan momen-momen normal seperti ini. Digenggamnya tangan kiri Eungi dalam kantong jaketnya yang hangat. Mereka berjalan melintasi melintasi taman yang sepi.

“Katakan padaku dimana aku dapat menemukan Cotton Candy sepagi ini, Nyonya Kang?” Maroo menyindir Eungi yang hanya mengendikkan bahunya masa bodoh.

“Itu urusanmu Tuan Kang.” Serunya.

“Kau benar-benar menginginkan Cotton Candy dan tidak sedang mengerjaiku-kan Eungi?” Maroo menatap curiga.

“Kau tidak pernah tahu istilah ngidam ya? Kupikir kau harus banyak belajar soal memahami wanita hamil, selagi kandungan istrimu masih belum besar.” Oceh Eungi.

“Aku bisa belajar lebih banyak soal itu nanti, lagipula istriku bilang dia ingin punya sembilan orang anak jadi, kurasa akan ada banyak sekali waktu untuk belajar.” Tukas Maroo cepat.

Eungi melirik gemas, Ia terjebak oleh ucapannya sendiri beberapa waktu lalu. Rupanya Maroo masih mengingat keinginannya untuk memiliki sembilan orang anak.

“Aku tidak mau tahu, bayinya ingin Cotton Candy jadi Ayahnya harus mendapatkannya bagaimanapun juga!” Eungi merajuk.

“Bayinya yang menginginkannya-kan? Baiklah, kalau begitu ijinkan aku bernegosiasi dengannya sebentar.” Maroo menghentikan langkahnya. Ia mengajak Eungi untuk duduk di sebuah bangku di tengah Taman.

Maroo membungkuk dan menempelkan telinganya di atas perut Eungi yang kini mengedip bingung.

“Dia bilang, dia tidak ingin Cotton Candy. Dia ingin pelukan Ayahnya!” seru Maroo setelah sekian detik hening.

Eungi mengernyit, “Kau berbohong! Jelas-jelas dia bilang padaku dia menginginkannya!”

“Kapan dia bilang padamu? Kenapa dia tidak bilang padaku?” Maroo mendongak tak terima.

“Kami punya telepati. Kau tidak akan tahu.” Eungi memegang perutnya dengan bangga.

“Benarkah? Kalau begitu coba tanyakan apa yang bayi kita pikirkan tentang Ibunya yang keras kepala dan susah diatur?”

Wajah Eungi berubah masam mendengar kalimat Maroo, dengan dongkol Ia menjawab;

“Tunggu sebentar, akan kutanyakan!”

Maroo tersenyum tipis.

“Bayinya bilang bahwa pendapat Ayahnya salah. Ibunya adalah wanita yang manis dan penuh kasih sayang.”

Maroo menggeleng, Ia tergelak mengetahui bahwa Eungi ternyata punya bakat mengkhayal tingkat tinggi. Ia lantas berdiri dan menjentik dahi Eungi dengan jarinya.

“Aaawww… kenapa kau menjentikku?” teriak Eungi sewot sembari mengusap dahinya.

“Berhentilah berakting, Nyonya Kang! Tunggu disini dan aku akan kembali dengan Cotton Candy untuk bayi kita!” Maroo berlari pergi, meninggalkan Eungi sendirian di taman.

Sepeninggalan Maroo, Eungi tersenyum lantas menunduk dan membelai perutnya dengan lembut.

Kita lihat, apa Ayahmu akan sanggup mememenuhi permintaan Ibu….

 

Eungi mengangkat dagunya, memandangi langit yang mulai memerah fajar di atas sana.

Ibu, aku melakukan hal yang benarkan kali ini?

Hidup normal yang kau inginkan untuk kujalani, aku sedang merasakannya.

 

Tak jauh darinya, terlihat bayangan tubuh seseorang. Han Jae Shik. Pria itu rupanya sejak semalam mengintai rumah Eungi dan kini membuntutinya.

Ia bersembunyi di balik pepohonan. Ucapan pengacara Ahn terngiang di telinganya, jika Ia berhasil melenyapkan Eungi dari muka bumi ini maka hidupnya akan terjamin – sepenuhnya.

Bukankah ini saat yang tepat?

