Yang Paling Mengerti (Jadi Milikku)

Remaja
Please Subscribe to read the full chapter

"Hei."

Gadis di kursi penumpang itu tersenyum kecil. Jemarinya sibuk memasang sabuk pengaman. Setelah bunyi klik pelan terdengar, ia meletakkan tas di pangkuan, "Hei juga."

"Udah nih? Gitu aja nyapanya?" ujar Chaewon sambil terkekeh. Di depannya, Hitomi tertawa.

Chaewon selalu suka mendengar gadis itu tertawa. Ada hangat yang menjalar, memeluknya erat kapan pun tawa gadis itu berderai. Lalu udara seakan menguarkan wangi-wangi paling manis di dunia. Lalu awan berubah menjadi permen kapas yang sering ia temui di pasar malam. Dan biru tak melulu biru—biru berubah menjadi sesuatu yang menyenangkan alih-alih kelabu.

Jatuh cinta tak pernah buruk—setidaknya, bagi Chaewon, jatuh cinta selalu menyenangkan, sebab gadis di depannya ini juga jatuh bersamanya.

"Emang kamu maunya gimana?" jemari gadis itu bergerak menggamit jemarinya. Tak ada yang bisa mengisi celah jemarinya sesempurna ini—dan Chaewon tak ingin lepas. Ia tak sudi melepas.

"Kalau kubilang aku maunya dekat, kamu bakal ngapain?"

Hitomi mendengus geli. Tangannya yang bebas bergerak menarik sabuk pengaman—memberinya cukup ruang untuk mencondongkan tubuh dan mendaratkan kecupan di pipi Chaewon yang cuma terkekeh pelan saat gadis itu menarik diri, "Udah?"

"Mm-hmm," ia lantas menarik diri, melepas genggaman mereka meski enggan. Dinyalakannya mesin mobil, "Kamu betulan senggang 'kan?" ujarnya sambil melajukan kendaraan beroda empat itu pelan, membelah jalanan yang tak seberapa lengang. Di sebelahnya, Hitomi mengangguk pelan.

"Kenapa memang?" gadis itu menoleh sambil menyurukkan ponselnya ke dalam tas, "Omong-omong, kita mau ke mana sih?"

"Jujur, aku juga nggak tahu mau ngajak kamu ke mana. Impulsif aja ngajak kamu jalan, mumpung aku lagi pulang."

"Impulsifnya kamu tuh nggak ada obat," keluhan Hitomi hanya ia timpali dengan tawa, "Tempat kerjamu sama rumah orangtuamu tuh udah beda kota. Aku juga sekarang tinggal sama Ayah dan Bunda—tambah jauh aja jarak kita. Kenapa sih harus buang-buang waktu dengan ngajak aku jalan tanpa tahu mau ke mana?"

Chaewon mengangkat bahu. Sekilas, ia menoleh ke arah gadis itu—kedua alis Hitomi bertaut, dahinya berkerut, "Kalau soal kamu, nggak ada yang namanya buang waktu."

"Lemes banget deh mulutnya," gerutu Hitomi, "Omong-omong, kata Ayah, sebelum pulang, tolong mampir dulu. Ada yang mau dibicarakan katanya."

"Oke," jawabnya singkat, membiarkan keheningan mengisi ruang di antara mereka. Namun, tak pernah ada hening yang menyesakkan—hening selalu menenangkan jika Hitomi ada di sisinya.

Selamanya, ia ingin Hitomi ada di sisinya, meski ia sendiri tak yakin seberapa lama kah selamanya itu.

"Kamu jauh-jauh ke sini cuma buat ngajak aku drive thru?"

Dari balik kemudi, Chaewon tergelak. Ia bisa melihat ekspresi kesal Hitomi dari sudut matanya. Menggemaskan, pikirnya. Hingga Hitomi tiga puluh, empat puluh, bahkan tujuh puluh, di matanya, Hitomi akan selalu jadi gadis menggemaskan yang kebingungan mencari botol minum miliknya saat masa orientasi perkuliahan dimulai. Gadis yang tanpa perlu banyak usaha berhasil merebut hatinya, mengisi ruang kosong yang tak pernah ia tahu ada.

"Ya kamu aku tanya mau ke mana jawabnya juga nggak tahu, terus harus gimana? Padahal 'kan kamu yang orang sini."

"Ya udah, ke Taman Kota deh," gerutu Hitomi pelan, "Di depan belok kanan."

"Emang di Taman Kota ada apa?" tanya Chaewon sekenanya, "Badut sirkus?"

"Chaewon, please," lagi-lagi Chaewon tergelak—ia tahu benar gadis itu sudah akan melancarkan serangan (baca: mencubit lengan dan pinggangnya) maut jika ia tak sedang mengemudi, "Biasanya ada busking kalau akhir pekan gini. Siapa tahu kamu mau ikutan ngamen—kemarin 'kan ada yang ngeluh tabungannya menipis, padahal beberapa minggu sebelumnya baru beli lego."

"Aduh, Cinta, kok dibahas lagi," Chaewon melenguh, "Aku 'kan udah janji nggak bakal gitu lagi."

"Janji kamu tuh janji sales tahu nggak, palsu semua," Hitomi tiba-tiba menyodorkan sepotong kentang goreng ke arahnya, "Aaak—mangap dulu cepetan, kamu pasti belum makan."

"Hahahih," Chaewon berkata, "Hini hehok he hana?"

"Di depan ke kiri," tukas Hitomi cepat, "Tolong ya, kalau lagi makan, telan dulu, baru ngomong. Jorok, ih!"

Menjadi pasangan akhir pekan memang tak pernah mudah.

Ada kalanya, lelah mengalahkan rasa rindu yang menumpuk. Saat itu terjadi, Chaewon menyadari bahwa mereka berdua akan menjadi dua manusia paling sensitif di muka bumi—tak bertemu rindu, tapi untuk bertemu, mereka tak mampu. Lalu pertengkaran kecil biasanya tak terhindari. Hitomi, yang tiba-tiba cemburu pada siapa pun yang menghabiskan akhir pekan dengan Chaewon. Chaewon, yang membombardir Hitomi dengan pertanyaan-pertanyaan menyebalkan layaknya anak remaja baru menjalin kasih.Meski semua pertengkaran mereka selalu berujung maaf, aku kangen kamu, kadang Chaewon bertanya-tanya bagaimana bisa mereka bertahan sejauh ini—tapi mereka di sini, dengan jemari saling menggeng

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
kimchaejjigae_
Sebentar, biar aku jadi ormas Shinez dulu sejenak. Ada cerita yang ingin sekali kuunggah tapi kalau kuunggah, aku harus menyelesaikan keseluruhan semesta (dan... dan... sama seperti ketika menulis Seandainya, aku tidak sanggup mengeditnya tanpa menghela napas panjang)

Comments

You must be logged in to comment
kimtaetaehwang #1
Chapter 12: Minggir2 yang gak mau kena diabet minggir
Karena judul cerita ini berisi konten bucin dan mengarah ke bulol 🤣
fearlessnim
#2
Chapter 8: Hai kak, ini komen pertamaku setelah sekian lama subs dan cuma mau bilang kalo semua tulisanmu uwu nya minta amponnnn 🥺💖

Btw shineznya lagi dong kak *merengek*
apple_lover12
#3
Chapter 6: Demi apa....? Baru nemu FF unyu kyk gini~