Di Ujung Malam (Arti Percakapan-percakapan Setengah Sadar)

Remaja
Please Subscribe to read the full chapter

   

 

Tak butuh waktu lama bagi Yena hingga ia tiba di depan bangunan kos-kosan berlantai dua itu. Pagar coklatnya membatasi halaman dengan jalan, menghalau pejalan kaki yang barangkali berniat mengintip isi kosan. Diparkirkannya motor di dekat tempat sampah. Tangannya meraba pintu pagar, mencari gembok berkode yang biasa terkait di pintu.

"Kodenya satu dua…"

"Mau ke siapa ya?"

Yena menoleh. Seorang perempuan paruh baya berdiri di belakangnya. Jika tak pernah bertemu dengannya sebelumnya, Yena mungkin sudah lari pontang-panting. Ini sudah hampir tengah malam. Namun, ia dengan cepat mengenali perempuan paruh baya itu—Ibu Sunye, pemilik kosan yang tinggal tepat di seberang.

"Oh, saya mau ketemu Minju, Bu. Saya temennya."

Perempuan itu tersenyum tipis, tetapi matanya menatap Yena penuh selidik. Yena berdehem

"Yang suka bawain bakpau itu lho Bu."

"Oh!" Perempuan itu menjentikkan jari, "Yana ya?"

Yena terkekeh, "Yena, Bu," suara klik pelan terdengar, pertanda gembok telah terbuka, "Saya boleh 'kan Bu nginep di sini? Rumah saya jauh, kebetulan tadi ada urusan di sekitar sini. Ternyata beresnya agak larut."

Perempuan itu tertawa kecil, "Harusnya kamu minta izin Minju, dia yang mau nampung kamu, tapi saya paham," perempuan itu mengangguk, "Silakan. Selama tidak menimbulkan keributan dan lainnya, saya tidak pernah melarang."

"Makasih Bu, ini saya masuk aja ya? Ibunya nggak mau masuk? Udah malam Bu, angin malam cuma cocok buat anak jalanan, saya sih anak rumahan."

Lagi-lagi perempuan itu tertawa, "Jangan lupa pagarnya digembok lagi. Motornya dikunci, Yena, takut digondol maling. Mari, saya masuk dulu."

Setelah beberapa kali membungkukkan badan, Yena akhirnya mendorong motornya masuk. Tak lupa ia kembali menggembok pagar, lalu memastikan motornya terkunci. Kakinya melangkah masuk, bergerak meniti tangga, berjalan menuju kamar kedua dari ujung kanan di lantai dua. 

Ia menghela napas sebelum mengetuk pintu. 

"Sebentar!" Suara gadis itu nyaring terdengar dari dalam. Ia mendengar langkah kaki mendekat, lalu tak lama pintu mengayun terbuka.

"Cari siapa Kak?"

"Cari perkara, Kak," Yena terkekeh saat Minju mendengus. Gadis itu kemudian mundur satu langkah, menyilakan Yena untuk masuk sebelum kembali mengunci pintu.

"Kak, maaf ya agak berantakan, aku tadi habis print surat-surat. Printer himpunan di aku soalnya," Minju mencebik, menunjuk setumpuk kertas yang telah rapi terlipat. Yena mengibaskan tangan.

"Santai dah, kayak ke siapa aja lu," Yena menyandarkan tubuh di kaki tempat tidur, "Lu udah mau tidur ya? Tidur aja Ju, gue tidur di bawah nggak apa-apa."

"Ih," Minju merengut, "Nggak apa Kak, tidur di kasur aja sama aku."

Yena mengerjap. Tunggu. Rasanya—

"M-MAKSUDKU!" Minju tergeragap, kedua tangan bergerak cepat di depan dada, "MAKSUD AKU KAK YENA—"

Tawa Yena pecah, seiring memerahnya wajah Minju. Gadis itu mengibaskan tangan, "Iye, ngerti gue, santai aja," gadis itu meraih ponselnya, kemudian asyik menatap layar. Minju, yang tak tahu harus berbuat apa, lantas memilih naik ke tempat tidur, meraih ponselnya. Twitter, pikirnya. Semula, niatnya membuka aplikasi itu adalah untuk mencari hal-hal kecil untuk ditertawakan.

Namun, ternyata yang bisa ia tertawakan malam ini memang cuma dirinya sendiri.

  

 

"Buka Twitter ya lu," celetuk Yena sambil menoleh ke balik punggung. Minju cepat menggeleng.

"Nggak," elaknya, tapi Yena membalasnya dengan tawa kecil.

"Alah, mau bohong sama siapa dah lu? Tuh jidat," ia menunjuk dahi Minju, "Sampai berkerut gitu. Udeh, ngaku aja," lagi-lagi ia tertawa. Minju mencebik.

"Kenapa sih kok aku tuh gampang banget dibaca," ia mendesah. Yena mengangkat bahu, lantas berbalik. Dagu bersandar pada tempat tidur.

"Mau cerita nggak?"

Minju mengembuskan napas panjang. Tangannya bergerak meraih boneka beruang yang setia menemaninya sejak ia kecil, "Aku tuh bukannya belum move on ya Kak," ujarnya.

"Tapi masih ngarep?"

"Nggak ih!" Bibirnya mengerucut menatap Yena yang hanya memandanginya dengan sorot mata jenaka, "Mau dengerin aku cerita nggak?"

"Iya, oke," cengiran lebar tak surut dari wajahnya, "Oke, lanjut."

"Ya, aku senang kok, Kak, lihat Hitomi akhirnya bisa kencan bebas gitu," bibirnya terkatup rapat, membentuk garis tipis. Ia menghela napas sebelum melanjutkan, "Cuma, jujur aja, sampai sekarang aku merasa dibohongi."

Keduanya terdiam. Suara jangkrik di bawah jendela menyelinap, memenuhi ruang pendengaran mereka. Tak ada lagi suara kendaraan lalu lalang. Hanya jangkrik, hela napas mereka, dan degup jantung yang melambat. Minju mendesah.

"Hitomi bisa bilang dari awal kalau mereka tuh pacaran. Kak Chaewon bisa bilang dari awal kalau dia nggak tertarik sama aku,” ia melenguh, “Aku ‘kan jadi bingung. Aku tahu kok Kak, aku nih sering dibadutin, tapi aku cukup peka untuk tahu kalau Hitomi tuh tiba-tiba kayak memusuhi aku,” tanpa sadar ia meremas boneka dalam pelukan

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
kimchaejjigae_
Sebentar, biar aku jadi ormas Shinez dulu sejenak. Ada cerita yang ingin sekali kuunggah tapi kalau kuunggah, aku harus menyelesaikan keseluruhan semesta (dan... dan... sama seperti ketika menulis Seandainya, aku tidak sanggup mengeditnya tanpa menghela napas panjang)

Comments

You must be logged in to comment
kimtaetaehwang #1
Chapter 12: Minggir2 yang gak mau kena diabet minggir
Karena judul cerita ini berisi konten bucin dan mengarah ke bulol 🤣
fearlessnim
#2
Chapter 8: Hai kak, ini komen pertamaku setelah sekian lama subs dan cuma mau bilang kalo semua tulisanmu uwu nya minta amponnnn 🥺💖

Btw shineznya lagi dong kak *merengek*
apple_lover12
#3
Chapter 6: Demi apa....? Baru nemu FF unyu kyk gini~