Wanita itu tengah sendirian dan tak ada CCTV maupun saksi mata di sekitar tempat ini.

 

~oOo~

 

Maroo terhuyung di atas trotoar seraya memukul-mukul keningnya, berusaha mengembalikan pandangannya yang mulai mengabur.

Tidak sekarang… kumohon… jangan sekarang… Aku masih ingin hidup….

Ia merogoh saku celananya dan menarik keluar sekantong kecil plastik berisi beberapa butir pil. Dibukanya kantong itu dengan gemetar dan ditelannya 2 butir obat andalannya secepat mungkin. Obat penahan rasa sakit dosis tinggi. Ia duduk sejenak sambil memegangi kepalanya di bawah lampu taman. Sakitnya memang mereda perlahan, namun perasaannya yang kini terasa begitu tak nyaman. Saku jaket Maroo bergetar, sebuah panggilan masuk ke dalam ponselnya.

 

~oOo~

 

Eungi masih menunggu Maroo. Sudah 10 menit berlalu. Ia penasaran kemanakah suaminya pergi mencari Cotton Candy pesanannya. Wanita itu memutuskan untuk bangkit dari kursinya, lantas berjalan mondar-mandir sembari berkali-kali menengok ke sekitar. Kenapa perasaannya begitu tak tenang, seolah akan terjadi sesuatu yang buruk.

Sebuah bayangan menjejak di sampingnya. Belum sempat Eungi menoleh, dua buah lengan telah mendekapnya dari belakang.

“Eungi-ah….” Pemilik lengan itu berbisik di atas bahunya. Eungi menoleh dan mendapati wajah Maroo disana.

“Pengacara Park telah siuman!”

 

~oOo~

 

Eungi berlari secepat yang Ia bisa begitu lift terbuka di lantai 19. Maroo mengikutinya dari belakang, mencoba mengimbangi lincah kaki Eungi.

Mereka sampai di depan kamar Pengacara Park dimana Sekertaris Hyun menyambut kedatangan Eungi dengan sebuah pelukan.

“Bu Direktur!” pekiknya dengan derai airmata bahagia.

“Bagaimana keadaannya sekarang?” tanya Eungi tak sabaran.

“Dia menunggu anda, Bu Direktur!” seru Sekertaris Hyun. Eungi menoleh sejenak pada Maroo, pria itu mengangguk, menyuruhnya untuk masuk sendirian.

Sepeninggal Eungi, Sekertaris Hyun mengatakan bahwa Ia ingin membicarakan sesuatu dengan Maroo. Ada hal yang harus Maroo ketahui, sesuatu yang sangat penting.

Sementara itu di dalam ruang perawatan,

“Eungi-ah…” Joon Ha mendesah lemah, menatap mata Eungi yang merembes basah. Jemari wanita itu mengait tangannya penuh kehangatan.

“Aku – baik-baik saja – jangan menang – ngis….” Ujar Joon Ha terbata-bata. Ia tersenyum memandangi paras cantik Eungi.

“Maafkan aku…. Ini semua salahku….” Eungi terisak, berlutut di samping ranjangnya.

Joon Ha terenyuh, tanpa Ia sadari, benaknya berkelana jauh menuju 20 tahun silam saat dimana Ia masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Pertemuan pertamanya dengan Eungi yang tak akan pernah sanggup Ia lupakan. Eungi adalah cinta pertama bagi seorang Park Joon Ha. Cinta yang harus Ia bunuh di hari pertama tunasnya tumbuh. Cinta yang terpaksa Ia kubur dalam-dalam tanpa pernah sempat Ia nyatakan.

Alasan Ia jatuh cinta pada Eungi? Karena sifat teguh dan di luar nalar wanita itu. Joon Ha ingat, di hari hujan 20 tahun lalu ketika Ia ikut Ayahnya pergi ke rumah Bosnya – Presdir Seo. Joon Ha menemukan seorang gadis tengah berdiri sendirian di tengah taman. Tubuhnya basah kehujanan. Joon Ha kecil menatap penasaran dari atas balkon. Ia yang sedang menunggu Ayahnya untuk keluar dari ruangan Presdir pun memutuskan untuk menghampiri gadis kecil berambut panjang tersebut, meski Ia sebenarnya agak takut sosok yang dilihatnya adalah hantu, mengingat ini sudah larut malam.

“Kau manusia?” sapa Joon Ha kecil pada Eungi yang hanya menatap dingin padanya.

“Apa yang kau lakukan disini?” tanya Joon Ha lagi.

“Kau hantu ya??” Joon Ha mendekati Eungi yang tetap tak mengubrisnya.

“Hei?” Joon Ha melambaikan tangannya di depan wajah Eungi. Gadis itu melirik tajam, “AKU MANUSIA TAPI AKU AKAN LEBIH MENAKUTKAN DARI HANTU JIKA KAU TERUS MENGANGGUKU! SANA PERGI URUSI URUSANMU SENDIRI!” Bentaknya.

Joon Ha sampai tersentak ke belakang saking kagetnya.

Ia mendengus kesal, lantas berbalik menuju balkon namun baru 4 langkah, Joon Ha kecil berhenti dan berlari kembali menuju Eungi.

“Ambil ini! Kau bisa sakit!” Joon Ha menarik tangan Eungi, memaksanya menerima payung kuning muda yang Ia bawa. Joon Ha berlari pergi, meninggalkan Eungi yang termangu memandangi payung di tangannya. Namun rupanya, kebaikan hati Joon Ha sia-sia, gadis cantik nan misterius itu membuang payung pemberiannya tanpa perasaan.

Tatapannya tajam menuju jendela kaca ruangan Presdir Seo yang tak lain Ayahnya. Sepulang dari sana, Joon Ha akhirnya tahu bahwa gadis kecil berwajah galak itu bernama Seo Eungi dan Ia sedang dihukum oleh Ayahnya karena membolos sekolah.

Dan entah dari mana datangnya perasaan itu, Joon Ha bertekad untuk melindungi Eungi sejak saat itu.

“Eungi-ah…” Joon Ha memanggil lemah nama Eungi. Memberinya isyarat untuk mendekat agar Ia bisa membisikkan sesuatu di telinganya.

 

~oOo~

 

Jae Hee manatap kaget pada sosok Jae Shik yang tengah berdiri di depan pintu gerbangnya sepagi ini. Pria itu menatap datar padanya dan Eunsuk yang siap berangkat sekolah.

“Ibu… Paman ini siapa?” tanya Eunsuk.

Jae Shik tersenyum, berjongkok menatap Eunsuk yang nampak ketakutan karena penampilannya yang berandal.

“Aku Kakak dari Ibumu, anak manis. Pamanmu.” Ujarnya dengan tangan kanan terangkat, siap membelai puncak kepala Eunsuk.

Jae Hee buru-buru menjauhkan Eunsuk dari hadapan Jae Shik, Ia menyembunyikannya ke belakang dan maju menghadapi Jae Shik.

“Apa maumu?” hardik Jae Hee kasar.

Jae Shik tersenyum remeh, “Apa mauku? Aku merindukan adikku.” Ia merangsek masuk namun Jae Hee lebih dulu mendorongnya mundur.

“Bibi! Antar Eunsuk ke sekolah!” perintah Jae Hee lantas menggeret Jae Shik untuk minggir dari depan pintu.

“Ibu tidak jadi mengantarku ke Sekolah?” Eunsuk merajuk, Ia cemberut.

“Ibu masih ada urusan, sayang… biar hari ini Eunsuk dengan Bibi saja ya?” Jae Hee membelai lembut pipi Eunsuk, mencoba menenangkannya.

Eunsuk menangis dan berlari masuk memeluk Bibi penjaga rumah yang kemudian menggendongnya keluar.

Ia bahkan menyembunyikan wajahnya saat melintas di hadapan Jae Hee.

“Kau puas setelah merusak pagiku?” Jae Hee menatap tajam pada Jae Shik yang asyik terkekeh tak perduli.

 

~oOo~

 

Eungi menyusuri tangga darurat Rumah Sakit dengan terhuyung. Matanya berkaca-kaca. Baru saja sesuatu yang besar menyentaknya lagi. Di tangannya tergenggam sebuah tape recorder berisi pembicaraan telepon di hari kematian Ayahnya, rekaman yang sedikit berbeda dengan apa yang pernah diterimanya dulu dari Pengacara Park. Eungi menepuk dadanya, menangis sendirian di sana. Isi rekaman itu lebih panjang dari yang pernah Ia dengarkan. Bagian belakangnya adalah yang paling suram. Kenyataan bahwa Ibunya meninggal karena pembunuhan yang dilakukan oleh anak buah Ayahnya sendiri – Ayah dari Joon Ha membuatnya sesak.

Ada berapa banyak pengkhianat dalam hidupnya? Kenapa semua orang seperti menyimpan rahasia dan menusuknya dari belakang. Di dunia ini apa tidak ada yang bisa Ia percayai sepenuhnya?

Handphone Eungi berdering, sebuah panggilan dari Maroo.

“Halo?” Eungi menyapa lemah.

“Kau dimana?” Maroo berteriak cemas. Ia juga baru saja tahu kenyataan itu dari Sekertaris Hyun yang telah terlebih dulu mendengarkan isi rekaman itu.

Pagi ini begitu siuman, Pengacara Park meminta Sekertaris Hyun untuk mengambil sesuatu di dalam laci rahasia yang Ia sewa di sebuah stasiun. Versi utuh dari rekaman di hari kematian Presdir Seo.

Maroo membuka pintu dan menemukan Eungi duduk mencengkeram tepian tangga dengan gemetar.

“Maroo….” Eungi bangkit, menatap Maroo di bawah. Ia merasa kepalanya pening, pandangannya berkunang-kunang dan tak bisa bernapas.

Eungi jatuh, tak sadarkan diri dalam dekapan Maroo yang dengan sigap menangkap tubuhnya di bawah.

“EUNGI… SEO EUNGI!!” Maroo berteriak, menggoncang-goncang tubuh istrinya. Kenangan buruk di malam Eungi nyaris keguguran menyergapnya.

 

~oOo~

 

“Bukankah sudah kubilang agar menjauhkannya dari stres?” Maroo menunduk di hadapan Dokter yang kini menegur kelalaiannya menjaga kondisi Eungi.

“Apa kondisinya parah? Apa terjadi sesuatu yang buruk?” tanya Maroo takut-takut.

Dokter berkacamata itu menghela napasnya sebentar lantas menjawab, “Secara fisik Ia baik-baik saja namun secara mental Istri anda kelelahan. Beruntung kandungannya kuat. Saran saya, pergilah berlibur ke suatu tempat. Bangun kondisi mentalnya kembali. Karena racun di dalam pikiran jauh lebih berbahaya daripada racun di dalam tubuh. Setelah siuman, anda bisa membawanya pulang dan jangan lupa untuk mengosumsi vitaminnya secara rutin.”

Maroo mengangguk dan berjalan masuk menuju ruangan Eungi. Wanita itu masih belum terbangun dari ‘tidurnya’.

“Tidurlah… tidurlah sesukamu… tidurlah yang nyenyak….” Maroo berbisik sembari membelai pelan kepala Eungi dan mengecupnya.

 

~oOo~

 

Maroo menghentikan mobilnya di depan rumah Eungi. Ia berjalan keluar sendirian. Eungi masih belum sadarkan diri di Rumah Sakit. Kepala Jae Shik adalah hal pertama yang Maroo lihat begitu membuka pintu gerbang. Pria itu sedang memaki-maki Jae Hee yang mengusirnya seperti anjing jalanan.

“Lihat saja! Apa yang akan kulakukan untukmu nanti! Kau akan menyesal telah menghinaku seperti ini Han Jae Hee!”

Jae Shik meludah dengan kasar di depan pintu, Ia berbalik dan menemukan Maroo berdiri di hadapannya.

“Maroo?” seru Jae Shik. Ia menengok ke belakang, mencari sosok Eungi yang pagi ini gagal Ia eksekusi.

“Dimana Eungi?” tanya Jae Shik keceplosan.

Maroo menatap aneh, “Kenapa mencarinya?” tanyanya curiga. Matanya memicing tak nyaman.

“Kau sensitif sekali. Aku hanya mencoba beramah tamah sedikit dan kau langsung ingin mengulitiku hidup-hidup dengan pandanganmu itu!” Jae Shik menyeringai dan menepuk pundak Maroo. Ia berlalu pergi meninggalkan Maroo yang merasa terancam secara tak langsung. Ia sungguh tak suka mendengar Jae Shik menanyakan keberadaan Eungi. Ia selalu ingat bagaimana pria brengsek itu pernah mencoba menculik Eungi dan membawanya pergi untuk dijual ke pelabuhan.

Maroo melangkah masuk, kakinya beranjak cepat menuju kamar di lantai atas. Ia kemudian membuka lemari, dan dengan cekatan Ia mengepak beberapa helai baju ke dalam koper. Maroo lantas membuka laci dan menarik keluar dua buah passport miliknya dan Eungi. Terakhir kali mereka menggunakannya ke Aomori.

Tak ingin mengulur waktu, Maroo segera berlari menuruni tangga dengan dua buah koper yang Ia tenteng di tangan kanan dan kiri. Tapi, sekali lagi di pagi ini, kepalanya berdenyut tak karuan. Ia merasa pandangannya buram untuk sesaat. Darah segar keluar dari alah satu lubang hidungnya. Sial… bathinnya sembari mengusap cairan kental berbau anyir itu dengan lengan jaket dan mendongak ke atas demi menghentikan pendarahan.

“Kang Maroo…” Jae Hee muncul di hadapannya yang masih terpaku di tengan tangga.

Wanita itu menatapnya cemas.

“Apa yang terjadi padamu? Kau berdarah!” seru Jae Hee.

Maroo menurunkan wajahnya, menatap sosok Jae Hee yang terlihat begitu khawatir akan kondisinya.

“Aku baik-baik saja, Nuuna…” Maroo melangkah pergi melewati Jae Hee yang dengan cepat menahan lengannya.

“Kau mau kemana dengan koper-koper itu?”

“Bukan urusanmu!” Maroo mengibas tangan Jae Hee dari lengannya.

“KANG MAROO!!! KAU TIDAK BISA SEPERTI INI TERUS! KAU HARUS DIOPERASI!” Teriak Jae Hee membuat Maroo tercekat di tempatnya. Ia menoleh, menatap mata Jae Hee yang kini mulai berkaca-kaca.

“Apa maksudmu?” tanya Maroo.

“Aku tahu, kau sakit parah… aku mendengarnya saat itu ketika Jae Gil sedang berbicara denganmu di Rumah Sakit.”

Maroo tersenyum remeh, “Kau sepertinya salah dengar. Aku baik-baik saja, Nuuna. Justru dirimu sendirilah yang perlu kau cemaskan. Kembalilah menjadi Han Jae Hee yang dulu sebelum terlambat. Kembalilah pada dirimu yang memiliki nurani dan tak dibutakan oleh harta.”

Maroo pergi, meninggalkan Jae Hee yang duduk gemetar di atas tangga.

 

~oOo~

 

Maroo menuntun Eungi menaiki tangga pesawat dan membantunya duduk di kursi sebelah jendela.

“Tidakkah ini mendadak? Kau mau membawaku kemana?” tanya Eungi bingung.

Maroo tersenyum dan menunjukkan tiket pesawat yang sedari tadi Ia sembunyikan di balik jaket.

“San Francisco!”

“Bagaimana bisa kita pergi begitu saja? Bagaimana dengan Pengacara Park?”

“Tidak bisakah kau menjadi patuh untuk saat ini Seo Eungi? Kumohon padamu. Percayalah padaku, aku sudah mengatur semuanya. Aku meminta kabar soal Pengacara Park yang sudah siuman untuk dirahasiakan. Sekertaris Hyun juga sudah mengatur bagaimana memindahkannya ke Rumah Sakit yang tidak diketahui oleh siapapun kecuali kita. Kumohon santailah sedikit. Kau perlu mengatur emosimu yang akhir-akhir ini tidak terkontrol. Kau tidak lupa kan bahwa ada bayi kita di dalam sini?” Maroo mengusap lembut perut Eungi.

“Tapi Maroo….”

“Lihat! Ibumu sangat tidak patuhkan?!” Maroo berbisik di atas perut Eungi.

Eungi terdiam, Ia sadar kalimat Maroo ada benarnya. Tangannya kemudian merangkak naik dan membelai rambut Maroo yang asyik menciumi perutnya.

“Jadi kau sedang menculikku, Tuan Kang?” goda Eungi pada akhirnya.

Maroo mengangkat wajahnya kembali dari atas perut Eungi.

“Coba saja kalau berani kabur dariku!” jemari Maroo menyisir pelan rambut Eungi yang sedikit berantakan.

“Kalau begitu, kenapa tidak mengikat tanganku dengan tali?”

“Haruskah? Hmm… tapi disini tidak ada tali. Aku juga tidak bisa meminta benda seperti itu pada Pramugari atau dia akan curiga.” Bisik Maroo.

Mereka berpandangan.

“Kupikir ini akan jauh lebih manjur untuk mencegahmu kabur dariku.” Maroo memiringkan wajahnya dan menjatuhkan bibirnya di atas lembab bibir Eungi yang menyambut ciumannya dengan penuh cinta.

 

I live each day without a reason to live

I am living because I can’t die

The person who will make me smile again

The person who will make me live again

 

You are a good person

Through I am endlessly lacking

You are a person that I love and I will protect, Seo Eungi…

 

:::

 

Dan faktanya, thank you for reading and please support me with your comments!^^

Oh ya, this fiction will be end as soon as possible.

I still figure out, will it be end on next chapter or I need to add one chapter again.

Xoxo~

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
Methaalana
FINALLY, I FINISHED WRITING NICE GUY ANOTHER ENDING. Okay, time to move on

Comments

You must be logged in to comment
oladilia1310 #1
Chapter 19: Kenapa baru sekarang aku nemu drama Nice Guy? Sampe udah selese nontonpun malah nyari FFnya.. trus baca FF ini, kepalaku nyut"an gk ada beda sama pas nonton. Alur sama endingnya aja yg beda. Dan harusnya endingnya beginiiiiiiii :'D
Thankyou for making this FF!! Walopun telat tapi aku suka!! 정말 감사합니다~
I will wait your update for another story of EunMaru ㅋㅋ semangat kak! 파이팅!! ♡♡
Lots love, ChaeKi shipper
nandyana #2
Chapter 19: Omg i just found this ff today and read it in one go...i really wish the ending of the actual nice guy drama like this in your story...you are really talented writer...
daragon48 #3
Chapter 19: daebak... andai saja ending drama nice guy kayak gini. TQ for this fanfic neomu joayo!
eonnifan
#4
Chapter 19: eungil.. sempet2nya pengen tidur pas ngelahirin.. *eh wkwkwkwk

wuiiih mantep ikatan batin mereka. maru dan eungi sama2 pernah bermimpi ttg jungwoo

daebak daebak
thanks for making this eunma/chaeki fic/story
good luck utk karyanya ya.. semangat!!
camzjoy
#5
Chapter 19: Aigoooo it's already the end! T.T I'm sad because i'll be missing your updates!
Thank you for creating such a wonderful story, I love how things went for our couple. They deserve all happiness. :) And what, 9 children still? I suppose not all children were born in the house? Haha! I'm also amazed by how you described the birth scene, woah! Keep writing Chaeki ffs please? You're a good authornim! :D
eonnifan
#6
Chapter 18: daebak...
kalau ahn gak sadar2 tuh abis slh bunuh orang kebangetan dah... jd gemes >\\\\<
aku tuh klo bacanya... selalu ngerasa khawatir sm bayi eunmaru lol... takut knp2 apalagi tiap baca part yg eunginya tuh "gak bisa diem" hahaha
pokoknya aku tunggu endingnya yeay
alvionanda #7
Chapter 17: keren banget! ff nya kerenam bangeeeeeet. maaf bary comment dipart ini, soalnya aku saking penasaran jadi langsung klik next.
kenapa ending dramanya nggak kaya gini ajaaaaaa? ini lebih ngreget gitu. ditunggu kelanjutan ceritanya yyaaaaa ^^
charism #8
Chapter 17: ditunggu min lanjutan nya secepetnya yaaa . Deg degan nih bacanya .
eonnifan
#9
Chapter 17: duuuh aku bacanya.... deg2an sambil makan. hahahaha
makin menegangkan.